"kau minggu depan jadi ikut persami di Swimbath,Ci?" tanya Rere teman satu ekstrakurikuler ku di sekolah tapi beda kelas.
"Kayaknya sih jadi Re, udah dapat izin juga kok dari si emak!" jawabku sambil meminum teh gelas kemasan seribu.
"Alhamdulillah, jadi ada kawan deh!"
"Lagi pula rugi tau gak ikut, persami kali ini kan gabung dengan kecamatan sebelah. Pasti ada cogan nya. Haha!" aku tertawa seraya memukul pundak Rere.
Terlihat Rere sedikit meringis, padahal tak terlalu kuat aku memukulnya. Dasar, Rerenya saja yang lebay!"Sakit tau,Ci. Bisa gak sih kalau ketawa gak mukul mukul orang" Rere memanyunkan bibirnya.
"Hehe maaf maaf,bawakan dari bayi,Re!" jawabku seraya mengelus pundak Rere yang ku pukul tadi.
"Dasar!. Eh btw, kau kok tau nanti bakalan banyak cogan nya?" tanya Rere dengan senyum lebarnya.
"Nebak aja sih!"
"Yaelah. Kalau iya cogan, kalau colek (cowok jelek) gimana?"
"Embat aja yang penting di traktirin. Haha!"
"Kenyang di perut sakit di mata dong,Haha!"
"Iya juga, ya!"
Kami memang nakal kalau soal cogan, tapi kami tetap tau ada batas yang tidak bisa kami lewati.
Kenakalan kami tentang cowok hanya sekedar kesenangan biasa saja. Kami sama sekali tidak pernah di sentuh dengan cowok manapun."Uci?" panggil seseorang dari belakangku. Aku dan Rere menoleh ke arah suara.
"Di cariin dari tadi rupanya nongkrong di kantin!"sambungnya lagi.
"Emang ada apa,prim?" tanyaku pada Prima. Biasanya sih, kalau dicariin sama Prima pasti ada surat yang ingin dikasihnya, secara Prima terkenal sebagai tukang pos di sekolah.
Banyak anak anak yang menyuruhnya mengirim surat ke anak yang lain.Biasanya lebih keseringan surat cinta. Tetapi tentunya tidak geratis.Prima meminta bayaran seribu untuk satu surat. Dia akan menggratiskan satu surat jika kita telah menyuruhnya sampai tiga kali.Banyak juga yang tidak membayarnya dengan alasan "bayarnya nanti sekalian".Larangan keras membawa hp ke sekolah membuat kami sering bertukar surat.
"Nih ada surat dari Bobi!" jawab Prima memberiku kertas yang sudah terlipat lipat.
Bobi adalah teman satu angkatan tapi beda kelas. Saat ini aku duduk di kelas 3SMP.
Kalau dari surat yang selalu Bobi kirim, sepertinya ia menyukaiku. Bobi sering mengtraktirku dan Rere saat jam istirahat.Mana yang bisa di manfaatkan itu yang kami dekatkan."Oke makasih!" ucapku."Ongkosnya mana?"
"Loh kok minta sama aku? Yang ngirim suratkan Bobi?"
"Oh iya lupa" jawabnya santai dan berlalu pergi. Tapi baru beberapa kali melangkah, prima berhenti dan menoleh ke arahku.
"Gak mau di balas?" tanya Prima.
"Oh iya, tunggu sebentar. Dibaca dulu" jawabku. Aku langsung membacanya.
Di surat itu Bobi mengajakku untuk ketemuan di belakang perpustakaan.
Karena hanya sebuah ajakan aku tak membalasnya.Tapi sebelum aku menemui Bobi, sepertinya mengerjai si Prima seru juga.
"Prim, tunggu disini ya, aku sama Rere ambil kertas dulu" ucapku berbohong.
"Gak payah,Ci. Aku udah siapkan kertas sama pulpen nih" jawab Prima sambil menunjukan buku dan pulpen. Niat bener emang si Prima jadi tukang posnya.
"Kertas kamu jelek, gak ada lope lopenya. Aku kan mau membalas surat dari Bobi dengan romantis!"
"Oh yaudh kalau gitu, aku ikut kalian aja ke kelas."
"Eh jangan, nanti teman sekelas pada tau dong aku kirim surat"
"Emang kenapa kalau yang lain tau?" Prima bertanya dengan wajah yang bingung.
"Banyak tanya ih. Tunggu sini aja bentar,Oke. Nanti di bayar 2 kali lipat deh!" sahut Rere.
"Oke" jawab Prima dengan mengancungkan jempolnya.
Aku dan Rere langsung berlalu dari hadapan Prima.
Kami langsung menemui Bobi dan tidak berniat membalasnya.Paling juga karatan Prima menunggu kami yang tak kunjung kembali."Kamu tunggu di mana,Re?" tanyaku pada Rere.
Di surat tadi tertulis Bobi meminta ku untuk datang sendiri, karena ada hal penting yang ingin di beritahu,katanya.
"Disitu aja,deh!" jawab Rere menunjuk bangku di sebelah perpus.
"Oke, sebentar ya."
Aku pun langsung menuju kebelakang perpus, dan sudah ada Bobi yang menunggu di sana. Saat melihat ku Bobi langsung mengembangkan senyumnya.
"Ada apa,Bob?" langsung.
"Makasih ya,Re,udah mau menjumpai ku disini,"
"Iya sama sama. Emang ada apa?"
"Kamu sendiri kan?"
"Iya, Rere nunggu di ujung sana tuh!" jawabku dengan asal menunjuk.
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu" Bobi berucap dengan sedikit gugup.
Kegelisahan nya terpancar dari caranya memainkan jari."Ngomong apa?"
"Kami mau gak jadi pacarku?" ucap Bobi mengutarakan perasaannya. Ungkapan cinta nya sama sekali tak membuat hati bergetar.
"Ni untuk kamu," sambungnya lagi. Bobi memberiku setangkai bunga mawar kristal dan sebuah kotak cincin berwarna merah.
Aku ingin tertawa melihat bunganya, aku yakin pasti ini bunga yang ada di ruang tamu rumahnya.
Tapi aku tergiur dengan kotak cincinnya, benarkah Bobi memberikan ku sebuah cincin mas? Dari mana anak SMP bisa membeli emas?
Bobi memang dari kalangan anak yang berada, tapi walaupun begitu aku masih sedikit ragu dia memberikan ku emas.Di balik rasa ragu ku, Aku juga sangat terharu melihat pemberiannya yang sangat luar biasa ini. Aku langsung menganggukkan kepala tanda menyetujui menjadi pacarnya.
"Makasih ya,Ci. Maaf hanya bisa memberi mu hadiah yang sederhana ini!" ucap Bobi tulus.
"Iya sama sama. Tapi jangan sampai ada yang tau ya kalau kita jadian!"
Aku tak ingin anak anak lain tau kalau aku pacaran, kalau mereka tau tak ada lagi nanti yang ingin mentraktir aku dan Rere.
"Kenapa? Kamu malu ya?" tanyanya dengan lesu. Wajahnya yang tadi ceria seketika berubah.
"Enggak kok. Aku cuma takut kalau sampai ketahuan guru BP kalau kita bilang ke anak anak yang lain!" jawabku memberi alasan yang bukan sebenarnya.
"Oh iya juga,ya. Yasudah deh kalau gitu." ucap Bobi sambil ingin memegang tangan ku, langsung cepat ku tepis.
"Aku balik ke kelas dulu ya,Bob. Kayaknya bentar lagi jam istirahat habis. Btw makasih ya hadiahnya."
"Iya ayang Uci" jawab Bobi membuat aku terkejut dan geli mendengarnya.
Aku langsung menghilang dari pandangan Bobi.
Bunga mawar tadi aku masukan ke kantong rok ku, walaupum hanya masuk setengah tapi jadilah untuk menyamarkan nya.Aku berlari ke arah tempat Rere tadi menunggu, dengan wajah yang sangat bahagia. Tapi bukan karena jadi pacarnya Bobi, melainkan karena kotak cincin tadi.
"Re,?" Panggilku melambaikan tangan seraya memperlihatkan kotak cincin."Wiiiih apaan tuh? Cincin emas?" tanya Rere penasaran. Rere langsung merampas kotak cincin itu dan memperhatikannya."Kalau beneran emas bisa kita jual ni,Ci!" sambungnya lagi membolak-balik kotak itu."Iya 'kan? Lumayan tuh 500 rebu gak kemana!" jawabku penuh semangat."Aku buka,ya?""Jangan, biar aku aja. Nanti kalau kau yang buka, yang tadinya emas asli bisa jadi emas palsu,hahaha,""Dasar kamvret, nah ambil. Buka cepat kepo aku ni" ucap Rere dengan mengembalikan kotak cincin itu."Oke, aku buka ya. Bismillah,satu dua ti..."Mata kami terbelalak melihat isi yang ada di kotak itu. Isi di dalamnya benar benar di luar perkiraan.Aku dan Rere diam dan saling pandang lalu, "Hahahahaha" Rere ketawa terpingkal-pingkal melihat isinya.Aku yang tadinya kaget juga ikut ketawa."Hahaha, mamam tuh cincin emas!" ucap Rere mengejek, masih
Aku duduk sebangku dengan anak yang cukup diam tapi pintar,namanya Raya.Bukan aku yang memilih duduk disebelahnya, tapi wali kelas yang menyuruhku.Katanya biar aku bisa mencontoh perilaku Raya yang tidak lasak sepertiku.Ada ada saja wali kelasku itu!"Ray, kau tau Bobi gak?" tanyaku di sela guru menjelaskan."Syutt, jangan bicara saat guru sedang menjelaskan,Ci!" jawab Raya berbisik.Memang tidak enak duduk bersebelahan dengan Raya. Seperti tak ada kehidupan.Sangat senyap.Pelajaran yang di jelaskan pun sama sekali tak masuk di kepala ku, yang ada membuat aku menjadi ngantuk. Di tambah tak ada kawan yang bisa ku ajak bicara."Ray?" panggilku, mencoba mengajak bicara sekali lagi."Jangan berisik,Uci!" sentak Raya dengan mata sedikit melotot tanda tak suka."Dasar kuper" ucapku dalam hati.Karena ngantuk yang tak bisa ku tahan, aku pun memutuskan untuk ke toilet mencuci muka. Dari pada aku yang ketiduran,
"Uci?" Panggil lagi seseorang dari belakang yang membuat jantungku benar benar ingin lepas dari tempatnya.Kenapa banyak sekali orang mengagetkanku."Ngapain disini?" tanyanya lagi."Eh Rere?" ucapku gugup. Kok Rere juga bisa ada di luar jam kelas? Apa dia kebelet juga?"Bang Ardan?" ucap Rere yang terkejut melihat ada sosok manusia tampan di depannya.Bang Ardan hanya mengangguk dan tersenyum."Gila,Ci. Lesung pipitnya makin dalam!" ucap Rere berbisik."Berisik, ah!""Yasudah abang balik dulu ya,Ci. Nanti malam kalau tidak sibuk abang telfon" ucap bang Ardan melelehkan hatiku."Iya hati hati bang Ardan!" ucapku melambaikan tangan.Kaki serasa tak sanggup lagi untuk berpijak melihat aura bang Ardan yang bener bener memukau."Parah kau ah,Ci. Jumpa cogan gak ngajak ngajak. Malah mau di telfon lagi, teman makan teman kau ah!" ucap Rere cemberut."Haha apa pulak teman makan teman, emangnya ada ku rebut
Dari kejauhan kulihat sosok yang sangat kukenal. Rere sedang ketemuan dengan cowok berseragam SMA."Tumben gak ngajak!"gumamku merasa aneh. Biasanya kami selalu berbarengan, apalagi kalau soal cowok.Apa Rere bener bener tersinggung karena pertemuan ku dengan bang Ardan tadi?Tapi pertemuan tadi kan juga tidak ku rencanakan.Aku meneruskan langkahku ke tempat Rere, pura pura gak tau sepertinya lebih baik."Uci?" Teriak seseorang dari belakang mengagetkan ku. Banyak sekali hari ini yang membuatku terkejut.Kulihat kebelakang ternyata Bobi yang memanggil.Duh lagi lagi dia, untuk saat ini aku harus menghindar dari Bobi, karena aku belum menemukan jawaban yang tepat atas pertemuan tadi.Aku langsung berlari sekuat tenaga menjauh dari Bobi, saat aku menoleh kebelakang rupanya Bobi ikut mengejar."Ci tunggu!" Teriaknya lagi."Ya ampun tuh bocil pakai ngejar segala lagi!" ucapku terus berlari melewati Rere
***Sesampai di rumah, seperti biasa, rumah ku pasti tak ada orang.Orang Tua ku mempunyai warung nasi Ampera di pasar, dan selalu menghabiskan waktunya dari pagi hingga petang untuk berjualan.Aku anak ke dua dari tiga bersaudara,Kakak pertama ku sudah tamat sekolah dan saat ini sedang membantu Ibu dan Ayah di warung.Sedangkan adik ku, masih berumur 5 tahun.Aku merebahkan tubuhku yang terasa lelah karena banyaknya aktivitas yang ku lalui hari ini.Mengambil hp di laci, lalu baring sambil memainkannya.Ada dua panggilan tak terjawab dari nomer baru di hp ku. Pasti bang Ardan dan bang Rian.Ada juga beberapa pesan dari cowok online ku.Saat ini pacar ku ada tiga, yang pertama Toni, aku mengenalnya saat aku pulang ke tempat nenek waktu libur sekolah.Yang kedua Rudi, dia ku temui dari fb.Dan yang ketiga tadi Bobi, teman satu sekolah.Mereka sangat baik padaku, tak jarang mereka selalu mengisi pulsa
"Rere merajuk?" tanya bang Rian kebingungan."Gak tau bang, biasanya dia juga gak gitu!" jawab ku."Yasudah kalau gitu, Abang pulang dulu,ya?""Iya, makasih ya nasi bungkusnya!"Sebenarnya aku sudah sangat bosan dengan yang namanya nasi bungkus, karena itu makanan yang sering aku makan.Tapi tak apalah,tetap ku hargai usaha bang Rian yang ingin mendapatkan hatiku, asek!"Re ... Kau merajuk?""Ih siapa juga yang merajuk!""Hmm ... Yasudah nah nasinya untuk kau aja, aku banyak lauk di rumah!""Males ah!""Please gak usah kayak anak kecil deh,Re?" ujarku yang sedikit sewot dengan tingkah Rere yang menurutku aneh."Apaansih, Ci? Kan kita emang masih kecil, kau nya aja yang keganjenan!" Sahut Rere tak kalah sewot."Keganjenan? Maksud kau apa? Aku gak ngerti ya, cuma gara gara nasi bungkus ini kau jadi aneh!""Entah lah, aku pulang dulu!" Rere bangkit dari duduknya dan langsung ber
Aku terperanjat mendengar teriakan seseorang yang sangat aku takuti di sekolah ini."Bagus sekali kalian,ya? Apa kalian tidak sadar, kalau kalian itu masih di bawah umur? tidak seharusnya kalian berpegangan tangan!" Tegur guru BP yang terkenal sangat kejam di sekolah.Aku dan Bobi hanya menunduk, sama sekali tidak berani melihat ke arah Bu Rewe."Ikut saya ke ruang BP!" perintah Bu Rewe yang sudah pasti dengan mata melotot."Tapi, Bu, ini hanya salah paham!" ucapku mencoba membela diri.Aku sedikit menyenggol lengan Bobi agar ia juga ikut membela agar kami tidak di bawa ke Ruang BP."Maaf Bu, kami salah!" Sahut Bobi yang membuat ku tercengang.Dasar Bod*h batin ku berucap. Ucapan Bobi sama saja memperjelas yang di tuduhkan Bu Rewe, padahal yang terjadi benar benar salah paham."Nah yang lakinya saja sudah mengakui, kamu Suci, mau mengelak? cepat ikut saya!"Aku dan Bobi akhirnya mengikuti langkah kaki Bu Rewe
Dasar poltak, polos tak berot*k!"Kau pikir sendiri!" ujar ku membentak Rere.Selama ini aku dan Rere tak pernah marahan, hal hal kecil selalu kami jadikan lelucon agar tak jadi ribut, tapi kali ini aku tak bisa bersikap seperti biasa, karena yang di lakukan Rere sudah di melewati batas." Oh, pasti kau marah karena aku tinggal tadi, kan? Okedeh aku minta maaf, aku tadi beneran lupa, habis dari toilet tadi aku langsung ke kelas karena bel sudah bunyi" jawab Rere."Alah, alasan kau aja itu bilang lupa, padahal emang sengaja, terus kau juga kan yang bilang sama Bobi kalau aku ada di belakang kelas!" Cerca ku dengan rasa kesal."Hah? Bobi? Aku sama sekali gak ada jumpa Bobi,Ci, hari ini. Aku juga gak tau kalau kau di cariin sama Bobi, beneran deh!""Banyak alasan!" aku langsung keluar kelas meninggalkan Rere yang bingung. Lebih tepatnya pura pura bingung."Ci, tunggu ... Aku beneran gak tau apa apa soal Bobi!" ucap Rere seraya meng