"Re,?" Panggilku melambaikan tangan seraya memperlihatkan kotak cincin.
"Wiiiih apaan tuh? Cincin emas?" tanya Rere penasaran. Rere langsung merampas kotak cincin itu dan memperhatikannya.
"Kalau beneran emas bisa kita jual ni,Ci!" sambungnya lagi membolak-balik kotak itu.
"Iya 'kan? Lumayan tuh 500 rebu gak kemana!" jawabku penuh semangat.
"Aku buka,ya?"
"Jangan, biar aku aja. Nanti kalau kau yang buka, yang tadinya emas asli bisa jadi emas palsu,hahaha,"
"Dasar kamvret, nah ambil. Buka cepat kepo aku ni" ucap Rere dengan mengembalikan kotak cincin itu.
"Oke, aku buka ya. Bismillah,satu dua ti..."
Mata kami terbelalak melihat isi yang ada di kotak itu. Isi di dalamnya benar benar di luar perkiraan.Aku dan Rere diam dan saling pandang lalu, "Hahahahaha" Rere ketawa terpingkal-pingkal melihat isinya.
Aku yang tadinya kaget juga ikut ketawa."Hahaha, mamam tuh cincin emas!" ucap Rere mengejek, masih dengan ketawa besarnya.
"Hahaha resek tuh si Bobi, cincin bapaknya di kasihnya ke aku. Buat apa cobak,cincin batu giok begini. Yaelah gak modal amat!"
Isi dari kotak merah itu bukanlah cincin emas yang seperti aku bayangkan, melainkan cincin dengan besi putih dan ada batu giok berwarna merah di tengahnya.
Sama persis seperti cincin orang tua."Bobi bukan nyuruh kau jadi pacarnya, tapi jadi dukunnya. Haha,duh sakit perut aku liat cincin nya"
"Haha pasti bapaknya di rumah lagi kecarik'an cincin nih. Memang deh tuh si Bobi, pantes aja ke campak di kelas E, pa*oknya kelewatan sih!"
"Jual lah,Ci. 500 rebu tuh!" ucap Rere terus mengejek.
Seharusnya aku juga berpikir, dari mana coba anak SMP bisa beli emas. Walaupun si Bobi itu banyak uang, tapi aku yakin keuangannya pasti tetap di kontrol oleh orang tuanya.
"Kau aja yang jual,Re. Nanti uangnya untuk kau semua gakpapa deh, ikhlas aku!"
"Eh tapi kadang cincin beginian emang bisa di jual lo,Ci"
"Bodoh amat ah, untuk kau aja, nih sekalian untuk ruang tamu kau!" ucapku sambil melempar bunga yang ada di kantongku.
"Eh buset dah si Bobi,hahah bunga mawar kristal !. Fix ini bunga mamaknya, dan ini cincin bapaknya. Haha"
"Gila emang tuh si Bobi, orang kaya tapi ngasi hadiah malah comot yang ada dirumahnya!"
"Udah terima aja,Ci. Kan lumayan buat pajangan!"
"Ogah! Untuk kau aja, males pun aku bawanya yang ada jadi pertanyaan si emak!"
"Lah terus gak mungkin juga aku bawa pulang,Ci."
"Sedekahin aja kalau gak di buang,Re!"
"Kejam bed kau ah!"
"Bodo amat!"
Mood ku jadi jelek garagara cincin itu, kotaknya membuat aku sukses berekspektasi terlalu tinggi.
Tapi isinya benar benar zonk."Duh" ucapku kaget saat ada botol minum bekas melayang tepat di belakangku.
"Rasain tuh karma dari hasil ngerjai orang!" ucap Prima sewot sambil mengacak pinggang.
Gara gara kotak cincin tadi aku jadi lupa dengan Prima yang tadi kerjain."Hehe maaf prim, tadi niatnya emang mau ambil kertas, eh tapi malah salah jalan!" jawabku membela diri.
"Alasan aja!!
"Ya udah deh, nih aku kasih hadiah biar kau gak marah lagi," sahut Rere sambil memberikan cincin itu ke tangan Prima.
"Apaan nih?" tanya Prima yang kelihatan bingung.
"Cincin loh,Prim. Manatau kau suka yakan, tapi jangan bilang dari kami !"
"Kenapa rupanya jangan bilang dari kalian? Kalian dapat dari mencuri,ya?"
Plakk, Spontan tangan ku memukul kepala Prima dengan botol bekas tadi di lempar karena kaget dengan ucapannya.
"Duh,sakit tau!" Prima meringis memegang kepalanya.
"Rasain tuh, mulut di jaga jangan ngasal. Enak aja bilang dari mencuri, emang tampang kami, tampang pencuri apa!" ucapku sewot.
"Kan aku cuma nanyak!"
"Nanyak tuh pakek ini," Jawab Rere seraya menunjukan kepalanya.
Melihat kami yang sewot, ekspresi Prima berubah jadi takut. Padahal tadi dengan sok gayanya dia memarahi ku. Dasar, gak punya nyali aja sok sok'an.
"Iya maaf deh!" ucap Prima memelas.
"Kau kira maaf geratis? Bayar tau dua rebu!" ucapku mencoba mengerjai Prima lagi.
Enak bener emang punya kawan yang polos kayak Prima, gampang di kerjain!"Kok bayar?" kulihat Prima semakin bingung.
"Tinggal bayar susah amat sih, nanti aku bilangin ke anak anak yang lain mau? Kalau kau suka memfitnah, biar gak ada lagi yang ngirim surat samamu!" ucap Rere menakut nakuti Prima.
Melihat ekspresi Prima yang semakin aneh, aku tak tahan menahan tawa."Cepat buruan!" sambung Rere.
"Yaudah nih dua rebu!" sahut Prima sambil memberi uang 2 ribuan ke Rere.
"Nah gitu,dong! Baik baik kau jadi orang yaa, jangan asal ngomong lagi loh. Yuk,Ci!"
Aku dan Rere pun kembali berlalu dari hadapan Prima."Jahat kau,Re. Malak anak orang!"
"Kan kau luan yang malak?"
"Haha kan aku cuma pura pura,Re.!'
"Ah bodo amatlah, yang penting dapat dua rebu bisa belik teh gelas!"
Semoga kejahilan kami ini tidak membawa kami ke ruangan BP. Haha.
Aku dan Rere memasuki kelas masing masing. Dulunya kami sekelas, tapi karena kami sering ribut makanya kami dipisah.
Padahal sangat nyaman kalau sekelas sama orang yang sama bocornya.
Aku duduk sebangku dengan anak yang cukup diam tapi pintar namanya Raya.
Bukan aku yang memilih duduk disebelahnya, tapi wali kelas yang menyuruhku.Katanya biar aku bisa mencontoh perilaku Raya yang tidak lasak sepertiku.Ada ada saja wali kelas ku itu!
Aku duduk sebangku dengan anak yang cukup diam tapi pintar,namanya Raya.Bukan aku yang memilih duduk disebelahnya, tapi wali kelas yang menyuruhku.Katanya biar aku bisa mencontoh perilaku Raya yang tidak lasak sepertiku.Ada ada saja wali kelasku itu!"Ray, kau tau Bobi gak?" tanyaku di sela guru menjelaskan."Syutt, jangan bicara saat guru sedang menjelaskan,Ci!" jawab Raya berbisik.Memang tidak enak duduk bersebelahan dengan Raya. Seperti tak ada kehidupan.Sangat senyap.Pelajaran yang di jelaskan pun sama sekali tak masuk di kepala ku, yang ada membuat aku menjadi ngantuk. Di tambah tak ada kawan yang bisa ku ajak bicara."Ray?" panggilku, mencoba mengajak bicara sekali lagi."Jangan berisik,Uci!" sentak Raya dengan mata sedikit melotot tanda tak suka."Dasar kuper" ucapku dalam hati.Karena ngantuk yang tak bisa ku tahan, aku pun memutuskan untuk ke toilet mencuci muka. Dari pada aku yang ketiduran,
"Uci?" Panggil lagi seseorang dari belakang yang membuat jantungku benar benar ingin lepas dari tempatnya.Kenapa banyak sekali orang mengagetkanku."Ngapain disini?" tanyanya lagi."Eh Rere?" ucapku gugup. Kok Rere juga bisa ada di luar jam kelas? Apa dia kebelet juga?"Bang Ardan?" ucap Rere yang terkejut melihat ada sosok manusia tampan di depannya.Bang Ardan hanya mengangguk dan tersenyum."Gila,Ci. Lesung pipitnya makin dalam!" ucap Rere berbisik."Berisik, ah!""Yasudah abang balik dulu ya,Ci. Nanti malam kalau tidak sibuk abang telfon" ucap bang Ardan melelehkan hatiku."Iya hati hati bang Ardan!" ucapku melambaikan tangan.Kaki serasa tak sanggup lagi untuk berpijak melihat aura bang Ardan yang bener bener memukau."Parah kau ah,Ci. Jumpa cogan gak ngajak ngajak. Malah mau di telfon lagi, teman makan teman kau ah!" ucap Rere cemberut."Haha apa pulak teman makan teman, emangnya ada ku rebut
Dari kejauhan kulihat sosok yang sangat kukenal. Rere sedang ketemuan dengan cowok berseragam SMA."Tumben gak ngajak!"gumamku merasa aneh. Biasanya kami selalu berbarengan, apalagi kalau soal cowok.Apa Rere bener bener tersinggung karena pertemuan ku dengan bang Ardan tadi?Tapi pertemuan tadi kan juga tidak ku rencanakan.Aku meneruskan langkahku ke tempat Rere, pura pura gak tau sepertinya lebih baik."Uci?" Teriak seseorang dari belakang mengagetkan ku. Banyak sekali hari ini yang membuatku terkejut.Kulihat kebelakang ternyata Bobi yang memanggil.Duh lagi lagi dia, untuk saat ini aku harus menghindar dari Bobi, karena aku belum menemukan jawaban yang tepat atas pertemuan tadi.Aku langsung berlari sekuat tenaga menjauh dari Bobi, saat aku menoleh kebelakang rupanya Bobi ikut mengejar."Ci tunggu!" Teriaknya lagi."Ya ampun tuh bocil pakai ngejar segala lagi!" ucapku terus berlari melewati Rere
***Sesampai di rumah, seperti biasa, rumah ku pasti tak ada orang.Orang Tua ku mempunyai warung nasi Ampera di pasar, dan selalu menghabiskan waktunya dari pagi hingga petang untuk berjualan.Aku anak ke dua dari tiga bersaudara,Kakak pertama ku sudah tamat sekolah dan saat ini sedang membantu Ibu dan Ayah di warung.Sedangkan adik ku, masih berumur 5 tahun.Aku merebahkan tubuhku yang terasa lelah karena banyaknya aktivitas yang ku lalui hari ini.Mengambil hp di laci, lalu baring sambil memainkannya.Ada dua panggilan tak terjawab dari nomer baru di hp ku. Pasti bang Ardan dan bang Rian.Ada juga beberapa pesan dari cowok online ku.Saat ini pacar ku ada tiga, yang pertama Toni, aku mengenalnya saat aku pulang ke tempat nenek waktu libur sekolah.Yang kedua Rudi, dia ku temui dari fb.Dan yang ketiga tadi Bobi, teman satu sekolah.Mereka sangat baik padaku, tak jarang mereka selalu mengisi pulsa
"Rere merajuk?" tanya bang Rian kebingungan."Gak tau bang, biasanya dia juga gak gitu!" jawab ku."Yasudah kalau gitu, Abang pulang dulu,ya?""Iya, makasih ya nasi bungkusnya!"Sebenarnya aku sudah sangat bosan dengan yang namanya nasi bungkus, karena itu makanan yang sering aku makan.Tapi tak apalah,tetap ku hargai usaha bang Rian yang ingin mendapatkan hatiku, asek!"Re ... Kau merajuk?""Ih siapa juga yang merajuk!""Hmm ... Yasudah nah nasinya untuk kau aja, aku banyak lauk di rumah!""Males ah!""Please gak usah kayak anak kecil deh,Re?" ujarku yang sedikit sewot dengan tingkah Rere yang menurutku aneh."Apaansih, Ci? Kan kita emang masih kecil, kau nya aja yang keganjenan!" Sahut Rere tak kalah sewot."Keganjenan? Maksud kau apa? Aku gak ngerti ya, cuma gara gara nasi bungkus ini kau jadi aneh!""Entah lah, aku pulang dulu!" Rere bangkit dari duduknya dan langsung ber
Aku terperanjat mendengar teriakan seseorang yang sangat aku takuti di sekolah ini."Bagus sekali kalian,ya? Apa kalian tidak sadar, kalau kalian itu masih di bawah umur? tidak seharusnya kalian berpegangan tangan!" Tegur guru BP yang terkenal sangat kejam di sekolah.Aku dan Bobi hanya menunduk, sama sekali tidak berani melihat ke arah Bu Rewe."Ikut saya ke ruang BP!" perintah Bu Rewe yang sudah pasti dengan mata melotot."Tapi, Bu, ini hanya salah paham!" ucapku mencoba membela diri.Aku sedikit menyenggol lengan Bobi agar ia juga ikut membela agar kami tidak di bawa ke Ruang BP."Maaf Bu, kami salah!" Sahut Bobi yang membuat ku tercengang.Dasar Bod*h batin ku berucap. Ucapan Bobi sama saja memperjelas yang di tuduhkan Bu Rewe, padahal yang terjadi benar benar salah paham."Nah yang lakinya saja sudah mengakui, kamu Suci, mau mengelak? cepat ikut saya!"Aku dan Bobi akhirnya mengikuti langkah kaki Bu Rewe
Dasar poltak, polos tak berot*k!"Kau pikir sendiri!" ujar ku membentak Rere.Selama ini aku dan Rere tak pernah marahan, hal hal kecil selalu kami jadikan lelucon agar tak jadi ribut, tapi kali ini aku tak bisa bersikap seperti biasa, karena yang di lakukan Rere sudah di melewati batas." Oh, pasti kau marah karena aku tinggal tadi, kan? Okedeh aku minta maaf, aku tadi beneran lupa, habis dari toilet tadi aku langsung ke kelas karena bel sudah bunyi" jawab Rere."Alah, alasan kau aja itu bilang lupa, padahal emang sengaja, terus kau juga kan yang bilang sama Bobi kalau aku ada di belakang kelas!" Cerca ku dengan rasa kesal."Hah? Bobi? Aku sama sekali gak ada jumpa Bobi,Ci, hari ini. Aku juga gak tau kalau kau di cariin sama Bobi, beneran deh!""Banyak alasan!" aku langsung keluar kelas meninggalkan Rere yang bingung. Lebih tepatnya pura pura bingung."Ci, tunggu ... Aku beneran gak tau apa apa soal Bobi!" ucap Rere seraya meng
Ku percepat langkah kaki ku untuk menghampirinya.Baru saja tadi di sekolah ia meminta maaf,eh sudah buat kesel lagi."Udah di sini aja,Re?" Tanya ku mengagetkan Rere."Suci? Eh iyah, tadi di panggil bang Rian di suruh mampir, iya kan, bang?" jawab Rere meminta bang Rian membenarkan ucapannya."Ha? iya!" ucap bang Rian gugup.Aku yakin kegugupan bang Rian hanya menutupi kebohongan Rere."Tapi tadi janji pulang sama?" tanyaku.Kulihat Rere sedikit kebingungan menjawab pertanyaan ku."A- aku kira kau tadi udah pulang, makanya aku langsung pulang!""Aku nungguin loh,Re, dari tadi di depan kelas, masak iya kau gak tau? Ah gak jelas kau lama lama jadi sahabat!" cerca ku dengan nada yang sedikit membentak.Rasa kesal seketika menyelimuti hati.Tak ku pedulikan image ku di depan bang Rian, bodoh amat batinku. Cowok mah banyak!Bukan kali ini saja Rere meninggalkanku, tapi sudah berkali kali, lama lama aku