"A-aku... Kita harus pergi dari sini!" ucapku seraya menarik tangan Rahmat saat melihat dua sosok yang menakutkan.
Bisa kena ceramah tujuh hari tujuh malam aku kalau ketahuan duduk berduaan sama lelaki.
"Kenapa?" tanya Rahmat dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Ada Emak dan Ayah ku," jawabku juga dengan nafas yang tersendat.
"Kan gak papa, jadinya aku bisa kenalan!" jawab Rahmat enteng.
"Duh,Rahmat... Kita ini masih SMP tahu, masih jauh untuk tahap perkenalan dengan orang tua!"
Kami bersembunyi di balik wahana 'Tong Setan'. Dulu aku mengira isi tong sebesar ini setan beneran, rupanya tong setan ini seperti pertunjukan aksi motor. Begitulah kira-kira.
"Mau sampai kapan kita di sini?" tanya Rahmat. Sepertinya ia sudah lelah kaerna di serbu dengan nyamuk. Kulihat beberapa kami Rahmat memukul dan menggaruk bagian tubuhnya.
"Kita pulang saja,ya!" ajak ku.
"Tapi?" Cegah Rahmat.
Aku tau, Rahmat belum siap mengungkapkan
"Hm ... Aku dengar kamu jual diri ya,Ci? Terus kamu di bayar 300 ribu. Aku gak nyangka,Ci. Kamu gunain wajah cantik mu untuk itu," jawaban Raya membuat aku terkejut.Jantungku berdetak sangat kencang dan hatiku seperti tersayat-sayat.Siapa yang sudah tega memfitnah ku!"Aku jual diri? Aku gak sebodoh itu,Ray. Bilang sama aku siapa yang sudah nyebarin fitnah." Aku menatap Raya serius."Aku sih,di bilang Putri!" jawab Raya.Aku langsung menghampiri Putri yang berdiri di depan pintu kelas."Maksud kamu apa fitnah aku,ha?" Aku langsung menghardik Putri."Lagian benar, kan? Kamu jual diri terus di bayar 300 ribu. Mana ada cowok yang mau ngasih uang dengan cuma-cuma,Ci. Kami gak bodoh," jawab Putri dengan santai.Perihal uang 300 ribu hanya Rere yang tahu.Saat Toni memberiku uang juga tak ada siapa pun di situ.Apa mungkin Rere?"Emangnya kamu punya bukti?""Enggak sih, aku juga dengar dari orang!"
"Ayu jangan dekat-dekat sama Suci. Nanti di ajak jual diri juga lho," ucap Putri saat kami tiba di kelas."Siapa yang jual diri?" Bentak seseorang membuat kami bertiga terkejut."Kalian ya, masih SMP tapi bahasa kalian sudah seperti orang dewasa," Buk Ranti guru agama memarahi kami."Siapa yang kalian tuduh jual diri?" sambung Buk Ranti.Spontan Putri dan Ayu melihat ke arahku.Aku langsung menggeleng, "Enggak benar,Buk. Mereka menuduh Suci tanpa bukti. Iyakan, Yu?" ucapku sambil meminta pembelaan dari Ayu."Iya,Buk," jawab Ayu mengangguk."Tapi kamu memang di beri uang kan sama cowok?" ujar Putri membenarkan tuduhannya.Buk Ranti membenarkan kacamatanya dan memandang ku meminta penjelasan."Dia teman Suci dari kampung nenek,Buk. Kebetulan dia kemarin main ke rumah Suci. Bahkan Emak dan Ayah nyuruh dia nginap,""Tuhkan,Buk. Pasti di rumahnya tu mereka melakukannya." Putri memotong ucapan ku."Kau kira di ruma
Aku berjalan keluar kelas dengan tangan yang sedang di tarik Ayu.Kulihat kebelakang tidak ada Rere.Apa dia masih di dalam kelas?Untuk apa?Aku jadi semakin yakin kalau Rere adalah pelakunya."Tungga,Yu," pinta ku pada Ayu."Kenapa?" tanya Ayu penasaran.Aku menunjuk ke arah kelas dengan gerakan kepala. "Noh, si Rere masih di dalam kelas!" ucapku ketus."Tuh 'kan? Buat curiga 'kan kayak gitu. Ngapain coba dia masih di dalam kelas?" seru Ayu kesal.Aku berjalan pelan balik ke arah kelas. Namun belum sampai ke kelas Rere sudah keluar."Ngapain kok lama?" tanyaku penuh selidik."Eh? Em anu, tadi ikat tali sepatu. Iya aku ikat tali sepatu. Begitu mau jalan eh malah lepas," jawab Rere yang terlihat gugup."Oh!" kataku singkat.Aku kembali berjalan dengan menggandeng tangan Ayu, sedangkan Rere mengekor dari belakang."Ayu, kau ada chatingan sama cowok gak?" tanya Rere saat kami telah duduk di kanti
Aku juga tak tahu harus berbuat apa dengan mereka berdua. Tidak ku sangka akan berjumpa dengan keduanya di sini.Kantong Doraemon, aku butuh bantuan mu agar aku bisa hilang dari hadapan mereka berdua."Apa kau nembak Suci juga,?" tanya Bang Ardan. Rahmat mengangguk cepat."Abang juga?" tanya Rahmat balik."Iya, ni datang menemui Suci untuk minta jawaban," jawab Bang Ardan."Bang Ardan, Rahmat, maaf ya, Suci kebelet nih. Boleh Suci ke toilet bentar?" alasanku berbohong. Aku hanya ingin lari dari mereka."Gak. Kamu harus selesaikan ini semua,Ci. Kamu harus kasih kami jawaban, siapa yang kamu pilih. Aku atau Bang Ardan?" Rahmat menahan tangan ku saat aku ingin bangkit.Sepertinya aku yang harus mengalah untuk tidak mendapatkan keduanya. Karena kalau ku pilih salah satu, yang ada mereka akan saling tak enak. Mereka sepupuan, aku tak ingin merusak hubungan mereka.Ku atur nafas sebelum menjawab. "Sebelumnya Suci mint
Harapan cuma harapan, Bang Ardan memberhentikan motornya tepat di depan warung Bang Rian.Seketika jantungku berdetak kencang dan serasa ingin kentut sangking gugupnya."Kau mau minum apa?" Tanya Bang Ardan."Ini aja,Bang. Btw, jauh banget kita beli minumnya," ujar Rahmat."Iya sekalian lihat pujaan hati," jawab Bang Ardan.Di balik kardus minuman aku terus mengintip mereka berdua. Untungnya Bang Rian diam dan tidak melihat ke arah ku."Abang ini temannya Suci kan yang tadi pagi?" Tanya Bang Ardan. Oh iya aku lupa, tadi pagi saat sedang bersama Bang Rian, Bang Ardan datang mengajak ku boncengan ke sekolah. Duh, kenapa aku lupa coba. Seharusnya Bang Rian juga ku ajak sembunyi. Eh tapi mana bisa!"Oh Abang ini yang tadi pagi pergi sekolah bareng Suci 'kan ?" tanya Bang Rian memastikan."Abang ada lihat Suci pulang sekolah?""Emm, kayaknya gak ada,deh. Mungkin belum pulang," ujar Bang Rian berboh
Aku kembali berjalan melewati teman-teman kak Resti. Tiba-tiba ada yang sengaja menahan langkah ku hingga terjatuh."Aduh," kataku spontan. Semua teman kak Resti reflek ketawa melihat aku terjatuh. Kecuali satu, cowok yang tadi bilang aku cantik. Ia tak tertawa sama sekali, malahan ia menatap marah ke cewek yang sengaja membuat aku tersandung."Hati-hati,dek," ucap cewek itu. Nada ucapannya jelas seperti mengejek."Kok kamu gitu sih, Ntan?" Bentak cowok tadi. "Oh cewek kejam ini namanya Intan" kata ku dalam hati."Kan aku cuma bilang hati-hati, terus salah aku di mana?" tanyanya pura-pura tak merasa bersalah."Sudah,Bang. Aku gak papa," sahut ku mencoba menengahi."Noh, dianya aja bilang gak papa, kok malah kamu yang sewot.""Ada apa ini?" tanya kak Resti yang baru muncul dari dapur."Tuh adik mu jatuh, malah aku yang disalahkan sama Rudi," jawabnya ketus."Sudahlah, aku tak apa kok," ucapku kembali mencoba menenga
Sesampai di warung aku langsung mengambil ahli menjadi kasir, karena itu adalah bagian yang paling santai. Tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga.Berhubung warung sedang sepi, tidak lupa aku mengambil sepiring nasi karena cacing di perut ku sudah demo sedari tadi.“Laper,Ci?” Tanya Emak yang mungkin heran melihat porsi ku yang beda dari biasanya."Hehe. Iya, Mak. Labor Uci,Mak," jawab ku cengengesan."Apa labor?""Lapar borat, haha.""Dasar !" Seru Emak seraya mengeplak kepala ku dengan kertas nasi yang sedang Emak pegang."Aish, si Emak. Berdosa tau keplak kepala," ujar ku memanyunkan bibir."Gak berlaku itu sama Emak," jawab Emak santai.Emak mengambil nasi dan ikut makan di sampingku. Mungkin Emak selera melihat aku makan yang kelewat lahap."Bu, nasi satu,ya" tiba-tiba datang pembeli."Biar Suci aja,Mak," ucapku saat Emak hendak bangkit.Tak tega rasanya melihat Emak yang sedan
"kau minggu depan jadi ikut persami di Swimbath,Ci?" tanya Rere teman satu ekstrakurikuler ku di sekolah tapi beda kelas."Kayaknya sih jadi Re, udah dapat izin juga kok dari si emak!" jawabku sambil meminum teh gelas kemasan seribu."Alhamdulillah, jadi ada kawan deh!""Lagi pula rugi tau gak ikut, persami kali ini kan gabung dengan kecamatan sebelah. Pasti ada cogan nya. Haha!" aku tertawa seraya memukul pundak Rere.Terlihat Rere sedikit meringis, padahal tak terlalu kuat aku memukulnya. Dasar, Rerenya saja yang lebay!"Sakit tau,Ci. Bisa gak sih kalau ketawa gak mukul mukul orang" Rere memanyunkan bibirnya."Hehe maaf maaf,bawakan dari bayi,Re!" jawabku seraya mengelus pundak Rere yang ku pukul tadi."Dasar!. Eh btw, kau kok tau nanti bakalan banyak cogan nya?" tanya Rere dengan senyum lebarnya."Nebak aja sih!""Yaelah. Kalau iya cogan, kalau colek (cowok jelek) gimana?""Embat aja yang penting di traktir