Harapan cuma harapan, Bang Ardan memberhentikan motornya tepat di depan warung Bang Rian.
Seketika jantungku berdetak kencang dan serasa ingin kentut sangking gugupnya."Kau mau minum apa?" Tanya Bang Ardan.
"Ini aja,Bang. Btw, jauh banget kita beli minumnya," ujar Rahmat.
"Iya sekalian lihat pujaan hati," jawab Bang Ardan.
Di balik kardus minuman aku terus mengintip mereka berdua. Untungnya Bang Rian diam dan tidak melihat ke arah ku.
"Abang ini temannya Suci kan yang tadi pagi?" Tanya Bang Ardan. Oh iya aku lupa, tadi pagi saat sedang bersama Bang Rian, Bang Ardan datang mengajak ku boncengan ke sekolah. Duh, kenapa aku lupa coba. Seharusnya Bang Rian juga ku ajak sembunyi. Eh tapi mana bisa!
"Oh Abang ini yang tadi pagi pergi sekolah bareng Suci 'kan ?" tanya Bang Rian memastikan.
"Abang ada lihat Suci pulang sekolah?"
"Emm, kayaknya gak ada,deh. Mungkin belum pulang," ujar Bang Rian berboh
Aku kembali berjalan melewati teman-teman kak Resti. Tiba-tiba ada yang sengaja menahan langkah ku hingga terjatuh."Aduh," kataku spontan. Semua teman kak Resti reflek ketawa melihat aku terjatuh. Kecuali satu, cowok yang tadi bilang aku cantik. Ia tak tertawa sama sekali, malahan ia menatap marah ke cewek yang sengaja membuat aku tersandung."Hati-hati,dek," ucap cewek itu. Nada ucapannya jelas seperti mengejek."Kok kamu gitu sih, Ntan?" Bentak cowok tadi. "Oh cewek kejam ini namanya Intan" kata ku dalam hati."Kan aku cuma bilang hati-hati, terus salah aku di mana?" tanyanya pura-pura tak merasa bersalah."Sudah,Bang. Aku gak papa," sahut ku mencoba menengahi."Noh, dianya aja bilang gak papa, kok malah kamu yang sewot.""Ada apa ini?" tanya kak Resti yang baru muncul dari dapur."Tuh adik mu jatuh, malah aku yang disalahkan sama Rudi," jawabnya ketus."Sudahlah, aku tak apa kok," ucapku kembali mencoba menenga
Sesampai di warung aku langsung mengambil ahli menjadi kasir, karena itu adalah bagian yang paling santai. Tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga.Berhubung warung sedang sepi, tidak lupa aku mengambil sepiring nasi karena cacing di perut ku sudah demo sedari tadi.“Laper,Ci?” Tanya Emak yang mungkin heran melihat porsi ku yang beda dari biasanya."Hehe. Iya, Mak. Labor Uci,Mak," jawab ku cengengesan."Apa labor?""Lapar borat, haha.""Dasar !" Seru Emak seraya mengeplak kepala ku dengan kertas nasi yang sedang Emak pegang."Aish, si Emak. Berdosa tau keplak kepala," ujar ku memanyunkan bibir."Gak berlaku itu sama Emak," jawab Emak santai.Emak mengambil nasi dan ikut makan di sampingku. Mungkin Emak selera melihat aku makan yang kelewat lahap."Bu, nasi satu,ya" tiba-tiba datang pembeli."Biar Suci aja,Mak," ucapku saat Emak hendak bangkit.Tak tega rasanya melihat Emak yang sedan
"kau minggu depan jadi ikut persami di Swimbath,Ci?" tanya Rere teman satu ekstrakurikuler ku di sekolah tapi beda kelas."Kayaknya sih jadi Re, udah dapat izin juga kok dari si emak!" jawabku sambil meminum teh gelas kemasan seribu."Alhamdulillah, jadi ada kawan deh!""Lagi pula rugi tau gak ikut, persami kali ini kan gabung dengan kecamatan sebelah. Pasti ada cogan nya. Haha!" aku tertawa seraya memukul pundak Rere.Terlihat Rere sedikit meringis, padahal tak terlalu kuat aku memukulnya. Dasar, Rerenya saja yang lebay!"Sakit tau,Ci. Bisa gak sih kalau ketawa gak mukul mukul orang" Rere memanyunkan bibirnya."Hehe maaf maaf,bawakan dari bayi,Re!" jawabku seraya mengelus pundak Rere yang ku pukul tadi."Dasar!. Eh btw, kau kok tau nanti bakalan banyak cogan nya?" tanya Rere dengan senyum lebarnya."Nebak aja sih!""Yaelah. Kalau iya cogan, kalau colek (cowok jelek) gimana?""Embat aja yang penting di traktir
"Re,?" Panggilku melambaikan tangan seraya memperlihatkan kotak cincin."Wiiiih apaan tuh? Cincin emas?" tanya Rere penasaran. Rere langsung merampas kotak cincin itu dan memperhatikannya."Kalau beneran emas bisa kita jual ni,Ci!" sambungnya lagi membolak-balik kotak itu."Iya 'kan? Lumayan tuh 500 rebu gak kemana!" jawabku penuh semangat."Aku buka,ya?""Jangan, biar aku aja. Nanti kalau kau yang buka, yang tadinya emas asli bisa jadi emas palsu,hahaha,""Dasar kamvret, nah ambil. Buka cepat kepo aku ni" ucap Rere dengan mengembalikan kotak cincin itu."Oke, aku buka ya. Bismillah,satu dua ti..."Mata kami terbelalak melihat isi yang ada di kotak itu. Isi di dalamnya benar benar di luar perkiraan.Aku dan Rere diam dan saling pandang lalu, "Hahahahaha" Rere ketawa terpingkal-pingkal melihat isinya.Aku yang tadinya kaget juga ikut ketawa."Hahaha, mamam tuh cincin emas!" ucap Rere mengejek, masih
Aku duduk sebangku dengan anak yang cukup diam tapi pintar,namanya Raya.Bukan aku yang memilih duduk disebelahnya, tapi wali kelas yang menyuruhku.Katanya biar aku bisa mencontoh perilaku Raya yang tidak lasak sepertiku.Ada ada saja wali kelasku itu!"Ray, kau tau Bobi gak?" tanyaku di sela guru menjelaskan."Syutt, jangan bicara saat guru sedang menjelaskan,Ci!" jawab Raya berbisik.Memang tidak enak duduk bersebelahan dengan Raya. Seperti tak ada kehidupan.Sangat senyap.Pelajaran yang di jelaskan pun sama sekali tak masuk di kepala ku, yang ada membuat aku menjadi ngantuk. Di tambah tak ada kawan yang bisa ku ajak bicara."Ray?" panggilku, mencoba mengajak bicara sekali lagi."Jangan berisik,Uci!" sentak Raya dengan mata sedikit melotot tanda tak suka."Dasar kuper" ucapku dalam hati.Karena ngantuk yang tak bisa ku tahan, aku pun memutuskan untuk ke toilet mencuci muka. Dari pada aku yang ketiduran,
"Uci?" Panggil lagi seseorang dari belakang yang membuat jantungku benar benar ingin lepas dari tempatnya.Kenapa banyak sekali orang mengagetkanku."Ngapain disini?" tanyanya lagi."Eh Rere?" ucapku gugup. Kok Rere juga bisa ada di luar jam kelas? Apa dia kebelet juga?"Bang Ardan?" ucap Rere yang terkejut melihat ada sosok manusia tampan di depannya.Bang Ardan hanya mengangguk dan tersenyum."Gila,Ci. Lesung pipitnya makin dalam!" ucap Rere berbisik."Berisik, ah!""Yasudah abang balik dulu ya,Ci. Nanti malam kalau tidak sibuk abang telfon" ucap bang Ardan melelehkan hatiku."Iya hati hati bang Ardan!" ucapku melambaikan tangan.Kaki serasa tak sanggup lagi untuk berpijak melihat aura bang Ardan yang bener bener memukau."Parah kau ah,Ci. Jumpa cogan gak ngajak ngajak. Malah mau di telfon lagi, teman makan teman kau ah!" ucap Rere cemberut."Haha apa pulak teman makan teman, emangnya ada ku rebut
Dari kejauhan kulihat sosok yang sangat kukenal. Rere sedang ketemuan dengan cowok berseragam SMA."Tumben gak ngajak!"gumamku merasa aneh. Biasanya kami selalu berbarengan, apalagi kalau soal cowok.Apa Rere bener bener tersinggung karena pertemuan ku dengan bang Ardan tadi?Tapi pertemuan tadi kan juga tidak ku rencanakan.Aku meneruskan langkahku ke tempat Rere, pura pura gak tau sepertinya lebih baik."Uci?" Teriak seseorang dari belakang mengagetkan ku. Banyak sekali hari ini yang membuatku terkejut.Kulihat kebelakang ternyata Bobi yang memanggil.Duh lagi lagi dia, untuk saat ini aku harus menghindar dari Bobi, karena aku belum menemukan jawaban yang tepat atas pertemuan tadi.Aku langsung berlari sekuat tenaga menjauh dari Bobi, saat aku menoleh kebelakang rupanya Bobi ikut mengejar."Ci tunggu!" Teriaknya lagi."Ya ampun tuh bocil pakai ngejar segala lagi!" ucapku terus berlari melewati Rere
***Sesampai di rumah, seperti biasa, rumah ku pasti tak ada orang.Orang Tua ku mempunyai warung nasi Ampera di pasar, dan selalu menghabiskan waktunya dari pagi hingga petang untuk berjualan.Aku anak ke dua dari tiga bersaudara,Kakak pertama ku sudah tamat sekolah dan saat ini sedang membantu Ibu dan Ayah di warung.Sedangkan adik ku, masih berumur 5 tahun.Aku merebahkan tubuhku yang terasa lelah karena banyaknya aktivitas yang ku lalui hari ini.Mengambil hp di laci, lalu baring sambil memainkannya.Ada dua panggilan tak terjawab dari nomer baru di hp ku. Pasti bang Ardan dan bang Rian.Ada juga beberapa pesan dari cowok online ku.Saat ini pacar ku ada tiga, yang pertama Toni, aku mengenalnya saat aku pulang ke tempat nenek waktu libur sekolah.Yang kedua Rudi, dia ku temui dari fb.Dan yang ketiga tadi Bobi, teman satu sekolah.Mereka sangat baik padaku, tak jarang mereka selalu mengisi pulsa