Share

Bang Ardan

Aku duduk sebangku dengan anak yang cukup diam tapi pintar,namanya Raya.

Bukan aku yang memilih duduk disebelahnya, tapi wali kelas yang menyuruhku.

Katanya biar aku bisa mencontoh perilaku Raya yang tidak lasak sepertiku.

Ada ada saja wali kelasku itu!

"Ray, kau tau Bobi gak?" tanyaku di sela guru menjelaskan.

"Syutt, jangan bicara saat guru sedang menjelaskan,Ci!" jawab Raya berbisik.

Memang tidak enak duduk bersebelahan dengan Raya. Seperti tak ada kehidupan.

Sangat senyap.

Pelajaran yang di jelaskan pun sama sekali tak masuk di kepala ku, yang ada membuat aku menjadi ngantuk. Di tambah tak ada kawan yang bisa ku ajak bicara.

"Ray?" panggilku, mencoba mengajak bicara sekali lagi.

"Jangan berisik,Uci!" sentak Raya dengan mata sedikit melotot tanda tak suka.

"Dasar kuper" ucapku dalam hati.

Karena ngantuk yang tak bisa ku tahan, aku pun memutuskan untuk ke toilet mencuci muka. Dari pada aku yang ketiduran, bisa kenak buku terbang nanti.

"Pak, saya permisi sebentar ya?" ucapku saat guru sedang menjelaskan.

"Mau kemana? Baru juga setengah jam yang lalu istirahat, masak udah permisi lagi." tanya pak guru penuh selidik.

"Kebelet pak!" ucapku berbohong.

"Yasudah lima menit ya. Kamu ini cantik cantik kok kebelet!" 

"Lah namanya manusia pak, yaelah si bapak malah ngelawak!"

Aku segera berlalu dari kelas dan langsung menuju toilet. 

Suasana sekolah yang sepi karena sedang jam pelajaran. Hanya ada beberapa murid yang berkeliaran seperti ku, pasti alasan mereke kebelet juga.

"Ah segar!" ucapku setelah mencuci muka di wastafel yang terletak di depan kamar mandi.

"Suci,ya?" Panggil seseorang mengagetkan ku.

Aku menoleh ke arah suara "Bang Ardan?"

Tak menyangka dan merasa beruntung sekali aku bisa berjumpa dengan abang kelas, salah satu geng Cogan Alumni  sekolahku.

Hanya berbeda satu tingkatan.

Saat ini bang Ardan baru masuk SMA.

Wajahnya tak berubah sedikitpun, tetap ganteng dan memukau.

Gayanya yang selalu cool membuat semua wanita pasti menyukainya tak terkecuali aku.

Bedanya dulu aku tak berani mendekatinya, karena geng bang Ardan selalu di kelilingi dengan gengnya cewek cewek cakep tapi judes.

Aku juga tak menyangka kalau bang Ardan tau namaku, harus ku pertanyakan itu.

"Kok Abang di sini?" tanyaku heran. Mataku tak bisa lepas dari ketampanannya, apalagi dengan seragam putih abu abu menambah sensasi yang berbeda. Asik!

"Iya, lagi rindu aja sama guru guru disini, makanya Abang main kesini!"

"Ohh, kirain rindu sama aku!" ucapku berbisik.

"Sama kamu juga!"

"Eh kok denger?" tanyaku salah tingkah karena tak ku sangka bang Ardan mendengarnya.

"Ya denger lah kan abang punya telinga,"

"Eh?"

Melihat wajahku yang mungkin aneh, bang Ardan malah tertawa memperlihatkan lesung pipitnya, aku yang melihatnya serasa ingin pingsan.

"Haha, kenapa kok bingung?"

"Enggak kok,"

"Oh ya, bukan nya lagi jam pelajaran ya? Kok kamu gak di kelas?" tanyanya lagi.

"Tadi izin ke toilet sebentar, ni mau balik ke kelas!" Padahal tadinya aku berniat ingin duduk sini lebih lama, tapi karena ada bang Ardan, mau tak mau aku harus kembali ke kelas. Aku tak ingin bang Ardan tau kemalasan ku.

"Yasudah, belajar yang rajin ya." Bang Ardan memberi ku semangat.

"Iya!" Jawabku.  Aku pun melangkahkan kaki ku dengan berat hati.

"Suci?" Bang Ardan memanggilku kembali.

"Iya?" tanyaku heran.

"Boleh minta nomer Hp kamu?" 

"Apa?" ucapku kaget.

 

Aku tak menyangka seorang bang Ardan meminta nomerku. Aku merasa seperti sedang bermimpi, bagaimana tidak, Bang Ardan adalah cowok terpopuler di sekolahku di tambah lagi dengan jabatannya sebagai ketua OSIS.

"Kenapa kaget?" 

"Eh enggak kaget kok." jawabku gugup. Lagi lagi aku jadi salah tingkah di buatnya.

"Terus boleh gak abang mintak nomer Suci?" tanya nya lagi.

"Boleh bang boleh. Tapi apa nanti kak Meysa gak marah Abang nyimpan nomer Suci?" tanyaku memastikan. 

Kak Meysa adalah salah satu yang ada di geng cewek cewek cantik tapi judes. Kabar terakhir yang kudengar mereka telah resmi berpacaran.

Aku hanya tak ingin saja berurusan dengan mereka.

Bukannya takut, tapi lebih tepatnya tidak berani.

"Kenapa dia harus marah?"  Bang Ardan malah balik bertanya.

"Loh bukannya kalian pacaran ya?"

"Oh udah gak lagi. Jadi boleh gak nih?"

Bang Ardan menyodorkan Hpnya.

Dengan cepat aku menuliskan nomer Hp ku. Lumayan dapat cowok ganteng dan tajir, manatau berguna. Eh canda!!

"Uci?" panggil seseorang dari kejauhan yang membuat kaget.

"Bobi?" Lirihku heran. Kok Bobi bisa ada di sini bukannya sedang jam pelajaran? Apa dia kebelet juga? 

Aku tidak boleh membiarkan bang Ardan bertanya tanya tentang Bobi, bisa di coret dari hatinya nanti. Duh, apa yang harus aku lalukan.

Dengan sigap aku menarik tangan bang Ardan untuk lebih menjauh dari Bobi, kulihat kebelakang sepertinya Bobi tak mengejar.

 

Ku hembuskan nafas kasar, hampir saja!

"Dia siapa?" tanya bang Ardan membuat jantungku serasa ingin copot.

"Gak tau, tapi dari kelakuannya kayaknya sih dia ngefans sama Suci. Buktinya dia saja tau nama Suci, padahal kami gak kenal loh" jawabku bohong dengan kepedean tingkat dewa.

"Oh, yasudah hati hati saja dengan model cowok yang begitu!" Dari ucapan bang Ardan sepertinya dia percaya dengan ucapanku.

"Uci?" Panggil lagi seseorang dari belakang yang membuat jantungku benar benar ingin lepas dari tempatnya.

Kenapa banyak sekali orang mengagetkanku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status