Share

Dikejar Bobi

Dari kejauhan kulihat sosok yang sangat kukenal. Rere sedang ketemuan dengan cowok berseragam SMA. 

"Tumben gak ngajak!"gumamku merasa aneh. Biasanya kami selalu berbarengan, apalagi kalau soal cowok.

Apa Rere bener bener tersinggung karena  pertemuan ku dengan bang Ardan tadi?Tapi pertemuan tadi kan juga tidak ku rencanakan.

Aku meneruskan langkahku ke tempat Rere, pura pura gak tau sepertinya lebih baik.

"Uci?" Teriak seseorang dari belakang mengagetkan ku. Banyak sekali hari ini yang membuatku terkejut.

Kulihat kebelakang ternyata Bobi yang memanggil. 

Duh lagi lagi dia, untuk saat ini aku harus menghindar dari Bobi, karena aku belum menemukan jawaban yang tepat atas pertemuan tadi.

Aku langsung berlari sekuat tenaga menjauh dari Bobi, saat aku menoleh kebelakang rupanya  Bobi ikut mengejar.

"Ci tunggu!" Teriaknya lagi.

"Ya ampun tuh bocil pakai ngejar segala lagi!" ucapku terus berlari melewati Rere yang sedang ketemu'an.

"Loh,Ci kenapa lari?" tanya Rere yang bingung melihatku.

Aku tak menjawabnya karena tak sempat, aku terus berlari sampai ada angkot yang berhenti di sampingku, dan aku langsung naik.

Berhubung kota yang ku tempati hanya kota kecil, jadi angkot pun hanya ada satu jurusan.

"Alhamdulillah," ucapku menghela nafas.

Orang orang yang ada di dalam angkot melihatku dengan raut wajah yang bingung.

"Di kejar siapa dek?" tanya Ibu ibu berhijab kuning.

"Hantu,buk!" jawabku asal. Aku juga bingung harus menjawab apa.

"Masak iya siang siang gini ada hantu. Halu ya,dek?"

"Beneran tau,buk!"

"Ih kok saya merinding,ya. Bang kiri bang, saya berhenti disini aja, takut saya seangkot sama adek ini"

Ya ampun si ibu beneran turun dari angkot, ada ada saja. Padahal aku hanya asal menjawab.

"Beneran di kejar begituan, neng?" tanya supir angkot, mungkin dia juga takut kalau satu persatu penumpangnya malah turun.

"Hehe enggak kok,bang. Lagian mana ada yang begituan siang bolong gini,"

Kalau jawab iya bisa beneran turun semua penumpang yang ada di angkot ini. Haha!

***

  Setelah angkot berhenti di depan gang, aku harus berjalan sekitar 5 menit lagi untuk bisa sampai ke rumah.

Teriknya matahari semakin membuat tenggorokan ku kering, di tambah lagi tadi harus berlari untuk menghindar dari Bobi.

Aku memilih untuk istirahat dulu di warung  yang ada di depan gang.

Terlalu capek rasanya kalau untuk langsung jalan.

"Bang numpang duduk,ya!" teriak ku dari luar warung.

Pemilik warung ini juga tinggal di gang yang sama denganku.

Biasanya kalau siang hari begini, yang jaga anak lelakinya yang sudah tamat sekolah.

"Baru pulang sekolah,Ci?" tanya bang Rian, anak pemilik warung.

"Iya,bang. Mau lanjut jalan tapi panasnya masih terik kali!" Sebenarnya bukan karena teriknya matahari, tapi karena haus yang sungguh melanda yang membuat aku ingin istirahat sebentar.

"Mau pakai payung,gak?" 

"Tawarin minum dulu kek, baru payung!" Gumam ku dalam hati.

Dasar gak peka, apa dia ga lihat bibir ku kering kerontang begini butuh air.

"Gak usah bang, makasih!"

"Oh yasudah, kalau butuh apa apa panggil aja abg di dalam,ya!"

"Dedek butuh air bang" ucapku yang sudah pasti hanya di dalam hati.

"Iya iya bang!"

Aku menyenderkan punggungku di bangku kayu yang di cat berwarna hijau.

"Andai saja ada pangeran datang membawa sebotol minum, ah pasti dahaga ini akan langsung hilang!" Gumam ku sambil mengipas-ngipas diri dengan tangan.

"Nih pangeran datang bawa es tebu, Mau?" ucap bang Rian yang sudah ada di sebelahku. Kapan munculnya?

Bang Rian memberiku sebungkus es tebu.

"Kenapa gak bilang kalau haus?" tanya bang Rian lagi.

"Hehe gak papa,bang. Segan aja!"

"Yaelah, ngapain pakek acara segan segala. Tinggal minta aja kali,Ci. Kalau lagi gak ada uang ya tinggal ambil aja. Kalau untuk Suci mah semua yang ada di warung, abang geratisin,!"

"Haha beneran? Nanti di marahi emaknya?"

"Kalau untuk calon mantunya mana mungkin emak marah"

"Haha,Makasih Bang Rian!"

"Sama sama dedek cantik!"

Aku langsung menyeruput es tebu pemberian bang Rian. 

Alhamdulillah hilang sudah rasa haus yang dari tadi menyiksa tenggorokan.

"Suci, sebenarnya abang udah lama lo pengen minta nomer Suci, tapi takut Suci gak ngasih. Abang juga udah coba minta sama Regina, tapi dia bilang gak punya. Bukan nya kalian sering main sama ya, kok dia gak punya nomer kamu?" kata bang Rian sedikit membuatku terkejut.

Rere tak pernah bilang kalau bang Rian pernah minta nomerku dengannya.

Bahkan yang ada Rere selalu bilang kalau bang Rian ini sering memperhatikannya.

Sering mencuri curi pandang ketika ia belanja di warung bang Rian.

Apa mungkin Rere lupa memberi tahuku.

Padahal kan lumayan kalau bisa dekat dengan anak pemilik warung, bisa dapat jajan gratis.

Aku pun mengetik nomerku di hpnya bang Rian. 

Soal Rere nanti akan ku pertanyakan lagi.

"Makasih ya,Ci. Nanti malam kalau kamu tidak sibuk, abang telfon boleh?"

"Boleh, tapi kalau Suci gak sibuk ya,bang!"

"Iya, tapi gak ada yang marah kan, kalau abang nelpon Suci?" tanya nya memastikan.

"Emangnya siapa yang marah?" tanyaku pura pura tak tau.

"Ya pacar Suci lah"

"Suci gak punya pacar,bang. Kan Suci masih SMP!"

"Masak iya cantik cantik gak punya pacar? Terus Kalau gebetan?"

"Enggak juga,Abang!"

"Alhamdulillah, berarti ada kesempatan ya buat abang!"

Aku tertawa mendengar ucapannya pura pura tak mengerti sama sekali.

"Kesempatan apa ih? Suci gak ngerti. Yasudah Suci pulang dulu ya,"

"Tunggu,Ci!" cegah bang Rian. 

Bang Rian masuk ke dalam warung mengambil plastik dan memasukan beberapa roti dan jajan.

"Nih untuk Suci ngemil di rumah!" ucapnya memberiku sebungkus plastik.

"Beneran ni,bang? Kok banyak banget?"

"Iyadong, biar Suci senang!"

Tuh kan baru pedekate saja sudah dapat jajan, apalagi kalau jadi pacar.

"Makasih banyak,bang!"

"Sama sama. Besok pulang sekolah singgah lagi ya,Ci?"

"Iya "

Aku berlalu pergi dari warungnya bang Rian.

Saat aku hendak berjalan, kulihat Rere baru turun dari angkot.

Dengan cepat aku langsung menghampirinya.

"Buset dah, yang jumpaan gak ngajak ngajak!" ucapku mengejek.

"Samanya kita, kau pun tadi jumpa sama bang Ardan gak ngajak ngajak aku!"

Benarkan dugaan ku, Rere tersinggung karena perihal tadi.

"Ya maaf,Re. Lagi pula gak sengaja aku lo tadi jumpa sama bang Ardan, beneran deh!"

"Banyak kali alasan kau. Tuh apa dalam plastik kok banyak kali?" ucap Rere merampas plastik yang ku pegang.

"Jajan lah,!"

"Banyak duitmu?"

"Dikasih bang Rian" ucapku dengan bangga.

Sebenarnya ada rasa kesal karena Rere tak memberitahu ku soal bang Rian yang meminta nomerku. 

Tapi ku coba tepis rasa kesal itu, karena bagaimanapun persahabatan lebih penting dari segalanya.

"Kau mau? Bagi dua kita ya!" sambung ku. Aku pun membagi dua jajanan tadi dengan Rere. 

"Jadi kok bisa di kasih jajan kau sama bang Rian?" tanya Rere yang mungkin heran.

"Iya tadi aku istirahat sebentar di situ, eh malah di kasih jajan sebanyak ini. Eh btw tadi siapa yang ketemuan sama kau?" tanya ku penasaran dengan cowok yang tadi jumpaan dengan Rere.

"Oh tadi itu gak sengaja aja jumpa di jalan, trus di ajak kenalan"

"Terus kau mau?"

"Ya maulah, kan ganteng.!"

"Royal gak?"

"Kagak tau, kan baru kenal!"

"Pokoknya kalau royal jangan lupa ngajak aku ya,Re!"

"Aman, tenang aja kau,Haha!"

Kami pun tertawa bersama sambil berjalan pulang.

Hal ini yang membuat aku senang mempunyai sahabat seperti Rere.

"Oh iya, kapan kita cari perlengkapan untuk persami minggu depan,Ci?"

"Apa aja ya yang harus di siapkan, catatan ku hilang pulak ,Re!"

"Kau apa yang gak hilang, semua yang ada pasti hilang.Haha"

"Ada satu yang gak pernah hilang, Re"

"Apa?"

"Cowok, Haha" ucapku tertawa sambil memukul pundak Rere.

"Tuh kan kebiasaan banget si Uci mah, kalau ketawa pasti mukul!" jawab Rere sambil cemberut mengelus pundaknya.

"Sabar ya, Re punya sahabat kayak aku!"

"Sabar kali pun aku,haha"

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status