"Jadilah suamiku, maka setelah itu kau bisa membeli semua wanita yang pernah merendahkanmu!”
Arfeen melongo mendengar ucapan dari wanita di hadapannya. Larena Jayendra, wanita 35 tahun yang masih cantik dan memesona itu mengajaknya minum teh di salah satu kedai ternama lalu memberikan tawaran pernikahan.Apakah wanita ini gila?“Bagaimana? Kesempatan seperti ini tidak datang 2 kali loh.” Sekali lagi Larena membujuk.“Tante, aku tak salah dengar? Tante mengajakku menikah begitu?” tanya Arfeen yang masih menganggap ini hanyalah prank semata.“Seperti yang kau dengar tadi, aku butuh seseorang untuk menjadi suamiku.”Arfeen menelan ludah. Kabar yang ia dengar, wanita di depannya itu adalah perawan tua. Mungkin ia tidak laku sehingga harus meminta seseorang yang tak dikenal untuk jadi suami.“Tante, saya hanya seorang tukang sapu jalan. Gaji saya tidak seberapa, sementara Tante ...,” Arfeen mengamatinya lebih seksama. “Tante kan orang kaya, pasti banyak yang mengantre untuk jadi suami Tante.”Larena memasang senyum tipis, “Bukankah kau sedang membutuhkan uang untuk adikmu?”Kedua mata Arfeen membesar, “Dari mana Tante tahu hal itu?”“Tidak penting aku tahu dari mana. Yang jelas akan ada benefit yang kau dapat dari pernikahan kontrak ini.”Arfeen kian membatu, “Per-Pernikahan kontrak?”“Kontrak ini akan berlaku sampai aku menemukan calon suamiku yang sesungguhnya.”Arfeen mengerutkan kening, calon suami yang sesungguhnya! Artinya dirinya hanyalah sebagai calon suami pengganti? Dan setelah pria yang ditunggu oleh Larena kembali, mereka akan berpisah.“Kau sedang membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidup adikmu kan? Aku bisa membantu biayanya. Setelah kau menandatangani surat perjanjian akan segera kukirim uangnya!”Arfeen menatap map di atas meja, ia memang membutuhkan uang itu secepatnya atau pihak rumah sakit akan mencabut peralatan yang terpasang di tubuh sang adik.Gajinya sebagai petugas sapu jalan jauh dari cukup untuk biaya pengobatan Amara, selama ini ia menutupinya dengan pertarungan ilegal. Namun belakangan belum ada pertarungan yang digelar. Bahkan job sparing partner pun tak ada.Sebenarnya tak ada alasan ia menolak tawaran wanita di depannya.“Bagaimana?” tanya Larena meminta kepastian.“Beri alasan kenapa Tante memilih aku?” pinta Arfeen.“Karena kau memiliki wajah yang tidak mengecewakan, kau sedang butuh uang. Dan aku ... butuh suami!”Arfeen menghela nafas panjang, wajahnya memang rupawan. Ketika ia sedang bekerja banyak wanita yang meliriknya. Hanya saja karena status pekerjaannya itu kerap kali ia juga direndahkan.Pernah ia bertemu dengan seorang wanita di rumah sakit, mereka mulai akrab dan sepertinya sang wanita juga menyukainya. Namun ketika wanita itu tahu pekerjaan Arfeen, ia langsung bersikap tak mengenalnya bahkan pernah merendahkannya saat ia bertemu dengan lelaki lain yang lebih kaya dan mapan.“Ok, aku terima tawaran Tante. Setelah aku tanda tangan, tolong kirim uangnya karena aku membutuhkannya malam ini!” ujar Arfeen menyetujui.Larena mengulas senyum tipis, “Jangan khawatir, aku selalu menepati janji.”Arfeen pun memungut surat perjanjian itu dan tanpa membacanya ia langsung membubuhkan tanda tangan.“Kau tak mau baca dulu?”“Apa pun isinya aku setuju saja!” jawaban itu membuat Larena mengerutkan kening.Arfeen memang tak membutuhkan isi surat perjanjian itu, seperti apa isi peraturannya tak pernah ia permasalahkan. Yang terpenting ia tetap bisa membiayai pengobatan Amara. Mungkin sikapnya ini tampak ceroboh, tapi seperti itulah Arfeen Mahesvara. Ia tak pernah mengkhawatirkan apa pun tentang dirinya.Pernikahan dilaksanakan di sebuah hotel ternama dengan undangan yang tak terlalu banyak. Hanya keluarga besar dari Larena dan rekan kerjanya.Sesungguhnya pernikahan itu hanya untuk menutup mulut keluarga besar Larena yang mengatainya perawan tua tidak laku. Semua sepupu Larena sudah menikah, hanya Larena yang usianya 35 tahun masih melajang.Di pernikahan itu semua orang dibuat takjub karena Larena berhasil memiliki suami tampan yang bahkan masih sangat muda. Usia Arfeen masih 22 tahun, usia mereka terpaut 13 tahun.“Tunggu, Larena. Om seperti pernah bertemu dengan suami kecilmu ini!” ujar Arlan mengamati Arfeen dengan seksama.Terus terang saja Arfeen tak mengenali Arlan karena begitu banyak orang yang ia temui ketika bekerja ia tak memiliki waktu untuk mengamati mereka satu persatu. Namun tetap saja ia khawatir jika benar Arlan mengenalinya sebagai seorang tukang sapu jalan.Larena memintanya untuk tak memberitahu pekerjaannya itu pada keluarga Jayendra. Karena setelah menikah Larena memintanya untuk berhenti dari pekerjaan itu.“Iya, aku ingat! Bukankah kau seorang petugas kebersihan jalanan itu?” seru Arlan dengan nada yang meremehkan.Semua orang di ruangan itu pun sangat terkejut dengan ucapan Arlan.“Apa maksudmu, Arlan? Arfeen itu seorang pialang saham!” tukas Vano, yang merupakan ayah Larena.Pengakuan kakaknya membuat Arlan tertawa bahkan sampai memegangi perutnya. Nyaris semua anggota keluarga dibuat bingung. Mereka mulai menatap curiga pada Arfeen.“Katakan, Larena. Apakah yang dikatakan ommu itu benar?” tanya Ferano, tuan besar Jayendra yang masih mengatur keluarga Jayendra.“Papa, mana mungkin!” sela Viera mendekat pria tua yang duduk di singgasananya itu. “Larena tidak mungkin berbohong. Dia tidak mungkin menikahi pria rendahan seperti itu. Lihat saja!” ia menunjuk Arfeen yang malam ini memang tampak tampan dan gagah dengan balutan tuxedonya.“Arfeen sangat tampan dan tidak terlihat seperti orang susah. Mana mungkin dia seorang petugas kebersihan jalan!”“Viera, mataku ini masih sehat!” ujar Arlan membenarkan. “Penglihatanku masih tajam, aku pernah melihatnya sedang menyapu jalanan. Dan itu tak hanya satu kali!”Larena tampak gugup, ia tahu keluarga besarnya pasti akan marah besar dengan kenyataan ini. Ia sama sekali tak menyangka jika salah satu omnya pernah melihat Arfeen saat bekerja.Vano berjalan menghampiri putrinya, “Larena, katakan dengan jujur. Siapa sebenarnya suamimu ini? Jika memang dia seorang pialang saham yang sukses, dia pasti akan memberimu mahar yang jauh lebih baik dari sekedar sebuah cincin kuno yang kamu kenakan itu!” pintanya dengan sedikit gerutu.Larena menatap cincin yang diberikan Arfeen sebagai mahar beberapa saat lalu. Sebenarnya ia sudah menyiapkan cincin pernikahan, namun karena orang tuanya meminta mahar dari Arfeen maka Arfeen memberikan cincin itu karena hanya itu yang ia miliki.“Lihat! Putrimu tak bisa menjawab, karena semua itu benar. Pemuda yang ia nikahi itu hanyalah seorang tukang sapu jalan!” cibir Arlan dengan seringai di wajah.“Apa? Jadi suami Larena hanya seorang tukang sapu jalan? Ya Tuhan ... sebegitu tidak lakunya ia sampai mau menikah dengan orang rendahan seperti itu?” saut Larisa.“Aku akan lebih memilih menenggelamkan diri ke laut dari pada memiliki suami seperti itu!” timpal gadis lainnya. “Padahal awalnya aku sempat iri! Tapi rupanya ini adalah pernikahan yang terburuk yang pernah ada.”“Larena!” hardik Vano.“Ya, itu memang benar. Tapi apa yang salah dengan itu? Toh Arfeen bukan perampok atau penipu!” jawabnya membela. “Aku juga sudah memintanya untuk berhenti dari pekerjaannya itu.”Vano mengepalkan tinju dengan geram, ia melirik Arfeen dan tanpa aba-aba meninju wajahnya.Arfeen terhuyung namun tak sampai jatuh terjerembab, “Dasar tidak tahu diri! Kau pikir siapa dirimu berani mendekati putriku?”“Pa!”“Diam kau, Larena!” tuding Vano menghentikan Larena yang hendak membantu Arfeen.Vano menarik kerah kemeja Arfeen. “Kau pasti memakai guna-guna sampai putriku mau menikahimu, apa yang kau mau? Uang?” sekali lagi Vano meninju wajah Arfeen. Dan kini tubuh Arfeen tersungkur ke lantai.“Aku tak sudi memiliki menantu sepertimu, dasar gembel!” makinya menunjuk Arfeen yang masih tersungkur.“Pa, suka tidak suka ... aku sudah menikah dengan Arfeen secara sah. Dan aku tak akan membatalkan pernikahan ini!” tegas Larena.Vano dan semua orang tercengang mendengar hal itu. Menatap Larena dengan tajam.“Kalian ingin aku menikah secepatnya dan sudah kukabulkan, jikapun kami harus berpisah ... itu tak mungkin sekarang kan!”Semua orang terdiam, Ferano berdiri dari kursinya. “Vano, sebagai kepala keluarga di keluargamu ... kau harus bisa bertindak tegas. Papa tak mau hanya karena gembel itu keluarga kita menanggung malu!” ucapnya lalu meninggalkan ruangan diikuti oleh sekretarisnya.Arlan yang selalu iri terhadap sang kakak pun tersenyum puas, sepertinya kali ini Dewi Fortuna tengah berpihak padanya.Acara itu tak mungkin lagi bisa diteruskan, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah saja padahal rencana sebelumya mereka akan menginap satu malam di hotel.Namun Arfeen tak diijinkan ikut pulang dengan mobil, untung saja saat datang ia membawa motornya jadi ia pun pulang mengendarai motor.Di tengah perjalanan, Arfeen menghentikan laju motornya karena ada sebuah Rolls-Royce yang menghadang. Ia mengenali pria paruh baya yang keluar dari jok belakang mobil itu.“Liam?” desis Arfeen. Detik itu juga, Arfeen dikejutkan dengan sebuah gestur yang baru kali itu ditemuinya, Pria di hadapannya itu tiba-tiba menunduk untuk memberi hormat kepadanya.“Apa yang kau lakukan?”“Saya ingin menjemput Anda pulang ke keluarga Mahesvara, Tuan Muda Arfeen.”"Hah? Maksudmu apa?” tanya Arfeen mencoba memastikan dirinya tak salah dengar. “Tuan besar meminta Anda untuk pulang ke keluarga Mahesvara!” Seketika, seringai yang lebar terlukis di wajah Arfeen, untuk apa pria tua itu memintanya pulang? Bukankah ia sudah dikeluarkan dari ahli waris keluarga Mahesvara? “Katakan pada tuan besarmu itu, aku sudah nyaman dengan hidupku!” “Tuan Muda, tapi keluarga Mahesvara membutuhkan Anda sebagai penerus.” “Bukannya tuan besar itu yang sudah membuangku, sekarang untuk apa mintaku kembali?” “Saya akan menjelaskannya setelah kita sampai di rumah!” Wajah Arfeen tetiba berubah menjadi lebih dingin, tak pernah ia menampakan ekspresi seperti itu sebelumnya. Masih terbayang keping ingatan 6 tahun lalu saat dirinya diusir bagai anjing dari keluarga Mahesvara. Ia dituding telah dengan sengaja mencelakai papanya sendiri setelah beradu mulut pasca meninggalkan sang mama. Ia memang menyalahkan papanya yang tak sengaja menyebabkan sang mama terjatuh dari tang
"Yang pertama, Amara membutuhkan biaya operasi malam ini. Yang kedua tidak ada yang boleh mengusik Amara di kediaman Mahesvara!” ungkapnya. “Jangan khawatir tentang hal itu, Tuan Muda. Mulai detik ini tidak akan ada yang berani mengusik status Nona Muda.” “Untuk saat ini itu saja.” Ia memutus sambungan teleponnya, mengambil jaket di kamar dan langsung menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, rupanya Liam sudah berada di sana. Di depan ruang operasi. “Tuan Muda!” Liam membungkuk memberi hormat yang diikuti oleh beberapa pengawal. “Kau di sini?” “Seperti yang Anda minta, saya harus mengurus administrasi untuk operasi Nona Muda.” Arfeen melirik lampu yang masih menyala merah di sisi pintu. “Maaf, Tuan Muda. Mungkin ini bukan waktu yang tepat namun saya harus tetap mengutarakannya. Kami sudah menelusuri riwayat kecelakaan yang dialami Nona Muda 4 tahun lalu, sepertinya ada unsur kesengajaan di dalamnya.” Arfeen menatap Liam dengan nyalang. Saat kecelakaan terjadi ia sedang
“Rupanya kamu sudah merasa menjadi Bos ya di rumah ini!” Viera menghentikan langkah Arfeen yang baru saja memasuki rumah kediaman Vano Jayendra. Ia berdiri berkacak pinggang di depan Arfeen. “Maaf, Nyonya. Aku ada urusan di luar!” jawab Arfeen acuh tak acuh. “Urusan! Sok sibuk! Padahal kau itu hanya keluyuran tidak jelas kan?” sautnya menyeringai. Arfeen sungguh sedang tak ingin meladeni ocehan pedas mertuanya. Meski ada amarah yang ia rasakan karena sang mertua langsung berubah pandangan ketika mengetahui pekerjaannya yang sesungguhnya. “Ma, biar aku yang bicara padanya nanti!” sergah Larena memunculkan diri. “Mama lebih berhak bersuara di sini karena ini rumah Mama!” jawab Viera menatap sang putri. Larena yang menyadari ekspresi Arfeen yang tak biasa pun mencoba untuk membujuk sang mama. Padahal sebenarnya ia juga kesal karena pemuda itu tak bisa dihubungi sama sekali. Namun sekarang ia tahu alasan kenapa handphone suami kecilnya tak bisa dihubungi. “Ma!” “Mama tidak habis pi
Larena terpaku dengan pertanyaan Arfeen, menyentuh lebih banyak? Apa maksudnya? Apakah pemuda ini ingin meminta haknya sebagai suami? Apa ia lupa dalam perjanjian tak ada hubungan ranjang? “Kau jangan macam-macam ya? Aku membiarkanmu meminjam punggung bukan berarti kau boleh ...,” ia memutus kalimat karena mendengar suara dengkuran halus di punggungnya. “Apa? Apakah bocah ini tidur? Arfeen?” “Hzzzzz ....” Suara dengkuran halus itu menggema ke seisi ruangan. “Kenapa bocah ini malah tidur? Aku kan juga mengantuk dan ingin tidur!” keluh Larena menoleh ke belakang punggungnya. Tapi ada rasa lega, tadinya ia sudah khawatir jika Arfeen ingin menyentuhnya. Arfeen merasa lelah bukan karena terlalu larut dalam kesedihan kehilangan Amara, ia tak menyangka jika bisa mendapatkan ketenangan saat bersama Larena. Hal itu membuatnya terbuai hingga lelap di punggung wanita yang usianya jauh lebih matang darinya itu. Ketika Larena hendak menjauhkan punggungnya perlahan, tangan Arfeen spontan mem
"Aku sudah berusaha keras, memberikan yang terbaik untuk Mahesvara Group. Tapi kenapa Kakek malah meminta Arfeen untuk kembali?” ia bermonolog pada ruang hampa. Saat ini ia tengah menumpahkan amarahnya pada samsak yang tergantung di depannya. Di sebuah ruangan fitnes pribadi di kediaman Mahesvara. Pukulannya kian kencang hingga membuat samsak itu lepas dan terlempar ke tembok. Nafasnya terengah oleh amarah. “Aku yang lebih berhak, kenapa hanya karena aku wanita ... Kenapa Kek?” Lyra merasa ini tak adil untuknya, selama beberapa tahun terakhir ia telah mencoba mengembangkan Mahesvara Group. Ia pikir ia akan diakui bahwa dirinya layak oleh sang kakek. Namun sekarang kakeknya justru meminta Arfeen untuk kembali, kenapa penerus kekuasaan harus lelaki? Tak mudah baginya membuktikan diri bahwa ia layak, akan tetapi tetap saja di mata sang kakek dirinya yang seorang wanita tak sebanding dengan Arfeen. Di parkiran kampus .... “Kau mau langsung absen?” tanya Nathan. “Aku sudah resign!”
Setelah acara perkenalan yang lumayan singkat, Arfeen langsung dituntun ke ruangannya. “Tuan Muda, ini beberapa berkas yang harus Anda pelajari!” Liam menaruh setumpuk dokumen ke meja Arfeen yang terbengong menatap benda itu. “Anjir, Liam. Sebanyak ini?” protesnya kesal. “Ini adalah dokumen kerja sama kita dengan beberapa klien. Sebagai CEO Anda harus mempelajari semuanya.” Arfeen menggaruk belakang kepala, bukannya ia malas mempelajari semua itu. Hanya saja ... ini terlalu gila banyaknya. Namun ia tetap memungut tumpukan paling atas map itu. “Oya, Liam. Kau sudah menemukan sesuatu terkait anfalnya Amara di rumah sakit?” Liam tampak mengembangkan senyum, membuat Arfeen harus mengernyitkan dahi. “Ada seorang pria yang mengenakan pakaian perawat memasuki ruangan beberapa menit sebelum Nona Muda kritis.” Seketika Arfeen mengalihkan pandangan dari dokumen di tangannya. “Seorang perawat?” “Orang itu hanya menyamar, Tuan Muda. Kami sudah berhasil menangkapnya!” Arfeen menghela nafas
"Arfeen!" desis Larena menyentuh tangan Arfeen untuk menghentikan perbuatannya. Saat ini tangan Arfeen berada di pinggang ramping Larena, tepatnya di kedua sisi celana untuk melepaskan benda itu. "Perutku ... sedikit aneh, sepertinya aku ....""Jangan banyak alasan! Kau sudah bikin aku seperti ini, jadi harus tanggung jawab!" seru Arfeen memotong ucapan sang istri. Tubuh Larena bergetar, menatap kabut di dalam kolam mata Arfeen. Arfeen tahu ini salah, akan tetapi saat ini hasratnya sudah tak bisa ia bendung lagi. Larena terlalu memesona, entah ada magnet apa pada wanita itu. Ketika ia menyentuh kulit Larena, gelombang hasrat langsung datang menyerang. Ia menyukai aroma parfum wanita itu yang feminin. Lembut dan menggoda. Bahkan bibir Larena seketika membuatnya candu, terlalu manis untuk bisa ia tepis. Sekali memagut, ia tak mampu berhenti. Arfeen mengecup perut Larena yang rata, jantungnya juga berdebar. Ia tak tahu kenapa, ini bukan pertama kalinya ia akan berhubungan dengan seo
"Bagaimana ini, Pa? Jika kita nggak bisa mendapatkan investor secepatnya kita akan bangkrut dan jatuh miskin!" suara Viera dipenuhi dengan kecemasan. "Aku akan coba membujuk Papa untuk menarik kembali keputusannya!" ujar Vano."Kau lupa, Papa bilang apa tadi? Papa nggak akan mengubah keputusannya kecuali si gembel itu keluar dari hidup Larena!" murka Viera.Larena masih diam duduk di sofa, ia tak menyangka hanya karena Arfeen seorang tukang sapu jalan, kakeknya tega melakukan ini pada mereka. "Aku yang akan membujuk Kakek!" seru Larena bangkit dari duduknya. "Memang seharusnya begitu, katakan pada kakekmu bahwa secepatnya kau akan ceraikan lelaki miskin itu!" saut Viera."Bukan itu, Ma. Untuk saat ini aku taak bisa ceraikan Arfeen!""Kenapa?" Viera mendekat pada putrinya. "Karena kami baru saja menikah.""Itu tak akan menjadi masalah, justru itu akar permasalahannya. Apa kau tahu? Dengan kau menikahi gembel itu ... kau sudah menjatuhkan nama baik keluarga kita!"Sebenarnya Larena