"Keluarga Adipradana?" seru Vano. "Kau dan Arfeen?""Iya, Tuan. Saya dan Presdir sama-sama mimiliki darah kleuarga Adipradana. Presdir ... adalah cucu dari Jenderal Wira Adipradana!"Vano menghela nafas dalam. Pantas saja Arfeen berbeda dari semua keluarga Mahesvara yang lainnya. Anak itu jelas memiliki jiwa seorang pemimpin. Ternyata di dalam darahnya mengalir darah orang hebat. Larena sangat beruntung bisa menikahi dengannya. "Golongan darah Anda sama dengan pasien?" tanya si dokter. "Iya, Dok. Anda bisa mengambil sebanyak yang dibutuhkan!" jawabnya dengan iklas. "Mari ikut saya!"Jordi tetap harus melakukan mengecekan terlebih dahulu, setelah cocok baru transfusi bisa dilakukan. Beruntung Arfeen hanya membutuhkan dua kantung darah, sehingga masih bisa mengambil dari tubuh Jordi. Di luar ruangan, Larena masih menangis. Bahkan tangisnya kian pilu. Arfeen rela mengorbankan nyawa demi dirinya, pemuda itu membuktikan kata-kata yang rela mati demi dirinya. Sementara ia ... apa yang
"Ahk, jangan terlalu kencang. Itu menyakitiku!"Seketika kedua mata Larena mendelik, ia melepas peluknya dna menatap wajah di bawahnya. Mata pemuda itu sudah membuka, tengah menatapnya. "Kau ... kau sudah siuman?" beonya. Arfeen mengulum senyum. "Jadi ... pesonaku begitu mengagumkan ya, sampai kau jatuh cinta berkali-kali?" celetuknya memainkan satu alis. "Sejak kapan kau sadar?" tanya Larena mencubit perut Arfeen. "Argh ... sakit, Wife. Sakit, aku masih sakit kenapa kau menganiaya aku?" protesnya mengelus bekas cubitan sang istri. Larena menatap wajah di depannya masih dengan tatapan tak percaya. "Sejak kapan kau sadar? Kau sengaja ingin membuatku takut? Hah?" air mata langsung mengalir deras di pipinya. Arfeen menyentuh pipi sang istri, mengusap cairan hangat itu dengan ibu jarinya. "Maaf!" ucapnya lirih. Larena pun langsung merebahkan diri ke pelukannya."Kenapa kau lakukan itu?" isaknya, "Aku pikir ... kau akan benar-benar meninggalkan aku ... jangan seperti itu lagi ...
"Rena, apa kau tega pada Kakek?" seru Ferano yang mencoba membujuk cucunya. Dua orang polisi sudah memegangi lengannya kanan dan kiri. "Larena, Papa sudah tua. Tega sekali kalian lalukan itu?" seru Arland tak terima. "Kami masih keluargamu!""Keluarga!" desis Arfeen dengan kecut, "Keluarga tidak menumbalkan anggota keluarganya sendiri."Arland menatap tajam kepada Arfeen. "Ini pasti ulahmu kan?" ia hendak menyerang nalun lekas digentikan oleh anak buah Arfeen. Kedua tangannya dicengkeram dan langsung diborgol ke belakang. "Lepaskan aku!"Buk!Satu tinju mendarat di wajah Arland. Nyaris semua anggota keluarga Jayendra sudah ditahan. "Arfeen!""Lancang kau hanya menyebutkan nama saja, panggil Tuan Zagan!" seru Gray. Mereka semua membeliak, Tuan Zagan?Jadi Arfeen ... Arfeen adalah Tuan Muda Mahesvara? Kenapa Lyra tak pernah memberitahu? "Tuan Muda, kami tidak melakukan kesalahan apa pun padamu. Tolong ampuni kami!" pinta Radika. Arfeen mengeraskan rahang. "Korban kecelakaan Papa
Arfeen terpaku menatap sosok di depannya itu. "Bella! Apa yang kau lakukan di sini?""Menyelamatkanmu dari para gadis itu, apalagi?" jawab wanita itu dengan senyum hangat. "Aku masih bisa mengatasi mereka sendiri!""Oya, lalu kenapa kau lari?""Aem!" Arfeen kebingungan untuk menjawab."Ayolah, Arfeen. Kau memang seorang Casanova, tapi kau benci dikerubungi para gadis. Seharusnya kau menempatkan pengawalan ketat untuk mengantisipasi. Di acara seperti ini sudah pasti jati dirimu akan terbongkar!"Arfeen menghela nafas panjang. "Terima kasih, tapi aku harus pergi!" ia hendak melangkah namun Bella kembali menyandarkan tubuhnya menggunakan telunjuk. "Kau mau aku berteriak bahwa kau sedang melecehkan aku?"Arfeen menyimpulkan senyum miring. "Kau mengancamku?""Aku hanya ... argh!" kalimat Bella belum berlanjut karena Arfeen sudah lebih dulu membalik tubuh wanita itu yang kini justru dirinya yang bersandar tembok dengan tangan Arfeen di lehernya. "Dengar Bella, sudah aku katakan ... aku t
"Jadilah suamiku, maka setelah itu kau bisa membeli semua wanita yang pernah merendahkanmu!” Arfeen melongo mendengar ucapan dari wanita di hadapannya. Larena Jayendra, wanita 35 tahun yang masih cantik dan memesona itu mengajaknya minum teh di salah satu kedai ternama lalu memberikan tawaran pernikahan. Apakah wanita ini gila? “Bagaimana? Kesempatan seperti ini tidak datang 2 kali loh.” Sekali lagi Larena membujuk. “Tante, aku tak salah dengar? Tante mengajakku menikah begitu?” tanya Arfeen yang masih menganggap ini hanyalah prank semata. “Seperti yang kau dengar tadi, aku butuh seseorang untuk menjadi suamiku.” Arfeen menelan ludah. Kabar yang ia dengar, wanita di depannya itu adalah perawan tua. Mungkin ia tidak laku sehingga harus meminta seseorang yang tak dikenal untuk jadi suami. “Tante, saya hanya seorang tukang sapu jalan. Gaji saya tidak seberapa, sementara Tante ...,” Arfeen mengamatinya lebih seksama. “Tante kan orang kaya, pasti banyak yang mengantre untuk jadi suam
"Hah? Maksudmu apa?” tanya Arfeen mencoba memastikan dirinya tak salah dengar. “Tuan besar meminta Anda untuk pulang ke keluarga Mahesvara!” Seketika, seringai yang lebar terlukis di wajah Arfeen, untuk apa pria tua itu memintanya pulang? Bukankah ia sudah dikeluarkan dari ahli waris keluarga Mahesvara? “Katakan pada tuan besarmu itu, aku sudah nyaman dengan hidupku!” “Tuan Muda, tapi keluarga Mahesvara membutuhkan Anda sebagai penerus.” “Bukannya tuan besar itu yang sudah membuangku, sekarang untuk apa mintaku kembali?” “Saya akan menjelaskannya setelah kita sampai di rumah!” Wajah Arfeen tetiba berubah menjadi lebih dingin, tak pernah ia menampakan ekspresi seperti itu sebelumnya. Masih terbayang keping ingatan 6 tahun lalu saat dirinya diusir bagai anjing dari keluarga Mahesvara. Ia dituding telah dengan sengaja mencelakai papanya sendiri setelah beradu mulut pasca meninggalkan sang mama. Ia memang menyalahkan papanya yang tak sengaja menyebabkan sang mama terjatuh dari tang
"Yang pertama, Amara membutuhkan biaya operasi malam ini. Yang kedua tidak ada yang boleh mengusik Amara di kediaman Mahesvara!” ungkapnya. “Jangan khawatir tentang hal itu, Tuan Muda. Mulai detik ini tidak akan ada yang berani mengusik status Nona Muda.” “Untuk saat ini itu saja.” Ia memutus sambungan teleponnya, mengambil jaket di kamar dan langsung menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, rupanya Liam sudah berada di sana. Di depan ruang operasi. “Tuan Muda!” Liam membungkuk memberi hormat yang diikuti oleh beberapa pengawal. “Kau di sini?” “Seperti yang Anda minta, saya harus mengurus administrasi untuk operasi Nona Muda.” Arfeen melirik lampu yang masih menyala merah di sisi pintu. “Maaf, Tuan Muda. Mungkin ini bukan waktu yang tepat namun saya harus tetap mengutarakannya. Kami sudah menelusuri riwayat kecelakaan yang dialami Nona Muda 4 tahun lalu, sepertinya ada unsur kesengajaan di dalamnya.” Arfeen menatap Liam dengan nyalang. Saat kecelakaan terjadi ia sedang
“Rupanya kamu sudah merasa menjadi Bos ya di rumah ini!” Viera menghentikan langkah Arfeen yang baru saja memasuki rumah kediaman Vano Jayendra. Ia berdiri berkacak pinggang di depan Arfeen. “Maaf, Nyonya. Aku ada urusan di luar!” jawab Arfeen acuh tak acuh. “Urusan! Sok sibuk! Padahal kau itu hanya keluyuran tidak jelas kan?” sautnya menyeringai. Arfeen sungguh sedang tak ingin meladeni ocehan pedas mertuanya. Meski ada amarah yang ia rasakan karena sang mertua langsung berubah pandangan ketika mengetahui pekerjaannya yang sesungguhnya. “Ma, biar aku yang bicara padanya nanti!” sergah Larena memunculkan diri. “Mama lebih berhak bersuara di sini karena ini rumah Mama!” jawab Viera menatap sang putri. Larena yang menyadari ekspresi Arfeen yang tak biasa pun mencoba untuk membujuk sang mama. Padahal sebenarnya ia juga kesal karena pemuda itu tak bisa dihubungi sama sekali. Namun sekarang ia tahu alasan kenapa handphone suami kecilnya tak bisa dihubungi. “Ma!” “Mama tidak habis pi