Setelah acara perkenalan yang lumayan singkat, Arfeen langsung dituntun ke ruangannya.
“Tuan Muda, ini beberapa berkas yang harus Anda pelajari!” Liam menaruh setumpuk dokumen ke meja Arfeen yang terbengong menatap benda itu.“Anjir, Liam. Sebanyak ini?” protesnya kesal.“Ini adalah dokumen kerja sama kita dengan beberapa klien. Sebagai CEO Anda harus mempelajari semuanya.”Arfeen menggaruk belakang kepala, bukannya ia malas mempelajari semua itu. Hanya saja ... ini terlalu gila banyaknya. Namun ia tetap memungut tumpukan paling atas map itu.“Oya, Liam. Kau sudah menemukan sesuatu terkait anfalnya Amara di rumah sakit?”Liam tampak mengembangkan senyum, membuat Arfeen harus mengernyitkan dahi. “Ada seorang pria yang mengenakan pakaian perawat memasuki ruangan beberapa menit sebelum Nona Muda kritis.”Seketika Arfeen mengalihkan pandangan dari dokumen di tangannya. “Seorang perawat?”“Orang itu hanya menyamar, Tuan Muda. Kami sudah berhasil menangkapnya!”Arfeen menghela nafas lega. “Di mana dia sekarang?”“Ada di markas, apakah Tuan Muda hendak bertemu?”“Pastikan dulu mereka masih utuh saat aku berkunjung!”Arfeen melukis senyum di wajah, namun senyum itu bukannya membuat dirinya tampak manis. Justru aura mengerikan yang terpancar. Sudah sangat lama ia tak menunjukkan senyum mematikan itu. Dan saat ini, Liam saja merasa merinding melihatnya.Tuan mudanya benar-benar sudah kembali, dunia bawah pasti akan heboh jika mendengar kabar ini.Hari ini Arfeen kembali ke kediaman Larena masih dengan motor bututnya. Sesampainya di rumah itu, ia tak mendapati sang istri di sana. Artinya wanita itu pasti belum pulang.Maka ia pun memutuskan untuk mandi lebih dulu. Tadi pagi ia pamit pergi untuk mencari pekerjaan, nanti ia harus jawab apa ketika wanita itu bertanya ia sudah mendapat pekerjaan atau tidak. Di perusahaan atau di mana? Posisinya apa?Karena memikirkan hal itu ia sampai lupa membawa handuk ke dalam kamar mandi.“Sial! Aku lupa bawa handuk lagi!” umpatnya.Tapi bukankah sang istri belum pulang! Tak apa kali ia keluar dengan tubuh polosnya itu untuk mengambil handuk terlebih dahulu. Maka dari itu ia pun dengan santainya keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang pun.“Arghhh!”Namun suara teriakkan langsung menghentikan langkahnya. Larena menjerit begitu memasuki kamar dan menemukan Arfeen yang dengan tenang keluar dari kamar mandi tanpa memakai apa pun. Tas tangan mini warna hitam itu pun jatuh dari tangan Larena, wanita itu langsung menutup mata rapat-rapat sambil memalingkan wajah ke samping.“Arfeen, apa yang kau lakukan?” tanyanya kesal. Jujur saja itu pertama kalinya ia melihat tubuh polos seorang pria secara langsung.Sementara Arfeen yang awalnya terkejut dengan suara teriakkan Larena kini malah berdiri dengan santai dan tanpa rasa bersalah. Padahal ia sedang telanjang di depan seorang wanita.Tapi kan wanita itu adalah istrinya, jadi ia merasa kalau hal itu bukanlah sesuatu yang salah. Toh juga tanpa sengaja.“Kenapa kau tak memakai baju?” tanya Larena lagi.“Aku lupa membawa handuk saat mandi dan tadi kan Tante belum pulang!” jawabannya sangat enteng. Jelas membuat Larena menggerutu.Dengan santai Arfeen berjalan ke lemari untuk memungut handuk. Mengeringkan tubuhnya lalu melilitkan benda itu ke pinggang untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.“Sudah nih, kenapa masih tutup mata?” Arfeen sekarang lebih berani. Apalagi sejak mereka pelukan di ranjang sampai pagi.Larena membuka matanya ia pikir Arfeen sudah mengenakan pakaian lengkap, tapi apa? Pemuda itu hanya mengenakan handuk saja. Larena pun melotot kesal.“Sudah apanya? Kau hanya pakai handuk!” ia mengomel, namun matanya terpatri pada pahatan indah di hadapannya. Ia tak menyangka jika rupanya memiliki suami yang sangat sempurna secara fisik.Tubuh Arfeen cukup bagus, ramping, berdada bidang dengan perut sixpacknya. Otot-otot kuat di kedua lengan itu. Nafas Larena terasa panas, dadanya juga sedikit bergemuruh.“Memangnya kenapa? Aku kan suaminya Tante, tak apa kan kalau tak pake baju di depan Tante!”Jawaban Arfeen kembali membuat Larena kesal. Bocah ini! Sudah pandai merayu rupanya.“Kau pura-pura lupa, kita itu hanya menikah kontrak. Dan sebaiknya kau jangan panggil aku Tante!” pintanya. Hal lain yang membuatnya kesal karena Arfeen masih memanggilnya Tante.“O iya, Tante kan ... eh, kau kan istriku. Mana mungkin aku panggil Tante. Tapi ... aku harus panggil apa?”Larena menelan ludah, Arfeen yang tadinya pendiam kenapa sekarang jadi perayu seperti itu? Apa karena ia mengijinkannya seranjang malam itu makanya bocah di depannya ini sekarang berani kurang ajar?“Bagaimana kalau sayang?”“Apa? Sayang! Tidak!” tolak Larena.Arfeen berubah menjadi sedikit agresif karena ia mendapatkan kenyamanan saat bersama Larena. Maka dari itu ia tidak akan membiarkan Larena pergi darinya.“Baby?”“No!”“Sweety?”“Tidak.”“Cinta?”“Arfeen, terserah kau mau panggil apa asal jangan Tante. Juga panggilan konyol lainnya itu!” kesal Larena menggeser sedikit pandangannya.“Ok, nanti aku cari panggilan yang cocok untuk kita deh. Tapi ...,” Arfeen melangkah menghampiri Larena yang tiba-tiba menjadi lebih gugup. Saling gugupnya ia tak bisa bergerak. Padahal ia ingin sekali lari dari ruangan itu, namun entah mengapa kedua matanya itu tak bisa berpaling dari dada bidang Arfeen dan 6 kotak di perutnya itu.Arfeen menyadari arah mata sang istri, dari ekspresi wanita itu ia tahu jika istrinya pastilah belum pernah melihat pria telanjang sebelumnya.Tangan Arfeen terangkat, tubuh Larena sedikit berjingkat saat tangan itu menyentuh pipinya. Membelai lembut.“Kau sangat cantik, Larena!” puji Arfeen dengan tulus. Arfeen yang dulu tak pernah mau terlibat perasaan terhadap semua kekasihnya, kini ia justru ingin bisa membuat wanita di depannya itu jatuh cinta padanya.Ia tahu Larena menawari pernikahan ini bukan karena menyukainya, namun hanya untuk mematahkan predikat perawan tua itu. Karena menunggu kekasih yang dicintainya kembali mungkin akan butuh waktu lebih lama.Jika saat ini hati Larena masih milik orang lain, maka itu adalah tugasnya sebagai suami untuk bisa membuat sang istri mencintainya.Karena Larena masih bergeming maka Arfeen memberanikan diri untuk memagut bibir ranum wanita itu yang merekah.Kedua mata Larena melotot seketika namun ia tetap diam seolah seluruh tulangnya telah melebur.Satu kecup yang Arfeen berikan rupanya hanya ditanggapi kediaman oleh sang istri, maka Arfeen pun mengecupnya lagi. Larena tetap diam, ia diam karena terlalu terkejut hingga tak tahu harus berbuat apa. Di sisi lain ia memang terpesona oleh tubuh sempurna sang suami.Jadi saat kecupan demi kecupan Arfeen lancarkan, ia hanya bisa termangu lalu menutup mata. Ada rasa aneh yang menjalari dadanya. Ini memang bukan kecupan pertama baginya. Ia sering melakukannya dengan Damian ketika hubungan mereka lagi hangat-hangatnya. Namun kecupan yang Arfeen berikan terlalu lembut dan hangat.Hal itu membuat Larena melambung hingga lupa diri, ia bukan hanya membiarkan pemuda itu menikmati bibirnya namun ia juga membalas perbuatannya. Ketika kedua tangan Arfeen mengeksplor tengkuk dan rambutnya, ia juga meremasi otot-otot indah milik Arfeen.Kecupan mereka berubah menjadi lebih panas dan liar. Apalagi saat tubuh mereka lebih menempel, saling peluk. Nafas memburu dan suara kecupan menggema ke seisi ruangan.Larena seolah lupa jika ia dan Arfeen hanyalah menikah secara kontrak dan harusnya tak ada kemesraan seperti yang tengah mereka lakukan.Arfeen membawa Larena ke ranjang, merebahkan wanita itu di bawah tubuhnya tanpa melepas pagutan. Salah satu tangannya mulai menelusuri lekuk indah tubuh Larena, meremas gundukan kenyal yang langsung membuat Larena melenguh merdu.Tanggapan yang Larena berikan membuat Arfeen tak bisa lagi menahan hasratnya, ia tak pernah lepas kendali seperti ini. Dengan cepat tangannya itu menyibak blouse yang membungkus tubuh sang istri.“Arfeen!” seruan dari Larena yang seakan juga sudah tak bisa menahan membuat Arfeen kian semangat. Ia melepas pagutan untuk menatap mata wanita itu yang sudah dipenuhi kabut.---o0o---"Arfeen!" desis Larena menyentuh tangan Arfeen untuk menghentikan perbuatannya. Saat ini tangan Arfeen berada di pinggang ramping Larena, tepatnya di kedua sisi celana untuk melepaskan benda itu. "Perutku ... sedikit aneh, sepertinya aku ....""Jangan banyak alasan! Kau sudah bikin aku seperti ini, jadi harus tanggung jawab!" seru Arfeen memotong ucapan sang istri. Tubuh Larena bergetar, menatap kabut di dalam kolam mata Arfeen. Arfeen tahu ini salah, akan tetapi saat ini hasratnya sudah tak bisa ia bendung lagi. Larena terlalu memesona, entah ada magnet apa pada wanita itu. Ketika ia menyentuh kulit Larena, gelombang hasrat langsung datang menyerang. Ia menyukai aroma parfum wanita itu yang feminin. Lembut dan menggoda. Bahkan bibir Larena seketika membuatnya candu, terlalu manis untuk bisa ia tepis. Sekali memagut, ia tak mampu berhenti. Arfeen mengecup perut Larena yang rata, jantungnya juga berdebar. Ia tak tahu kenapa, ini bukan pertama kalinya ia akan berhubungan dengan seo
"Bagaimana ini, Pa? Jika kita nggak bisa mendapatkan investor secepatnya kita akan bangkrut dan jatuh miskin!" suara Viera dipenuhi dengan kecemasan. "Aku akan coba membujuk Papa untuk menarik kembali keputusannya!" ujar Vano."Kau lupa, Papa bilang apa tadi? Papa nggak akan mengubah keputusannya kecuali si gembel itu keluar dari hidup Larena!" murka Viera.Larena masih diam duduk di sofa, ia tak menyangka hanya karena Arfeen seorang tukang sapu jalan, kakeknya tega melakukan ini pada mereka. "Aku yang akan membujuk Kakek!" seru Larena bangkit dari duduknya. "Memang seharusnya begitu, katakan pada kakekmu bahwa secepatnya kau akan ceraikan lelaki miskin itu!" saut Viera."Bukan itu, Ma. Untuk saat ini aku taak bisa ceraikan Arfeen!""Kenapa?" Viera mendekat pada putrinya. "Karena kami baru saja menikah.""Itu tak akan menjadi masalah, justru itu akar permasalahannya. Apa kau tahu? Dengan kau menikahi gembel itu ... kau sudah menjatuhkan nama baik keluarga kita!"Sebenarnya Larena
"Mencari pekerjaan?" seru Larena membalas tatapan Arfeen."Aku sedang berusaha mencari pekerjaan, aku nggak mungkin menganggur kan setelah berhenti jadi pekerjaan yang sebelumnya!""Tapi kau bahkan belum lulus kuliah, pekerjaan macam apa yang bisa kau dapat?""Apa saja.""Arfeen, aku tak mau kau mengambil sembarang pekerjaan ya. Kau tahu bagaimana reaksi seluruh keluarga besarku dengan pekerjaanmu sebelumnya. Jadi kumohon, Carilah pekerjaan yang lebih layak!""Semua pekerjaan itu layak, hanya sudut pandang setiap orang itu yang berbeda!" jawab Arfeen membuat Larena bungkam. Apa yang dikatakan suaminya itu benar. Sudut pandang manusialah yang suka membuat sesuatu itu tidak layak. "Kau tak perlu khawatir, aku pasti akan berusaha membantumu mendapatkan dana itu!" janji Arfeen. Kali ini kedua mata Larena benar-benar membulat. Dari mana suaminya bisa memiliki keyakinan seperti itu, memangnya mencari uang 100 miliar itu mudah. Satu miliar saja terkadang sangat sulit. "Waktunya hanya 1 M
Arfeen duduk di kursi kebesarannya, menatap file yang kini ada di tangan. Sebenarnya ada hal menarik yang ditawarkan oleh Jaya Abadi Corporation, tapi sayangnya Arfeen sama sekali tak tertarik menjalin kerja sama dengan mereka. Apalagi ia tahu jika Ferano sudah mencabut semua dananya di La Viva, hal yang membuat Larena saat ini kebingungan bagaimana untuk bisa mempertahankan perusahaan produk kecantikan itu. daripada ia membantu keluarga besar Jayendra, akan lebih baik jika ia membantu sang istri saja. Arfeen membanting file itu ke meja. "Liam.""Ya, Tuan Muda.""Katakan pada Gibran jika aplikasi mereka tak memenuhi standar perusahaan kita!"Liam tampak menarik kedua alisnya, ia tahu sebenarnya proposal itu cukup menjanjikan, tapi keluarga Jayendra pernah mempermalukan tuan mudanya di pesta pernikahan. "Baik, Tuan Muda!" Liam memungut file itu lalu meninggalkan ruangan. Menemui Gibran yang menunggu di luar Gibran langsung bangkit berdiri saat melihat Liam Kane keluar dari ruang C
"Jika aku tak mau?" Andrew memasang seringai di wajah. Ia yakin pemuda seperti Arfeen hanyalah seorang pecundang.Arfeen menatap tangan Andrew yang mencekal lengan Larena, dengan gerakan cepat ia meraih tangan itu lalu memutarnya ke belakang punggung Andrew."Argh ... arghhh!" Andrew meraung kesakitan saat tangan itu serasa mau patah. Namun ia juga tak ingin kalah. Apalagi di depan Larena, maka ia pun memukul Arfeen menggunakan sikutnya. Arfeen menahan siku Andrew dengan telapak tangan, lalu mendorong dengan sedikit tenaga. Bersamaan dengan itu ia juga melepaskan tangan Andrew. "Sudah kukatakan jangan menyentuh istriku!" ucap Arfeen mengulang peringatannya. "Bangsat! Berani sekali kau bocah tengik!" Andrew murka, ia membalas serangan Arfeen. Andrew bukanlah lawan yang adil untuk Arfeen, pria itu hanya bisa berkelahi ala kadarnya. Meski ia menguasai tinju, namun Arfeen lebih dari pada itu. Bahkan Arfeen tak menggunakan banyak tenaga untuk melawan pria itu. Tak ada yang memisahkan m
"Apa? Menghabiskan satu malam panas?" beo Larena mengulang ucapan Arfeen. Security dan beberapa karyawan yang ada di lobi menoleh mereka seketika. Larena pun lekas menyadari ucapannya yang sedikit keras itu, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kemudian melotot pada Arfeen. Arfeen yang melihat ekspresi sang istri justru ingin tertawa, sikap Larena seperti seorang perawan yang takut kehilangan mahkotanya. Atau wanita itu memang masih perawan?Benarkah? Usianya sudah kepala tiga kan! Larena lebih mendekat pada Arfeen lalu berbisik. "Kau jangan macan-macam ya! Jangan memanfaatkan kesempatan!" Arfeen menyimpan senyum, "Habisnya ... aku tak tahu harus minta apa?" suaranya ia buat sepolos mungkin. Larena menghela nafas kasar, "Kau kan bisa minta yang lainnya, motor baru, mobil. Jika La Viva kembali stabil aku pasti bisa membelikannya untukmu!" Mobil? Ia memiliki banyak koleksi super car di rumahnya. Motor, ia juga memiliki 2 motor sport limited edition. Meski itu sebuah candaan, nam
"Jatuh cinta padamu? Jangan sembarangan bicara! Kau tahu aku sedang menunggu seseorang bukan?" "Damian?" saut Arfeen dengan nada enggan. "Damian Wijaya. Apakah kau yakin pria itu akan kembali?"Larena memasang wajah tak suka, ia bersikap baik pada Arfeen bukan berarti pemuda itu berhak mencampuri urusan pribadinya. "Itu urusanku, Arfeen. Tugasmu saat ini hanya menjadi suamiku, itu saja!" Arfeen menggerutu dalam hati, sepertinya Larena benar-benar masih mengharapkan bajingan itu kembali. Ia tidak akan membiarkan sang istri kembali pada mantan kekasihnya. Untuk itu ia harus bisa membuat wanita itu jatuh cinta padanya. Dan saat ini, langkah awal ia harus menurut. Tetap menjadi suami kontrak yang penurut. "Ok, maafkan aku!" "Jangan membahas itu lagi!" pintanya. Dan Arfeen memberikan tanda setuju dengan hormat seperti seorang panglima pada ratunya. Hal itu membuat semua yang menyaksikan menatap iri. Mereka tak terlalu memperhatikan jika yang ada di hadapan mereka adalah Larena Jayen
"Arfeen, aku berkeringat!" "Tak apa, yang penting kau pegangan yang erat dan percaya saja padaku. Maka semua akan baik-baik saja!" Larena mengeratkan pegangannya, namun karena terlalu erat itu membuat Arfeen sesak nafas. "Baby, sweety, aku tak-bisa bernafas!" "Hah! Apa?" beo Larena. "Aku tak bisa bernafas." "A, maaf!" ucap Larena sedikit mengendurkan pelukannya. Arfeen pun bernafas dengan lega. Ia sedikit menoleh ke bahunya, "Boleh parno, tapi jangan berusaha membunuhku juga!" kelakarnya. Larena hanya memanyunkan bibir saja. "Itu bibirnya jangan seperti itu, nanti aku sosor ribet ceritanya. Auw!" "Ihhh!" Larena mencubit lengan Arfeen yang keras. Sebenarnya Arfeen tak merasa sakit hanya saja ia sedikit terkejut mendapat serangan seperti itu. "Sekarang kau mau jalan atau sengaja ingin kita menjadi tontonan?" Arfeen mengedarkan pandangan ke sekeliling yang rupanya ada beberapa pasang mata memerhatikan mereka. Maka ia pun lekas melakukan motornya meninggalkan tempat itu.