"Apa? Menghabiskan satu malam panas?" beo Larena mengulang ucapan Arfeen. Security dan beberapa karyawan yang ada di lobi menoleh mereka seketika. Larena pun lekas menyadari ucapannya yang sedikit keras itu, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kemudian melotot pada Arfeen. Arfeen yang melihat ekspresi sang istri justru ingin tertawa, sikap Larena seperti seorang perawan yang takut kehilangan mahkotanya. Atau wanita itu memang masih perawan?Benarkah? Usianya sudah kepala tiga kan! Larena lebih mendekat pada Arfeen lalu berbisik. "Kau jangan macan-macam ya! Jangan memanfaatkan kesempatan!" Arfeen menyimpan senyum, "Habisnya ... aku tak tahu harus minta apa?" suaranya ia buat sepolos mungkin. Larena menghela nafas kasar, "Kau kan bisa minta yang lainnya, motor baru, mobil. Jika La Viva kembali stabil aku pasti bisa membelikannya untukmu!" Mobil? Ia memiliki banyak koleksi super car di rumahnya. Motor, ia juga memiliki 2 motor sport limited edition. Meski itu sebuah candaan, nam
"Jatuh cinta padamu? Jangan sembarangan bicara! Kau tahu aku sedang menunggu seseorang bukan?" "Damian?" saut Arfeen dengan nada enggan. "Damian Wijaya. Apakah kau yakin pria itu akan kembali?"Larena memasang wajah tak suka, ia bersikap baik pada Arfeen bukan berarti pemuda itu berhak mencampuri urusan pribadinya. "Itu urusanku, Arfeen. Tugasmu saat ini hanya menjadi suamiku, itu saja!" Arfeen menggerutu dalam hati, sepertinya Larena benar-benar masih mengharapkan bajingan itu kembali. Ia tidak akan membiarkan sang istri kembali pada mantan kekasihnya. Untuk itu ia harus bisa membuat wanita itu jatuh cinta padanya. Dan saat ini, langkah awal ia harus menurut. Tetap menjadi suami kontrak yang penurut. "Ok, maafkan aku!" "Jangan membahas itu lagi!" pintanya. Dan Arfeen memberikan tanda setuju dengan hormat seperti seorang panglima pada ratunya. Hal itu membuat semua yang menyaksikan menatap iri. Mereka tak terlalu memperhatikan jika yang ada di hadapan mereka adalah Larena Jayen
"Arfeen, aku berkeringat!" "Tak apa, yang penting kau pegangan yang erat dan percaya saja padaku. Maka semua akan baik-baik saja!" Larena mengeratkan pegangannya, namun karena terlalu erat itu membuat Arfeen sesak nafas. "Baby, sweety, aku tak-bisa bernafas!" "Hah! Apa?" beo Larena. "Aku tak bisa bernafas." "A, maaf!" ucap Larena sedikit mengendurkan pelukannya. Arfeen pun bernafas dengan lega. Ia sedikit menoleh ke bahunya, "Boleh parno, tapi jangan berusaha membunuhku juga!" kelakarnya. Larena hanya memanyunkan bibir saja. "Itu bibirnya jangan seperti itu, nanti aku sosor ribet ceritanya. Auw!" "Ihhh!" Larena mencubit lengan Arfeen yang keras. Sebenarnya Arfeen tak merasa sakit hanya saja ia sedikit terkejut mendapat serangan seperti itu. "Sekarang kau mau jalan atau sengaja ingin kita menjadi tontonan?" Arfeen mengedarkan pandangan ke sekeliling yang rupanya ada beberapa pasang mata memerhatikan mereka. Maka ia pun lekas melakukan motornya meninggalkan tempat itu.
"Marla?" "Tidak disangka ya kita bertemu lagi!!" ucap Marla dengan nada sinis. "Bagaimana kabarmu? Kau tampak bahagia!" tanya Arfeen yang mendapati wanita itu bergelayut manja pada kekasihnya. Ini sudah 3 tahun, sejak pertemuan terakhir mereka di rumah sakit. Arfeen masih ingat dengan jelas bagaimana Marla mempermalukannya di depan lelaki itu. Dan juga di depan umum. "Tentu saja aku bahagia. Aku memiliki suami yang bisa diandalkan dalam segala hal!" ia mempererat pelukan terhadap lengan suaminya. "Sayang, kenapa kita harus bertemu lagi dengan pria gembel ini?" cibir Rivaldo mengantongi salah satu tangannya. "Entahlah, dunia ini rupanya sangat sempit. Apalagi bertemu dengan seseorang yang merusak pandangan, aduh ... mata ini rasanya sakit!" ejek Marla menyentuh sisi matanya. "Gembel, sebaiknya kau minggir dari sini! Tempat ini bisa kotor dan bau dengan adanya dirimu di sini!" usir Rivaldo. Arfeen memasang seringai di wajah, "Ini tempat umum, kau tak berhak mengusirku." Keduany
"Apakah kau anggota keluarga Mahesvara?" tanya Marla dengan tatapan penuh harap.Arfeen mengulas senyum tersembunyi, "Itu sama sekali bukan urusanmu!" ia memungut kembali kartunya lalu menyimpannya ke dalam dompet."Arfeen!""Maaf, istriku pasti sudah menunggu!" potongnya langsung memungut dua cup coklat panas di atas meja lalu beranjak meninggalkan tempat itu. "Sayang kenapa?" tanya Rivaldo."Aku baru tahu jika ternyata Arfeen adalah TUan Muda Mahesvara, tapi kenapa selama ini dia menjadi petugas kebersihan jalan?" sautnya masih menatap punggung Arfeen yang menjauh pergi. "Tuan Muda Mahesvara? Kau jangan bercanda!" timpal Rivaldo yang masih belum mempercayai hal itu. "Dia memiliki black card, hanya orang tertentu saja yang bisa memiliki kartu itu!""Mungkin kartu itu palsu!"Marla menatap Rivaldo dengan kesal, "Palsu? Kartu itu asli, tidak ada yang bisa memalsukan kartu itu!""Lalau apa?" potong Rivaldo yang mulai curiga. "JIka ternyata benar dia adalah Tuan Muda Mahesvara kau aka
"Kalian dari mana saja?" Suara Viera menggelegar ketika Arfeen dan Larena memasuki rumah. Itu nyaris jam 12 malam. Larena memang tak pernah pulang selarut itu kecuali dari luar kota atau luar negeri. Viera menghampiri keduanya yang membatu karena kepergok pulang larut. Ia langsung saja menoyor kepala Arfeen. "Kau! Berani sekali kau mengajak putriku kelayapan sampai larut begini. Pasti kau mengajaknya ke tempat yang tidak baik. Kau itu hanya membawa pengaruh buruk untuknya!" "Ma!" sergah Larena yang tak suka melihat sikap mamanya terlalu kasar. Viera menolehnya seketika. "Kau ingin membelanya! Kau ini kenapa Larena? Apa yang gembel ini lakukan padamu sehingga kau begitu patuh terhadapnya?" "Ma, kami suami-istri. Wajar jika kami pergi bersama sampai larut!""Wajar! Sebelumnya kau tak pernah seperti ini. Dan kau!" tunjuknya pada Arfeen tepat di depan wajah, "Sebagai suami, seharusnya kau tak mengajari istrimu kelayapan sampai larut. Kebiasaanmu di jalanan jangan kau bawa kepada ist
Baru beberapa saat Arfeen memejamkan mata, ia harus dikejutkan oleh suara dering handphonenya yang tak mau berhenti meraung. "Apa sih ini?" terpaksa ia membangkitkan diri untuk meraih benda itu di atas nakas. Suara handphone itu juga mengganggu tidur Larena, wanita itu membuka sedikit matanya untuk mengintip. Arfeen menatap nama yang muncul di layar, itu dari Liam. Dan pria itu tidak akan menelponnya tanpa henti jika tak ada yang penting, maka ia pun langsung menerima panggilan itu. "Ada apa?" "Syukurlah akhirnya Tuan muda menerima telepon saya!" "Cepat katakan ada apa? Aku mengantuk!" perintahnya dengan kesal. "Tuan Muda Tantra mengalami kecelakaan mobil beberapa saat lalu." "Apa?" "Kondisinya masih belum kita ketahui karena masih ditangani oleh Dokter." "Sharelock rumah sakitnya!" perintahnya sambil bangkit berdiri. Larena membuka mtanya, apalagi saat melihat Arfeen yang mengenakan kaos lalu melapisinya dengan jaket kulit. "Kau mau ke mana?" Pertanyaan Larena membuat Arf
"Itu hanya urusan kecil, Kek." "Meski begitu usiamu masih sangat muda. Kau tak boleh menyia-nyiakannya!" "Aku cukup menikmati masa mudaku, tapi yang pasti ... aku tidak akan mengulang kesalahan Ayah!" Ia berkata demikian karena mengerti ke mana arah pembicaraan sang kakek. Nyaris semua pria di Klan Mahesvara adalah womanizer, Marvin pun memiliki banyak simpanan. Itu sebabnya biasanya setelah memiliki anak dari istri sah, kebanyakan mereka melakukan operasi vasektomi. Bahkan setelah Arfeen lahir, Malik juga melakukan hal yang sama. Ia tak ingin ada anak lain yang lahir dari hasil hubungan di luar nikahnya. Ketika Anita mengandung Arfeen, ia pun terpaksa menikahi wanita itu secara siri. Pasca itu ia lekas melakukan operasi vasektomi. "Kesalahan ayahmu tidak akan berulang jika kau berhati-hati. Sebuah kesalahan terjadi karena seseorang itu ceroboh!" Arfeen menyimpulkan senyum tipis, jika terus melanjutkan perbincangan ini yang ada ia akan bertengkar dengan sang kakek. Itu sebab