"Apakah kau anggota keluarga Mahesvara?" tanya Marla dengan tatapan penuh harap.Arfeen mengulas senyum tersembunyi, "Itu sama sekali bukan urusanmu!" ia memungut kembali kartunya lalu menyimpannya ke dalam dompet."Arfeen!""Maaf, istriku pasti sudah menunggu!" potongnya langsung memungut dua cup coklat panas di atas meja lalu beranjak meninggalkan tempat itu. "Sayang kenapa?" tanya Rivaldo."Aku baru tahu jika ternyata Arfeen adalah TUan Muda Mahesvara, tapi kenapa selama ini dia menjadi petugas kebersihan jalan?" sautnya masih menatap punggung Arfeen yang menjauh pergi. "Tuan Muda Mahesvara? Kau jangan bercanda!" timpal Rivaldo yang masih belum mempercayai hal itu. "Dia memiliki black card, hanya orang tertentu saja yang bisa memiliki kartu itu!""Mungkin kartu itu palsu!"Marla menatap Rivaldo dengan kesal, "Palsu? Kartu itu asli, tidak ada yang bisa memalsukan kartu itu!""Lalau apa?" potong Rivaldo yang mulai curiga. "JIka ternyata benar dia adalah Tuan Muda Mahesvara kau aka
"Kalian dari mana saja?" Suara Viera menggelegar ketika Arfeen dan Larena memasuki rumah. Itu nyaris jam 12 malam. Larena memang tak pernah pulang selarut itu kecuali dari luar kota atau luar negeri. Viera menghampiri keduanya yang membatu karena kepergok pulang larut. Ia langsung saja menoyor kepala Arfeen. "Kau! Berani sekali kau mengajak putriku kelayapan sampai larut begini. Pasti kau mengajaknya ke tempat yang tidak baik. Kau itu hanya membawa pengaruh buruk untuknya!" "Ma!" sergah Larena yang tak suka melihat sikap mamanya terlalu kasar. Viera menolehnya seketika. "Kau ingin membelanya! Kau ini kenapa Larena? Apa yang gembel ini lakukan padamu sehingga kau begitu patuh terhadapnya?" "Ma, kami suami-istri. Wajar jika kami pergi bersama sampai larut!""Wajar! Sebelumnya kau tak pernah seperti ini. Dan kau!" tunjuknya pada Arfeen tepat di depan wajah, "Sebagai suami, seharusnya kau tak mengajari istrimu kelayapan sampai larut. Kebiasaanmu di jalanan jangan kau bawa kepada ist
Baru beberapa saat Arfeen memejamkan mata, ia harus dikejutkan oleh suara dering handphonenya yang tak mau berhenti meraung. "Apa sih ini?" terpaksa ia membangkitkan diri untuk meraih benda itu di atas nakas. Suara handphone itu juga mengganggu tidur Larena, wanita itu membuka sedikit matanya untuk mengintip. Arfeen menatap nama yang muncul di layar, itu dari Liam. Dan pria itu tidak akan menelponnya tanpa henti jika tak ada yang penting, maka ia pun langsung menerima panggilan itu. "Ada apa?" "Syukurlah akhirnya Tuan muda menerima telepon saya!" "Cepat katakan ada apa? Aku mengantuk!" perintahnya dengan kesal. "Tuan Muda Tantra mengalami kecelakaan mobil beberapa saat lalu." "Apa?" "Kondisinya masih belum kita ketahui karena masih ditangani oleh Dokter." "Sharelock rumah sakitnya!" perintahnya sambil bangkit berdiri. Larena membuka mtanya, apalagi saat melihat Arfeen yang mengenakan kaos lalu melapisinya dengan jaket kulit. "Kau mau ke mana?" Pertanyaan Larena membuat Arf
"Itu hanya urusan kecil, Kek." "Meski begitu usiamu masih sangat muda. Kau tak boleh menyia-nyiakannya!" "Aku cukup menikmati masa mudaku, tapi yang pasti ... aku tidak akan mengulang kesalahan Ayah!" Ia berkata demikian karena mengerti ke mana arah pembicaraan sang kakek. Nyaris semua pria di Klan Mahesvara adalah womanizer, Marvin pun memiliki banyak simpanan. Itu sebabnya biasanya setelah memiliki anak dari istri sah, kebanyakan mereka melakukan operasi vasektomi. Bahkan setelah Arfeen lahir, Malik juga melakukan hal yang sama. Ia tak ingin ada anak lain yang lahir dari hasil hubungan di luar nikahnya. Ketika Anita mengandung Arfeen, ia pun terpaksa menikahi wanita itu secara siri. Pasca itu ia lekas melakukan operasi vasektomi. "Kesalahan ayahmu tidak akan berulang jika kau berhati-hati. Sebuah kesalahan terjadi karena seseorang itu ceroboh!" Arfeen menyimpulkan senyum tipis, jika terus melanjutkan perbincangan ini yang ada ia akan bertengkar dengan sang kakek. Itu sebab
Arfeen menggenggam erat pisau di tangannya melihat Andrew yang tersenyum penuh panipulatif di depan orang tua Larena. "Jangan khawatir, Tante. Semua uang itu aku akan berikan gratis. Hanya butuh satu syarat saja, pemuda gembel itu harus menceraikan Larena." "Maaf, Andrew. Aku sudah mendapatkan uangnya, dan hari ini rencananya aku akan melakukan deposit!" "Kau sudah mendapatkan uangnya? Dari mana?" "Dari mana, kau tak perlu tahu!" jawab Larena sedikit ketus. "Larena sebaiknya kau kembalikan uang itu pada yang punya dan pakailah uangku!" Larena tersenyum sinis, "Kenapa harus kukembalikan?" "Karena pasti siapa pun yang meminjamimu uang itu, mereka akan menyusahkanmu di masa depan!" bujuknya. "Andrew benar, Larena. Sebaiknya kau terima saja bantuan dari Andrew." "Tidak, Ma. Arfeen sudah bersusah payah mendapatkannya, dan dia bahkan tidak meminta apa pun selain kesempatan. Jadi berhenti, memaksaku menceraikan Arfeen!""Arfeen!" desis Andrew penuh dengan nada cemooh. "Dari mana si g
Arfeen mengepalkan tinjunya dengan geram. Di sekitarnya ada Devon dan gengnya yang tengah menertawainya. "Devon, kenapa kau suka sekali merundung Arfeen?" tanya Nathan kesal. "Kau tanya kenapa? Karena temanmu itu memang pantas jadi bahan mainan!" Arfeen bangkit berdiri. Mengibaskan bajunya dengan tangan. "Sepertinya sekarang kau sudah naik level ya, Feen. Ke kampus bawaannya mobil!" tukas Nita melipat kedua lengan di dada. "Mobil hasil morotin tante-tante maksudnya?" imbuh Ane, "Kalau aku sih ogah ditebengin!" Arfeen menghela nafas dalam, selama ini ia sudah cukup bersabar. Namun semua temannya masih saja melakukan hal yang sama yaitu merundung dirinya. Bahkan setelah ia menikah dengan Larena, ia tetap saja hanya seorang sampah bagi teman-temannya. "Kenapa kalian tak pernah puas merundungku?" tanya Arfeen yang masih dengan nada tenang. "Kenapa masih bertanya, sampah sepertimu memang layak untuk diperlakukan rendah!" imbuh Nita dengan nada meremehkan. "Sudah cukup!" seru Natha
Indra dan Kamal lekas meninggalkan restoran itu, mereka langsung mengirim hasil foto dan hasil rekaman yang mereka dapat. Namun mereka masih di dalam mobil untuk mengawasi. "Sepertinya pria bernama Regan itu sengaja menantang Bos!" ujar Indra."Dari apa yang aku tangkap dari pembicaraan mereka, si Regan ini memiliki dendam terhadap Bos. Nyalinya besar juga ingin menantang Bos muda kita!" saut Kamal. "Itu karena dia belum pernah berhadapan langsung dengan, Bos. Jika dia sudah berhadapan langsung, aku yakin di detik terakhir dia akan menyesali semua perbuatannya!" Indra tersenyum menyeringai. "Kau benar, bahkan iblis pun mungkin akan lari ketakutan jika harus berhadapan dengan Bos kita!" Kamal membenarkan ucapan temannya. "Itu dia keluar dari restoran!" seru Indra yang melihat Regan memasuki mobil. Mereka pun langsung mengekori kembali. Sementara Arfeen yang sedang berada di balik meja kantornya membuka pesan gambar yang dikirim oleh anak buahnya. Kedua mata Arfeen menyipit, wajah
Arfeen mengepalkan tinjunya, sejujurnya ia sudah sangat gatal ingin menghajar Andrew hingga babak belur. Namun ia tidak akan menggunakan cara murahan seperti itu untuk memberi pelajaran kepada Andrew Darwis.Arfeen menghela nafas dalam untuk meredam amarahnya.Larena menghampiri Arfeen, "Apa kau serius jika uang itu memang tak perlu dikembalikan?""Selama kau yang menjadi CEO dari La Viva, dana itu tak perlu dikembalikan!"Andrew sudah menghentikan tawanya, "Apa maksudnya itu? Apa jangan-jangan kau berniat menjual Larena pada Tuan Muda Mahesvara?" tudingnya.Mendengar hal itu, Larena langsung menatap Arfeen. "Apa itu benar, Arfeen?""Kau percaya dengan ucapan bedebah itu? Atau lebih mempercayaiku?" saut Arfeen berbalik tanya. Tentu saja Larena lebih mempercayai ucapan Arfeen, hanya saja apa yang Andrew katakan juga masuk akal. Mana mungkin tuan Mahesvara memberikan dana sebesar itu secara cuma-cuma jika tak ada maksud lain? "Arfeen, kau bekerja di bagian apa di perusahaan itu?" "St