"Aku sudah berusaha keras, memberikan yang terbaik untuk Mahesvara Group. Tapi kenapa Kakek malah meminta Arfeen untuk kembali?” ia bermonolog pada ruang hampa.
Saat ini ia tengah menumpahkan amarahnya pada samsak yang tergantung di depannya. Di sebuah ruangan fitnes pribadi di kediaman Mahesvara. Pukulannya kian kencang hingga membuat samsak itu lepas dan terlempar ke tembok. Nafasnya terengah oleh amarah.“Aku yang lebih berhak, kenapa hanya karena aku wanita ... Kenapa Kek?”Lyra merasa ini tak adil untuknya, selama beberapa tahun terakhir ia telah mencoba mengembangkan Mahesvara Group. Ia pikir ia akan diakui bahwa dirinya layak oleh sang kakek.Namun sekarang kakeknya justru meminta Arfeen untuk kembali, kenapa penerus kekuasaan harus lelaki?Tak mudah baginya membuktikan diri bahwa ia layak, akan tetapi tetap saja di mata sang kakek dirinya yang seorang wanita tak sebanding dengan Arfeen.Di parkiran kampus ....“Kau mau langsung absen?” tanya Nathan.“Aku sudah resign!” aku Arfeen dengan wajah datar.Nathan melongo, “Resign? Berhenti? Kau jangan becanda!”“Aku serius, Nat. Aku sudah berhenti dari pasukan orange, Larena minta aku berhenti!” ia menjawab dengan jujur.“Dia pasti malu dengan pekerjaanmu itu, dan sekarang kau mau kerja apa?”“Belum tahu.”Nathan menelan ludah dengan pahit. Ia tahu sekarang Arfeen memang sudah tak menanggung Amara. Namun bukan berarti harus jadi pengangguran kan?“Tapi, Feen. Jika kau menganggur, sudah pasti makin dihina oleh mertua dong!”“Mungkin aku bisa antar jemput Larena saja?”Nathan menggeleng dengan jawaban temannya yang tampak tenang saja. Padahal video pernikahan yang dicap sebagai pernikahan terburuk itu viral di media sosial, karena video itu Arfeen kian dirundung oleh teman-teman kampusnya.Bahkan mungkin Arfeen akan dituding sebagai pemuas tante-tante seperti yang dikatakan oleh Devon dan teman-temannya.Arfeen bisa saja dipecat dari kampus.Ting!Satu notifikasi di handphonenya membuat Arfeen memungut benda itu dari saku celana lalu mmebacanya“Tuan Muda, Tuan Besar ingin bertemu dengan Anda. Bisakah Anda datang ke kediaman Mahesvara?” Itu adalah isi pesan dari Liam Kane.“Kenapa, istrimu minta jemput?” tanya Nathan.“Iya nih, aku duluan ya!” saut Arfeen yang langsung tancap gas.Ia langsung menuju kediaman Mahesvara, rumah megah itu tak berubah rupanya. Masih sama seperti dulu. Sang Kakek memang tak suka jika barang-barangnya disentuh atau dipindahkan.“Adik!” Lyra menghampiri saat melihat Arfeen di ruang tamu.“Kak Lyra.”“Senang akhirnya kau bisa kembali!” Lyra memeluk Arfeen untuk beberapa detik.“Aku pikir kau ada di kantor!” saut Arfeen.“Tidak ada meeting penting hari ini, lagi pula sebentar lagi aku akan kembali ke posisi semula.” Ia berjalan ke sofa dan mendudukkan diri.“Bagaimana dengan Tantra?” Arfeen ikut duduk.“Apa yang bisa diharapkan dari anak pemberontak itu? Dia hanya bisa cari masalah saja!”“Lalu Kakek?”“Ada di kamarnya!” jawabnya sedikit ketus. Arfeen bisa merasakan hal itu, pasti kakaknya saat ini sedang kesal terhadap kakek mereka yang tiba-tiba memintanya pulang.“Aku mau ke kamar Kakek!” pamit Arfeen melenggang.Kedua mata Lyra mengikuti hingga Arfeen menghilang di balik pintu. Radika terbaring di ranjang besarnya. Begitu melihat Arfeen, ia pun hendak bangkit namun seluruh tubuhnya terasa sakit. Akhirnya ia kembali merebah.“Arfeen!”Arfeen mendekat, berdiri tak jauh darinya. Masih ada rasa kecewa di dalam hati atas insiden 6 tahun lalu. Di mana sang Kakek lebih memilih percaya dengan fitna tak masuk akal itu ketimbang dirinya.“Kakek senang kau bersedia kembali ke keluarga Mahesvara!” ungkap Radika dengan senyum tipis.“Ada apa, Kek? Bukannya rumah ini sudah tenang dengan tiadanya aku?”“Jangan berkata seperti itu. Kakek tahu telah melakukan kesalahan dengan lebih mempercayai orang lain. Bagaimana pun kau cucuku, di dalam tubuhmu mengalir darahku!”“Aku kembali hanya demi Amara, sayangnya dia tetap tak bisa diselamatkan. Namun aku tak bisa mengingkari janji, Kakek membantu biaya operasi Amara dan sebagai gantinya aku kembali!” Arfeen berbicara dengan lugas.“Kakek menemukan orang yang sudah mensabotase mobil papamu, sayangnya orang itu juga mati mengenaskan sebelum Kakek sempat interogasi. Tapi dia sempat keceplosan berkata merasa bersalah karena rupanya kau yang menjadi tumbal!”Arfeen mengangguk. “Orang dalam!”“Kakek sangat menyesal, apa yang kau alami selama 6 tahun ... Kakek berharap bisa menebusnya!” ungkap Radika penuh sesal. Wajah tuanya tampak layu.Menatap wajah pria tua itu, Arfeen bisa merasakan ketulusan di sana. Tak sepatutnya ia masih marah, selama ini pria tua itu sudah bersedia menerima dirinya di kediaman Mahesvara. Memberinya kemewahan dan hak sebagai ahli waris. Bukankah harusnya ia berterima kasih?Arfeen mendudukkan diri di tepian kasur. “Lupakan itu, Kek. Enam tahun di dunia luar tak sebanding dengan apa yang Kakek berikan padaku selama ini. Mungkin aku memang marah, tapi tak sedikit pun ada rasa benci atau pun dendam. Aku harusnya berterima kasih karena Kakek bersedia menerimaku di sini.”Radika mengembangkan senyum. “Kau cucuku, bahkan kau selalu mengingatkanku sewaktu muda. Aku tak punya alasan untuk menolakmu, Nak!”“Bagaimana kondisi Kakek sekarang?”“Ya ... seperti inilah nasib pria tua.”Mereka pun tertawa bersama untuk beberapa saat.“Besok, kau sudah bisa pergi ke kantor. Liam sudah mengurus semuanya, dan beberapa organisasi bawah tanah ... sepertinya mereka sangat merindukanmu!” ungkap Radika yang kini tampak lebih tenang dan lega.“Bagaimana dengan Lyra?”“Lyra akan kembali menjadi Vice Presiden, itu tak akan jadi masalah baginya. Dia wanita!”Di balik tembok di sisi pintu yang tak terlalu rapat tertutup, Lyra mengepalkan tinju dengan geram.‘Wanita! Karena aku wanita?’ jerit hatinya.Setelah acara perkenalan yang lumayan singkat, Arfeen langsung dituntun ke ruangannya. “Tuan Muda, ini beberapa berkas yang harus Anda pelajari!” Liam menaruh setumpuk dokumen ke meja Arfeen yang terbengong menatap benda itu. “Anjir, Liam. Sebanyak ini?” protesnya kesal. “Ini adalah dokumen kerja sama kita dengan beberapa klien. Sebagai CEO Anda harus mempelajari semuanya.” Arfeen menggaruk belakang kepala, bukannya ia malas mempelajari semua itu. Hanya saja ... ini terlalu gila banyaknya. Namun ia tetap memungut tumpukan paling atas map itu. “Oya, Liam. Kau sudah menemukan sesuatu terkait anfalnya Amara di rumah sakit?” Liam tampak mengembangkan senyum, membuat Arfeen harus mengernyitkan dahi. “Ada seorang pria yang mengenakan pakaian perawat memasuki ruangan beberapa menit sebelum Nona Muda kritis.” Seketika Arfeen mengalihkan pandangan dari dokumen di tangannya. “Seorang perawat?” “Orang itu hanya menyamar, Tuan Muda. Kami sudah berhasil menangkapnya!” Arfeen menghela nafas
"Arfeen!" desis Larena menyentuh tangan Arfeen untuk menghentikan perbuatannya. Saat ini tangan Arfeen berada di pinggang ramping Larena, tepatnya di kedua sisi celana untuk melepaskan benda itu. "Perutku ... sedikit aneh, sepertinya aku ....""Jangan banyak alasan! Kau sudah bikin aku seperti ini, jadi harus tanggung jawab!" seru Arfeen memotong ucapan sang istri. Tubuh Larena bergetar, menatap kabut di dalam kolam mata Arfeen. Arfeen tahu ini salah, akan tetapi saat ini hasratnya sudah tak bisa ia bendung lagi. Larena terlalu memesona, entah ada magnet apa pada wanita itu. Ketika ia menyentuh kulit Larena, gelombang hasrat langsung datang menyerang. Ia menyukai aroma parfum wanita itu yang feminin. Lembut dan menggoda. Bahkan bibir Larena seketika membuatnya candu, terlalu manis untuk bisa ia tepis. Sekali memagut, ia tak mampu berhenti. Arfeen mengecup perut Larena yang rata, jantungnya juga berdebar. Ia tak tahu kenapa, ini bukan pertama kalinya ia akan berhubungan dengan seo
"Bagaimana ini, Pa? Jika kita nggak bisa mendapatkan investor secepatnya kita akan bangkrut dan jatuh miskin!" suara Viera dipenuhi dengan kecemasan. "Aku akan coba membujuk Papa untuk menarik kembali keputusannya!" ujar Vano."Kau lupa, Papa bilang apa tadi? Papa nggak akan mengubah keputusannya kecuali si gembel itu keluar dari hidup Larena!" murka Viera.Larena masih diam duduk di sofa, ia tak menyangka hanya karena Arfeen seorang tukang sapu jalan, kakeknya tega melakukan ini pada mereka. "Aku yang akan membujuk Kakek!" seru Larena bangkit dari duduknya. "Memang seharusnya begitu, katakan pada kakekmu bahwa secepatnya kau akan ceraikan lelaki miskin itu!" saut Viera."Bukan itu, Ma. Untuk saat ini aku taak bisa ceraikan Arfeen!""Kenapa?" Viera mendekat pada putrinya. "Karena kami baru saja menikah.""Itu tak akan menjadi masalah, justru itu akar permasalahannya. Apa kau tahu? Dengan kau menikahi gembel itu ... kau sudah menjatuhkan nama baik keluarga kita!"Sebenarnya Larena
"Mencari pekerjaan?" seru Larena membalas tatapan Arfeen."Aku sedang berusaha mencari pekerjaan, aku nggak mungkin menganggur kan setelah berhenti jadi pekerjaan yang sebelumnya!""Tapi kau bahkan belum lulus kuliah, pekerjaan macam apa yang bisa kau dapat?""Apa saja.""Arfeen, aku tak mau kau mengambil sembarang pekerjaan ya. Kau tahu bagaimana reaksi seluruh keluarga besarku dengan pekerjaanmu sebelumnya. Jadi kumohon, Carilah pekerjaan yang lebih layak!""Semua pekerjaan itu layak, hanya sudut pandang setiap orang itu yang berbeda!" jawab Arfeen membuat Larena bungkam. Apa yang dikatakan suaminya itu benar. Sudut pandang manusialah yang suka membuat sesuatu itu tidak layak. "Kau tak perlu khawatir, aku pasti akan berusaha membantumu mendapatkan dana itu!" janji Arfeen. Kali ini kedua mata Larena benar-benar membulat. Dari mana suaminya bisa memiliki keyakinan seperti itu, memangnya mencari uang 100 miliar itu mudah. Satu miliar saja terkadang sangat sulit. "Waktunya hanya 1 M
Arfeen duduk di kursi kebesarannya, menatap file yang kini ada di tangan. Sebenarnya ada hal menarik yang ditawarkan oleh Jaya Abadi Corporation, tapi sayangnya Arfeen sama sekali tak tertarik menjalin kerja sama dengan mereka. Apalagi ia tahu jika Ferano sudah mencabut semua dananya di La Viva, hal yang membuat Larena saat ini kebingungan bagaimana untuk bisa mempertahankan perusahaan produk kecantikan itu. daripada ia membantu keluarga besar Jayendra, akan lebih baik jika ia membantu sang istri saja. Arfeen membanting file itu ke meja. "Liam.""Ya, Tuan Muda.""Katakan pada Gibran jika aplikasi mereka tak memenuhi standar perusahaan kita!"Liam tampak menarik kedua alisnya, ia tahu sebenarnya proposal itu cukup menjanjikan, tapi keluarga Jayendra pernah mempermalukan tuan mudanya di pesta pernikahan. "Baik, Tuan Muda!" Liam memungut file itu lalu meninggalkan ruangan. Menemui Gibran yang menunggu di luar Gibran langsung bangkit berdiri saat melihat Liam Kane keluar dari ruang C
"Jika aku tak mau?" Andrew memasang seringai di wajah. Ia yakin pemuda seperti Arfeen hanyalah seorang pecundang.Arfeen menatap tangan Andrew yang mencekal lengan Larena, dengan gerakan cepat ia meraih tangan itu lalu memutarnya ke belakang punggung Andrew."Argh ... arghhh!" Andrew meraung kesakitan saat tangan itu serasa mau patah. Namun ia juga tak ingin kalah. Apalagi di depan Larena, maka ia pun memukul Arfeen menggunakan sikutnya. Arfeen menahan siku Andrew dengan telapak tangan, lalu mendorong dengan sedikit tenaga. Bersamaan dengan itu ia juga melepaskan tangan Andrew. "Sudah kukatakan jangan menyentuh istriku!" ucap Arfeen mengulang peringatannya. "Bangsat! Berani sekali kau bocah tengik!" Andrew murka, ia membalas serangan Arfeen. Andrew bukanlah lawan yang adil untuk Arfeen, pria itu hanya bisa berkelahi ala kadarnya. Meski ia menguasai tinju, namun Arfeen lebih dari pada itu. Bahkan Arfeen tak menggunakan banyak tenaga untuk melawan pria itu. Tak ada yang memisahkan m
"Apa? Menghabiskan satu malam panas?" beo Larena mengulang ucapan Arfeen. Security dan beberapa karyawan yang ada di lobi menoleh mereka seketika. Larena pun lekas menyadari ucapannya yang sedikit keras itu, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kemudian melotot pada Arfeen. Arfeen yang melihat ekspresi sang istri justru ingin tertawa, sikap Larena seperti seorang perawan yang takut kehilangan mahkotanya. Atau wanita itu memang masih perawan?Benarkah? Usianya sudah kepala tiga kan! Larena lebih mendekat pada Arfeen lalu berbisik. "Kau jangan macan-macam ya! Jangan memanfaatkan kesempatan!" Arfeen menyimpan senyum, "Habisnya ... aku tak tahu harus minta apa?" suaranya ia buat sepolos mungkin. Larena menghela nafas kasar, "Kau kan bisa minta yang lainnya, motor baru, mobil. Jika La Viva kembali stabil aku pasti bisa membelikannya untukmu!" Mobil? Ia memiliki banyak koleksi super car di rumahnya. Motor, ia juga memiliki 2 motor sport limited edition. Meski itu sebuah candaan, nam
"Jatuh cinta padamu? Jangan sembarangan bicara! Kau tahu aku sedang menunggu seseorang bukan?" "Damian?" saut Arfeen dengan nada enggan. "Damian Wijaya. Apakah kau yakin pria itu akan kembali?"Larena memasang wajah tak suka, ia bersikap baik pada Arfeen bukan berarti pemuda itu berhak mencampuri urusan pribadinya. "Itu urusanku, Arfeen. Tugasmu saat ini hanya menjadi suamiku, itu saja!" Arfeen menggerutu dalam hati, sepertinya Larena benar-benar masih mengharapkan bajingan itu kembali. Ia tidak akan membiarkan sang istri kembali pada mantan kekasihnya. Untuk itu ia harus bisa membuat wanita itu jatuh cinta padanya. Dan saat ini, langkah awal ia harus menurut. Tetap menjadi suami kontrak yang penurut. "Ok, maafkan aku!" "Jangan membahas itu lagi!" pintanya. Dan Arfeen memberikan tanda setuju dengan hormat seperti seorang panglima pada ratunya. Hal itu membuat semua yang menyaksikan menatap iri. Mereka tak terlalu memperhatikan jika yang ada di hadapan mereka adalah Larena Jayen