Larena terpaku dengan pertanyaan Arfeen, menyentuh lebih banyak?
Apa maksudnya? Apakah pemuda ini ingin meminta haknya sebagai suami? Apa ia lupa dalam perjanjian tak ada hubungan ranjang?“Kau jangan macam-macam ya? Aku membiarkanmu meminjam punggung bukan berarti kau boleh ...,” ia memutus kalimat karena mendengar suara dengkuran halus di punggungnya.“Apa? Apakah bocah ini tidur? Arfeen?”“Hzzzzz ....”Suara dengkuran halus itu menggema ke seisi ruangan.“Kenapa bocah ini malah tidur? Aku kan juga mengantuk dan ingin tidur!” keluh Larena menoleh ke belakang punggungnya. Tapi ada rasa lega, tadinya ia sudah khawatir jika Arfeen ingin menyentuhnya.Arfeen merasa lelah bukan karena terlalu larut dalam kesedihan kehilangan Amara, ia tak menyangka jika bisa mendapatkan ketenangan saat bersama Larena. Hal itu membuatnya terbuai hingga lelap di punggung wanita yang usianya jauh lebih matang darinya itu.Ketika Larena hendak menjauhkan punggungnya perlahan, tangan Arfeen spontan memeluk perutnya erat. Membawanya merebah bersama.Larena membuka mulut dengan kesal. “Arfeen, jangan curi kesempatan ya!”“Hemmm!” hanya itu sahutan Arfeen sambil mempererat pelukannya. Tentu saja Larena tak bisa bergerak.“Arfeen!”“Hzzzz ....”Karena sepertinya pemuda itu sangat lelap, akhirnya Larena mengalah. Membiarkan dirinya dipeluk seenak dengkul oleh suami kecilnya.***Arfeen membuka mata ketika ia merasa sangat nyaman dan hangat, ia pun langsung membeliak karena mengetahui ada sosok di depannya. Punggung seorang wanita, yang aroma parfumnya mulai ia hafal.Pandangannya jatuh ke tangannya yang memeluk erat tubuh wanita itu. Pantas ia merasa hangat, rupanya ia memeluk sang istri.Ia sungguh tak menyangka bisa ketiduran saat merebahkan kepala.Padahal hanya berniat mendapatkan ketenangan saja, sama sekali tak ada ingin mencuri kesempatan. Apalagi sampai tidur berpelukan seperti ini.Arfeen menyangga kepala dengan satu tangan, menatap wajah sang istri yang hanya tampak sampingnya saja. Ada beberapa helai rambut di wajah itu, ia pun mengulurkan tangan untuk merapikannya.Ketika ujung jemarinya menyentuh kulit mulus wajah Larena, ada getaran aneh yang menjalari setiap syarafnya. Gumpalan Saliva meluncuri kerongkongannya begitu saja.Perlahan tangannya merambat turun ke miliknya sendiri. “Shit! Aku tegang lagi!” umpatnya.Sudah sangat lama ia tak pernah seranjang dengan wanita, selama itu pula ia tak bisa menikmati kehangatan tubuh seorang wanita. Tentu saja apa yang terjadi saat ini membuat gairahnya bergolak.Ada sesosok tubuh indah di hadapannya, hanya mengenakan gaun tidur. Bahkan saat memeluknya tadi ia bisa merasakan jika sang istri tak mengenakan bra.Tangannya mulai terasa gatal. Ia meremas jemari sendiri untuk meredakannya.Eh! Tapi bukankah mereka sudah menikah? Boleh kali ya mencuri sedikit kesempatan?Pikiran Arfeen mulai liar, sejak terusir dari kediaman Mahesvara ia tak pernah lagi bisa bersenang-senang dengan wanita. Tapi bukan berarti dulu ia berhubungan dengan sembarang wanita. Semua kekasihnya adalah top model atau para putri konglomerat.Terakhir ia menjalin hubungan dengan Evelyn, bahkan setelah ia diusir pun mereka masih sering bertemu dan memadu kasih. Sayangnya setelah Evelyn tahu bahwa Arfeen dicoret dari daftar ahli waris keluarga Mahesvara, Evelyn mencampakkannya.Meski jujur saja, ia juga tak memiliki perasaan mendalam terhadap Evelyn. Namun ketika ia masih memiliki segalanya, apa yang tak ia berikan pada wanita itu?Usia Arfeen memang masih sangat muda ketika ia harus terusir, 16 tahun. Namun jangan sepelekan sepak terjangnya di dunia malam dan dunia bawah. Kakek dan papanya sudah mengajaknya terjun ke lapangan sejak usia dini. Keluarganya mengajarkan untuk tak memberi ampun kepada musuh. Apalagi pengkhianat.Namun sang mama terkadang masih menanamkan nilai nurani dalam hatinya. Usai ia menghabisi seseorang, ia pasti akan melapor kepada mamanya lalu meminta ketenangan dalam peluk hangatnya.Dan kali ini ia bisa menemukan kehangatan yang sama seperti sang mama pada Larena, meski mereka hanya terikat pernikahan kontrak. Namun pernikahan mereka sah.Tapi dalam surat perjanjian, tertulis bahwa tak boleh ada hubungan ranjang di antara mereka. Artinya wanita itu tak ingin terlibat lebih jauh dalam hidupnya. Jika ia memaksa atau memanfaatkan kesempatan, itu pasti akan melukai hatinya.Jika ia melukai Larena, mungkin itu bisa melukai mamanya juga. Ia juga tak ingin kehilangan kehangatan yang selama ini ia rindukan. Asalkan Larena tetap berada di sisinya, ia pasti akan menghormati dan mematuhi keinginan wanita itu.Seulas senyum nakal terlukis di bibirnya, tapi jika hanya memeluk boleh kan?Maka ia pun kembali melingkarkan tangannya ke tubuh Larena, memeluknya lembut agar wanita itu tak terjaga.Pagi itu, usai membereskan rumah Arfeen pamit pada Viera untuk ke kampus.“Ya sudah, pergi sana. Aku itu muak lama-lama melihat tampangmu di sini!” usir Viera tanpa menoleh. Matanya masih fokus pada layar handphone.Arfeen tak ambil pusing ocehan sang mertua, ia mengendarai motor bututnya ke kampus. Ketika memasuki area universitas itu, ia disambut dengan tatapan aneh dan meremehkan oleh seluruh penghuni kampus.Ia menghentikan langkah lalu melirik tajam pada mereka. “Kenapa mereka menatapku seperti itu? Apa yang salah?”“Feen!” Nathan menghampiri setengah berlari.“Kenapa kau? Dikejar rentenir?” tanya Arfeen.“Sorry, aku tak bisa datang di pemakaman Mara kemarin.”“Santai saja!”“Tapi bukan itu yang mau kuberitahu padamu!” timpal Nathan membuat kening Arfeen mengernyit.Nathan langsung membuka handphone dan menunjukkan sebuah rekaman video. Arfeen menerima handphone temannya lalu menonton video itu. Seketika itu bola matanya nyaris meloncat keluar.Itu adalah video pernikahannya yang berakhir menyedihkan karena ia harus menerima hinaan dari keluarga besar sang istri.“Sorry, Bro. Tapi dari video ini, banyak yang menyimpulkan bahwa kau itu jadi piaraan tante-tante!”“Apa! Piaraan tante-tante?” beo Arfeen.Bagaimana bisa teman-temannya berasumsi demikian?“Wah ... Feen, ajari dong bagaimana bisa menggaet sugar mommy yang kece seperti Larena begitu?” seru Devon yang tetiba muncul.Arfeen melotot padanya, “Sugar Mommy, Larena bukan sugar Mommy!”Devon menyungging senyum kecut, “Tak perlu sok suci, buktinya sudah ada.”“Kau menikahi perempuan yang lebih pantas menjadi tantemu. Apa namanya kalau itu tante-tante hanya ingin menjadikanmu pemuas nafsu semata!” imbuh Tama.“Berarti lain kali kau bisa dibooking dong, Feen?” timpal Nita yang ikut nimbrung.“Ya jadi tukang bersih-bersih apartemenku juga boleh. Soalnya aku tidak level pria murahan sepertimu!” sahut Ane juga yang diiringi dengan tawa ejekan.“Tapi sayangnya kampus ini tidak menerima sampah sepertimu, jadi sebelum kau membuat nama kampus ini tercemar ... lebih baik kau mengundurkan diri sebagai mahasiswa di sini!” imbuh Devon.Arfeen mengepalkan tinju dengan geram. Ingin sekali ia mengajar orang itu, namun saat ini ia tetap harus mengurungkan niatnya juga.Sementara di sebuah ruangan di dalam salah satu gedung pencakar langit. Seorang pria muda dengan wajah dingin tampak gusar di kursi kebesarannya sebagai CEO dari PJ Indo Group.“Bos, apa yang membuat Anda gusar?” tanya Tris yang menyadari kegundahan atasannya.Pria itu sedikit memutar-mutar kursinya. “Aku dengar, Tuan Muda Mahesvara sudah kembali. Bagaimana aku tak khawatir!”“Bukankah sekarang PJ Indo Group sudah lebih berkembang, Bos. Kita bisa menyaingi Mahesvara Group.”“Arfeen lebih cerdik dari perkiraanmu, pemikiran dia selalu selangkah di atasku meski usianya masih muda. Saat kita berebut daerah blok G dulu, kita kalah strategi! Padahal saat itu dia masih 15 tahun!”“Tapi Tuan Muda Arfeen sudah lama berada di jalanan, mungkin dia sudah tak sekuat dulu lagi.”Resha menatapnya penuh arti. “Aku tak mau tahu bagaimana pun caranya, Arfeen harus bisa kutundukkan!”"Aku sudah berusaha keras, memberikan yang terbaik untuk Mahesvara Group. Tapi kenapa Kakek malah meminta Arfeen untuk kembali?” ia bermonolog pada ruang hampa. Saat ini ia tengah menumpahkan amarahnya pada samsak yang tergantung di depannya. Di sebuah ruangan fitnes pribadi di kediaman Mahesvara. Pukulannya kian kencang hingga membuat samsak itu lepas dan terlempar ke tembok. Nafasnya terengah oleh amarah. “Aku yang lebih berhak, kenapa hanya karena aku wanita ... Kenapa Kek?” Lyra merasa ini tak adil untuknya, selama beberapa tahun terakhir ia telah mencoba mengembangkan Mahesvara Group. Ia pikir ia akan diakui bahwa dirinya layak oleh sang kakek. Namun sekarang kakeknya justru meminta Arfeen untuk kembali, kenapa penerus kekuasaan harus lelaki? Tak mudah baginya membuktikan diri bahwa ia layak, akan tetapi tetap saja di mata sang kakek dirinya yang seorang wanita tak sebanding dengan Arfeen. Di parkiran kampus .... “Kau mau langsung absen?” tanya Nathan. “Aku sudah resign!”
Setelah acara perkenalan yang lumayan singkat, Arfeen langsung dituntun ke ruangannya. “Tuan Muda, ini beberapa berkas yang harus Anda pelajari!” Liam menaruh setumpuk dokumen ke meja Arfeen yang terbengong menatap benda itu. “Anjir, Liam. Sebanyak ini?” protesnya kesal. “Ini adalah dokumen kerja sama kita dengan beberapa klien. Sebagai CEO Anda harus mempelajari semuanya.” Arfeen menggaruk belakang kepala, bukannya ia malas mempelajari semua itu. Hanya saja ... ini terlalu gila banyaknya. Namun ia tetap memungut tumpukan paling atas map itu. “Oya, Liam. Kau sudah menemukan sesuatu terkait anfalnya Amara di rumah sakit?” Liam tampak mengembangkan senyum, membuat Arfeen harus mengernyitkan dahi. “Ada seorang pria yang mengenakan pakaian perawat memasuki ruangan beberapa menit sebelum Nona Muda kritis.” Seketika Arfeen mengalihkan pandangan dari dokumen di tangannya. “Seorang perawat?” “Orang itu hanya menyamar, Tuan Muda. Kami sudah berhasil menangkapnya!” Arfeen menghela nafas
"Arfeen!" desis Larena menyentuh tangan Arfeen untuk menghentikan perbuatannya. Saat ini tangan Arfeen berada di pinggang ramping Larena, tepatnya di kedua sisi celana untuk melepaskan benda itu. "Perutku ... sedikit aneh, sepertinya aku ....""Jangan banyak alasan! Kau sudah bikin aku seperti ini, jadi harus tanggung jawab!" seru Arfeen memotong ucapan sang istri. Tubuh Larena bergetar, menatap kabut di dalam kolam mata Arfeen. Arfeen tahu ini salah, akan tetapi saat ini hasratnya sudah tak bisa ia bendung lagi. Larena terlalu memesona, entah ada magnet apa pada wanita itu. Ketika ia menyentuh kulit Larena, gelombang hasrat langsung datang menyerang. Ia menyukai aroma parfum wanita itu yang feminin. Lembut dan menggoda. Bahkan bibir Larena seketika membuatnya candu, terlalu manis untuk bisa ia tepis. Sekali memagut, ia tak mampu berhenti. Arfeen mengecup perut Larena yang rata, jantungnya juga berdebar. Ia tak tahu kenapa, ini bukan pertama kalinya ia akan berhubungan dengan seo
"Bagaimana ini, Pa? Jika kita nggak bisa mendapatkan investor secepatnya kita akan bangkrut dan jatuh miskin!" suara Viera dipenuhi dengan kecemasan. "Aku akan coba membujuk Papa untuk menarik kembali keputusannya!" ujar Vano."Kau lupa, Papa bilang apa tadi? Papa nggak akan mengubah keputusannya kecuali si gembel itu keluar dari hidup Larena!" murka Viera.Larena masih diam duduk di sofa, ia tak menyangka hanya karena Arfeen seorang tukang sapu jalan, kakeknya tega melakukan ini pada mereka. "Aku yang akan membujuk Kakek!" seru Larena bangkit dari duduknya. "Memang seharusnya begitu, katakan pada kakekmu bahwa secepatnya kau akan ceraikan lelaki miskin itu!" saut Viera."Bukan itu, Ma. Untuk saat ini aku taak bisa ceraikan Arfeen!""Kenapa?" Viera mendekat pada putrinya. "Karena kami baru saja menikah.""Itu tak akan menjadi masalah, justru itu akar permasalahannya. Apa kau tahu? Dengan kau menikahi gembel itu ... kau sudah menjatuhkan nama baik keluarga kita!"Sebenarnya Larena
"Mencari pekerjaan?" seru Larena membalas tatapan Arfeen."Aku sedang berusaha mencari pekerjaan, aku nggak mungkin menganggur kan setelah berhenti jadi pekerjaan yang sebelumnya!""Tapi kau bahkan belum lulus kuliah, pekerjaan macam apa yang bisa kau dapat?""Apa saja.""Arfeen, aku tak mau kau mengambil sembarang pekerjaan ya. Kau tahu bagaimana reaksi seluruh keluarga besarku dengan pekerjaanmu sebelumnya. Jadi kumohon, Carilah pekerjaan yang lebih layak!""Semua pekerjaan itu layak, hanya sudut pandang setiap orang itu yang berbeda!" jawab Arfeen membuat Larena bungkam. Apa yang dikatakan suaminya itu benar. Sudut pandang manusialah yang suka membuat sesuatu itu tidak layak. "Kau tak perlu khawatir, aku pasti akan berusaha membantumu mendapatkan dana itu!" janji Arfeen. Kali ini kedua mata Larena benar-benar membulat. Dari mana suaminya bisa memiliki keyakinan seperti itu, memangnya mencari uang 100 miliar itu mudah. Satu miliar saja terkadang sangat sulit. "Waktunya hanya 1 M
Arfeen duduk di kursi kebesarannya, menatap file yang kini ada di tangan. Sebenarnya ada hal menarik yang ditawarkan oleh Jaya Abadi Corporation, tapi sayangnya Arfeen sama sekali tak tertarik menjalin kerja sama dengan mereka. Apalagi ia tahu jika Ferano sudah mencabut semua dananya di La Viva, hal yang membuat Larena saat ini kebingungan bagaimana untuk bisa mempertahankan perusahaan produk kecantikan itu. daripada ia membantu keluarga besar Jayendra, akan lebih baik jika ia membantu sang istri saja. Arfeen membanting file itu ke meja. "Liam.""Ya, Tuan Muda.""Katakan pada Gibran jika aplikasi mereka tak memenuhi standar perusahaan kita!"Liam tampak menarik kedua alisnya, ia tahu sebenarnya proposal itu cukup menjanjikan, tapi keluarga Jayendra pernah mempermalukan tuan mudanya di pesta pernikahan. "Baik, Tuan Muda!" Liam memungut file itu lalu meninggalkan ruangan. Menemui Gibran yang menunggu di luar Gibran langsung bangkit berdiri saat melihat Liam Kane keluar dari ruang C
"Jika aku tak mau?" Andrew memasang seringai di wajah. Ia yakin pemuda seperti Arfeen hanyalah seorang pecundang.Arfeen menatap tangan Andrew yang mencekal lengan Larena, dengan gerakan cepat ia meraih tangan itu lalu memutarnya ke belakang punggung Andrew."Argh ... arghhh!" Andrew meraung kesakitan saat tangan itu serasa mau patah. Namun ia juga tak ingin kalah. Apalagi di depan Larena, maka ia pun memukul Arfeen menggunakan sikutnya. Arfeen menahan siku Andrew dengan telapak tangan, lalu mendorong dengan sedikit tenaga. Bersamaan dengan itu ia juga melepaskan tangan Andrew. "Sudah kukatakan jangan menyentuh istriku!" ucap Arfeen mengulang peringatannya. "Bangsat! Berani sekali kau bocah tengik!" Andrew murka, ia membalas serangan Arfeen. Andrew bukanlah lawan yang adil untuk Arfeen, pria itu hanya bisa berkelahi ala kadarnya. Meski ia menguasai tinju, namun Arfeen lebih dari pada itu. Bahkan Arfeen tak menggunakan banyak tenaga untuk melawan pria itu. Tak ada yang memisahkan m
"Apa? Menghabiskan satu malam panas?" beo Larena mengulang ucapan Arfeen. Security dan beberapa karyawan yang ada di lobi menoleh mereka seketika. Larena pun lekas menyadari ucapannya yang sedikit keras itu, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kemudian melotot pada Arfeen. Arfeen yang melihat ekspresi sang istri justru ingin tertawa, sikap Larena seperti seorang perawan yang takut kehilangan mahkotanya. Atau wanita itu memang masih perawan?Benarkah? Usianya sudah kepala tiga kan! Larena lebih mendekat pada Arfeen lalu berbisik. "Kau jangan macan-macam ya! Jangan memanfaatkan kesempatan!" Arfeen menyimpan senyum, "Habisnya ... aku tak tahu harus minta apa?" suaranya ia buat sepolos mungkin. Larena menghela nafas kasar, "Kau kan bisa minta yang lainnya, motor baru, mobil. Jika La Viva kembali stabil aku pasti bisa membelikannya untukmu!" Mobil? Ia memiliki banyak koleksi super car di rumahnya. Motor, ia juga memiliki 2 motor sport limited edition. Meski itu sebuah candaan, nam