Antara kamu dan dia itu serasa berdiri di tengah-tengah persimpangan pilihan. Juga dengan perasaanku yang menyukainya dan mencintaimu. Aku membencimu, namun aku tidak ingin melepaskanmu. Pun dengannya aku menyukainya, namun aku harus tetap ada untukmu. Pada akhirnya, persimpangan pilihan adalah sebuah keadaan dimana aku harus menentukan sebuah pilihan dia atau kamu.
view morePagi yang cukup cerah ini Raline Ayunda sedang fokus mengendarai motor agar bisa cepat sampai ke kampusnya. Dia bilang; itu adalah kampus kesayangannya. Bagaimana tidak, Raline Ayunda merasa kuliahnya berjalan begitu lama ia tidak segera bertemu dengan skripsi — sidang proposal atau jenjang terakhir kuliah pada umumnya. Pagi yang cukup cerah ini kota Surabaya sedang dipadati kendaraan yang sedang berlalu lalang. Tenang, Raline bukan mahasiswa bandel ia malah termasuk mahasiswa yang begitu rajin mengikuti setiap mata kuliahnya dan pagi yang cerah ini Raline ditemani oleh sebuah lagu yang mengalun di telinganya.
🎵 Rossa - Pudar
Itu adalah salah satu cara Raline agar tidak ikutan emosi di jalan karena pengendara motor atau mobil kadang suka ugal-ugalan bahkan semaunya sendiri.
"Kenapa lagunya bisa pas gini?" Raline berkata di balik maskernya.
Lagu yang Raline putar terus mengalun sampai ia tiba di parkiran kampusnya. Tidak perlu membutuhkan waktu yang begitu lama untuk sampai ke kampus tercintanya, ia hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit saja.
Melepas helm — berkaca di kaca spion motor — merapikan pakaian lalu berjalan ke arah gedung fakultas. Headset yang masih berada di telinganya membuat ia berulang kali mengayun-ayunkan kepalanya sesekali ia memetik jari untuk mengikuti ritme irama lagu yang ia dengar, begitu terus sampai seseorang menepuk pundaknya.
"Line!"
Raline yang terkejut langsung menoleh ke arah seseorang itu sambil melepaskan headsetnya.
"Pagi, sayang" ucap Raline sambil tersenyum kepada seseorang itu
"Pesanku kenapa tidak dibalas?"
"Masih di jalan, belum sempat membuka ponsel. Ini saja masih asyik mendengarkan lagu. Kamu mau mendengarnya juga?" Raline menyodorkan headset kepada seseorang itu.
"Tidak. Aku ingin marah denganmu"
"Huft, pagi-pagi dapat sarapan amarah. Harusnya kecupan manis atau senyuman yang menawan gitu" sambung Raline sambil melanjutkan langkah kakinya.
"Semalam kenapa lama membalas pesanku? Kamu sedang bersama lelaki lain lagi?"
"Ck, By, kenapa harus membahasnya sepagi ini?" Raline yang berdecak kesal lalu memberhentikan langkahnya.
"Kamu duluan yang mulai. Akhir-akhir ini kamu sering lama membalas pesanku nggak cuma itu, kamu juga sering tidak mengangkat telponku"
Raline hanya menghela nafas dan menatap Robby. Robby Wijayanto, kekasih Raline. Mereka sudah cukup lama menjalin hubungan semenjak kelas tiga SMA. Kalau dihitung-hitung mereka sudah mau tiga tahun pacaran.
Semenjak kejadian itu, Raline sedikit kesal dengan sikap Robby yang seakan terus mengekang — terus menanyakan keberadaannya dan mereka juga sering terlibat perdebatan renyah yang sebenarnya sepele banget, namun buat mereka itu nggak bisa dibiarkan.
Pagi yang cerah itu berubah menjadi mendung awan hitam gelap untuk hati Raline. Suasana hatinya seketika berubah saat dicecar pertanyaan terus menerus oleh Robby.
"Kenapa balasnya lama?"
"Kamu sedang bersama lelaki lain, kan?"
"Terus, kenapa nggak langsung kabari aku?"
"Kamu kenapa, sih, Line?"
"Sudah nggak sayang sama aku?"
Pertanyaan itu tidak dijawab oleh Raline, ia hanya perlu meninggalkan Robby di depan gedung fakultasnya dan membiarkan Robby tenggelam dengan pertanyaan yang ia buat sendiri. Dengan begitu, Robby hanya berdecak kesal sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Ada yang nggak beres lagi sama Raline"
Tanpa menunggu lama, Robby berbalik badan dan berjalan ke arah fakultasnya. Tidak begitu jauh jaraknya, namun Robby masih merasa kesal dengan sikap kekasihnya.
Sekarang suasana hati mereka skornya satu sama. Sama-sama mendung berawan hitam gelap. Robby bersikap seperti ini tentu memiliki alasan yang kuat. Ia tidak ingin Raline melakukan hal itu lagi. Namun, mereka tetap bertahan di atas egonya masing-masing yang mengatakan kalau diri mereka tidak salah.
✨✨✨
Di kelas Raline duduk dengan membantingkan tubuhnya ke kursi. Kalau diibaratkan seperti sedang membuat roti yang adonannya dibanting di atas meja marmer dan Raline tidak berhenti berdecak sambil mematikan lagu di ponselnya. Ia juga langsung membuka pesan dari Robby yang isinya sama seperti pertanyaan yang dilontarkan oleh Robby tadi.
"Hmm.. kalau seperti ini terus lama-lama aku akan menjadi pasir yang sedang digenggam, pelan-pelan aku keluar dari celah jari-jari itu" Raline berkata dalam hatinya karena ia tidak ingin teman-temannya terganggu dengan cuaca buruk ini.
"Pagi-pagi sudah mendung gini.. mataharinya kemana, ya?" Ucap salah satu teman kelas Raline yang terhitung dekat juga dengan Raline. Ia sedang menggoda Raline yang baru saja tiba di kelas.
"Tadi ada waktu berangkat kuliah"
"Terus sekarang kemana?"
"Hilang tadi di parkiran motor"
"Kenapa,sih, cantik? Jangan mendung-mendung banget, dong. Temennya juga pengen lihat yang cerah-cerah"
"Robby" jawab Raline yang sambil mengerucutkan bibirnya.
"Baiklah, nggak ikut-ikut kalau masalah itu"
"Sebel banget. Pagi-pagi sudah dicecar pertanyaan yang bikin suasana hatiku berubah gini"
"Sudah paham sama resiko berpacaran,kan? Kalau nggak mau kayak gini nggak usah pacaran"
"Argh, bicara denganmu tidak menemukan solusi"
"Sekarang gini, Robby kayak gitu pasti punya alasan. Kamu pikir baik-baik kamu pernah melakukan apa?"
Raline mengernyitkan dahinya sejenak seraya berpikir ia pernah melakukan apa dengan Robby sampai membuatnya seperti ini.
"Ya, itu,kan, kejadiannya sudah lama, Ge"
"Lama atau sebentar kalau itu bikin sakit hati seseorang, itu bakal jadi pemicu dia jadi gini sama kamu"
"Lagian, kamu sok cantik banget pakai jalan sama cowok lain" sambung Geisha.
Raline hanya melamun sambil mengingat kejadian tersebut. Ia kembali mengingat jika ia pernah membuat Robby sakit hati yang paling sakit. Nggak ada obatnya kalau sudah bicara tentang sakit hati, yang ada malah bikin orang bisa trauma dengan kejadian itu bahkan takut jika pasangannya melakukan hal yang sama.
Dengan mengatasnamakan sayang dan cinta, Robby tetap memilih melanjutkan hubungan dengan Raline. Walaupun, Robby sudah di buat sakit sesakitnya oleh Raline.
Raline juga punya alasan kenapa ia melakukan hal itu; menemui mantannya dan jalan-jalan sore bersamanya. Raline merasa hubungannya terlalu monoton, rutinitas pacarannya hanya itu-itu saja. Menanyakan kabar — mengerjakan tugas bersama — makan di kantin atau di cafe luar kampus. Monoton, secara tidak langsung Raline bosan dengan hubungannya.
***
Keputusan Raline sudah begitu bulat ia memutuskan untuk ambil cuti kuliah dan meninggalkan Surabaya. Sebenarnya sayang sekali kalau Raline harus cuti karena secara nggak langsung ia akan mengulur waktu untuk menuju kelulusan. Tapi, demi kedamaian dan ketenangan hati seorang Raline dirinya harus rela menerima resiko itu. Alasan yang ia berikan kepada keluarganya adalah ia ingin mencari suasana baru sambil mendalami bakatnya itu. Ingat, kan, kalau Raline jago gambar melalui tab. Ia akan pergi ke sebuah kota yang membuatnya bisa merasakan kedamaian. Tidak bermaksud untuk meninggalkan Surabaya dan seisinya, tapi apa yang Raline butuhkan sekarang itu adalah hal yang utama. Setelah pesta ulang tahun Eni, tentunya Robby tetap mencari Raline kesana kemari dan tujuan yang selalu Robby tuju adalah Geisha. Perempuan itu sudah berjanji untuk terus bungkam keadaan Raline, ia juga tidak bisa berbuat banyak karena keputusan Raline sudah bulat. Di suatu hari, Robby dan Geisha bertemu empat mata d
Di depan meja riasnya perempuan yang dinobatkan sebagai boneka barbie ini sedang bersiap dan sekarang dirinya sedang menyemprotkan minyak wangi ke beberapa titik tertentu di tubuhnya. Malam itu Bella tidak terlihat begitu mewah dalam soal pemilihan gaunnya. Ia sudah begitu cantik karena didukung oleh wajah yang cantik. Malam itu Bella akan datang bersama Rose yang sekarang juga sedang bersiap. Kedekatan Bella dengan Robby beberapa hari ini membuat pintu hati Bella perlahan terbuka. Itu mengapa dirinya bertanya lebih detail kepada Robby di toko bahan kue tadi. Memang tidak bisa disalahkan jika pintu hati itu terbuka. Namun, apakah Bella siap jika dirinya mengetahui bahwa Robby masih memiliki status dengan seorang wanita. Mungkin Bella seharusnya tidak perlu tahu agar masalah di antara Robby dan Raline tidak semakin runyam. "Bella? Kamu sudah siap?" Teriak Rose dari luar kamar Bella. "Sudah, Ma. Sebentar lagi aku keluar" walaupun Bella sedikit terkesiap, tapi label keanggunannya t
"Ada yang kurang?" tanya Robby kepada Bella sambil mendorong troli belanjaan. "Sepertinya tidak ini hanya bahan kering saja." jawab Bella sambil mengusap dagunya. Mereka sekarang berada di sebuah toko bahan kue yang bisa dibilang terlengkap di Surabaya. Hari itu tinggal menghitung jam saja untuk menyajikan kue ulang tahun Eni, namun Bella masih saja kelupaan untuk membeli kebutuhan pelengkap kue ulang tahun. Tujuan mereka bertemu hari ini memang untuk berbelanja ke toko bahan kue dan Robby akan membawa kue ulang tahun itu ke rumahnya. Tadi, ketika Robby berada dirumah Bella ia sudah melihat kuenya yang dihias begitu indah oleh Bella. Robby juga begitu takjub karena benar-benar sesuai pesanan. "Ohya, Rob. Boleh tanya nggak? tiba-tiba saja Bella melontarkan pertanyaan yang sedikit membuat Robby mengalami serangan jantung mini. "Mau tanya apa?" Robby juga memasang muka panik, tapi berlagak biasa aja. "Perempuan yang kemarin itu pacar kamu?" tepat pada sasaran tidak pakai basa basi l
Di tengah kamar yang sunyi, Ifan sedang fokus menyantap makan malamnya. Akhir-akhir ini Ifan lebih suka membeli makanan di dekat kostnya karena disana hanya menjual masakan rumahan. Sebenarnya ia bisa memasak sendiri, tapi beberapa hari ini ia sedang lelah sekali. Dirinya disibukkan oleh pekerjaan juga tugas kuliahnya. Jangan ditanya bagaimana Ifan sekarang, dirinya sudah cukup terkenal dan punya nama dimana-mana. Untuk ukuran usia Ifan yang sudah sukses termasuk hebat apalagi kesuksesan itu di iringi dengan berjalan bersama perempuan yang ia cintai. Semenjak putus dengan Raline, Ifan memang begitu fokus dengan Defani. Ia bisa mendapatkan waktu yang utuh bersama perempuan itu. Makan siang bersama, ngecek toko juga bersama-sama apalagi jika Ifan datang ke kantor untuk memeriksa koneksi jelas saja di temani oleh Defani. Namun… ada satu yang nggak bisa Ifan lakukan bersama Defani. Malam yang hangat itu tidak bisa Ifan dapatkan dari Defani. Entah, setiap Ifan minta untuk bermalam di kost
Mendengar suara itu, Raline hanya mematung dengan mata yang melebar serta mulut yang sedikit menganga. Raline tidak menjawab sepatah kata sedikit pun ia hanya menundukkan kepalanya sambil mengatur nafas agar terlihat biasa saja. "Nggak perlu, tadi aku hanya kebetulan lewat dan sedikit kaget lihat toko mu seperti ini" dengan keberanian yang penuh akhirnya Raline mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Ifan tanpa terbata-bata. Lelaki yang ada di hadapannya itu melirik ke arah tas yang Raline bawa di tangan kanannya, ia sedang bertanya melalui lirikannya itu. "Ini… Habis jalan-jalan beliin kado buat seseorang. Kalau gitu aku permisi dulu sudah ditunggu soalnya" dengan secepat kilat, Raline meninggalkan toko Ifan dengan kembali menundukkan kepalanya. Sepeninggalan Raline, Ifan menoleh kebelakang melihat tingkah Raline yang sedikit membuatnya terkekeh. Itu hanya kebetulan dan Ifan memang tidak benar-benar untuk kembali dengannya. "Perempuan itu tidak membeli apa-apa?" tanya Ifan
"Have a nice day, sayang" ucap Robby ketika mereka hendak berpisah di parkiran motor fakultas Robby. Hari itu mereka berangkat bersama ke kampus karena Robby ingin sekalian memberikan undangan pesta ulang tahun Eni. "Have a nice day too, sayang." jawab Raline dengan begitu manisnya. "Oh iya.. Nanti nggak bisa pulang bareng, ya. Aku ada kerja kelompok, kamu nggak papa kan pulang sendiri?" Robby memberhentikan langkahnya saat teringat hal itu. Dari kejauhan Robby bisa melihat anggukan Raline beserta senyum yang masih sama seperti tadi, ia tidak merubahnya sedikitpun. Setelah itu Robby berjalan duluan meninggalkan Raline dan senyumnya. Sedangkan Raline menundukkan kepalanya lalu berjalan begitu saja menuju ke arah kelasnya. Sungguh cerah hari itu, matahari pun bersinar begitu cerah. Omong-omong soal hubungan mereka, semua berjalan dengan semestinya. Sudah tidak ada pertikaian diantara mereka dan hari ini mereka berangkat bersama karena Robby sekalian ingin mengantarkan undangan ulang
Di tengah keramaian yang ada di kafe itu, Robby sedang duduk manis sambil memainkan ponselnya. Keberadaan Robby disana bukan hanya semata ia ingin numpang WiFi atau membuang waktunya. Ia berada di kafe itu untuk menunggu seseorang yang sudah membuat janji dengannya. Selama menunggu, Robby sudah memesan segelas kopi susu beserta kentang goreng yang kini berada di hadapannya. Sambil mengusap layar ponsel, tangan kanan Robby berusaha menggapai kentang goreng dan sesekali meneguk kopi susu itu. Untuk masalah yang ada semua tidak usah di ceritakan kembali. Semua sudah berjalan dengan semestinya dan sekarang Raline memang masih fokus untuk beberapa mata kuliahnya. Jadi, Robby bisa izin untuk bertemu dengan seseorang. Pertemuannya ini mempunyai maksud dan tujuan yang semoga tidak merambat kemana-mana. Suara lonceng yang ada di pintu masuk kafe itu membuat Robby harus menengok ke arahnya. Dan benar saja seseorang yang ia tunggu sudah datang. "Nunggu lama? Maaf, ya, tadi sempet lama dapat
POV : Raline Ayunda. Aku tidak pernah menyangka jika aku mampu melakukan ini. Aku bisa membuang jauh-jauh egoku untuk sebuah perasaan dan aku juga membuang jauh soal cinta untuk dua hati itu. Melupakan itu hal yang sangat mustahil jika aku melakukannya dengan cepat, melupakan itu membutuhkan waktu yang entah sampai kapan. Awalnya aku pikir aku tidak akan bisa hidup tanpa cinta, tapi ternyata aku akan lebih tenang jika aku hidup dengan cinta yang tulus. Aku melihat begitu jelas ketulusan yang ada di Robby dan seharusnya tidak perlu aku ragukan lagi. Namun, entahlah mungkin dengan adanya kejadian kemarin aku membuat sebuah pengalaman jika mencintai dua hati itu tidak benar-benar baik. Sekarang aku melepaskan seseorang dengan keikhlasan karena aku juga telah tersadarkan bahwa porsi yang aku miliki itu tidak lebih untuk bersama Ifan. Begitupun juga dengan jalan yang aku pijak sekarang bukan lagi di sebuah persimpangan pilihan melainkan aku sudah menentukan arah kemana aku akan berjalan
Bahan pertimbangan yang selama ini Raline pertahankan untuk sebagai penentu pilihannya harus berakhir begitu saja. Sebab, setelah ia sembuh dan sadar akan semuanya ia tak repot-repot melakukan itu lagi. Dengan keputusan yang tegas, Raline tidak memilih Ifan. Jika berbicara soal perasaan tentu itu tidak karuan, tapi mengingat harga dirinya juga sudah jatuh di depan Defani, Raline tidak ingin membuang waktu bersama Ifan. Maka dari itu.. Raline memutuskan setelah pulang kuliah ia bertemu dengan Ifan. Pertemuan kali itu terasa berbeda, ia harus menyiapkan sebuah perpisahan yang mungkin ia tidak akan pernah bisa ketemu lagi dengan Ifan. Lebih tepatnya Raline tidak akan pernah bisa merasakan hal yang pernah dirasakan sebelumnya. Itu sudah pasti, tapi harusnya ada sedikit kesombongan di diri Raline kalau Defani masih mau dengan lelaki yang pernah 'tidur' dengannya. Namun, kesombongan itu tidak akan bisa Raline tumbuhan karena ia sibuk dengan perasaannya. Di sore yang masih selalu cantik it
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments