Long americano regular membuat Raline dan lelaki itu makin menjadi akrab. Tadinya, lelaki itu terburu-buru karena ia sedang mengejar bus yang berhenti di seberang jalan, bus itu akan melintas ke daerah kosannya.
"Terus kenapa kamu langsung mengganti minumanku kalau kamu sedang mengejar bus ?"
"Reflek aja, habisnya lihat muka kamu kasihan kayak pingin marah tapi kamu tahan" jawab seseorang itu setelah meneguk es kopi yang ia pesan lagi
"Bagaimana tidak, itu minuman yang baru saja aku beli, belum begitu banyak aku meminumnya sudah tumpah aja"
"Tapi kalau bukan karena aku terburu-buru mungkin kita nggak jadi akrab dadakan kayak gini" lelaki itu tertawa kecil.
Raline juga melakukan itu memberikan senyuman kecil tapi menawan dan mereka langsung berjabat tangan sebagai tanda perkenalan.
Namanya Ifan, Ifan Fernanda. Mahasiswa juga, tapi bukan di Harimukti ia kuliah di Hasanudin jurusan pertanian. Entah kenapa Raline lebih suka dengan dandanan anak kuliah yang seperti ini. Simple, satu warna dan terkesan seperti anak ibu kota banget.
Jangan ditanya, Robby juga terkadang seperti ini, namun semua terhalang oleh sikap dan kelakuannya yang membuat Raline jarang memandang Robby seperti Ifan.
Bahasan mereka di sore itu sudah cukup jauh, mereka membahas sampai menuju pertanyaan "hatinya sudah ada yang punya belum?"
Senyuman kecut Raline seakan membuat Ifan kebingungan. Bukan bermaksud apa-apa hanya ingin sekedar tahu supaya kedepannya Ifan bisa bersikap sewajarnya.
"Memangnya, kalau aku sudah punya pacar kamu nggak mau ketemu aku lagi? Raline bertanya
"Ketemu lagi atau tidak juga tergantung takdir tuhan. Aku hanya ingin memastikan, cuma kalau nggak mau jawab nggak papa."
Karena pada dasarnya Raline anak yang jujur, walaupun di keadaan mendesak pun Raline akan tetap jujur. Ia menganggukan kepalanya perlahan seraya menandakan iya kalau dia sudah punya pacar.
Pun dengan Ifan yang melakukan hal yang sama; mengangguk. Mengangguk mengerti dan berjaga jarak atau punya cara lain untuk menyikapinya.
✨✨✨
"Terima kasih sudah diantarkan pulang. Kamu masih ingat jalan pulangnya, kan?" Ifan turun dari motor Raline dan memberikan helm kepada Raline.
"Masih, lah, aku sedikit hafal dengan jalan daerah sini."
Drrt.. drrt…
Ponsel Raline berdering ada panggilan masuk dari Robby.
"Pacar kamu sudah nyariin, pulanglah"
"Iyaa.. aku pulang dulu,ya" Raline bergegas memakai helm dan mengabaikan panggilan dari Robby. Dalam hatinya ia rela berdebat lagi asalkan tidak ingin melewatkan pemandangan indah di malam hari ini.
Tubuh tinggi, pakaian yang kekinian, sepatu yang keren. Raline menyukai dandan ini.
"Jangan ngeliatin terus nanti jadi suka" ucap Ifan sambil memasukan tangan kirinya ke saku celana.
"Hehehe"
"Line.. semoga takdir mempertemukan kita lagi,ya"
"Boleh ku aminin?"
"Terserah"
"Aamiin.. makasih buat pertemuan acaknya. Senang kenal denganmu" Raline tersenyum dan segera meninggalkan kostan Ifan.
Ifan hanya nyengir membayangkan pertemuan acaknya dengan Raline hari ini. Entah rencana tuhan bagian mana yang memulai semuanya ini.
Buat Ifan, Raline adalah perempuan yang ceria namun suka berpetualang, termasuk dalam kisah cintanya.
✨✨✨
Raline tiba di rumahnya dan dengan segera ia duduk di atas kasur lalu membuka ponselnya. Ponselnya terus berdering dari Robby.
Sebelum Raline mendengar ocehan dari Robby, ia sedang berusaha mengatur nafas, mencari alasan dan mulai minum air putih lalu mengangkat telepon dari Robby.
"Dari mana?" Pertanyaan yang langsung pada intinya tanpa basa basi atau perkataan lainnya.
"Nongkrong sama Geisha" Raline menjawab lalu di ikut tepukan jidat, ia belum bersengkongkol dengan Geisha.
"Seharian kemana aja ?"
"Pulang kuliah langsung nongkrong di cafe sampai ini baru pulang. Aku tadi beli long ice americano, seger banget. Kamu pernah nyoba itu?" Raline mencoba mencairkan suasana
"Belum pernah, tapi kedengarannya enak"
"Bangeett… besok beli sama aku, ya"
"Sekalian lusa saja, kayaknya sudah lama kita nggak malam mingguan"
"Ahh benar, kapan terakhir kita malam mingguan? Kayaknya udah lama banget"
"Kamu, sih, sibuk mulu"
"Kamu, sih, yang bikin aku sibuk"
"Kalau kamu nurut aku nggak bakal capek-capek omeli kamu"
"Hahaha, bisa capek juga kamu. Salah sendiri siapa yang bertingkah kayak gitu"
"Line, aku sayang kamu"
"By, aku sayang pake banget sama kamu. Jangan kayak gitu terus, ya?"
"Tapi, Line"
"Ayolah… kalau kamu membawa hubungan ini dengan santai dan mengalir begitu saja, semua pasti bakal baik-baik saja"
"Tapi kamu janji nggak ngulangin lagi, kan?
"Janji.. aku janji"
Janji yang hanya diucapkan di mulut memang membuat semuanya begitu tenang seakan semua bisa dipertanggung jawabkan. Namun, pertanggungjawaban yang sesungguh dari sebuah janji adalah pembuktian.
Robby hanya membutuhkan pembuktian dari Raline bukan sekadar ucapan manis di mulutnya. Karena sekali hati disakiti selamanya ia mudah untuk kembali percaya.
Panggilan itu pun berakhir, Robby mempersilahkan Raline untuk membersihkan tubuhnya lalu memeriksa tugas kuliah.
Sedangkan Robby juga mau lanjut mengoreksi kerjaannya dan segera bergegas untuk istirahat. Buat Raline itu sungguh menenangkan, Robby tidak terlalu rese hari ini.
Bagi Raline, kesan pertamanya setelah bertemu dengan Ifan ia mendapatkan nilai yang begitu sempurna. Sesempurna itu Ifan dimata Raline dengan segala tampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Saat memejamkan matanya, Raline nggak bisa menghapus bayang-bayang Ifan. Senyumnya, tawa kecutnya, gayanya dia di depan kost semua masih terbayang sempurna dipikiran Raline.
Raline juga nggak berhenti senyum-senyum sendiri di balik selimutnya ia juga berkata selamat malam untuk Ifan.
Ifan Fernanda, anak pertanian sudah membuat Raline merona pipinya.
***
Pagi menjelang siang Ifan sedang duduk manis di sebuah kantin yang begitu rindang. Sangat rindang karena kantin kampus Hasanudin kebanyakan berada di bawah pohon yang rindang.Dengan santainya Ifan sedang bermain media sosial yang memang banyak digemari manusia-manusia di bumi ini. Keaktifannya di media sosial membuat Ifan mempunyai pengikut cukup banyak dan foto-foto Ifan juga memiliki penyuka di angka paling tinggi.Sambil ditemani es teh dan cemilan di samping kanannya, Ifan sibuk mencari akun media sosial milik Raline. Yang punya nama Raline di media sosial itu nggak cuma satu bahkan puluhan kalau tidak dengan mata yang teliti bisa jadi Ifan bakal terlewatkan.@lineralineAkun media sosial mili
Setelah semua urusan mereka selesai akhirnya mereka bertemu di parkiran motor tepatnya di tempat motor Robby diparkir. Raline segera bersikap manja agar Robby tidak curiga. Walaupun Robby tidak mengetahui hal yang tadi terjadi di Raline, namun Raline sekeras mungkin untuk bermain lebih pintar. Jika dibandingkan dengan perjuangan Robby kepada Raline selama ini, kelakuan Raline memang sangat jahat buat Robby. Senyuman manis yang palsu mungkin akan selalu Raline berikan untuk Robby agar semua bisa tertutupi. "Mau kemana kita?" Raline menggandeng tangan Robby dengan mesrah sambil menggunakan nada seperti anak kecil. Sejujurnya Robby pal
Perjuangan ? Apa yang harus Ifan perjuangkan di keadaan Raline sudah memiliki Robby. Apa alasan terkuat Ifan agar tetap memiliki Raline yang hatinya sudah dimiliki terlebih dahulu.Ifan Fernanda yang sekarang sedang menunggu kabar dari Raline. Karena hari ini hari Sabtu, Ifan juga sedang malam mingguan bersama teman-teman kampusnya. Ifan sedang duduk manis di bawah tenda hitam bersama lima teman-temannya, dua perempuan dan tiga pria totalnya jadi enam orang yang duduk dibawah tenda hitam.Dari tadi Ifan hanya merenung dan memutar-mutar sedotan es kopinya. Di dalam hatinya sedang berbicara yang tidak karuan.Kenapa ia harus menunggu Raline sebegininya. Jelas-jelas jika seseorang sudah memiliki pasangan ia akan memprioritaskan pasangannya. Namun, disisi lain
"Halo?" suara berat dari seorang laki-laki itu terdengar begitu jelas di telinga Raline. "Hehe, iya halo. Gimana sudah sampai rumah?" jawab Raline dengan senyum-senyum malu. "Sudah, nih, tadi aku aku sedikit ngebut biar cepet sampai kostan. Ini aku baru selesai mandi." jawab Ifan sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur. Iya, Raline memberikan nomor ponselnya kepada Ifan agar ia bisa lebih mudah berkomunikasi dengan lelaki dandanan ibu kota itu. Kalau dilihat masih banyak yang lebih keren daripada Ifan dan kalau di pikir-pikir kenapa harus Ifan? Raline berguling-guling diatas kasur sambil tersenyum senang— seperti sedang merasakan jatuh cinta lagi. Mereka melakukan panggilan suara sambil ber
Jauh sebelum Raline mengenal Ifan, Robby adalah laki-laki pertama yang membuat Raline merasakan indahnya jatuh cinta. Suatu hari, mereka berbicara empat mata di sebuah halaman belakang sekolah di saat jam istirahat.In adalah cerita saat Robby dan Raline pertama kali bertemu dan ini cerita tentang perasan Robby yang sebenarnya.Mereka bersekolah di sekolah yang sama. Sekolah yang kini menjadi saksi bisu ketika Robby menyatakan cintanya kepada Raline.Robby Wijayanto berlutut di hadapan Raline sambil memberikannya setangkai bunga mawar yang sengaja ia bawa sebelum datang ke sekolah. Waktu itu, Robby sudah mengincar Raline begitu lama saat mereka ditugaskan menjadi petugas upacara bendera di hari Senin.
Setelah beberapa hari Raline dekat dengan Ifan, sikap Raline perlahan berubah. Setiap ia datang ke kelas senyuman dan tawanya selalu ia bawa sampai membuat Geisha kebingungan. Buat Geisha kalau itu penyebabnya dari Robby, Raline nggak mungkin berbunga-bunga sepanjang hari.Hari itu kelas ditiadakan karena dosen sedang menghadiri sebuah seminar dan asisten dosen hanya memberikan beberapa tugas. Setelah asisten dosen keluar dari kelas, Raline kembali menatap layar ponselnya sambil tersenyum merona.“Line, Robby habis ngapain kamu?” Geisha mendekat ke arah Raline sambil mengintip ponsel Raline.“Ihh.. apa,sih, pengen tahu banget” Raline langsung menghindar dan mengalihkan ponselnya.
Setibanya Raline dirumah ia langsung mengajak Geisha masuk ke dalam kamarnya karena di ruang tamu terlihat ada kakaknya yang baru saja datang dari luar kota. Kakak Raline yang sudah lama merantau karena bekerja hari ini ia datang karena ingin memecahkan celengan rindunya kepada keluarga.Melihat adiknya yang nyeludur masuk ke rumah tanpa salam membuat Rania sedikit kesal. Cukup lama juga Rania dan Raline tidak membuat keributan dirumah. Dengan perasaan kesal dan geram, Rania menyusul adiknya di kamar.Ceklek..Suara pintu kamar Raline terdengar renyah sekali.“Kakak?!” Raline terkejut melihat mata Rania sudah membelalak kepadanya. Raline juga kesal sebenarnya karena Rania masuk ke kamarnya tanp
Seusai mengerjakan tugas yang tertinggal bersama Rino, dengan mulut yang diam seribu bahasa Robby langsung berjalan menuju parkiran motor. Robby masih kepikiran dengan kegelisahannya yang ia rasakan di perpustakaan tadi. Melihat hal itu, Rino dengan sigap merangkul temannya ini ia tidak ingin cowok setampan Robby harus merenung galau memikirkan satu perempuan. “Masih kusut aja wajahnya, udah dong jangan dipikirin terus” ucap Rino setelah tangan kirinya berhasil merangkul tubuh temannya itu. “Aku nggak mikirin kok” jawab Robby dengan lirih “Hahaha wajah kusut kamu, tuh, nggak bisa di bohongi. Emm, gimana kalau kita lupakan semua dengan minum beer di kafe tenda hitam?” “Kafe tenda hitam?” jaw