Entah ini terjadi juga atau tidak pada pasangan yang lainnya kalau hubungan yang sudah terjalin begitu lama maka akan sering diterpa perdebatan. Kisah cinta Raline dan Robby akhir-akhir ini tidak semulus dulu, mereka sering melakukan perdebatan seperti kejadian tadi pagi yang membuat Raline begitu enggan dan membuat Robby begitu geram.
Usai mata kuliah jam pertama, Robby berjalan cepat menuju kelas Raline karena ia masih belum puas kalau tidak mendengar jawaban dari Raline. Pikiran yang sudah nggak karu-karuan membuat Robby marah dengan diri sendiri dan beberapa kali mengepalkan tangannya seakan ingin memukul sesuatu.
✨✨✨
"Line, kamu nggak capek punya hubungan kayak gini ? Aku yang ngeliat rasanya capek banget" Geisha mendekat ke arah Raline saat setelah dosen keluar dari kelas.
"Capek. Tapi, aku nggak bisa ninggalin Robby. Perasaan ini sudah jatuh terlalu dalam buatnya" Raline menjawab pertanyaan Geisha sambil merapikan buku dan alat tulis lainnya.
"Coba, deh, kamu turunkan egomu sedikit dan ikuti maunya Robby. Bagaimanapun yang membuat Robby begini juga kamu"
"Kamu kenapa jadi membela Robby?"
"Robby itu tulus denganmu, sayangnya pakai banget. Lalu kamu permainkan begitu saja?"
"Entahlah.. aku mau pulang saja" Raline beranjak dari bangku sambil membenarkan tasnya, ia keluar kelas dengan perasaan yang campur aduk.
Tak jauh dari Raline melangkah meninggalkan kelas, Robby sudah berdiri di hadapannya. Mereka larut dalam tatapan yang satunya tajam satunya seakan enggan. Mereka ini membuat mahasiswa/i Universitas Harimukti kebingungan. Sehari damai sehari lagi bertengkar begitu saja terus sampai saat ini.
Robby berjalan menghampiri Raline dan menarik paksa Raline untuk mencari tempat yang sedikit aman.
"Kenapa kita harus melakukan ini terus-terusan? Kamu nggak mikirin perasaan aku?" ucap Raline.
Dan mereka berhenti di sebuah halaman kampus yang sepi — hanya ada angin sepoi-sepoi yang menemani mereka.
"Kamu nggak mikirin perasaanku juga? Kamu beberapa hari ini seakan menghindar dari aku, kenapa?" jawab Robby sambil mengatur nafasnya.
"Kamu itu seakan mengekang aku, sesekali biarkan aku lepas menikmati hidup yang sementara ini bisa, tidak?"
"Membiarkanmu menikmati hidup yang sementara ini lalu tidak lama dari itu kamu bermain di belakangku lagi?"
"By.. harus berapa kali aku bilang sama kamu, aku nggak bakal gitu lagi. Kejadian waktu itu juga tidak membuat ku luluh dengannya"
"Semalam kenapa tidak membalas pesanku?" Robby terus menanyakan pertanyaan yang sama
"Hmm.. aku malas karena kamu terus mengekang. Aku capek, By. Bisa berikan kepercayaanmu sedikit saja untukku? "
"Tidak bisa. Sudah begitu mahal kepercayaanku untukmu"
"Lalu kamu mau sampai kapan seperti ini?" Raline mulai bertanya dengan nada rendah
"Sampai semua mau kamu turuti dan lakukan tanpa kesalahan sedikitpun. Kamu yang meminta aku untuk jangan pergi setelah kejadian waktu itu, sekarang aku masih berdiri disini mau kamu sia-siakan?"
"Hmm.. Kita seperti ini nggak akan ada ujungnya begini saja terus" jawab Raline dengan nafas yang begitu berat
"Lalu mau mu?"
"Bersikaplah sewajarnya aku nggak mau di kekang terus-terusan"
"Apa yang bisa aku percaya dari mu? Perkataan mana yang harus ku percayai? Line, apa susahnya, sih, tinggal nurut aja sama aku?"
Raline menghela nafas sambil duduk di kursi samping kirinya. Rasanya ini begitu melelahkan seakan ia terus dikejar oleh bola raksasa yang menggelinding ke arahnya.
Raline melihat kisah cinta teman-temannya tidak sebegininya tidak sampai membuatnya ingin mengakhiri hidup. Dengan pandangan kosong Raline mengeluarkan senjatanya, air mata.
"By kamu sebenernya sayang nggak, sih, sama aku?"
"Pakai ditanya" Robby menjawabnya sedikit sinis
"Kalau sayang bukannya harus membuat pasangannya bahagia, ya? Setidaknya membuat pasangannya tertawa saat ada di dekatmu"
"Kalau itu maumu ikuti semua perintahku. Balas pesanku tepat waktu, beri ku kabar dimanapun kamu berada dan jangan pernah tidak mengabaikan teleponku"
Raline berdiri dan menganggukan kepalanya. Itu jawaban dari Raline dan dengan sigap Robby memeluk Raline.
"Aku antar kamu pulang, ya?"
"Bagaimana dengan kelasmu selanjutnya?"
"Aku bisa izin, lagipula dosennya belum pasti akan datang atau tidak"
Sambil menyeka air matanya mereka berjalan ke arah parkiran. Siang menjelang sore ini membawa mereka ke dalam perdamaian.
Diatas motor Robby, Raline memeluk Robby begitu erat ia kembali mengeluarkan air matanya sambil mengatakan dalam hati
"Seandainya kamu bisa sedikit santai dalam membawa hubungan ini, mungkin pikiranku tidak selalu penuh ini."
"Atau memang semuanya salahku yang punya rasa bosan denganmu?"
"Aku nggak bisa ninggalin kamu begitu aja. Hati kecilku masih terus memanggil namamu setiap aku sedang sendirian tanpamu"
"By, aku harus bagaimana?"
✨✨✨
Dua hari setelah perdebatan itu, Raline dan Roby tidak saling bertemu karena Robby disibukkan dengan tugas-tugasnya. Sudah tiga hari ia mengabaikan tugasnya dan ia juga dapat peringatan dari asisten dosen agar segera menyelesaikan tugasnya.
Namun, tetap Raline tidak boleh absen untuk memberi kabar juga tidak boleh mengabaikan panggilannya. Sedikit bebas untuk Raline karena semua itu bisa akali, selagi Robby tidak meminta dikirimkan foto atau ingin melakukan panggilan video.
Sepulang kuliah Raline berkeliling kota Surabaya dengan ditemani sinar terik matahari sore yang sebentar lagi akan tenggelam. Mata kuliah hari itu sungguh berat untuk Raline terima di otaknya. Seperti biasa ia ditemani oleh lagu yang mengalun di telinganya
🎵 Fana Merah Jambu - Fourtwnty
Sore itu Raline sengaja memilih lagu yang cocok untuk sore tenangnya itu. Fana merah jambu yang sebentar lagi akan menunjukan dirinya.
Raline memberhentikan laju motornya di sebuah kedai kopi yang terlihat sudah cukup ramai. Ia masuk ke dalam dan segera memesan long ice americano.
"Aaahhh ini lebih nikmati dari pada aku meneguk kopi panas di pagi hari" satu tegukan sudah menenangkan Raline
Namun sore itu tidak benar-benar nikmat setelah seseorang menyenggol tubuhnya dan menumpahkan long ice americano milik Raline.
Seseorang itu terlihat seperti sedang terburu-buru dan Raline hanya memasang wajah kesal namun tidak ingin marah-marah di tempat umum
"Ya ampun, aku akan segera menggantinya" ucap seseorang itu
"Memang, kamu harus menggantinya"
"Baiklah tunggu disini"
Raline menunggu seseorang itu di depan kedai kopi dengan pemandangan abang-abang tukang parkir yang sibuk menata motor-motor pengunjung
"Nihh.." ada tangan yang menjulur dari arah samping Raline
"Kamu menggantinya dengan ukuran yang lebih besar?" Raline menerima sebuah minuman dari seseorang tadi
"Iyaa, sebagai tanda maaf juga"
"Kamu tampaknya terburu-buru, pergilah"
"Dimana ucapan terima kasihmu?"
"Kalau kamu membelikan ku satu gelas lagi aku akan mengucapkan terima kasih" jawab Raline sambil meringis
"Wahh paling bisa perempuan ini kalau memerasku"
"Tidak, hanya bercanda. Terima kasih" Raline tersenyum kepada seseorang itu. Seseorang yang bertubuh tinggi yang menggunakan hoodie hitam, celana jeans hitam serta sepatu converse yang sepertinya lama belum dicuci.
***
Long americano regular membuat Raline dan lelaki itu makin menjadi akrab. Tadinya, lelaki itu terburu-buru karena ia sedang mengejar bus yang berhenti di seberang jalan, bus itu akan melintas ke daerah kosannya."Terus kenapa kamu langsung mengganti minumanku kalau kamu sedang mengejar bus ?""Reflek aja, habisnya lihat muka kamu kasihan kayak pingin marah tapi kamu tahan" jawab seseorang itu setelah meneguk es kopi yang ia pesan lagi"Bagaimana tidak, itu minuman yang baru saja aku beli, belum begitu banyak aku meminumnya sudah tumpah aja""Tapi kalau bukan karena aku terburu-buru mungkin kita nggak jadi akrab dadakan kayak gini" lelaki itu tertawa kecil.
Pagi menjelang siang Ifan sedang duduk manis di sebuah kantin yang begitu rindang. Sangat rindang karena kantin kampus Hasanudin kebanyakan berada di bawah pohon yang rindang.Dengan santainya Ifan sedang bermain media sosial yang memang banyak digemari manusia-manusia di bumi ini. Keaktifannya di media sosial membuat Ifan mempunyai pengikut cukup banyak dan foto-foto Ifan juga memiliki penyuka di angka paling tinggi.Sambil ditemani es teh dan cemilan di samping kanannya, Ifan sibuk mencari akun media sosial milik Raline. Yang punya nama Raline di media sosial itu nggak cuma satu bahkan puluhan kalau tidak dengan mata yang teliti bisa jadi Ifan bakal terlewatkan.@lineralineAkun media sosial mili
Setelah semua urusan mereka selesai akhirnya mereka bertemu di parkiran motor tepatnya di tempat motor Robby diparkir. Raline segera bersikap manja agar Robby tidak curiga. Walaupun Robby tidak mengetahui hal yang tadi terjadi di Raline, namun Raline sekeras mungkin untuk bermain lebih pintar. Jika dibandingkan dengan perjuangan Robby kepada Raline selama ini, kelakuan Raline memang sangat jahat buat Robby. Senyuman manis yang palsu mungkin akan selalu Raline berikan untuk Robby agar semua bisa tertutupi. "Mau kemana kita?" Raline menggandeng tangan Robby dengan mesrah sambil menggunakan nada seperti anak kecil. Sejujurnya Robby pal
Perjuangan ? Apa yang harus Ifan perjuangkan di keadaan Raline sudah memiliki Robby. Apa alasan terkuat Ifan agar tetap memiliki Raline yang hatinya sudah dimiliki terlebih dahulu.Ifan Fernanda yang sekarang sedang menunggu kabar dari Raline. Karena hari ini hari Sabtu, Ifan juga sedang malam mingguan bersama teman-teman kampusnya. Ifan sedang duduk manis di bawah tenda hitam bersama lima teman-temannya, dua perempuan dan tiga pria totalnya jadi enam orang yang duduk dibawah tenda hitam.Dari tadi Ifan hanya merenung dan memutar-mutar sedotan es kopinya. Di dalam hatinya sedang berbicara yang tidak karuan.Kenapa ia harus menunggu Raline sebegininya. Jelas-jelas jika seseorang sudah memiliki pasangan ia akan memprioritaskan pasangannya. Namun, disisi lain
"Halo?" suara berat dari seorang laki-laki itu terdengar begitu jelas di telinga Raline. "Hehe, iya halo. Gimana sudah sampai rumah?" jawab Raline dengan senyum-senyum malu. "Sudah, nih, tadi aku aku sedikit ngebut biar cepet sampai kostan. Ini aku baru selesai mandi." jawab Ifan sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur. Iya, Raline memberikan nomor ponselnya kepada Ifan agar ia bisa lebih mudah berkomunikasi dengan lelaki dandanan ibu kota itu. Kalau dilihat masih banyak yang lebih keren daripada Ifan dan kalau di pikir-pikir kenapa harus Ifan? Raline berguling-guling diatas kasur sambil tersenyum senang— seperti sedang merasakan jatuh cinta lagi. Mereka melakukan panggilan suara sambil ber
Jauh sebelum Raline mengenal Ifan, Robby adalah laki-laki pertama yang membuat Raline merasakan indahnya jatuh cinta. Suatu hari, mereka berbicara empat mata di sebuah halaman belakang sekolah di saat jam istirahat.In adalah cerita saat Robby dan Raline pertama kali bertemu dan ini cerita tentang perasan Robby yang sebenarnya.Mereka bersekolah di sekolah yang sama. Sekolah yang kini menjadi saksi bisu ketika Robby menyatakan cintanya kepada Raline.Robby Wijayanto berlutut di hadapan Raline sambil memberikannya setangkai bunga mawar yang sengaja ia bawa sebelum datang ke sekolah. Waktu itu, Robby sudah mengincar Raline begitu lama saat mereka ditugaskan menjadi petugas upacara bendera di hari Senin.
Setelah beberapa hari Raline dekat dengan Ifan, sikap Raline perlahan berubah. Setiap ia datang ke kelas senyuman dan tawanya selalu ia bawa sampai membuat Geisha kebingungan. Buat Geisha kalau itu penyebabnya dari Robby, Raline nggak mungkin berbunga-bunga sepanjang hari.Hari itu kelas ditiadakan karena dosen sedang menghadiri sebuah seminar dan asisten dosen hanya memberikan beberapa tugas. Setelah asisten dosen keluar dari kelas, Raline kembali menatap layar ponselnya sambil tersenyum merona.“Line, Robby habis ngapain kamu?” Geisha mendekat ke arah Raline sambil mengintip ponsel Raline.“Ihh.. apa,sih, pengen tahu banget” Raline langsung menghindar dan mengalihkan ponselnya.
Setibanya Raline dirumah ia langsung mengajak Geisha masuk ke dalam kamarnya karena di ruang tamu terlihat ada kakaknya yang baru saja datang dari luar kota. Kakak Raline yang sudah lama merantau karena bekerja hari ini ia datang karena ingin memecahkan celengan rindunya kepada keluarga.Melihat adiknya yang nyeludur masuk ke rumah tanpa salam membuat Rania sedikit kesal. Cukup lama juga Rania dan Raline tidak membuat keributan dirumah. Dengan perasaan kesal dan geram, Rania menyusul adiknya di kamar.Ceklek..Suara pintu kamar Raline terdengar renyah sekali.“Kakak?!” Raline terkejut melihat mata Rania sudah membelalak kepadanya. Raline juga kesal sebenarnya karena Rania masuk ke kamarnya tanp
Keputusan Raline sudah begitu bulat ia memutuskan untuk ambil cuti kuliah dan meninggalkan Surabaya. Sebenarnya sayang sekali kalau Raline harus cuti karena secara nggak langsung ia akan mengulur waktu untuk menuju kelulusan. Tapi, demi kedamaian dan ketenangan hati seorang Raline dirinya harus rela menerima resiko itu. Alasan yang ia berikan kepada keluarganya adalah ia ingin mencari suasana baru sambil mendalami bakatnya itu. Ingat, kan, kalau Raline jago gambar melalui tab. Ia akan pergi ke sebuah kota yang membuatnya bisa merasakan kedamaian. Tidak bermaksud untuk meninggalkan Surabaya dan seisinya, tapi apa yang Raline butuhkan sekarang itu adalah hal yang utama. Setelah pesta ulang tahun Eni, tentunya Robby tetap mencari Raline kesana kemari dan tujuan yang selalu Robby tuju adalah Geisha. Perempuan itu sudah berjanji untuk terus bungkam keadaan Raline, ia juga tidak bisa berbuat banyak karena keputusan Raline sudah bulat. Di suatu hari, Robby dan Geisha bertemu empat mata d
Di depan meja riasnya perempuan yang dinobatkan sebagai boneka barbie ini sedang bersiap dan sekarang dirinya sedang menyemprotkan minyak wangi ke beberapa titik tertentu di tubuhnya. Malam itu Bella tidak terlihat begitu mewah dalam soal pemilihan gaunnya. Ia sudah begitu cantik karena didukung oleh wajah yang cantik. Malam itu Bella akan datang bersama Rose yang sekarang juga sedang bersiap. Kedekatan Bella dengan Robby beberapa hari ini membuat pintu hati Bella perlahan terbuka. Itu mengapa dirinya bertanya lebih detail kepada Robby di toko bahan kue tadi. Memang tidak bisa disalahkan jika pintu hati itu terbuka. Namun, apakah Bella siap jika dirinya mengetahui bahwa Robby masih memiliki status dengan seorang wanita. Mungkin Bella seharusnya tidak perlu tahu agar masalah di antara Robby dan Raline tidak semakin runyam. "Bella? Kamu sudah siap?" Teriak Rose dari luar kamar Bella. "Sudah, Ma. Sebentar lagi aku keluar" walaupun Bella sedikit terkesiap, tapi label keanggunannya t
"Ada yang kurang?" tanya Robby kepada Bella sambil mendorong troli belanjaan. "Sepertinya tidak ini hanya bahan kering saja." jawab Bella sambil mengusap dagunya. Mereka sekarang berada di sebuah toko bahan kue yang bisa dibilang terlengkap di Surabaya. Hari itu tinggal menghitung jam saja untuk menyajikan kue ulang tahun Eni, namun Bella masih saja kelupaan untuk membeli kebutuhan pelengkap kue ulang tahun. Tujuan mereka bertemu hari ini memang untuk berbelanja ke toko bahan kue dan Robby akan membawa kue ulang tahun itu ke rumahnya. Tadi, ketika Robby berada dirumah Bella ia sudah melihat kuenya yang dihias begitu indah oleh Bella. Robby juga begitu takjub karena benar-benar sesuai pesanan. "Ohya, Rob. Boleh tanya nggak? tiba-tiba saja Bella melontarkan pertanyaan yang sedikit membuat Robby mengalami serangan jantung mini. "Mau tanya apa?" Robby juga memasang muka panik, tapi berlagak biasa aja. "Perempuan yang kemarin itu pacar kamu?" tepat pada sasaran tidak pakai basa basi l
Di tengah kamar yang sunyi, Ifan sedang fokus menyantap makan malamnya. Akhir-akhir ini Ifan lebih suka membeli makanan di dekat kostnya karena disana hanya menjual masakan rumahan. Sebenarnya ia bisa memasak sendiri, tapi beberapa hari ini ia sedang lelah sekali. Dirinya disibukkan oleh pekerjaan juga tugas kuliahnya. Jangan ditanya bagaimana Ifan sekarang, dirinya sudah cukup terkenal dan punya nama dimana-mana. Untuk ukuran usia Ifan yang sudah sukses termasuk hebat apalagi kesuksesan itu di iringi dengan berjalan bersama perempuan yang ia cintai. Semenjak putus dengan Raline, Ifan memang begitu fokus dengan Defani. Ia bisa mendapatkan waktu yang utuh bersama perempuan itu. Makan siang bersama, ngecek toko juga bersama-sama apalagi jika Ifan datang ke kantor untuk memeriksa koneksi jelas saja di temani oleh Defani. Namun… ada satu yang nggak bisa Ifan lakukan bersama Defani. Malam yang hangat itu tidak bisa Ifan dapatkan dari Defani. Entah, setiap Ifan minta untuk bermalam di kost
Mendengar suara itu, Raline hanya mematung dengan mata yang melebar serta mulut yang sedikit menganga. Raline tidak menjawab sepatah kata sedikit pun ia hanya menundukkan kepalanya sambil mengatur nafas agar terlihat biasa saja. "Nggak perlu, tadi aku hanya kebetulan lewat dan sedikit kaget lihat toko mu seperti ini" dengan keberanian yang penuh akhirnya Raline mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Ifan tanpa terbata-bata. Lelaki yang ada di hadapannya itu melirik ke arah tas yang Raline bawa di tangan kanannya, ia sedang bertanya melalui lirikannya itu. "Ini… Habis jalan-jalan beliin kado buat seseorang. Kalau gitu aku permisi dulu sudah ditunggu soalnya" dengan secepat kilat, Raline meninggalkan toko Ifan dengan kembali menundukkan kepalanya. Sepeninggalan Raline, Ifan menoleh kebelakang melihat tingkah Raline yang sedikit membuatnya terkekeh. Itu hanya kebetulan dan Ifan memang tidak benar-benar untuk kembali dengannya. "Perempuan itu tidak membeli apa-apa?" tanya Ifan
"Have a nice day, sayang" ucap Robby ketika mereka hendak berpisah di parkiran motor fakultas Robby. Hari itu mereka berangkat bersama ke kampus karena Robby ingin sekalian memberikan undangan pesta ulang tahun Eni. "Have a nice day too, sayang." jawab Raline dengan begitu manisnya. "Oh iya.. Nanti nggak bisa pulang bareng, ya. Aku ada kerja kelompok, kamu nggak papa kan pulang sendiri?" Robby memberhentikan langkahnya saat teringat hal itu. Dari kejauhan Robby bisa melihat anggukan Raline beserta senyum yang masih sama seperti tadi, ia tidak merubahnya sedikitpun. Setelah itu Robby berjalan duluan meninggalkan Raline dan senyumnya. Sedangkan Raline menundukkan kepalanya lalu berjalan begitu saja menuju ke arah kelasnya. Sungguh cerah hari itu, matahari pun bersinar begitu cerah. Omong-omong soal hubungan mereka, semua berjalan dengan semestinya. Sudah tidak ada pertikaian diantara mereka dan hari ini mereka berangkat bersama karena Robby sekalian ingin mengantarkan undangan ulang
Di tengah keramaian yang ada di kafe itu, Robby sedang duduk manis sambil memainkan ponselnya. Keberadaan Robby disana bukan hanya semata ia ingin numpang WiFi atau membuang waktunya. Ia berada di kafe itu untuk menunggu seseorang yang sudah membuat janji dengannya. Selama menunggu, Robby sudah memesan segelas kopi susu beserta kentang goreng yang kini berada di hadapannya. Sambil mengusap layar ponsel, tangan kanan Robby berusaha menggapai kentang goreng dan sesekali meneguk kopi susu itu. Untuk masalah yang ada semua tidak usah di ceritakan kembali. Semua sudah berjalan dengan semestinya dan sekarang Raline memang masih fokus untuk beberapa mata kuliahnya. Jadi, Robby bisa izin untuk bertemu dengan seseorang. Pertemuannya ini mempunyai maksud dan tujuan yang semoga tidak merambat kemana-mana. Suara lonceng yang ada di pintu masuk kafe itu membuat Robby harus menengok ke arahnya. Dan benar saja seseorang yang ia tunggu sudah datang. "Nunggu lama? Maaf, ya, tadi sempet lama dapat
POV : Raline Ayunda. Aku tidak pernah menyangka jika aku mampu melakukan ini. Aku bisa membuang jauh-jauh egoku untuk sebuah perasaan dan aku juga membuang jauh soal cinta untuk dua hati itu. Melupakan itu hal yang sangat mustahil jika aku melakukannya dengan cepat, melupakan itu membutuhkan waktu yang entah sampai kapan. Awalnya aku pikir aku tidak akan bisa hidup tanpa cinta, tapi ternyata aku akan lebih tenang jika aku hidup dengan cinta yang tulus. Aku melihat begitu jelas ketulusan yang ada di Robby dan seharusnya tidak perlu aku ragukan lagi. Namun, entahlah mungkin dengan adanya kejadian kemarin aku membuat sebuah pengalaman jika mencintai dua hati itu tidak benar-benar baik. Sekarang aku melepaskan seseorang dengan keikhlasan karena aku juga telah tersadarkan bahwa porsi yang aku miliki itu tidak lebih untuk bersama Ifan. Begitupun juga dengan jalan yang aku pijak sekarang bukan lagi di sebuah persimpangan pilihan melainkan aku sudah menentukan arah kemana aku akan berjalan
Bahan pertimbangan yang selama ini Raline pertahankan untuk sebagai penentu pilihannya harus berakhir begitu saja. Sebab, setelah ia sembuh dan sadar akan semuanya ia tak repot-repot melakukan itu lagi. Dengan keputusan yang tegas, Raline tidak memilih Ifan. Jika berbicara soal perasaan tentu itu tidak karuan, tapi mengingat harga dirinya juga sudah jatuh di depan Defani, Raline tidak ingin membuang waktu bersama Ifan. Maka dari itu.. Raline memutuskan setelah pulang kuliah ia bertemu dengan Ifan. Pertemuan kali itu terasa berbeda, ia harus menyiapkan sebuah perpisahan yang mungkin ia tidak akan pernah bisa ketemu lagi dengan Ifan. Lebih tepatnya Raline tidak akan pernah bisa merasakan hal yang pernah dirasakan sebelumnya. Itu sudah pasti, tapi harusnya ada sedikit kesombongan di diri Raline kalau Defani masih mau dengan lelaki yang pernah 'tidur' dengannya. Namun, kesombongan itu tidak akan bisa Raline tumbuhan karena ia sibuk dengan perasaannya. Di sore yang masih selalu cantik it