Entah ini terjadi juga atau tidak pada pasangan yang lainnya kalau hubungan yang sudah terjalin begitu lama maka akan sering diterpa perdebatan. Kisah cinta Raline dan Robby akhir-akhir ini tidak semulus dulu, mereka sering melakukan perdebatan seperti kejadian tadi pagi yang membuat Raline begitu enggan dan membuat Robby begitu geram.
Usai mata kuliah jam pertama, Robby berjalan cepat menuju kelas Raline karena ia masih belum puas kalau tidak mendengar jawaban dari Raline. Pikiran yang sudah nggak karu-karuan membuat Robby marah dengan diri sendiri dan beberapa kali mengepalkan tangannya seakan ingin memukul sesuatu.
✨✨✨
"Line, kamu nggak capek punya hubungan kayak gini ? Aku yang ngeliat rasanya capek banget" Geisha mendekat ke arah Raline saat setelah dosen keluar dari kelas.
"Capek. Tapi, aku nggak bisa ninggalin Robby. Perasaan ini sudah jatuh terlalu dalam buatnya" Raline menjawab pertanyaan Geisha sambil merapikan buku dan alat tulis lainnya.
"Coba, deh, kamu turunkan egomu sedikit dan ikuti maunya Robby. Bagaimanapun yang membuat Robby begini juga kamu"
"Kamu kenapa jadi membela Robby?"
"Robby itu tulus denganmu, sayangnya pakai banget. Lalu kamu permainkan begitu saja?"
"Entahlah.. aku mau pulang saja" Raline beranjak dari bangku sambil membenarkan tasnya, ia keluar kelas dengan perasaan yang campur aduk.
Tak jauh dari Raline melangkah meninggalkan kelas, Robby sudah berdiri di hadapannya. Mereka larut dalam tatapan yang satunya tajam satunya seakan enggan. Mereka ini membuat mahasiswa/i Universitas Harimukti kebingungan. Sehari damai sehari lagi bertengkar begitu saja terus sampai saat ini.
Robby berjalan menghampiri Raline dan menarik paksa Raline untuk mencari tempat yang sedikit aman.
"Kenapa kita harus melakukan ini terus-terusan? Kamu nggak mikirin perasaan aku?" ucap Raline.
Dan mereka berhenti di sebuah halaman kampus yang sepi — hanya ada angin sepoi-sepoi yang menemani mereka.
"Kamu nggak mikirin perasaanku juga? Kamu beberapa hari ini seakan menghindar dari aku, kenapa?" jawab Robby sambil mengatur nafasnya.
"Kamu itu seakan mengekang aku, sesekali biarkan aku lepas menikmati hidup yang sementara ini bisa, tidak?"
"Membiarkanmu menikmati hidup yang sementara ini lalu tidak lama dari itu kamu bermain di belakangku lagi?"
"By.. harus berapa kali aku bilang sama kamu, aku nggak bakal gitu lagi. Kejadian waktu itu juga tidak membuat ku luluh dengannya"
"Semalam kenapa tidak membalas pesanku?" Robby terus menanyakan pertanyaan yang sama
"Hmm.. aku malas karena kamu terus mengekang. Aku capek, By. Bisa berikan kepercayaanmu sedikit saja untukku? "
"Tidak bisa. Sudah begitu mahal kepercayaanku untukmu"
"Lalu kamu mau sampai kapan seperti ini?" Raline mulai bertanya dengan nada rendah
"Sampai semua mau kamu turuti dan lakukan tanpa kesalahan sedikitpun. Kamu yang meminta aku untuk jangan pergi setelah kejadian waktu itu, sekarang aku masih berdiri disini mau kamu sia-siakan?"
"Hmm.. Kita seperti ini nggak akan ada ujungnya begini saja terus" jawab Raline dengan nafas yang begitu berat
"Lalu mau mu?"
"Bersikaplah sewajarnya aku nggak mau di kekang terus-terusan"
"Apa yang bisa aku percaya dari mu? Perkataan mana yang harus ku percayai? Line, apa susahnya, sih, tinggal nurut aja sama aku?"
Raline menghela nafas sambil duduk di kursi samping kirinya. Rasanya ini begitu melelahkan seakan ia terus dikejar oleh bola raksasa yang menggelinding ke arahnya.
Raline melihat kisah cinta teman-temannya tidak sebegininya tidak sampai membuatnya ingin mengakhiri hidup. Dengan pandangan kosong Raline mengeluarkan senjatanya, air mata.
"By kamu sebenernya sayang nggak, sih, sama aku?"
"Pakai ditanya" Robby menjawabnya sedikit sinis
"Kalau sayang bukannya harus membuat pasangannya bahagia, ya? Setidaknya membuat pasangannya tertawa saat ada di dekatmu"
"Kalau itu maumu ikuti semua perintahku. Balas pesanku tepat waktu, beri ku kabar dimanapun kamu berada dan jangan pernah tidak mengabaikan teleponku"
Raline berdiri dan menganggukan kepalanya. Itu jawaban dari Raline dan dengan sigap Robby memeluk Raline.
"Aku antar kamu pulang, ya?"
"Bagaimana dengan kelasmu selanjutnya?"
"Aku bisa izin, lagipula dosennya belum pasti akan datang atau tidak"
Sambil menyeka air matanya mereka berjalan ke arah parkiran. Siang menjelang sore ini membawa mereka ke dalam perdamaian.
Diatas motor Robby, Raline memeluk Robby begitu erat ia kembali mengeluarkan air matanya sambil mengatakan dalam hati
"Seandainya kamu bisa sedikit santai dalam membawa hubungan ini, mungkin pikiranku tidak selalu penuh ini."
"Atau memang semuanya salahku yang punya rasa bosan denganmu?"
"Aku nggak bisa ninggalin kamu begitu aja. Hati kecilku masih terus memanggil namamu setiap aku sedang sendirian tanpamu"
"By, aku harus bagaimana?"
✨✨✨
Dua hari setelah perdebatan itu, Raline dan Roby tidak saling bertemu karena Robby disibukkan dengan tugas-tugasnya. Sudah tiga hari ia mengabaikan tugasnya dan ia juga dapat peringatan dari asisten dosen agar segera menyelesaikan tugasnya.
Namun, tetap Raline tidak boleh absen untuk memberi kabar juga tidak boleh mengabaikan panggilannya. Sedikit bebas untuk Raline karena semua itu bisa akali, selagi Robby tidak meminta dikirimkan foto atau ingin melakukan panggilan video.
Sepulang kuliah Raline berkeliling kota Surabaya dengan ditemani sinar terik matahari sore yang sebentar lagi akan tenggelam. Mata kuliah hari itu sungguh berat untuk Raline terima di otaknya. Seperti biasa ia ditemani oleh lagu yang mengalun di telinganya
🎵 Fana Merah Jambu - Fourtwnty
Sore itu Raline sengaja memilih lagu yang cocok untuk sore tenangnya itu. Fana merah jambu yang sebentar lagi akan menunjukan dirinya.
Raline memberhentikan laju motornya di sebuah kedai kopi yang terlihat sudah cukup ramai. Ia masuk ke dalam dan segera memesan long ice americano.
"Aaahhh ini lebih nikmati dari pada aku meneguk kopi panas di pagi hari" satu tegukan sudah menenangkan Raline
Namun sore itu tidak benar-benar nikmat setelah seseorang menyenggol tubuhnya dan menumpahkan long ice americano milik Raline.
Seseorang itu terlihat seperti sedang terburu-buru dan Raline hanya memasang wajah kesal namun tidak ingin marah-marah di tempat umum
"Ya ampun, aku akan segera menggantinya" ucap seseorang itu
"Memang, kamu harus menggantinya"
"Baiklah tunggu disini"
Raline menunggu seseorang itu di depan kedai kopi dengan pemandangan abang-abang tukang parkir yang sibuk menata motor-motor pengunjung
"Nihh.." ada tangan yang menjulur dari arah samping Raline
"Kamu menggantinya dengan ukuran yang lebih besar?" Raline menerima sebuah minuman dari seseorang tadi
"Iyaa, sebagai tanda maaf juga"
"Kamu tampaknya terburu-buru, pergilah"
"Dimana ucapan terima kasihmu?"
"Kalau kamu membelikan ku satu gelas lagi aku akan mengucapkan terima kasih" jawab Raline sambil meringis
"Wahh paling bisa perempuan ini kalau memerasku"
"Tidak, hanya bercanda. Terima kasih" Raline tersenyum kepada seseorang itu. Seseorang yang bertubuh tinggi yang menggunakan hoodie hitam, celana jeans hitam serta sepatu converse yang sepertinya lama belum dicuci.
***
Long americano regular membuat Raline dan lelaki itu makin menjadi akrab. Tadinya, lelaki itu terburu-buru karena ia sedang mengejar bus yang berhenti di seberang jalan, bus itu akan melintas ke daerah kosannya."Terus kenapa kamu langsung mengganti minumanku kalau kamu sedang mengejar bus ?""Reflek aja, habisnya lihat muka kamu kasihan kayak pingin marah tapi kamu tahan" jawab seseorang itu setelah meneguk es kopi yang ia pesan lagi"Bagaimana tidak, itu minuman yang baru saja aku beli, belum begitu banyak aku meminumnya sudah tumpah aja""Tapi kalau bukan karena aku terburu-buru mungkin kita nggak jadi akrab dadakan kayak gini" lelaki itu tertawa kecil.
Pagi menjelang siang Ifan sedang duduk manis di sebuah kantin yang begitu rindang. Sangat rindang karena kantin kampus Hasanudin kebanyakan berada di bawah pohon yang rindang.Dengan santainya Ifan sedang bermain media sosial yang memang banyak digemari manusia-manusia di bumi ini. Keaktifannya di media sosial membuat Ifan mempunyai pengikut cukup banyak dan foto-foto Ifan juga memiliki penyuka di angka paling tinggi.Sambil ditemani es teh dan cemilan di samping kanannya, Ifan sibuk mencari akun media sosial milik Raline. Yang punya nama Raline di media sosial itu nggak cuma satu bahkan puluhan kalau tidak dengan mata yang teliti bisa jadi Ifan bakal terlewatkan.@lineralineAkun media sosial mili
Setelah semua urusan mereka selesai akhirnya mereka bertemu di parkiran motor tepatnya di tempat motor Robby diparkir. Raline segera bersikap manja agar Robby tidak curiga. Walaupun Robby tidak mengetahui hal yang tadi terjadi di Raline, namun Raline sekeras mungkin untuk bermain lebih pintar. Jika dibandingkan dengan perjuangan Robby kepada Raline selama ini, kelakuan Raline memang sangat jahat buat Robby. Senyuman manis yang palsu mungkin akan selalu Raline berikan untuk Robby agar semua bisa tertutupi. "Mau kemana kita?" Raline menggandeng tangan Robby dengan mesrah sambil menggunakan nada seperti anak kecil. Sejujurnya Robby pal
Perjuangan ? Apa yang harus Ifan perjuangkan di keadaan Raline sudah memiliki Robby. Apa alasan terkuat Ifan agar tetap memiliki Raline yang hatinya sudah dimiliki terlebih dahulu.Ifan Fernanda yang sekarang sedang menunggu kabar dari Raline. Karena hari ini hari Sabtu, Ifan juga sedang malam mingguan bersama teman-teman kampusnya. Ifan sedang duduk manis di bawah tenda hitam bersama lima teman-temannya, dua perempuan dan tiga pria totalnya jadi enam orang yang duduk dibawah tenda hitam.Dari tadi Ifan hanya merenung dan memutar-mutar sedotan es kopinya. Di dalam hatinya sedang berbicara yang tidak karuan.Kenapa ia harus menunggu Raline sebegininya. Jelas-jelas jika seseorang sudah memiliki pasangan ia akan memprioritaskan pasangannya. Namun, disisi lain
"Halo?" suara berat dari seorang laki-laki itu terdengar begitu jelas di telinga Raline. "Hehe, iya halo. Gimana sudah sampai rumah?" jawab Raline dengan senyum-senyum malu. "Sudah, nih, tadi aku aku sedikit ngebut biar cepet sampai kostan. Ini aku baru selesai mandi." jawab Ifan sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur. Iya, Raline memberikan nomor ponselnya kepada Ifan agar ia bisa lebih mudah berkomunikasi dengan lelaki dandanan ibu kota itu. Kalau dilihat masih banyak yang lebih keren daripada Ifan dan kalau di pikir-pikir kenapa harus Ifan? Raline berguling-guling diatas kasur sambil tersenyum senang— seperti sedang merasakan jatuh cinta lagi. Mereka melakukan panggilan suara sambil ber
Jauh sebelum Raline mengenal Ifan, Robby adalah laki-laki pertama yang membuat Raline merasakan indahnya jatuh cinta. Suatu hari, mereka berbicara empat mata di sebuah halaman belakang sekolah di saat jam istirahat.In adalah cerita saat Robby dan Raline pertama kali bertemu dan ini cerita tentang perasan Robby yang sebenarnya.Mereka bersekolah di sekolah yang sama. Sekolah yang kini menjadi saksi bisu ketika Robby menyatakan cintanya kepada Raline.Robby Wijayanto berlutut di hadapan Raline sambil memberikannya setangkai bunga mawar yang sengaja ia bawa sebelum datang ke sekolah. Waktu itu, Robby sudah mengincar Raline begitu lama saat mereka ditugaskan menjadi petugas upacara bendera di hari Senin.
Setelah beberapa hari Raline dekat dengan Ifan, sikap Raline perlahan berubah. Setiap ia datang ke kelas senyuman dan tawanya selalu ia bawa sampai membuat Geisha kebingungan. Buat Geisha kalau itu penyebabnya dari Robby, Raline nggak mungkin berbunga-bunga sepanjang hari.Hari itu kelas ditiadakan karena dosen sedang menghadiri sebuah seminar dan asisten dosen hanya memberikan beberapa tugas. Setelah asisten dosen keluar dari kelas, Raline kembali menatap layar ponselnya sambil tersenyum merona.“Line, Robby habis ngapain kamu?” Geisha mendekat ke arah Raline sambil mengintip ponsel Raline.“Ihh.. apa,sih, pengen tahu banget” Raline langsung menghindar dan mengalihkan ponselnya.
Setibanya Raline dirumah ia langsung mengajak Geisha masuk ke dalam kamarnya karena di ruang tamu terlihat ada kakaknya yang baru saja datang dari luar kota. Kakak Raline yang sudah lama merantau karena bekerja hari ini ia datang karena ingin memecahkan celengan rindunya kepada keluarga.Melihat adiknya yang nyeludur masuk ke rumah tanpa salam membuat Rania sedikit kesal. Cukup lama juga Rania dan Raline tidak membuat keributan dirumah. Dengan perasaan kesal dan geram, Rania menyusul adiknya di kamar.Ceklek..Suara pintu kamar Raline terdengar renyah sekali.“Kakak?!” Raline terkejut melihat mata Rania sudah membelalak kepadanya. Raline juga kesal sebenarnya karena Rania masuk ke kamarnya tanp