Penduduk Kerajaan Amber Hill masih memegang teguh tradisi kuno, yakni setiap perempuan yang sudah berusia 30 tahun harus segera menikah. Bahkan setiap tahun, diadakan upacara Pasar Pengantin yang menjadi tempat para wanita dirias secantik mungkin untuk dipamerkan pada pria yang datang--supaya segra dinikahi. Caroline Walter yang tengah depresi akibat pengkhianatan ibu, adik dan kekasihnya, tak luput dari ketentuan ini! Ia dipaksa oleh warga untuk menghadiri upacara pasar pengantin di usianya yang ke-30. Namun, siapa sangka, lelaki yang memilihnya ternyata adalah William Harrington, sang putra mahkota?! Tak hanya itu, William bahkan bersedia memberikan uang, serta membantu Caroline membalas dendam....
View More"Maafkan anakku, seharusnya aku tidak membawanya naik cable car," Seorang ibu menatap Caroline yang sedang membersihkan muntahan anaknya di dalam sebuah kereta gantung dengan penuh penyesalan.
"Tidak mengapa, ini sudah menjadi tugasku. Cukup sering ada yang muntah di dalam cable car. Anak Anda bukan yang pertama kali. Jadi, tidak perlu khawatir," ucap Caroline dengan senyum hangatnya sambil terus membersihkan lantai dari muntahan sang anak."Sekali lagi maafkan kami. Semoga harimu menyenangkan," ucap Sang Ibu sebelum berlalu pergi."Wow lihat! Siapa yang sedang membersihkan muntahan di sini! Bukankah dia Caroline Walter?" celoteh seorang gadis yang cukup familiar di telinga Caroline.Caroline hanya menghela nafasnya, tidak berniat memberi respon apapun."Ya benar, itu Caroline Walter. Lihat betapa menyedihkannya dia sekarang," saut seorang gadis lain sambil terkikik.Dua gadis itu lalu menghampiri Caroline yang sudah selesai dengan tugasnya. Mereka berdiri di pintu kereta gantung yang Caroline bersihkan."Jika tidak ada yang penting, tolong beri aku jalan, aku mau lewat. Pekerjaanku masih banyak," ucap Caroline."Tunggu sebentar, kami adalah teman sekolahmu dulu. Harusnya kau bisa menyambut kami dengan lebih ramah," ucap gadis yang pertama kali melontarkan ejekan kepada Caroline."Ya benar, kalian adalah teman sekolahku dulu. Tapi kalian tidak terlihat sedang ingin beramah tamah denganku. Jadi, aku tidak akan membuang waktu," Caroline menerobos celah di antara dua gadis itu namun salah satu dari mereka menarik Caroline dan mendorongnya kembali ke dalam kereta gantung.BRAKK!!Caroline jatuh menimpa dudukan kereta dengan cukup keras akibat dorongan itu."Apa - apaan kalian!" bentak Caroline."Lihat dirimu! Dulu kau bisa sombong karena jadi murid yang pintar dan selalu dibanggakan guru. Sekarang kau berakhir menjadi petugas kebersihan dengan bayaran rendah. Apa gunanya kepintaranmu? Hahaha!" Gadis pertama mencemooh Caroline lagi.Caroline tertunduk. Memang benar dia dulu siswa yang pandai. Tapi dia harus rela putus sekolah karena orang tuanya tidak punya biaya.Setelah berhenti sekolah, dia bekerja sebagai petugas kebersihan untuk membantu orang tuanya menyekolahkan adiknya."Membersihkan bekas muntah pengunjung? Cuih! Menjijikkan," Kali ini gadis kedua yang melontarkan hinaan."Baiklah. Kuharap ini cukup menyenangkan untuk kalian. Aku lihat kalian sepertinya memang kekurangan hiburan. Jadi aku akan berbaik hati membiarkan kalian tertawa sebelum kalian menjadi benar - benar gila," Caroline bangkit merapikan peralatannya lagi."Kalian lihat ini, ini adalah muntahan yang tadi aku bersihkan. Sebaiknya kalian beri aku jalan atau aku akan melempar muntahan ini ke wajah kalian," Caroline mengayunkan kain pelnya ke hadapan dua teman sekolahnya.Dua gadis itu menatap Caroline dengan jijik namun pada akhirnya terpaksa minggir karena ancaman itu."Terimakasih. Semoga hari kalian menyenangkan," ucap Caroline sambil melangkah pergi.Caroline mengemasi perlengkapan kebersihannya, dengan santai beralih menuju unit kereta lain yang juga harus dia bersihkan.Dua gadis tadi melempar pandangan kesal dan meremehkan, tapi Caroline tidak peduli.Hari seperti ini sudah sering terjadi. Membersihkan kereta gantung dari benda menjijikkan ataupun mendengar hinaan telah menjadi aktifitas rutinnya. Telinga Caroline sudah kebal.Setelah selesai membersihkan kereta terakhir, Caroline segera membereskan perlengkapannya dan berganti pakaian untuk pulang.Hari ini, tepat 1000 hari ayahnya meninggal dunia. Caroline sudah berencana untuk pergi ke makam ayahnya sepulang kerja bersama ibu dan adiknya.Di perjalanan, Caroline singgah ke sebuah toko bunga."Paman, apa bunga pesananku sudah selesai?" tanyanya kepada lelaki pemilik toko bunga."Oh hai Caroline! Tentu saja. Ini bungamu," lelaki itu memberikan seikat besar bunga kepada Caroline."Terimakasih."Caroline bergegas pulang ke rumahnya untuk menjemput adik dan ibunya."Ibu, aku pulang," Caroline meletakkan barang bawaannya di meja.Rumah terlihat sepi, namun, Caroline tak berpikir ada yang aneh sama sekali."Ibu, Casandra, ayo kita ke makam ayah!" Caroline memanggil ibu dan adiknya namun hanya kesunyian yang dia terima sebagai balasan."Ibu? Casandra?" Tidak ada jawaban.Caroline mencoba menelepon Casandra. Namun, panggilannya gagal, ponsel Casandra tidak aktif.Caroline mulai khawatir. Gadis itu berlari keluar menuju makam ayahnya yang tidak jauh dari rumah."Mungkinkah ibu dan Casandra pergi lebih dulu?" gumamnya.Caroline terus berlari hingga dia tiba di pemakaman.Dugaannya benar, ibunya sudah berada di samping pusara ayahnya. Tapi, tidak ada Casandra di sana."Ibu?" Caroline menghampiri ibunya.Jessica, Ibu Caroline, mengangkat kepala menatap anak gadisnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun."Kau datang?" tanya Jessica dengan suara parau."Ya Bu aku datang.""Kenapa kau memanggilku ibu? Apa aku kelihatan seperti ibumu? Apa kau sudah malas menganggapku istrimu?""Istri? Apa Ibu pikir aku adalah ayah? Aku Caroline Bu, bukan ayah."Jessica mendengus, mengacuhkan ucapan Caroline. Kini Caroline bisa melihat bahwa ibunya sedang mabuk.Mata Jessica merah dan nafasnya bau alkohol."Sudahlah. Aku tahu kau pasti mengutukku agar aku masuk neraka ya kan?" Racau Jessica."Ibu, aku rasa ibu butuh istirahat. Ayo pulang. Akan kubuatkan minuman anti mabuk," Caroline berinisiatif memapah langkah ibunya untuk pulang."Lepaskan!" Jessica melawan. "Aku tahu aku yang salah karena telah membunuhmu. Tapi ini semua karena kau sangat keras kepala!""Apa?" Seolah diguyur oleh air es, Caroline terpaku mendengar ucapan ibunya. "Ibu membunuh ayah?"Caroline terus mendesah. Mengeluarkan suara seksi yang membuat gairah William semakin memuncak. Dia memiliki keinginan yang besar untuk menghentikan aktifitas ini secepatnya agar mereka tidak semakin jauh. Namun sentuhan William seolah menjadi candu yang baru bagi Caroline. "Aku... tidak bisa..." ucap Caroline yang tentu saja berkebalikan dengan isi hatinya. Kini, William telah melepaskan celana dalam Victoria Secret yang dia kenakan dan mulai memainkan jari - jarinya di antara kedua paha Caroline. "Ini sangat basah, ternyata kau juga menginginkannya Caroline," ucap William lirih. Kalimat - kalimat erotis yang keluar dari bisikan William membuat Caroline semakin sulit untuk menguasai dirinya. "Hentikan William, kita tidak boleh begini... kita tidak bisa aakh..." ucapan Caroline terputus dengan lenguhan nikmatnya karena William tiba - tiba melesakkan miliknya di bawah sana. "Akh... William, apa yang kau lakukan? Itu... sakit..." Caroline merintih. William sedikit terkejut karena
"Eeengh...," Caroline merintih saat dirinya berusaha keras untuk tersadar dari koma. "Kau sudah bangun?" William segera menekan tombol perawat saat melihat tanda - tanda kesadaran pada Caroline. Segera, dokter kerajaan masuk bersama beberapa orang perawat. Mereka melakukan beberapa pemeriksaan pada Caroline. Suara para tenaga kesehatan dan juga gumaman William terdengar samar - samar di telinga Caroline. Pergerakan mereka juga tidak lebih dari sekedar bayangan yang saling bekelebat. Caroline masih belum punya tenaga untuk tersadar sepenuhnya. Matanya masih berat dan badannya masih sulit digerakkan. Dalam waktu singkat, dia kembali pingsan. *****Caroline terbangun lagi di ruangan yang berbeda dari sebelumnya. Tidak seperti percobaan pertama, tubuhnya kali ini terasa lebih ringan walaupun masih susah digerakkan. "Caroline, kau sudah sadar? Apa kau bisa mendengarku?" tanya William. "Ya, aku bisa mendengarmu," jawab C
Jantung Caroline berdetak kencang menunggu bukti apa gerangan yang akan Daniel berikan. "Aku punya banyak foto dan video kebersamaan kita. Kau bisa menilai sedekat apa kita. Kau juga bisa melihat tanggal foto dan video ini diambil. Kau akan tahu bahwa kita masih bersama saat kau sudah menjadi tunangan William," Daniel menyerahkan ponselnya yang telah membuka sebuah folder kepada Caroline. Caroline dibuat terperangah oleh foto - foto dan video itu. Siapapun yang melihat gambar - gambar ini tidak akan percaya bahwa Daniel dan Ariana hanya teman biasa. "Ki- kita terlihat sangat akrab," komentar Caroline."Akrab? Menurutmu hanya akrab?" Daniel mengulas senyum miringnya. "Bagaimana dengan video yang ini?" Daniel menunjukkan satu video lagi. Hanya saja, video kali ini tidak dia simpan di folder yang sama dengan video sebelumnya, melainkan tersimpan di folder privat yang memerlukan kata sandi saat membukanya. Caroline memutar video itu dan jantungnya serasa nyaris melompat dari dadanya.
"Ya. Aku memang menemui mereka beberapa hari yang lalu," Caroline menunduk. Tidak ada gunanya mengelak, semua bukti sudah sangat jelas. "Lantas, kenapa kau tidak melapor padaku? Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?" William tidak akan berhenti mencerca Caroline sampai dia mendapatkan jawaban sejelas yang dia mau. "Banyak hal. Kau ingin tahu?" "Ya! Semuanya, ceritakan padaku!" "Baiklah," Caroline mendudukkan dirinya di sofa sebelum dia mulai bicara. William juga duduk di sofa lain yang berada di hadapan Caroline. Jika perbincangan ini akan panjang, dia sudah siap. "Katakanlah!" "Pertama kami membicarakan mengenai hubungan Ariana dan Daniel," Caroline mulai bercerita. Belum apa - apa, William sudah mendengus. "Memangnya apa hubungan mereka? Mereka hanya teman saat kuliah. Kurasa Daniel terobsesi pada Ana." "Jadi, kau mau mendengarku atau tidak? Jika kau hanya ingin mengoceh sendiri maka lupakan saja! Aku tidak akan memberitahumu apapun.""Oke oke baiklah. Teruskan! Aku akan di
"Caroline! Ada apa!?" William segera berlari dan mengetuk pintu kamar mandi. "Aw! Sakit!" rintih Caroline dari dalam kamar mandi. "Caroline, apa yang terjadi?" Tidak ada jawaban dari Caroline selain suara rintih kesakitannya yang terdengar. William mulai panik. Dia tidak ingin mengambil resiko. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada Caroline, maka semua rencananya akan gagal. Maka, dengan sigap, William mendobrak pintu kamar mandi hingga terbuka dengan paksa. "Ah! Apa yang kau lakukan?" Caroline yang terduduk di lantai dalam keadaan tanpa busana dengan panik meraih handuk untuk menutupi tubuhnya. William segera membalikkan badannya secara otomatis. Sejujurnya, ruang kamar mandi pun masih gelap karena lampu belum menyala. William pun tidak melihat apa pun. "Dasar cabul! Kenapa kau menerobos ke kamar mandi saat seorang perempuan sedang mandi?" rutuk Caroline. "Diamlah! Segera pakai handukmu!" "Sudah. Aw!" Caroline berteriak kesakitan lagi saat dia mencoba untuk berdiri. William
'Apa yang kau rasakan?' Caroline ingat saat ciuman pertamanya dengan William dulu, itulah kalimat yang lelaki itu tanyakan. Dulu, tujuannya adalah untuk menguji Caroline. Namun kalimat itu tanpa sengaja terngiang kembali di dalam kepala Caroline, seolah William benar - benar sedang menanyakannya. "Aku tidak merasa biasa saja," gumam Caroline dengan sangat lirih begitu dirinya dan William berhenti berciuman. William tentu saja tidak mendengar gumaman Caroline. Terlebih, tepuk tangan para tamu terdengar amat riuh. Mata Caroline tertunduk. Dia merasa sangat sial, bisa - bisanya jantungnya berdebar kencang saat William mendaratkan bibirnya. Berlainan dengan ekspresi Caroline, semua orang terlihat senang. Bahkan William pun terlihat senang. Lelaki itu benar - benar pandai berakting. Setelah upacara pemberkatan, Caroline menjalani pengukuhan sebagai putri kerajaan. Upacara pengukuhan itu lebih lama, kaku dan melelahkan daripada upacara pemberkatan pernikahannya. Bahkan setelah sele
"Ini tidak untuk selamanya. Dokter bilang selama kau mau bersabar dan rajin fisioterapi, kau akan bisa berjalan lagi suatu hari nanti," Jacob kembali menghibur Alice. Alice menggenggam tangan Jacob dan berterimakasih. "Suatu hari kau bertengkar dengan Olivia karena kau tahu Olivia berusaha menfitnahmu di depan Daniel. Gadis itu ingin merebut Daniel darimu. Dan kau tidak terima. Lalu kau menyuap pihak kampus untuk mengeluarkan Olivia secara tidak hormat. Kurasa sampai sekarang, Olivia masih punya dendam padamu karena hal itu." Sampai di sini, Caroline semakin yakin bahwa William benar - benar dibodohi oleh Ariana. Ariana tidak sebaik yang William pikirkan. Alice dan Jacob terlihat seperti orang baik. Mereka tidak kelihatan berbohong. Dan semua yang mereka ceritakan pun masuk akal. Terlebih, Caroline melihat langsung bagaimana sikap asli Olivia. Jelas - jelas Olivia tidak menyukai Ariana dan bahkan mengancamnya. Namun William memasukkannya dalam halaman hijau. Sementara Alice dan J
DEG! Kekasih? Jadi benar Ariana dan Daniel sepasang kekasih? Ambisi menjadi keluarga kerajaan? Jadi, mungkinkah hubungan Ariana dan William tidak berlandaskan cinta melainkan ambisi besar Ariana?"Sebenarnya ada yang ingin kukatakan pada kalian berdua," Caroline meremas tangannya sendiri, dia sedikit ragu untuk menjalankan rencana yang sudah dia susun. Tapi, dia juga tidak punya ide yang lebih baik dari itu. "Apa?" tanya Alice dan Jacob bersamaan. "Apakah kalian tahu tentang Amnesia Dissosiatif?" "Apa? Amnesia apa?" Alice terlihat berpikir keras mencerna istilah yang baru saja Caroline ucapkan. "Amnesia dissosiatif. Jadi itu adalah salah satu amnesia yang terjadi karena trauma atau stress berat. Berbeda dengan amnesia yang terjadi karena cedera otak atau berturan pada kepala, amnesia dissosiatif tidak membuat penderitanya melupakan semua hal. Hanya beberapa ingatan atau momen tertentu saja yang dia lupakan," Caroline menjelaskan. "Oh, aku baru dengar. Aku tidak terlalu pintar un
"Apa maksudmu? Aku Ariana!" Daniel tersenyum singkat. Caroline tidak bisa menebak apa arti senyuman itu. Tapi, Daniel tidak membuatnya menerka - nerka terlalu lama karena lelaki itu segera menjelaskan maksudnya. "Tentu saja kau Ariana," Daniel mendekat menghampiri Caroline. "Tapi kau bukan Ariana yang aku kenal." Caroline masih terdiam, jantungnya masih berdebar kencang khawatir dia baru saja ketahuan. "Apa yang membuatmu berubah Ana? Apa kau telah jatuh cinta pada William?" Caroline merasakan kelegaan yang luar biasa. Dia benar - benar mengira Daniel mengetahui penyamarannya. Nyatanya, Daniel hanya merasa bahwa Ariana telah berubah. "Aku- kau benar, aku jatuh cinta pada William," jawab Caroline enteng saja. "Benarkah?" "Ya. Tentu saja." Mata Daniel tertunduk. Entah mengapa bagi Caroline, ekspresi itu menandakan kesedihan. Mau tidak mau, Caroline menjadi sedikit iba. "Apa kau baik - baik saja?" tanya caroline. "Tidak. Aku tidak baik - baik saja. Wanita yang kucintai telah b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments