Setelah semua urusan mereka selesai akhirnya mereka bertemu di parkiran motor tepatnya di tempat motor Robby diparkir.
Raline segera bersikap manja agar Robby tidak curiga. Walaupun Robby tidak mengetahui hal yang tadi terjadi di Raline, namun Raline sekeras mungkin untuk bermain lebih pintar.
Jika dibandingkan dengan perjuangan Robby kepada Raline selama ini, kelakuan Raline memang sangat jahat buat Robby.
Senyuman manis yang palsu mungkin akan selalu Raline berikan untuk Robby agar semua bisa tertutupi.
"Mau kemana kita?" Raline menggandeng tangan Robby dengan mesrah sambil menggunakan nada seperti anak kecil.
Sejujurnya Robby paling suka jika Raline bersikap manja seperti ini — selain wajah Raline yang imut ia juga menyukai sikap-sikap lucunya Raline.
"Line, asli kamu gemesin kalau kayak gini. Kamu jangan rese-rese, dong."
"Dibahas lagi, aku rese juga karena kamu yang mulai" Raline melepaskan gandengannya lalu bersedekap.
"Hehehe baiklah. Emm, kalau begitu kita mau malam mingguan kemana?"
"Pasar malam, yuk. Kita beli jajan yang banyak lalu kita makan lesehan di pinggir jalan"
"Serius kamu? Nggak mau masuk pusat perbelanjaan saja ? Makan yang enakan dikit gitu"
"Kamu pikir di pasar malam makanannya nggak enak?"
"Ayolah, aku pingin makan jajan yang ada disana" Raline mulai merengek supaya permintaannya disetujui oleh Robby.
Satu lagi, yang Robby bikin cinta mati sama Raline adalah jiwa kesederhanaan begitu tinggi. Raline bukan tipe perempuan yang akan menuntut pacarnya supaya makan atau jalan ke tempat yang mewah. Dan, itulah Raline Ayunda.
Dalam hati Robby berkata begitu bersyukur memiliki kekasih seperti Raline ia tidak merasa sia-sia mengekang — menuntut sebuah kabar setiap saat kepadanya.
"Malah lihatin aku sambil senyum-senyum kayak gitu.. ayo, By" Raline menarik-narik tangan Robby sambil mengerek.
Pelan-pelan Robby mengarahkan bibirnya ke bibir Raline dan hampir tidak ada jarak diantara bibir mereka. Seketika, Raline langsung menghindar dan membuat pipinya merona.
"Kenapa?" Tanya Robby dengan wajah yang sedikit tak tertahan dengan hal itu.
"Di kampus, By, nanti di lihat satpam atau dosen gimana?" Raline mendorong bahu Robby dan bergegas untuk memakai helm.
Robby terlewatkan sebuah momen yang harusnya bisa disimpan di kotak memori kenangannya. Perasaan sebenarnya Robby sedikit kesal, tapi semua teralihkan saat melihat wajah imut Raline yang sedang merona pipinya.
Bagi Raline, dengan helm yang lumayan besar bisa menutupi kepalanya juga dengan bibirnya.
Tak lama kemudian mereka melaju sedang menuju pasar malam.
Saat di perjalanan jantung Raline masih berdebar kencang mengingat kejadian yang hampir saja terjadi. Robby tidak pernah melakukan hal itu di tempat umum. Emm, maksudnya nggak pernah di kampus juga, biasanya di teras rumah Raline itupun akhir-akhir ini jarang karena mereka lebih mentingin debatnya.
Robby marik paksa tangan Raline agar ia memeluk Robby dengan erat. Surabaya, malam dan sepasang kekasih sedang menulis lanjutan cerita mereka di malam minggu yang ramai itu.
Emang bener-bener lama banget pasangan ini nggak malam mingguan, setiap akhir pekan mereka disibukan dengan berdebat — menghindar dan urusan lainnya. Ramainya kota Surabaya juga membuat malam yang sungguh baru untuk mereka. Pelukan Raline yang makin erat membuat rindunya makin menggebu-gebu.
Tibalah mereka di sebuah pasar malam yang cukup luas dan ramai tentunya.
"Kamu nggak pusing lihat orang segini banyaknya?" Robby yang sedang meyakinkan Raline sambil melepas helmnya.
"Nggak, makanya kita beli makanan dulu baru duduk lesehan biar nggak terlalu pusing akunya" jawab Raline sambil membenarkan rambutnya.
Dengan segera Raline menggandeng tangan Robby dan memasuki pasar malam dengan perasaan yang lama nggak mereka rasakan. Perasaan-perasaan yang seharusnya ada sebagai pasangan berbahagia, namun itu mendadak hilang ketika mereka sibuk dengan sebuah ego dan perdebatan.
Raline langsung menuju ke suatu rombong makanan yang menjual sosis bakar. Terkenal enak memang sosis itu, tanpa berpikir panjang Raline membeli dua.
"Beli dua lagi pasti kamu kurang" bisik Robby kepada Raline.
Setelah itu mereka berjalan lagi untuk membeli makanan lainnya. Sungguh malam itu terasa begitu indah, seakan langit malam itu sedang dirias gambar hati serta bunga mawar di langit angkasa.
Akhirnya mereka duduk di pinggir jalan yang memang sudah disediakan karpet juga meja kecil. Raline meletakan semua makanan yang ia beli diatas meja, disusul oleh Robby yang duduk di hadapan Raline.
"Minggu depan makan di restoran saja,ya" ucap Robby sambil mengeluarkan minuman dari kantong kresek.
"Nggak usah ngapain, kamu nggak pernah ngerasain yang namanya kesederhanaan itu mampu menciptakan kebahagiaan yang nggak pernah kamu duga" jawab Raline yang membantu Robby mengeluarkan sedotan.
Robby tersenyum lalu memandangi langit yang dihiasi kelap kelip bintang serta terangnya bulan sabit. Raline juga melihat ke arah atas dan kemudian tersenyum.
"Kalau makan di restoran kamu nggak bisa senyum seperti sekarang"
"Kalau makan di restoran kamu nggak bisa melihat bulan sabit kesayangan kamu."
"Raline, aku benar-benar beruntung memilikimu"
"Tentu.. hehehe" Raline tersenyum sambil memulai menyantap sosis bakar yang ia beli tadi.
Semoga Robby tidak salah kira kalau ia beruntung memiliki Raline. Semoga Robby tidak cepat menyadari kalau Raline hatinya sedang terbagi oleh lelaki lain.
Tapi, ngomong-ngomong soal hati Raline kepada Ifan itu juga tergantung bagaimana perjuangan Ifan.
***
Perjuangan ? Apa yang harus Ifan perjuangkan di keadaan Raline sudah memiliki Robby. Apa alasan terkuat Ifan agar tetap memiliki Raline yang hatinya sudah dimiliki terlebih dahulu.Ifan Fernanda yang sekarang sedang menunggu kabar dari Raline. Karena hari ini hari Sabtu, Ifan juga sedang malam mingguan bersama teman-teman kampusnya. Ifan sedang duduk manis di bawah tenda hitam bersama lima teman-temannya, dua perempuan dan tiga pria totalnya jadi enam orang yang duduk dibawah tenda hitam.Dari tadi Ifan hanya merenung dan memutar-mutar sedotan es kopinya. Di dalam hatinya sedang berbicara yang tidak karuan.Kenapa ia harus menunggu Raline sebegininya. Jelas-jelas jika seseorang sudah memiliki pasangan ia akan memprioritaskan pasangannya. Namun, disisi lain
"Halo?" suara berat dari seorang laki-laki itu terdengar begitu jelas di telinga Raline. "Hehe, iya halo. Gimana sudah sampai rumah?" jawab Raline dengan senyum-senyum malu. "Sudah, nih, tadi aku aku sedikit ngebut biar cepet sampai kostan. Ini aku baru selesai mandi." jawab Ifan sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur. Iya, Raline memberikan nomor ponselnya kepada Ifan agar ia bisa lebih mudah berkomunikasi dengan lelaki dandanan ibu kota itu. Kalau dilihat masih banyak yang lebih keren daripada Ifan dan kalau di pikir-pikir kenapa harus Ifan? Raline berguling-guling diatas kasur sambil tersenyum senang— seperti sedang merasakan jatuh cinta lagi. Mereka melakukan panggilan suara sambil ber
Jauh sebelum Raline mengenal Ifan, Robby adalah laki-laki pertama yang membuat Raline merasakan indahnya jatuh cinta. Suatu hari, mereka berbicara empat mata di sebuah halaman belakang sekolah di saat jam istirahat.In adalah cerita saat Robby dan Raline pertama kali bertemu dan ini cerita tentang perasan Robby yang sebenarnya.Mereka bersekolah di sekolah yang sama. Sekolah yang kini menjadi saksi bisu ketika Robby menyatakan cintanya kepada Raline.Robby Wijayanto berlutut di hadapan Raline sambil memberikannya setangkai bunga mawar yang sengaja ia bawa sebelum datang ke sekolah. Waktu itu, Robby sudah mengincar Raline begitu lama saat mereka ditugaskan menjadi petugas upacara bendera di hari Senin.
Setelah beberapa hari Raline dekat dengan Ifan, sikap Raline perlahan berubah. Setiap ia datang ke kelas senyuman dan tawanya selalu ia bawa sampai membuat Geisha kebingungan. Buat Geisha kalau itu penyebabnya dari Robby, Raline nggak mungkin berbunga-bunga sepanjang hari.Hari itu kelas ditiadakan karena dosen sedang menghadiri sebuah seminar dan asisten dosen hanya memberikan beberapa tugas. Setelah asisten dosen keluar dari kelas, Raline kembali menatap layar ponselnya sambil tersenyum merona.“Line, Robby habis ngapain kamu?” Geisha mendekat ke arah Raline sambil mengintip ponsel Raline.“Ihh.. apa,sih, pengen tahu banget” Raline langsung menghindar dan mengalihkan ponselnya.
Setibanya Raline dirumah ia langsung mengajak Geisha masuk ke dalam kamarnya karena di ruang tamu terlihat ada kakaknya yang baru saja datang dari luar kota. Kakak Raline yang sudah lama merantau karena bekerja hari ini ia datang karena ingin memecahkan celengan rindunya kepada keluarga.Melihat adiknya yang nyeludur masuk ke rumah tanpa salam membuat Rania sedikit kesal. Cukup lama juga Rania dan Raline tidak membuat keributan dirumah. Dengan perasaan kesal dan geram, Rania menyusul adiknya di kamar.Ceklek..Suara pintu kamar Raline terdengar renyah sekali.“Kakak?!” Raline terkejut melihat mata Rania sudah membelalak kepadanya. Raline juga kesal sebenarnya karena Rania masuk ke kamarnya tanp
Seusai mengerjakan tugas yang tertinggal bersama Rino, dengan mulut yang diam seribu bahasa Robby langsung berjalan menuju parkiran motor. Robby masih kepikiran dengan kegelisahannya yang ia rasakan di perpustakaan tadi. Melihat hal itu, Rino dengan sigap merangkul temannya ini ia tidak ingin cowok setampan Robby harus merenung galau memikirkan satu perempuan. “Masih kusut aja wajahnya, udah dong jangan dipikirin terus” ucap Rino setelah tangan kirinya berhasil merangkul tubuh temannya itu. “Aku nggak mikirin kok” jawab Robby dengan lirih “Hahaha wajah kusut kamu, tuh, nggak bisa di bohongi. Emm, gimana kalau kita lupakan semua dengan minum beer di kafe tenda hitam?” “Kafe tenda hitam?” jaw
Setelah hampir seharian Raline bersama Ifan ia pulang kerumah dengan badan yang lesu dan cukup melelahkan. Bagaimana tidak, setelah ia menyaksikan senja di balkon bersama Ifan, ia pergi keluar untuk membeli makan. Raline dan Ifan begitu menikmati makan malam yang cukup sederhana. Mereka membeli satu bungkus nasi goreng berukuran jumbo dan membeli satu botol besar minuman soda. Raline dan Ifan menikmati makan malam yang sederhana itu di dalam kamar kost Ifan. Itu saran terbaik dari Ifan karena ia tidak mau Raline kesusahan lagi jika di luar ia bertemu dengan Robby. Hari itu sudah cukup menjadi hari yang menyenangkan untuk Raline. Setelah makan malam pun mereka masih sempat bersenda gurau membicarakan hal yang tidak penting dan tentunya Ifan berusaha mengeluarkan kata-kata manisnya untuk perempuan yang ia sukai itu.
Jam alarm yang sedari tadi bunyi tidak berhasil membuat Robby bangun. Pagi itu Robby harus di bangunkan oleh Mamanya yang hendak berangkat bekerja.Ketika Eni masuk ke dalam kamar anak laki-lakinya ia begitu tidak menyangka dengan isi kamar Robby seperti kapal pecah yang terkena badai di laut. Eni menggelengkan kepalanya sambil berusaha membangunkan Robby.“Rob.. Robby.. ini alarm kamu dari tadi bunyi kamu kok nggak segera bangun?” ucap Eni yang terus menggoyangkan tubuh RobbyHari itu Robby akan ada ujian susulan karena ia pernah melewatkan satu matakuliah. Bicara soal semalam, Robby tidak begitu ingat banyak ia hanya ingat saat masih datang pertama di kafe Tenda Hitam. Ketika ia sedang berusaha mengumpulkan nyawa ia baru memeriksa ponselnya.&n