Hengky mengatupkan bibirnya, dia tidak mengatakan apa pun, juga tidak mendorong Winda menjauh darinya.“Semua gara-gara aku ....”Suara Winda penuh dengan perasaan bersalah dan sakit hati. Kalau bukan karena dirinya, Hengky tidak akan terluka seperti ini.Tanpa Winda sadari, jakun Hengky bergerak naik turun. Matanya yang sedikit menyipit penuh dengan emosi. Dia meraih tangan Winda yang menyentuh tulang belikatnya, lalu berkata dengan suara seperti sedang berusaha menahan diri, “Keluar.”“Nggak mau.”Winda memberanikan diri untuk menempelkan wajahnya di punggung Hengky. Kemudian, dia mencium setiap bekas luka di punggung pria itu dengan hati-hati, seolah-olah dengan begitu dia bisa menyembuhkan rasa sakit yang Hengky alami.Sentuhan yang lembut dan hangan itu membuat tubuh Hengky menjadi tegang. Sorot matanya perlahan-lahan menjadi dalam dan gelap, bahkan tatapan matanya mulai memancarkan nafsu berahinya.Hengky tampaknya sudah tidak sanggup menahan diri lagi. Dia mengulurkan tangan dan
Winda merasa sangat gembira meski hanya mendapat tanggapan seperti itu. Tampaknya hubungan suami istri itu sangat penting, itu adalah cara terbaik untuk meningkatkan hubungan mereka menjadi lebih baik.“Sudah jam berapa sekarang? Masih selamat pagi. Jadi begini sikapmu sebagai seorang istri di rumah?”Pada saat ini, tiba-tiba ada suara yang datang dan merusak suasana. Sekarang Winda langsung merasa sakit kepala setiap kali mendengar suara Dita. Dia menggosok pelipisnya, lalu berbalik menghadap Dita dan berkata, “Tadi malam aku ....”Winda hendak berbicara, tapi dia tiba-tiba menyadari sesuatu. Dia pun menggigit bibirnya, tidak tahu harus berkata apa.Dia benar-benar malu untuk berkata di depan nenek dan tante Hengky kalau dia terlalu lelah tadi malam, tengah malam dia baru bisa tidur, makanya dia bangun kesiangan hari ini.Namun, sekalipun Winda tidak mengatakan apa pun Sekar dan Dita bisa melihat bekas di leher Winda. Raut wajah ibu dan anak itu seketika berubah.“Kalian ....” Wajah D
“Hengky!” Winda melipat tangannya di depan dada dan memelototi Hengky sambil mengerutkan kening, “Kamu jelas-jelas peduli padaku. Kenapa kamu harus lain di mulut lain di hati begini, sih?”Hengky menatap Winda dengan dingin. Perasaan kesal meluap di dalam hatinya. Seolah-olah, kata-kata Winda barusan telah mengungkapkan pikirannya yang tersembunyi. Pada detik itu juga, dia langsung membalas dengan dingin dan tidak sabar.“Nggak!”“Nggak?” Winda mengangkat alisnya dan sengaja mendekat, lalu berkata sambil tertawa ringan, “Kalau kamu nggak peduli padaku, kenapa kamu marahi pelayan itu demi aku? Kalau kamu nggak peduli padaku, kenapa kamu nggak mau ceraikan aku? Hengky, akui saja, di dalam hatimu ada aku.”Napas Winda yang hangat menyembur ke telinga Hengky, membangkitkan api di dalam hati pria itu. Hengky menatapnya dalam-dalam, tapi di suaranya yang dingin sama sekali tidak ada kehangatan, “Winda, jangan anggap dirimu terlalu penting. Aku bukan sedang bantu kamu.”“Bagaimanapun, kamu ad
“Apakah karena perjanjian pernikahan itu?”Winda menundukkan kepalanya, bahkan keberanian untuk menatap pria di depannya sudah tidak ada lagi. Dia mengepalkan tangannya erat-erat, hanya merasa waktu untuk menunggu jawaban pria itu terasa sangat lama.Hengky memperhatikan penampilan Winda yang gugup sejenak. Bibir tipisnya terbuka sedikit, tepat ketika dia hendak menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba ponsel Winda berdering. Suara dering ponsel memecah kesunyian di dalam mobil.Entah mengapa Winda merasa lega. Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dengan panik. Namun, begitu dia melihat nama penelepon itu, ekspresinya tiba-tiba menjadi muram.Dari sudut matanya Hengky bisa melihat nama Jefri di layar ponsel Winda selama beberapa detik. Ekspresi wajah pria itu mendadak menjadi sangat dingin. Matanya yang tajam menyipit, lalu dia menjawab dengan sinis, “Kalau nggak, kamu kira aku akan menikah denganmu?”Usai berkata, dia menarik kembali pandangannya dengan acuh tak acuh. Dia men
Rumah kakek Hengky jauh dari perkotaan. Butuh waktu lebih dari satu jam untuk pergi ke restoran itu dari sini. Apalagi di jam seperti ini, lalu lintas lebih macet dari biasanya. Pada saat Winda tiba di restoran, tinggal lima menit lagi sebelum pukul 12.00.Winda mengeluarkan topi dan masker dari tas dan memakainya. Dia menutupi dirinya sebelum keluar dari mobil. Setelah sopir melihatnya masuk ke dalam restoran, sopir itu mengeluarkan ponselnya dan menelepon Hengky.Lantai teratas gedung Pranoto Group, di ruang CEO. Hengky menerima sebuah panggilan tak terduga.“Pak Hengky, aku Jefri.”Hengky menyipitkan matanya dengan wajah tanpa ekspresi. Dia mengetukkan jarinya ke meja dengan ringan, lalu tertawa sinis dan berkata, “Ada apa?”“Aku ingin bertaruh dengan Pak Hengky. Apakah Pak Hengky tertarik?”“Nggak tertarik.” Hengky menjawab dengan dingin, hendak menutup telepon.Pasti ada yang salah dengan otak Jefri, makanya pria itu berani bersikap arogan di depan Hengky. Seolah teringat dengan k
Ada keheningan yang mencekam di ujung telepon yang lain. Seiring waktu berlalu, kepercayaan diri di dalam hati Jefri berangsur-angsur memudar. Tangannya yang memegang ponsel spontan mengencang, berubah menjadi tegang.Tepat ketika dia berpikir Hengky tidak akan setuju bertaruh dengannya, suara dingin Hengky datang dari ujung telepon.“Oke, kita taruhan.”Usai berkata, Hengky langsung menutup telepon. Dia melihat jam sebentar, lalu menelepon ke rumah kakeknya dan menanyakan nomor ponsel sopir yang mengantarnya tadi. Kemudian, dia mengirim pesan ke nomor sopir itu.Satu jam kemudian, dia mendapat telepon dari sopir.“Den, Non Winda pergi ke Palate Pleasure.” Seketika raut wajah Hengky menjadi sangat menakutkan. Pena di tangannya pun berubah bentuk karena dia tenaganya yang berlebihan.Hengky mengerutkan bibirnya dan berkata dengan dingin, “Jangan beri tahu siapa pun tentang hal ini.””Baik, Den.”Setelah menutup telepon, Hengky langsung memukul meja dengan kepalan tangannya. Wajahnya su
“Jefri, kamu nggak usah seperti ini. Bukannya dulu kamu paling benci aku ganggu kamu? Sekarang aku sama sekali nggak tertarik padamu, seharusnya kamu senang, dong,” kata Winda sambil tertawa sinis, seperti sedang menertawakan kebodohannya sendiri.Dulu Winda memang buta, tidak bisa melihat hubungan antara Jefri dan Luna. Dia masih dengan bodohnya dipermainkan oleh kedua orang itu. Kemungkinan kata-kata dalam pesan yang Jefri kirimkan padanya hari ini juga merupakan ide dari Luna.Senyum di sudut bibir Jefri langsung membeku. Dia seharusnya senang karena Winda tidak mengganggunya lagi. Namun, sejak Luna mengungkapkan semuanya pada Jefri dan Luna mengucapkan kata-kata itu, perasaan Jefri menjadi kacau.Jefri menghabiskan waktu sepanjang malam untuk memilah perasaannya. Pada akhirnya, dia menyadari kalau dia benar-benar memiliki perasaan terhadap Winda, yang seharusnya tidak dia miliki. Dia mengira saat itu dia pergi ke rumah sakit untuk berbaikan dengan Winda adaalh demi Luna. Namun, set
“Jefri, kamu ingin peras aku karena sudah menyelamatkan aku?” tanya Winda dengan raut wajah yang sangat dingin.Jefri mengepalkan tangannya, lalu menundukkan kepala untuk menyembunyikan rasa bersalah yang terpancar di matanya. Kemudian, dia berkata dengan suara yang berat, “Kamu berutang padaku, jadi kamu harus bayar.”Winda tertawa sinis, “Selama ini aku sudah lakukan begitu banyak hal untuk kamu. Menurutmu aku masih berutang padamu? Sekalipun iya, aku tetap nggak akan setujui dua pilihan yang kamu bilang tadi. Aku nggak bisa melakukannya.”Tanpa berpikir pun Winda tidak akan melakukan hal seperti mencuri proposal. Kalau membujuk ayahnya untuk berinvestasi di Gunawan Group, Winda takut begitu dia selesai bicara dengan ayahnya, Hengky langsung tahu mengenai hal ini. Kemarin dia baru saja bersumpah di depan keluarga Pranoto kalau dia akan memutuskan semua hubungan dengan Jefri. Hari ini Winda tidak akan ragu untuk berselisih dengan ayahnya demi Jefri. Dia hanya takut Sekar akan mengguna