“Apakah karena perjanjian pernikahan itu?”Winda menundukkan kepalanya, bahkan keberanian untuk menatap pria di depannya sudah tidak ada lagi. Dia mengepalkan tangannya erat-erat, hanya merasa waktu untuk menunggu jawaban pria itu terasa sangat lama.Hengky memperhatikan penampilan Winda yang gugup sejenak. Bibir tipisnya terbuka sedikit, tepat ketika dia hendak menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba ponsel Winda berdering. Suara dering ponsel memecah kesunyian di dalam mobil.Entah mengapa Winda merasa lega. Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dengan panik. Namun, begitu dia melihat nama penelepon itu, ekspresinya tiba-tiba menjadi muram.Dari sudut matanya Hengky bisa melihat nama Jefri di layar ponsel Winda selama beberapa detik. Ekspresi wajah pria itu mendadak menjadi sangat dingin. Matanya yang tajam menyipit, lalu dia menjawab dengan sinis, “Kalau nggak, kamu kira aku akan menikah denganmu?”Usai berkata, dia menarik kembali pandangannya dengan acuh tak acuh. Dia men
Rumah kakek Hengky jauh dari perkotaan. Butuh waktu lebih dari satu jam untuk pergi ke restoran itu dari sini. Apalagi di jam seperti ini, lalu lintas lebih macet dari biasanya. Pada saat Winda tiba di restoran, tinggal lima menit lagi sebelum pukul 12.00.Winda mengeluarkan topi dan masker dari tas dan memakainya. Dia menutupi dirinya sebelum keluar dari mobil. Setelah sopir melihatnya masuk ke dalam restoran, sopir itu mengeluarkan ponselnya dan menelepon Hengky.Lantai teratas gedung Pranoto Group, di ruang CEO. Hengky menerima sebuah panggilan tak terduga.“Pak Hengky, aku Jefri.”Hengky menyipitkan matanya dengan wajah tanpa ekspresi. Dia mengetukkan jarinya ke meja dengan ringan, lalu tertawa sinis dan berkata, “Ada apa?”“Aku ingin bertaruh dengan Pak Hengky. Apakah Pak Hengky tertarik?”“Nggak tertarik.” Hengky menjawab dengan dingin, hendak menutup telepon.Pasti ada yang salah dengan otak Jefri, makanya pria itu berani bersikap arogan di depan Hengky. Seolah teringat dengan k
Ada keheningan yang mencekam di ujung telepon yang lain. Seiring waktu berlalu, kepercayaan diri di dalam hati Jefri berangsur-angsur memudar. Tangannya yang memegang ponsel spontan mengencang, berubah menjadi tegang.Tepat ketika dia berpikir Hengky tidak akan setuju bertaruh dengannya, suara dingin Hengky datang dari ujung telepon.“Oke, kita taruhan.”Usai berkata, Hengky langsung menutup telepon. Dia melihat jam sebentar, lalu menelepon ke rumah kakeknya dan menanyakan nomor ponsel sopir yang mengantarnya tadi. Kemudian, dia mengirim pesan ke nomor sopir itu.Satu jam kemudian, dia mendapat telepon dari sopir.“Den, Non Winda pergi ke Palate Pleasure.” Seketika raut wajah Hengky menjadi sangat menakutkan. Pena di tangannya pun berubah bentuk karena dia tenaganya yang berlebihan.Hengky mengerutkan bibirnya dan berkata dengan dingin, “Jangan beri tahu siapa pun tentang hal ini.””Baik, Den.”Setelah menutup telepon, Hengky langsung memukul meja dengan kepalan tangannya. Wajahnya su
“Jefri, kamu nggak usah seperti ini. Bukannya dulu kamu paling benci aku ganggu kamu? Sekarang aku sama sekali nggak tertarik padamu, seharusnya kamu senang, dong,” kata Winda sambil tertawa sinis, seperti sedang menertawakan kebodohannya sendiri.Dulu Winda memang buta, tidak bisa melihat hubungan antara Jefri dan Luna. Dia masih dengan bodohnya dipermainkan oleh kedua orang itu. Kemungkinan kata-kata dalam pesan yang Jefri kirimkan padanya hari ini juga merupakan ide dari Luna.Senyum di sudut bibir Jefri langsung membeku. Dia seharusnya senang karena Winda tidak mengganggunya lagi. Namun, sejak Luna mengungkapkan semuanya pada Jefri dan Luna mengucapkan kata-kata itu, perasaan Jefri menjadi kacau.Jefri menghabiskan waktu sepanjang malam untuk memilah perasaannya. Pada akhirnya, dia menyadari kalau dia benar-benar memiliki perasaan terhadap Winda, yang seharusnya tidak dia miliki. Dia mengira saat itu dia pergi ke rumah sakit untuk berbaikan dengan Winda adaalh demi Luna. Namun, set
“Jefri, kamu ingin peras aku karena sudah menyelamatkan aku?” tanya Winda dengan raut wajah yang sangat dingin.Jefri mengepalkan tangannya, lalu menundukkan kepala untuk menyembunyikan rasa bersalah yang terpancar di matanya. Kemudian, dia berkata dengan suara yang berat, “Kamu berutang padaku, jadi kamu harus bayar.”Winda tertawa sinis, “Selama ini aku sudah lakukan begitu banyak hal untuk kamu. Menurutmu aku masih berutang padamu? Sekalipun iya, aku tetap nggak akan setujui dua pilihan yang kamu bilang tadi. Aku nggak bisa melakukannya.”Tanpa berpikir pun Winda tidak akan melakukan hal seperti mencuri proposal. Kalau membujuk ayahnya untuk berinvestasi di Gunawan Group, Winda takut begitu dia selesai bicara dengan ayahnya, Hengky langsung tahu mengenai hal ini. Kemarin dia baru saja bersumpah di depan keluarga Pranoto kalau dia akan memutuskan semua hubungan dengan Jefri. Hari ini Winda tidak akan ragu untuk berselisih dengan ayahnya demi Jefri. Dia hanya takut Sekar akan mengguna
Jefri bisa menebak apa yang ada di pikiran Winda ketika melihat ekspresi Winda yang tampak frustrasi. Setelah ragu sejenak, dia pun berkata, “Bukannya kamu punya saham di Atmaja Group? Pakai dana enam ratus miliar seharusnya nggak begitu sulit.”Winda spontan terkejut dan menatap Jefri dengan curiga. Kemudian, dia bertanya sambil mengerutkan kening, “Kenapa kamu bisa tahu aku punya saham di Atmaja Group?”Winda memang memiliki sepuluh persen saham di Atmaja Group. Saham itu merupakan warisan dari ibunya yang telah meninggal.Hanya saja, Winda tidak pernah memberi tahu hal ini kepada Jefri. Pria itu seharusnya tidak tahu, kecuali Luna memberi tahu pria itu.Jefri tampak menyesal, tapi dia segera menyembunyikan penyesalannya dengan senyuman, “Kamu pernah bilang sama aku secara nggak sengaja dulu. Kamu bilang saja bisa bantu aku atau nggak.”Dari reaksi Jefri, Winda bisa memastikan kalau hal ini pasti ada hubungannya dengan Luna. Terlalu banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini, sampai-sam
Namun siapa sangka, begitu Winda sampai di depan tangga, Winda melihat sosok yang dikenalnya. Dia ingin bersembunyi, tapi sudah terlambat.Begitu Hengky mendongak, dia pun melihat Winda berdiri mematung di depan tangga dengan wajah pucat. Dari ekspresinya kentara sekali perempuan itu sedang panik dan kebingungan.“Sayang, kenapa kamu ada di sini?” Winda melengkungkan sudut bibirnya yang terasa kaku dan tersenyum pada Hengky.Winda melirik ke belakang dari ekor matanya, sambil berdoa agar Jefri tidak keluar saat ini. Kalau tidak, dia benar-benar tidak bisa memberi penjelasan lagi.Mungkin karena Hengky muncul tiba-tiba, Winda yang tidak sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik. Kegelisahan dan kepanikan di mata perempuan itu begitu jelas, Hengky ingin mengabaikannya pun tidak bisa.Hengky melihat Winda melirik ke belakang, dia pun menyadari sesuatu. Raut wajah pria itu seketika menjadi sangat muram.“Kenapa kamu gugup begitu?” tanya Hengky sambil menatapnya dengan d
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Jefri dengan prihatin.Winda langsung mendorong Jefri menjauh darinya. Tiba-tiba perempuan itu berbalik dan menampar Jefri.“Jefri, kamu sengaja jebak aku?” Dia memelototi Jefri dengan tajam, di matanya penuh dengan kebencian dan rasa jijik.Setelah semua jadi seperti ini, Winda benar-benar bodoh kalau dia masih tidak bisa mengetahuinya. Tidak mungkin Hengky tiba-tiba muncul di sini, apalagi di waktu yang sangat pas. Pasti Jefri yang memberi tahu Hengky tentang hal ini.Jefri menyeka darah di sudut bibirnya dengan tangan. Pada saat dia melihat wajah Winda yang sangat marah, dia pun bertanya dengan cemberut, “Ini pertama kalinya kamu pukul aku. Winda, kamu benar-benar jatuh cinta pada Hengky?”“Jefri, aku batalkan kesepakatan kita tadi. Camkan baik-baik. Kalau kamu masih berani memainkan trik-trik di belakangku, jangankan Gunawan Group, aku akan buat kamu nggak bisa tinggal di Kota Jenela lagi!”Usai berkata, Winda pun tidak peduli dengan Jefri lagi. Dia berg