“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Di sebuah gudang terbengkalai yang terletak di pinggiran kota ….Winda yang sedang meringkuk di lantai hampir saja kehilangan kesadarannya karena rasa sakit yang dia rasakan akibat kesepuluh kuku jarinya dicabut dan terus meneteskan darah tanpa henti. Sementara itu, Luna hanya tersenyum seperti orang gila sambil memegang sebuah tang di tangan kanannya.“Gimana, Winda? Sakit?” ucap Luna tertawa sambil menginjak jari Winda, “Sudah lama aku mau nyiksa kamu! Kalau bukan karena ada Hengky yang selama ini jagain kamu, kamu pikir kamu bisa hidup sampai detik ini? Sayangnya kamu sendiri yang bodoh mau saja bercerai sama Hengky cuma demi Jefri! Hahaha …. jadi ini bukan salahku!”Luna merasa cemburu seketika mengungkit nama Hengky dan langsung menendang perut Winda untuk melampiaskan emosinya. Alhasil, Winda yang kesakitan sampai tubuhnya mengejang pun langsung memuntahkan darah segar dari mulutnya dalam jumlah yang cukup banyak.“Luna … kenapa? Kenapa?!” jerit Winda dengan mata memerah.Dalam h
Winda duduk di tepi ranjang memijat kakinya sambil menghela napas yang cukup panjang. Waktu di mana dia terlahir kembali sungguh memalukan. Bisa-bisanya dia kembali ke momen ketika hubungannya dengan Hengky sedang sangat canggung. Melihat Hengky yang hendak menandatangani surat perceraian mereka tanpa rasa ragu sedikit pun membuat Yuna merasa perjalanannya dalam memperbaiki hubungan ini akan sangat memakan waktu.Keesokan harinya, Hengky yang baru saja bangun dan berjalan melewati kamar tidur utama terkejut ketika mendapat di dalam tidak ada orang. Seketika itu dia pun tersenyum sinis. Apakah lagi-lagi Winda pergi menemui Jefri?“Pak Hengky, sarapannya sudah …,” ujar pelayan rumah yang melihat majikannya baru saja turun.“Aku nggak makan,” jawab Hengky ketus sembari berjalan ke arah pintu depan.“Hari ini Bu Winda yang bikin sarapan.”Sontak langkah Hengky terhenti dan dia pun menatap pelayannya kebingungan.“Tadi Bu Winda sudah bikinin sarapan dari jam enam pagi. Pak Hengky yakin ngga
“Dasar anak nggak tahu tata krama! Luna, kasih fotonya ke Winda. Coba kita lihat masih bisa alasan apa lagi dia kali ini!” seru James.Luna bertingkah seolah dengan berat hati mengeluarkan ponselnya, tapi dalam hati sebenarnya dia merasa sangat senang. Dia sudah mempersiapkan semua ini dari awal, makanya dia berani berbicara seperti tadi di depan ayahnya. Dengan adanya foto sebagai bukti konkrit, dia mau lihat sejauh mana Winda bisa membela diri.Seraya membuka foto yang telah dia siapkan, Luna memberikan ponselnya kepada Winda, “Kemarin aku dapat foto ini nggak lama setelah kau pergi. Kakak nggak benar-benar tidur sama Jefri, ‘kan?”Winda meraih ponsel tersebut, memperbesar fotonya agar bisa terlihat lebih kelas dan tersenyum menyeringai.“Cewek yang ada di foto ini bukan aku!” kata Winda, lalu dia menyerahkan ponselnya ke sang ayah dan berkata, “Pa, masa Papa bahkan nggak bisa ngenalin anak sendiri?”Dibandingkan putri sulungnya yang binal dan suka membangkang, James lebih percaya k
Entah karena alasan apa tiba-tiba saja Winda merasa ada sesuatu yang aneh, dia pun menatap perut Clara dengan penuh rasa curiga dan bertanya, “Sudah tiga bulan lebih tapi perutnya masih nggak kelihatan kayak lagi hamil. Apa anaknya nggak apa-apa?”Mendengar itu, Clara langsung panik dan tidak berani menatap Winda. Dia hanya mencengkeram tangan James dan berkata lirih, “James, aku ngerasa nggak enak badan. Aku mau istirahat sebentar di kamar.”Meskipun James sendiri masih curiga dan tidak senang dengan apa yang Luna lakukan, untuk sementara waktu dia mengesampingkan semua itu demi anak yang ada di dalam perut Clara sekarang.“Luna, bawa mama kamu ke kamar untuk istirahat. Terus telepon dokter minta dia untuk datang sekarang juga,” perintah James.“Papa kenapa malah membela Luna?” tanya Winda.“Kalau bukan gara-gara kamu sendiri yang bikin kesalahan dari awal, masalahnya nggak bakal jadi separah ini.”“Oh, bahkan Luna mau ngejebak aku pun masih tetap aku yang salah?”“Mama tiri kamu sek
Ditatap seperti itu oleh Winda membuat Luna merinding dan merasa tidak aman seolah Winda mengetahui sesuatu. Bahkan Luna sampai berpikir untuk mencegah ibunya diantar ke ruang ganti oleh Winda.Aula ini memiliki dua lantai. Kamar rias dan ruang istirahat berada di lantai atas yang bisa diakses dengan menaiki tangga spiral. Dari lantai atas Winda memantau acara yang berlangsung di bawah. Dia merasa sedikit kecewa karena tidak menemukan Hengky di antara para tamu. Sepertinya Hengky tidak akan datang untuk hari ini. Akan tetapi ….Dari sudut matanya Winda bisa melihat Clara. Meski dari luar sekilas masih terlihat tenang, ekspresi di wajah Clara menunjukkan sebaliknya. Meski begitu, Winda tidak begitu peduli dan hanya fokus mengantar Clara ke ruang istirahat.Guna mempermudah mereka dalam menjaga Clara yang sedang hamil, keluarga Atmaja membawa kedua pelayan mereka di rumah kemari. Seketika melihat Winda dan Clara masuk, mereka pu langsung membawakan pakaian ganti untuknya.“Aku sudah sel