Jeanne menyadari dirinya hanya gadis dengan kehidupan biasa saja. Hingga ketika dirinya baru menginjak kelas dua SMA, seorang guru baru datang ke kehidupannya dengan membawa cerita dari masa lalu. Guru itu percaya bahwa Jeanne adalah keturunan salah satu Marrymoore. Alih-alih hendak memberi kabar siapa Jeanne sebenarnya, ternyata guru itu memiliki maksud lain yang menguntungkan dirinya sendiri. Sebenarnya, demi bisa mengetahui kisah tersebut—siapakah guru itu?
View MoreDi lorong sekolah menuju kelasnya sekilas Jeanne seperti melihat seseorang. Dia menghentikan langkah dan menilik sejumlah gadis di tepian tangga. Tidak salah lagi. Ada Rossi disana. Apa yang sedang gadis itu lakukan? Dari gerak-gerik dan mimik gadis-gadis itu rasa-rasanya sedang ada yang tidak beres. Segera Jeanne menghampiri mereka."Wajahmu tidak usah tak mengenakan seperti itu dong," pekik salah satu gadis. Dibantu seorang teman, dirinya memojokkan Rossi dalam rasa bersalah."Ada apa?" tanya Jeanne.Rossi menegakkan tatapan menyadari adanya Jeanne. Lantas tangannya terulur memperlihatkan beberapa lembar kertas hasil print yang basah oleh air berwarna kecoklatan. Dari air wajah Rossi jelas sekali jika benda itu miliknya yang rusak disebabkan oleh kedua gadis itu."Mengapa bisa jadi seperti itu?" tanya Jeanne lebih tegas.Si gadis bernama Katherine yang diketahui Jeanne dari name tag di dadanya memberi ekspresi tak be
Jeanne menggiring sepedanya menyusuri jalan yang padat kendaraan dan ramai oleh jejeran toko. Jalan ini adalah jalan yang biasa dilaluinya ketika hendak atau pulang dari sekolah. Jika dari rumahnya, Jeanne hanya perlu pergi keluar desa dan menyusuri jalan raya lenggang yang membelah ladang padi hingga tiba di jalan dengan kontruksi yang lebih maju: banyak gedung berlantai dua atau tiga disana, pertokoan, penjual macam-macam barang, penyedia jasa antar, dan di pertigaan itulah pusatnya: ada stasiun kereta di jalan ke arah kanan.Seperti yang dijanjikan Nino, sepeda Jeanne dengan aman ditemuinya di parkiran sekolah pagi-pagi dengan keadaan yang lebih baik. Gadis itu berucap terimakasih pada Nino yang hari ini mau menjemputnya dan sebab dia sudah membantu memperbaiki sepeda itu. "Ucapkan terimakasihku untuk temanmu itu, ya," pesan Jeanne.Itulah mengapa sepulang sekolah ini dirinya sudah kembali menendarai sepeda seorang diri. Daerah ini belum terlalu ramai. Biasany
Suasana rumah Jeanne amat sangat sepi walau masih pukul tujuh. Tiada yang terdengar kecuali suara jangkrik di pekarangan. Rumahnya tidak besar dan sederhana, hanya ada dua kamar, ruang tengah, dapur, kamar mandi dan teras dengan halaman yang lumayan luas bersemak belukar. Seluruh jendela dan pintu sudah dikuncinya. Gadis itu hanya merebahkan diri di kamar sambil membaca buku yang dibelinya sore ini dari toko Pak Tomi.Dalam keheningan itu mendadak ada sebuah suara. Bunyinya tertebak berasal kenop pintu depan. Jeanne tinggal menunggu saat-saat dimana seseorang masuk ke dalam kemudian membuka pintu kamarnya."Jean."Benar saja. Seseorang tiba di bingkai pintu kamar Jeanne. Wanita berumur dua puluh satu dengan ransel di punggung."Oh, sudah pulang, kak." Jeanne menyelipkan pembatas buku di halaman terakhir yang dia baca lantas bangkit untuk duduk."Yah, aku bawa makanan nih. Ayo keluar." Sesaat kemudian wanita itu berlalu.Jea
Jeanne bukanlah murid rajin yang biasa sampai di sekolah satu jam sebelum kelas pertama dimulai. Tetapi bukan juga bagian dari murid yang senang datang terlambat. Menyadari dua puluh menit—sejak dirinya baru melewati setengah perjalanan—kelas akan dimulai, dirinya ketar-ketir juga. Kekuatan kakinya mengayuh sepeda mengantarkannya kepada rasa aman sebab kelas baru akan dimulai lima menit lagi ketika ia sampai di parkiran sepeda sekolah.Namun, ada yang sesuatu yang cukup mengejutkannya ketika tiba di depan kelas. Hal itu bukan tatapan orang-orang yang memandangnya dengan ledekan karena kaus kaki yang tinggi sebelah, atau baju yang kusut serta ketidaklengkapan atribut yang dikenakannya akibat terburu-buru pagi ini. Bukan. Hal mengejutkan itu dimulai dari suatu keanehan: mengapa tidak ada seseorang yang berlalu lalang di depan kelasnya seperti hari-hari biasa. Padahal di koridor sebelumnya masih ramai—pertanda kelas belum dimulai.Setelah Jea
Jeanne bukanlah murid rajin yang biasa sampai di sekolah satu jam sebelum kelas pertama dimulai. Tetapi bukan juga bagian dari murid yang senang datang terlambat. Menyadari dua puluh menit—sejak dirinya baru melewati setengah perjalanan—kelas akan dimulai, dirinya ketar-ketir juga. Kekuatan kakinya mengayuh sepeda mengantarkannya kepada rasa aman sebab kelas baru akan dimulai lima menit lagi ketika ia sampai di parkiran sepeda sekolah.Namun, ada yang sesuatu yang cukup mengejutkannya ketika tiba di depan kelas. Hal itu bukan tatapan orang-orang yang memandangnya dengan ledekan karena kaus kaki yang tinggi sebelah, atau baju yang kusut serta ketidaklengkapan atribut yang dikenakannya akibat terburu-buru pagi ini. Bukan. Hal mengejutkan itu dimulai dari suatu keanehan: mengapa tidak ada seseorang yang berlalu lalang di depan kelasnya seperti hari-hari biasa. Padahal di koridor sebelumnya masih ramai—pertanda kelas belum dimulai.Setelah Jea
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments