Seorang pria paruh baya berjalan mendekat dari kejauhan.Dia mengenakan topi hitam dan seragam biru yang dipadu dengan rompi merah. Di bagian tengah rompi itu terdapat tulisan ‘Patroli’. Dia mengenakan sepatu bot, di pinggangnya juga bergantung sebilah golok.Pria itu tidak terlalu tinggi, tetapi juga tidak pendek. Dia terlihat seperti orang cerdik pada umumnya.Namun, kemunculannya langsung membuat seluruh Pasar Timur menjadi hening.Semua amarah yang terukir di wajah setiap pedagang langsung sirna dan digantikan dengan seulas senyum menyanjung.Pria paruh baya itu adalah petugas patroli Pasar Timur. Namanya Eko Makmur.Status seorang petugas patroli tidak termasuk tinggi di ibu kota provinsi. Akan tetapi, para penduduk juga tidak berani menyinggungnya.Di ibu kota provinsi, jabatan yang berpangkat tinggi adalah patih, pejabat sipil dan jenderal militer. Selebihnya yang tidak berpangkat adalah hakim, patroli, panitera dan sebagainya. Mereka biasanya disebut ‘pejabat’.Meskipun para pe
Wira tiba di Toko Besi Keluarga Salim di Pasar Utara. Ini adalah toko besi paman pemilik tubuh sebelumnya.Saat berumur sekitar 10 tahun, pemilik tubuh sebelumnya tinggal di rumah pamannya ini untuk belajar.Istri pamannya sudah meninggal saat persalinan. Jadi, paman dan putrinya hanya bisa bergantung pada satu sama lain. Mereka bersikap sangat baik terhadap pemilik tubuh sebelumnya.Namun, pamannya menentang pernikahan pemilik tubuh sebelumnya dengan Wulan tiga tahun yang lalu.Bagaimanapun juga, ada rumor bahwa keluarga Linardi akan dilenyapkan. Pamannya khawatir pemilik tubuh sebelumnya akan terlibat masalah.Akan tetapi, pemilik tubuh sebelumnya malah tidak mendengar nasihat pamannya. Alhasil, hubungan mereka pun menjadi dingin.Saat menikah, pemilik tubuh sebelumnya bahkan tidak mengundang pamannya. Selama tiga tahun terakhir, dia juga tidak pernah mengunjungi pamannya.Saat tiba di depan toko besi yang tidak asing itu, Wira pun berjalan masuk.“Siapa?” Terdengar suara seseorang
Lestari dan Suryadi buru-buru keluar. Mereka melihat Wira mengangkat panci itu, lalu menuangkan campuran cairan gula dan lumpur kuning ke dalam corong yang dilapisi jerami.“Ayah, lihat!” ujar Lestari dengan cemberut.Suryadi juga melihat situasinya dengan kaget.Larutan gula itu mengalir turun melalui corong dan mulai terpisah.Tidak lama kemudian, bagian atas mengkristal menjadi gula putih, bagian tengah membentuk gula cokelat dan bagian paling bawah adalah ampas gula mentah.“Gula cokelat dan gula putih!” seru Lestari dengan terkejut.Harga gula mentah paling murah, 100 gabak per setengah kilo, sedangkan harga gula cokelat 300 gabak per setengah kilo. Di pasar, belum ada yang menjual gula putih.Perbandingan warna lapisan gula itu adalah 50% gula putih, 30% gula cokelat dan 20% ampas gula mentah.Dengan perbandingan seperti itu, gula cokelat yang didapat sudah bisa menutupi modal gula mentah. Sementara penjualan gula putih sudah benar-benar murni keuntungan.Suryadi, Hasan, Danu dan
Kusir mengeluarkan sebuah balok penumpu dan menyuruh Lestari turun terlebih dahulu. Kemudian, dia baru memapah Wira untuk turun dari kereta. Danu dan Sony mengeluarkan dua kotak cendana dari dalam kereta.Saat melihat keempat orang itu memasuki toko, pegawai toko pun menyambut mereka dengan ramah, “Tuan, apa yang bisa aku bantu?”Setelah melihat reaksi pegawai toko, Danu dan Sony langsung mengerti maksud Wira menyuruh mereka berganti pakaian.Tadi pagi saat mereka berempat mau membeli barang, mereka bahkan sudah diusir terlebih dahulu sebelum mengatakan apa-apa. Sekarang, setelah melihat pakaian mereka, pegawai toko malah langsung bersikap sangat ramah.Wira berkata dengan penuh percaya diri, “Aku datang untuk cari pemilik toko, suruh dia keluar!”“Namaku Hendra Sutedja. Siapa namamu? Untuk apa kamu kemari?”Hendra Sutedja, tuan ketiga keluarga Sutedja yang gemuk itu berjalan turun dari lantai dua. Dia mengamati Wira terlebih dahulu, lalu melirik Lestari, Danu dan Sony. Kemudian, seula
“Simpan uangnya!”Wira sama sekali tidak melirik uang di dalam kotak itu. Dia langsung bangkit dan melambaikan tangannya. “Transaksi kita sudah selesai. Aku pamit dulu!”Danu menerima kotak itu, sedangkan Lestari dan Sony berjalan di belakangnya.“Wira, tunggu dulu!” Hendra langsung mengejarnya dan bertanya, “Kapan kamu bisa sediakan gula kristal ini lagi?”“Itu tergantung keberuntunganku!” Wira berkata sambil mengangkat alisnya, “Gula kristal pada dasarnya memang langka. Pedagang dari Wilayah Barat harus melalui wilayah bangsa Agrel sebelum sampai di Kerajaan Nuala, sedangkan wilayah bangsa Agrel sangat berbahaya. Entah kapan mereka bakal datang lagi. Mungkin tiga bulan, mungkin juga setahun. Jadi, aku juga nggak bisa pastikan waktunya.”“Oh!” Hendra berkata dengan hormat, “Kulihat kamu sangat berwibawa, kamu pasti berasal dari keluarga besar, ‘kan? Apa kamu itu anak keluarga Darmadi dari Kota Nagari?”Kota Nagari juga merupakan kota pusat pemerintahan. Jaraknya sekitar 150 kilometer
Dalam perjalanan pulang, Hasan menarik gerobak di depan, sedangkan Danu mengawal di belakang. Doddy dan Sony sedang berjalan sambil mengobrol, sementara Wira tidur di atas gerobak. Dia sudah tidak tahan begadang dari semalam.Doddy berkata dengan semangat, “Kak Sony, coba cerita sekali lagi gimana Kak Wira menjual gulanya.”“Doddy, aku sudah cerita berkali-kali! Tenggorokanku sudah mau sakit!”Sony pun menunduk dan bermain dengan bajunya.“Ya sudah kalau nggak mau cerita lagi. Tapi kelak, panggil aku Zabran! Itu nama yang diberi Kak Wira untukku!” ujar Doddy dengan serius.Sony mengangkat lengan bajunya sambil berkata, “Zabran, kenapa kamu nggak ganti baju baru? Baju ini nyaman banget, lho!”Setelah meninggalkan Toko Gula Keluarga Sutedja, Wira pun berbelanja banyak. Semua orang mendapatkan dua set pakaian dan sepatu baru.Doddy melirik ke arah ayahnya yang sedang menarik gerobak. Baju baru harus disimpan sampai Tahun Baru, mana mungkin Doddy berani langsung memakainya seperti Sony. Ji
Namun, pintunya tetap tidak terbuka setelah didobrak.Budi melambaikan tangannya sambil berkata, “Jangan dobrak lagi, sudah ditahan dari dalam. Panjat dinding saja!”Keempat bawahan itu pun berhenti mendobrak. Kemudian, mereka mulai bertumpu pada satu sama lain untuk memanjat dinding rumah Wira. Setelah melompat masuk, bawahan itu pun membukakan pintu dari dalam agar Budi bisa masuk.Setelah melihat Budi masuk ke rumahnya, Wulan langsung berlari ke ruang utama dengan panik.Budi melangkah dengan santai sambil berkata, “Cantik, suamimu sudah kabur, tapi kamu masih begitu setia padanya. Bukannya lebih baik hidup bersamaku yang penyayang?”“Suamiku nggak kabur! Dia pasti pulang untuk bayar utang! Kamu jangan macam-macam!”Wulan menyeret meja di dalam ruang utama untuk menahan pintu.“Apa bagusnya si Pemboros itu hingga kamu begitu setia padanya?”Budi memberi isyarat pada bawahannya, lalu dua bawahannya langsung mendobrak pintu.Saat pintu didobrak, Wulan yang sedang menahan meja juga ter
Menurut aturan Kerajaan Nuala, batas terakhir membayar utang itu di tengah malam.Apa yang sudah dilakukan Budi?Wira memang tidak melihat apa yang sudah terjadi. Namun, saat melihat pintu aula utama yang roboh, Wulan yang berlinang air mata, tangannya yang bengkak dan memar, pisau dan gunting yang ada di tangan anak buah Budi serta para kerabat yang memegang tongkat kayu, Wira langsung mengerti apa yang terjadi.“Suamiku!”Saat semua anak buah Budi sedang lengah, Wulan mengambil kesempatan untuk berlari keluar dari aula utama. Dia langsung melemparkan diri ke dalam pelukan Wira dan menangis tersedu-sedu.“Jangan takut, aku sudah pulang!”Wira mengelus rambut panjang Wulan sambil menghiburnya. Kemudian, dia mengangkat tangan Wulan yang bengkak dan memar sambil bertanya, “Masih sakit?”“Nggak sakit lagi!”Meskipun Wulan masih merasa tangannya sangat sakit, dia tetap memaksakan seulas senyum. Saat melihat semua warga desa yang menatap mereka, Wulan buru-buru bersembunyi di belakang Wira
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala