Share

Bab 10

Author: Arif
Wira tiba di Toko Besi Keluarga Salim di Pasar Utara. Ini adalah toko besi paman pemilik tubuh sebelumnya.

Saat berumur sekitar 10 tahun, pemilik tubuh sebelumnya tinggal di rumah pamannya ini untuk belajar.

Istri pamannya sudah meninggal saat persalinan. Jadi, paman dan putrinya hanya bisa bergantung pada satu sama lain. Mereka bersikap sangat baik terhadap pemilik tubuh sebelumnya.

Namun, pamannya menentang pernikahan pemilik tubuh sebelumnya dengan Wulan tiga tahun yang lalu.

Bagaimanapun juga, ada rumor bahwa keluarga Linardi akan dilenyapkan. Pamannya khawatir pemilik tubuh sebelumnya akan terlibat masalah.

Akan tetapi, pemilik tubuh sebelumnya malah tidak mendengar nasihat pamannya. Alhasil, hubungan mereka pun menjadi dingin.

Saat menikah, pemilik tubuh sebelumnya bahkan tidak mengundang pamannya. Selama tiga tahun terakhir, dia juga tidak pernah mengunjungi pamannya.

Saat tiba di depan toko besi yang tidak asing itu, Wira pun berjalan masuk.

“Siapa?”

Terdengar suara seseorang dari dalam rumah. Kemudian, seorang gadis berjalan keluar. Saat melihat Wira, dia langsung tercengang. Setelah beberapa saat, dia baru berkata dengan cemberut, “Sudah punya istri langsung lupain pamannya. Dasar durhaka! Masih ingat datang kemari?”

Gadis itu berumur sekitar 17-18 tahun. Wajahnya kecil, rambutnya diikat model kucir kuda. Dia tidak terlalu tinggi, sedangkan wajahnya dihiasi beberapa bintik hitam. Matanya besar dan jernih, giginya juga rapi. Dia terlihat cantik dan manis.

Setelah mendengar ucapannya, Wira tidak marah. Dia malah berkata sambil tersenyum, “Lestari, Paman di mana?”

Gadis itu adalah adik sepupu Wira, Lestari Salim. Dia sudah membantu ayahnya mengelola keuangan di rumah sejak kecil. Jadi, dia sangat jago berhitung. Selain itu, dia juga bermulut tajam. Sejak kecil, pemilik tubuh sebelumnya sudah sering adu mulut dengannya.

“Dia pergi memilih batu bara. Bentar lagi juga balik!” Setelah mengamati Wira sejenak, Lestari berkata dengan muram, “Dengar-dengar, habis nikah, kamu asyik foya-foya dan sudah habiskan semua kekayaan yang diwariskan Paman dan Bibi. Rumor itu benar? Jangan bohong!”

Wira tersenyum ringan sambil mengangguk.

“Dasar kamu ini! Semuanya bilang kalau Kakak Ipar itu wanita tercantik sekabupaten, tapi kamu malah bertindak sembarangan di luar. Apa sebenarnya yang kamu pikirin? Sudah dipelet orang?”

Setelah memarahi Wira, Lestari pun mengganti topik pembicaraan. “Aku sudah malas mengatai orang nggak berperasaan sepertimu. Sudah makan belum? Mau kumasakin sesuatu?”

“Nanti saja!” Setelah mendengar ucapan Lestari, Wira langsung terkejut dan menggeleng dengan rasa bersalah.

Tiba-tiba, seorang pria kekar yang menjinjing dua keranjang batu bara berjalan masuk. Saat melihat Wira, pria itu langsung meletakkan keranjang berisi batu bara dan buru-buru menghampiri Wira dengan gembira. “Wira, akhirnya kamu datang juga!”

Orang itu adalah paman pemilik tubuh sebelumnya. Namanya Suryadi Salim. Dia sangat menyayangi pemilik tubuh sebelumnya seperti putra kandungnya sendiri. Namun, pemilik tubuh sebelumnya masih belum dewasa. Setelah melihat pamannya, Wira membungkuk sambil berkata, “Paman, maafkan aku. Dulu, aku nggak ngerti soal kekhawatiranmu. Aku sudah salah!”

“Cepat bangun!” Suryadi buru-buru memapah Wira, lalu berkata dengan berlinang air mata, “Paman juga salah. Sebagai orang dewasa, seharusnya aku tetap pergi mengunjungimu meski kamu nggak datang jenguk aku. Tapi sekarang sudah nggak masalah. Lestari, cepat pergi beli seperempat kilo daging sapi untuk Wira. Dengar-dengar, ada yang jual ikan yang masih hidup juga di Pasar Timur, pergi beli seekor untuk kakakmu ini!”

“Harga daging sapi setengah kilo 100 gabak, seperempat kilo sudah mau 50 gabak. Harga seekor ikan segar setengah kilo 80 gabak, yang sekilo seekor sudah mau 160 gabak. Ditambah dengan bahan lainnya, cuman makanan untuk dia seorang sudah menghabiskan 300 gabak! Ayah, dia sudah nggak datang jenguk kamu selama tiga tahun, tapi kamu malah begitu senang begitu dia datang minta maaf!”

Begitu mendengar ucapan ayahnya, Lestari langsung cemberut. Dia dengan cepat menghitungkan seluruh biaya yang diperlukan untuk menjamu Wira, tetapi tetap bangkit sambil menjinjing keranjang sayur.

Wira buru-buru melambaikan tangannya dan berkata, “Lestari, jangan beli sayur dulu. Aku butuh bantuanmu!”

Lestari langsung cemberut. “Kamu butuh bantuan apa? Dengar-dengar kamu sudah pinjam uang sama orang. Apa kamu datang cari kami karena nggak bisa bayar utang?”

“Lestari!” Setelah memelototi putrinya, Suryadi bertanya pada Wira, “Wira, maafkan Paman nggak mengawasimu baik-baik selama beberapa tahun ini, kamu jadi terjerumus ke jalan yang salah. Jangan takut, habis bayar utangnya, jadilah orang yang baik ke depannya. Kamu utang berapa? Paman punya sedikit simpanan. Kamu boleh pakai dulu untuk bayar utang.”

“Ayah! Itu uang yang kusimpan supaya kamu bisa menikah lagi dan melahirkan anak untuk meneruskan keluarga kita!”

Setelah mengucapkan hal itu, Lestari dipelototi ayahnya lagi. Dia pun berkata dengan cemberut, “Kamu cuman sayang dia!”

“Aku memang punya sedikit utang, tapi aku bisa bayar sendiri. Paman, Lestari, aku butuh kalian persiapkan beberapa barang untukku. Makin cepat makin bagus!”

Wira pun menyebutkan semua barang-barang yang diperlukannya.

“Panci besi, corong, lumpur kuning, panci besar .... Kamu perlu itu semua buat apa?”

Setelah mendengar benda-benda yang diperlukan Wira, Lestari pun bertanya dengan kebingungan. Namun, kedua orang itu segera mempersiapkannya.

Tidak lama kemudian, Hasan, Sony, Danu dan Doddy tiba di depan Toko Besi Keluarga Salim. Mereka berempat berdiri di depan pintu dengan canggung.

Suryadi buru-buru mempersilakan mereka masuk. Saat melihat barang bawaan mereka, Suryadi berkata dengan terkejut, “Mau datang ya datang saja, buat apa bawa begitu banyak barang?”

“Harga setengah kilo gula mentah sudah 100 gabak. Ini setidaknya ada sekitar 20-25 kilo, harganya paling nggak 4.000 gabak.”

“Sebuah kotak cendana sebesar ini paling nggak 1.000 gabak, dua biji sudah 2.000 gabak.”

“Selembar sapu tangan sutra ini 500 gabak, dua lembar sudah 1.000 gabak.”

“Jubah sutra dan sepatu bot dari Toko Penjahit Keluarga Solia paling nggak 1.500 gabak.”

“Giok ini paling nggak 4.000 gabak!”

“Sebuah kantong wewangian ini 2.000 gabak!”

“Dua ekor ikan besar dan sepuluh ekor ikan kecil ini masih hidup. Beratnya paling nggak 15 kilo, bisa dijual sekitar 900 gabak.”

Setelah melihat barang-barang yang dibawa Hasan dan yang lainnya, Lestari langsung menyebutkan semua harga-harganya.

Keempat orang itu pun menatap Lestari dengan terkejut. Semua barang yang mereka beli harganya kurang lebih sama dengan harga yang disebut Lestari. Lestari benar-benar hebat!

“Wira, kamu toh nggak punya begitu banyak uang. Buat apa kamu bawa begitu banyak barang kemari?”

Entah apa yang dipikirkan Lestari sehingga dirinya tiba-tiba tersipu.

“Kami yang tangkap ikannya kemarin. Sebagian besar sudah terjual, sisanya ini untuk kamu dan Paman!”

Kemudian, Wira mengalihkan topik pembicaraan. “Gula mentah ini bakal kuproses lagi buat dijual. Selebihnya, lihat saja nanti. Cepat masak dulu! Kami semua belum makan.”

“Cepat pergi masak. Aku pergi beli daging dulu!”

Selesai berbicara, Suryadi pun pergi dengan membawa keranjang sayurnya. Sementara Lestari langsung masuk ke dapur untuk memasak.

Wira pun memberi perintah kepada Hasan, Danu, Doddy dan Sony.

Danu ditugaskan menutup pintu toko, sedangkan Doddy ditugaskan mencuci corong yang mereka beli tadi. Sony mengaduk campuran lumpur kuning dan Hasan menyalakan api untuk panci besar.

Keempat orang itu sangat penasaran apa yang mau dilakukan Wira.

Tidak lama kemudian, Suryadi pulang dari berbelanja sayur. Situasi di hadapannya membuatnya terkejut.

Begitu api menyala, Wira menuangkan tiga bungkus gula mentah ke panci. Setelah gulanya mencair, dia langsung berkata, “Sony, cepat masukkan cairan lumpur kuningnya!”

“Hah?!” Sony langsung terkejut. “Wira, yakin mau tuang? Gula di dalam panci ini paling nggak 1,5 kilo. Kalau sudah tuang campuran lumpur kuning ke dalam, gulanya sudah nggak bisa dimakan lagi. Kita bakal rugi 1.000 gabak!”

Hasan dan Danu juga terkejut.

Jika lumpur kuning dituangkan ke dalam sirup gula, sirup gula akan terbuang sia-sia.

Wira langsung mendesak, “Tuang saja! Kalau nggak, gulanya benar-benar bakal terbuang sia-sia!”

Setelah mendengar ucapan Wira, Sony langsung mengulurkan tangannya dengan gemetar.

“Jangan tunda lagi! Ikuti saja perintah Kak Wira!”

Meskipun Doddy juga heran, dia langsung maju dan menuangkan seember cairan lumpur kuning itu ke dalam panci.

Dia tidak tahu apa yang ingin Wira lakukan, tetapi dia akan mematuhi semua perintah Wira mulai sekarang.

Begitu cairan lumpur kuning dituang ke dalam cairan gula, Wira langsung mengaduk dengan cepat. Lumpur kuning dan cairan gula pun menyatu.

Tepat pada saat ini, Lestari berjalan keluar untuk menyuruh kelima orang itu makan. Setelah melihat keadaan itu, dia buru-buru berlari ke dapur dan berteriak, “Ayah, Kak Wira menuangkan cairan lumpur kuning ke dalam gula mentah!”

Suryadi langsung terkejut. “Wira toh nggak bodoh. Kenapa dia menyia-nyiakan barang seperti itu? Coba pergi lihat!”
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Muhammad Helmi
Sudah cukup bagus, walau dikemas dalam dialog2 yg sederhana ,namun cukup real, menjadikan seperti kisah nyata. Semangat
goodnovel comment avatar
Okke d'Dragon
skrg sdh smpe bab 945.. Wulan anak seorang Raja di Kerajaan Istana Surgawi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 11

    Lestari dan Suryadi buru-buru keluar. Mereka melihat Wira mengangkat panci itu, lalu menuangkan campuran cairan gula dan lumpur kuning ke dalam corong yang dilapisi jerami.“Ayah, lihat!” ujar Lestari dengan cemberut.Suryadi juga melihat situasinya dengan kaget.Larutan gula itu mengalir turun melalui corong dan mulai terpisah.Tidak lama kemudian, bagian atas mengkristal menjadi gula putih, bagian tengah membentuk gula cokelat dan bagian paling bawah adalah ampas gula mentah.“Gula cokelat dan gula putih!” seru Lestari dengan terkejut.Harga gula mentah paling murah, 100 gabak per setengah kilo, sedangkan harga gula cokelat 300 gabak per setengah kilo. Di pasar, belum ada yang menjual gula putih.Perbandingan warna lapisan gula itu adalah 50% gula putih, 30% gula cokelat dan 20% ampas gula mentah.Dengan perbandingan seperti itu, gula cokelat yang didapat sudah bisa menutupi modal gula mentah. Sementara penjualan gula putih sudah benar-benar murni keuntungan.Suryadi, Hasan, Danu dan

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 12

    Kusir mengeluarkan sebuah balok penumpu dan menyuruh Lestari turun terlebih dahulu. Kemudian, dia baru memapah Wira untuk turun dari kereta. Danu dan Sony mengeluarkan dua kotak cendana dari dalam kereta.Saat melihat keempat orang itu memasuki toko, pegawai toko pun menyambut mereka dengan ramah, “Tuan, apa yang bisa aku bantu?”Setelah melihat reaksi pegawai toko, Danu dan Sony langsung mengerti maksud Wira menyuruh mereka berganti pakaian.Tadi pagi saat mereka berempat mau membeli barang, mereka bahkan sudah diusir terlebih dahulu sebelum mengatakan apa-apa. Sekarang, setelah melihat pakaian mereka, pegawai toko malah langsung bersikap sangat ramah.Wira berkata dengan penuh percaya diri, “Aku datang untuk cari pemilik toko, suruh dia keluar!”“Namaku Hendra Sutedja. Siapa namamu? Untuk apa kamu kemari?”Hendra Sutedja, tuan ketiga keluarga Sutedja yang gemuk itu berjalan turun dari lantai dua. Dia mengamati Wira terlebih dahulu, lalu melirik Lestari, Danu dan Sony. Kemudian, seula

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 13

    “Simpan uangnya!”Wira sama sekali tidak melirik uang di dalam kotak itu. Dia langsung bangkit dan melambaikan tangannya. “Transaksi kita sudah selesai. Aku pamit dulu!”Danu menerima kotak itu, sedangkan Lestari dan Sony berjalan di belakangnya.“Wira, tunggu dulu!” Hendra langsung mengejarnya dan bertanya, “Kapan kamu bisa sediakan gula kristal ini lagi?”“Itu tergantung keberuntunganku!” Wira berkata sambil mengangkat alisnya, “Gula kristal pada dasarnya memang langka. Pedagang dari Wilayah Barat harus melalui wilayah bangsa Agrel sebelum sampai di Kerajaan Nuala, sedangkan wilayah bangsa Agrel sangat berbahaya. Entah kapan mereka bakal datang lagi. Mungkin tiga bulan, mungkin juga setahun. Jadi, aku juga nggak bisa pastikan waktunya.”“Oh!” Hendra berkata dengan hormat, “Kulihat kamu sangat berwibawa, kamu pasti berasal dari keluarga besar, ‘kan? Apa kamu itu anak keluarga Darmadi dari Kota Nagari?”Kota Nagari juga merupakan kota pusat pemerintahan. Jaraknya sekitar 150 kilometer

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 14

    Dalam perjalanan pulang, Hasan menarik gerobak di depan, sedangkan Danu mengawal di belakang. Doddy dan Sony sedang berjalan sambil mengobrol, sementara Wira tidur di atas gerobak. Dia sudah tidak tahan begadang dari semalam.Doddy berkata dengan semangat, “Kak Sony, coba cerita sekali lagi gimana Kak Wira menjual gulanya.”“Doddy, aku sudah cerita berkali-kali! Tenggorokanku sudah mau sakit!”Sony pun menunduk dan bermain dengan bajunya.“Ya sudah kalau nggak mau cerita lagi. Tapi kelak, panggil aku Zabran! Itu nama yang diberi Kak Wira untukku!” ujar Doddy dengan serius.Sony mengangkat lengan bajunya sambil berkata, “Zabran, kenapa kamu nggak ganti baju baru? Baju ini nyaman banget, lho!”Setelah meninggalkan Toko Gula Keluarga Sutedja, Wira pun berbelanja banyak. Semua orang mendapatkan dua set pakaian dan sepatu baru.Doddy melirik ke arah ayahnya yang sedang menarik gerobak. Baju baru harus disimpan sampai Tahun Baru, mana mungkin Doddy berani langsung memakainya seperti Sony. Ji

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 15

    Namun, pintunya tetap tidak terbuka setelah didobrak.Budi melambaikan tangannya sambil berkata, “Jangan dobrak lagi, sudah ditahan dari dalam. Panjat dinding saja!”Keempat bawahan itu pun berhenti mendobrak. Kemudian, mereka mulai bertumpu pada satu sama lain untuk memanjat dinding rumah Wira. Setelah melompat masuk, bawahan itu pun membukakan pintu dari dalam agar Budi bisa masuk.Setelah melihat Budi masuk ke rumahnya, Wulan langsung berlari ke ruang utama dengan panik.Budi melangkah dengan santai sambil berkata, “Cantik, suamimu sudah kabur, tapi kamu masih begitu setia padanya. Bukannya lebih baik hidup bersamaku yang penyayang?”“Suamiku nggak kabur! Dia pasti pulang untuk bayar utang! Kamu jangan macam-macam!”Wulan menyeret meja di dalam ruang utama untuk menahan pintu.“Apa bagusnya si Pemboros itu hingga kamu begitu setia padanya?”Budi memberi isyarat pada bawahannya, lalu dua bawahannya langsung mendobrak pintu.Saat pintu didobrak, Wulan yang sedang menahan meja juga ter

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 16

    Menurut aturan Kerajaan Nuala, batas terakhir membayar utang itu di tengah malam.Apa yang sudah dilakukan Budi?Wira memang tidak melihat apa yang sudah terjadi. Namun, saat melihat pintu aula utama yang roboh, Wulan yang berlinang air mata, tangannya yang bengkak dan memar, pisau dan gunting yang ada di tangan anak buah Budi serta para kerabat yang memegang tongkat kayu, Wira langsung mengerti apa yang terjadi.“Suamiku!”Saat semua anak buah Budi sedang lengah, Wulan mengambil kesempatan untuk berlari keluar dari aula utama. Dia langsung melemparkan diri ke dalam pelukan Wira dan menangis tersedu-sedu.“Jangan takut, aku sudah pulang!”Wira mengelus rambut panjang Wulan sambil menghiburnya. Kemudian, dia mengangkat tangan Wulan yang bengkak dan memar sambil bertanya, “Masih sakit?”“Nggak sakit lagi!”Meskipun Wulan masih merasa tangannya sangat sakit, dia tetap memaksakan seulas senyum. Saat melihat semua warga desa yang menatap mereka, Wulan buru-buru bersembunyi di belakang Wira

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 17

    Cahaya matahari terbenam menyinari uang emas itu hingga terlihat sangat berkilau.Budi memungut uang emas itu, lalu menggosoknya ke baju sebelum menggigitnya. Kemudian, ekspresinya pun bertambah muram. “Dari mana kamu mendapatkannya!”Sebatang uang emas sudah bernilai 100 ribu gabak. Ditambah dengan uang perak dan koin perunggu, totalnya sudah 180 ribu gabak. Kenapa Wira bisa punya begitu banyak uang?!“Kamu nggak perlu tahu!” Wira langsung menjawab dengan ketus, “Aku cuman mau tanya, itu emas apa bukan?”Para warga dusun juga menatap Budi.Wira sudah memberikan semua yang Budi minta, mereka mau tahu bagaimana rentenir ini mau mencari alasan lagi.“Emas ini agak keras, pasti sudah dicampur dengan perunggu. Aku cuman terima emas murni!”Budi mengabaikan bekas gigitannya di batang emas, lalu mencari alasan lain untuk menolak.“Dicampur perunggu? Hei! Memangnya gigimu begitu kuat sampai bisa meninggalkan bekas gigitan di perunggu? Kenapa kamu begitu nggak tahu malu?”Amarah semua warga du

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 18

    Seluruh badan Budi terasa sakit. Dia meringkuk sambil menutup kepalanya dan memohon, “Pak Agus, kamu bakal biarkan aku dipukul begitu saja? Tunggu saja waktu musim panen nanti!”Setelah memikirkan hal penting itu, Agus buru-buru menasihati Wira, “Wira, ayo kita bicara baik-baik. Jangan ....”“Diam! Kenapa tadi kamu nggak nasihati dia untuk bicara baik-baik sama aku!”Wira bahkan tidak menoleh dan lanjut menendang Budi.Agus pun terdiam. Dia hanya bisa menatap Wulan, lalu berkata, “Bujuklah suamimu. Kalau orangnya mati, masalahnya bisa jadi besar.”Wulan hanya cemberut tanpa berkata apa-apa. Dia membatin, ‘Suamiku nggak bodoh. Dia nggak bakal bunuh si Tua Bangka itu.’Dari tadi, Wulan sudah memperhatikan Wira. Selain tinju pertama yang dilayangkan ke wajah Budi, Wira hanya menendang kaki, pantat, punggung, dan tempat-tempat tidak berbahaya lainnya. Jadi, Budi tidak akan mati.Melihat Wulan yang tetap diam, Agus menatap ke arah Danu, Doddy, dan Sony. Namun, mereka juga tidak memedulikan

Latest chapter

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3144

    Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3143

    Adjie langsung tertawa dan berkata, "Haha. Kalau kamu begitu suka posisi wakil kedua ini, kamu saja yang ambil. Tapi, aku jelas nggak akan menerimanya."Enji hanya tersenyum melihat pemandangan itu, terlihat jelas dia merasa Adjie adalah sosok yang menarik. Pada saat itu juga, dia maju dan berkata sambil tersenyum, "Saudara, begini saja. Kamu yang jadi wakil pertama, biar dia yang jadi wakil kedua saja. Bagaimana?"Wakil pertama itu hendak membantah saat melihat posisinya tiba-tiba turun menjadi wakil kedua, tetapi Enji langsung membentak, "Tutup mulutmu!"Ekspresi wakil pertama itu langsung berubah dan menjadi diam saat dimarahi kepala itu.Adjie langsung tersenyum dan berkata, "Kamu serius?"Enji menganggukkan kepala dan berkata, "Aku ini bos di sini, mana mungkin bermain-main dengan ucapanku."Adjie langsung menoleh ke arah wakil pertama itu dan mendengus. "Kalau Bos sudah berkata begitu, aku akan mengikuti perintahnya. Bocah, kamu sudah mengerti, 'kan?"Ekspresi wakil pertama itu l

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3142

    Pada saat itu, wakil pertama pun tersenyum dan berkata, "Nggak disangka, ternyata anak ini bukan orang biasa."Ekspresi wakil kedua langsung berubah saat mendengar perkataan itu, lalu bangkit dengan marah dan menerjang ke arah Adjie.Meskipun gerakan wakil kedua itu cepat, ternyata Adjie lebih cepat lagi. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan wakil kedua. Dia langsung mencengkeram leher wakil kedua dan memutarnya dengan kekuatan penuh.Saat mendengar suara patah tulang yang nyaring, ekspresi wakil pertama dan Enji langsung berubah. Mereka benar-benar tidak menyangka pemuda yang baru datang ini begitu ganas.Kedua anak buah yang berdiri di bawah langsung bengong. Mereka juga tidak menyangka pemuda ini begitu masuk langsung membunuh wakil kedua. Setelah tersadar kembali, mereka langsung berlutut dan memohon ampun, "Bos, kami pantas mati. Kami nggak tahu kemampuan orang ini begitu hebat."Ekspresi wakil pertama menjadi sangat muram, lalu langsung menunjuk kedua orang itu dan bert

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3141

    Melihat pria yang duduk di tengah itu, Adjie tertegun sejenak. Kedua pria yang duduk di sebelah kiri dan kanan juga terlihat sangat garang, sepertinya kedudukan mereka tinggi.Pria yang mengajak Adjie masuk segera maju dan berkata, "Ini adalah Bos Enji kami. Yang di sebelah ini adalah wakil pertama dan ini wakil kedua."Setelah memperkenalkan ketiga pria di bawah patung, pria itu menoleh pada Enji dan berkata, "Bos, aku menemukan orang ini di luar. Dia mengaku dia adalah pengungsi yang melarikan diri dari utara, jadi aku langsung membawanya menghadapmu."Mendengar perkataan itu, Enji tertegun sejenak. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Pengungsi? Mendekatlah, biar aku lihat dulu."Adjie menganggukkan kepala dan melangkah maju. Saat melihat wajah Enji dengan jelas, dia sempat terkejut. Ternyata Enji memiliki bekas luka yang panjang dari kening sampai ke sudut mata. Dilihat dari bekas luka yang mengerikan ini, jelas bos ini adalah orang yang sangat garang.Meskipun awalnya sempat

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3140

    Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3139

    Adjie tertegun sejenak saat mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Hehe. Tuan, ini nggak perlu. Kalau aku membawa orang lain, justru akan lebih merepotkan. Lagi pula, kalau hanya aku sendirian saja, aku bisa bergerak dengan lebih fleksibel."Wira pun menganggukkan kepala. Setelah selesai mengatur semuanya, dia menepuk bahu Adjie dan berkata, "Baiklah, sekarang kamu pergi bersiap-siap dulu. Nanti baru temui aku lagi.""Baik," jawab Adjie, lalu segera keluar.Setelah Adjie pergi, Wira menatap peta di depannya dan menghela napas. Ini mungkin bisa berhasil jika semuanya berjalan sesuai rencananya, tetapi dia masih ragu apakah Adjie bisa merebut Desa Riwut ini. Meskipun dia tidak begitu paham dengan situasi di sana, kabarnya para perampok di sana sangat kejam. Dia juga tidak yakin apakah para perampok itu berani menghadapi pasukan utara.Saat Wira masih tenggelam dalam pemikirannya, waktu sudah berlalu sekitar setengah jam. Saat tirai tenda kembali terbuka, dia langsung terk

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3138

    Mendengar hal itu, Adjie menganggukkan kepala. Setelah semuanya sudah diputuskan, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Namun, sekarang mereka tetap harus menyusun rencananya secara menyeluruh sebelum menjalankannya.Pada saat itu, Adjie yang masih menatap lokasi Desa Riwut pun berkata, "Sebelumnya aku nggak memperhatikan tempat ini. Tapi, setelah melihatnya lagi, tempat ini memang cukup strategis."Keduanya pun menganggukkan kepala karena lokasi Desa Riwut ini menang strategis. Jika mereka bisa menguasai tempat ini, berarti mereka sudah menguasai jalur utama musuh. Selain itu, jika musuh ingin menguasai kota-kota di sekitar, musuh mereka juga harus melewati Desa Riwut ini terlebih dahulu.Setelah berpikir sejenak, Adjie memberi hormat dan berkata, "Kalau ini perintah Tuan, aku akan mengikutinya. Tapi, kapan aku harus berangkat?"Wira langsung menjawab, "Malam ini adalah waktu terbaik dan menguntungkan kalian juga. Tapi, sebelum pergi, kamu harus mengubah identitasmu dulu."Adjie yang

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3137

    Setelah berpikir sejenak, Adjie berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku rasa boleh mencobanya. Tempat ini punya celah yang begitu besar, jadi ini benar-benar peluang yang bagus."Wira menganggukkan kepala karena dia juga merasa strategi ini cukup bagus karena Pulau Hulu ini memiliki tiga celah yang terbuka. Jika bisa menguasai celah ini, mereka bisa menjebak musuh di dalamnya. Meskipun pasukan utara bisa memiliki kemampuan untuk bergerak cepat, mereka tetap akan kesulitan untuk melarikan diri.Setelah mengamati jalur di sekitar Pulau Hulu, Wira menggerakkan jarinya ke atas peta dan berkata sambil menunjuk pada sebuah lokasi di bagian selatan Pulau Hulu, "Kamu lihat tempat ini."Adjie tertegun sejenak. Setelah melihat lokasi yang ditunjukkan Wira, dia berkata dengan pelan, "Tempat ini adalah Desa Riwut, markas besar sekelompok perampok besar. Tapi, apa hubungannya tempat ini dengan pasukan utara?"Wira tersenyum. Desa Riwut ini memang tidak memiliki hubungan dengan pasukan utara. Namun

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3136

    Setelah memikirkannya, Wira berkata dengan pelan, "Soal urusan ini, nggak ada yang perlu dikatakan lagi. Kali ini kalian sudah menyelesaikan tugas dengan sangat baik, kamu ingin hadiah apa?"Mendengar pertanyaan itu, Latif segera berkata, "Semuanya terserah Tuan saja."Setelah berpikir, Wira perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengangkatmu sebagai letnan jenderal dari ketiga tim pasukan itu. Mulai sekarang, kamu akan selalu berada di sisiku. Bagaimana?"Begitu mendengar perkataan itu, Adjie merasa sangat gembira. Dia tahu masa depannya lebih prospektif jika mengikuti Wira daripada memimpin pasukan di medan perang. Lagi pula, jika saat ini mereka bisa menangani situasi ini dengan baik, pasti akan mendapatkan pencapaian yang besar. Menurutnya, berada di sisi Wira adalah pilihan terbaik.Tanpa ragu, Adjie langsung memberi hormat dan berkata, "Terima kasih, Tuan."Wira langsung tersenyum dan berkata, "Hehe. Baiklah. Kalau begitu, sekarang kamu bisa langsung membuktikan dirimu.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status