Menurut aturan Kerajaan Nuala, batas terakhir membayar utang itu di tengah malam.Apa yang sudah dilakukan Budi?Wira memang tidak melihat apa yang sudah terjadi. Namun, saat melihat pintu aula utama yang roboh, Wulan yang berlinang air mata, tangannya yang bengkak dan memar, pisau dan gunting yang ada di tangan anak buah Budi serta para kerabat yang memegang tongkat kayu, Wira langsung mengerti apa yang terjadi.“Suamiku!”Saat semua anak buah Budi sedang lengah, Wulan mengambil kesempatan untuk berlari keluar dari aula utama. Dia langsung melemparkan diri ke dalam pelukan Wira dan menangis tersedu-sedu.“Jangan takut, aku sudah pulang!”Wira mengelus rambut panjang Wulan sambil menghiburnya. Kemudian, dia mengangkat tangan Wulan yang bengkak dan memar sambil bertanya, “Masih sakit?”“Nggak sakit lagi!”Meskipun Wulan masih merasa tangannya sangat sakit, dia tetap memaksakan seulas senyum. Saat melihat semua warga desa yang menatap mereka, Wulan buru-buru bersembunyi di belakang Wira
Cahaya matahari terbenam menyinari uang emas itu hingga terlihat sangat berkilau.Budi memungut uang emas itu, lalu menggosoknya ke baju sebelum menggigitnya. Kemudian, ekspresinya pun bertambah muram. “Dari mana kamu mendapatkannya!”Sebatang uang emas sudah bernilai 100 ribu gabak. Ditambah dengan uang perak dan koin perunggu, totalnya sudah 180 ribu gabak. Kenapa Wira bisa punya begitu banyak uang?!“Kamu nggak perlu tahu!” Wira langsung menjawab dengan ketus, “Aku cuman mau tanya, itu emas apa bukan?”Para warga dusun juga menatap Budi.Wira sudah memberikan semua yang Budi minta, mereka mau tahu bagaimana rentenir ini mau mencari alasan lagi.“Emas ini agak keras, pasti sudah dicampur dengan perunggu. Aku cuman terima emas murni!”Budi mengabaikan bekas gigitannya di batang emas, lalu mencari alasan lain untuk menolak.“Dicampur perunggu? Hei! Memangnya gigimu begitu kuat sampai bisa meninggalkan bekas gigitan di perunggu? Kenapa kamu begitu nggak tahu malu?”Amarah semua warga du
Seluruh badan Budi terasa sakit. Dia meringkuk sambil menutup kepalanya dan memohon, “Pak Agus, kamu bakal biarkan aku dipukul begitu saja? Tunggu saja waktu musim panen nanti!”Setelah memikirkan hal penting itu, Agus buru-buru menasihati Wira, “Wira, ayo kita bicara baik-baik. Jangan ....”“Diam! Kenapa tadi kamu nggak nasihati dia untuk bicara baik-baik sama aku!”Wira bahkan tidak menoleh dan lanjut menendang Budi.Agus pun terdiam. Dia hanya bisa menatap Wulan, lalu berkata, “Bujuklah suamimu. Kalau orangnya mati, masalahnya bisa jadi besar.”Wulan hanya cemberut tanpa berkata apa-apa. Dia membatin, ‘Suamiku nggak bodoh. Dia nggak bakal bunuh si Tua Bangka itu.’Dari tadi, Wulan sudah memperhatikan Wira. Selain tinju pertama yang dilayangkan ke wajah Budi, Wira hanya menendang kaki, pantat, punggung, dan tempat-tempat tidak berbahaya lainnya. Jadi, Budi tidak akan mati.Melihat Wulan yang tetap diam, Agus menatap ke arah Danu, Doddy, dan Sony. Namun, mereka juga tidak memedulikan
Setelah Budi pergi, sebagian besar warga dusun langsung berhamburan masuk ke rumah Wira hingga halamannya penuh.Selama ini, warga dusun sudah sering ditindas, diancam, dan bahkan dipukul Budi karena masalah pajak serta kerja rodi.Namun, tidak ada seorang pun yang berani memukul Budi hingga dia berteriak minta ampun seperti Wira.Warga dusun pun menatap Wira dengan hormat.Saat melihat wibawa Wira menjadi makin besar di hati warga dusun, Agus pun berkata, “Wira, kamu memang sudah mengalahkan Pak Budi hari ini. Tapi, apa kamu pernah mikir? Dia itu orang pemerintah, memangnya dia bakal mengampunimu?”Semua warga dusun pun terlihat takut.Jangankan memukul orang pemerintah seperti Budi, orang yang tidak membayar pajak saja sudah bisa dijebloskan ke penjara pengadilan daerah atau dipaksa kerja rodi.Setelah diperlakukan begini oleh Wira, Budi tidak mungkin mengampuninya.“Kalian nggak perlu khawatir!”Wira menyuruh Doddy mengambilkannya sebuah bangku. Kemudian, dia berdiri di atasnya dan
Mereka sudah akan kaya!Selama sisa tahun ini, mereka sudah tidak perlu kelaparan lagi.Tahun Baru nanti, mereka juga bisa menyantap daging.Warga dusun yang berdiri di luar rumah Wira juga sangat terharu hingga menangis.Begitu masuk akhir tahun yang sering hujan, bahan pangan mereka akan makin menipis sehingga hidup mereka juga akan bertambah sulit.Ada banyak warga dusun yang saking miskinnya juga bisa mati kelaparan.Tahun ini, situasi mereka sudah akan membaik. Mereka pasti bisa melewati akhir tahun ini dengan baik.Agus mengerutkan keningnya dan membatin, ‘Si Pemboros ini mau kasih gaji yang begitu tinggi? Begitu masuk akhir tahun, curah hujan yang tinggi bakal menyulitkan orang-orang untuk tangkap ikan. Meski kamu punya teknik rahasia menangkap ikan, itu juga nggak berguna. Pada saatnya nanti, kekayaanmu yang tersisa juga nggak bakal bisa menutupi gaji sebulan semua orang yang totalnya 60 ribu gabak.”“Pilih saja dulu orang yang mau berpartisipasi dari tiap keluarga. Nanti kita
Wulan berbisik, “Apa mungkin itu orang dari pengadilan daerah?”Wira menggeleng. “Waktu Budi pergi, gerbang kota sudah tutup. Dia nggak mungkin bisa pergi ke pengadilan daerah. Lagian, kalau itu memang orang pengadilan daerah, mereka pasti langsung mendobrak pintu. Ini perampok, tapi aku nggak tahu ada berapa orang. Kamu sembunyi saja di bawah ranjang!”Wulan menggeleng. “Walau aku itu perempuan, aku tetap bisa bantu kamu. Nggak ada yang bisa tahan kalau kepalanya dihantam.”“Oke. Jangan pakai sepatu. Begitu pintunya terbuka, kita langsung hantam kepala mereka!” bisik Wira.Mereka berdua tidak menghidupkan lampu. Setelah mengeluarkan parang dan tongkat kayu, mereka pun berjalan ke aula utama tanpa alas kaki.Dengan cahaya bulan dan bintang yang masuk melalui celah pintu, mereka bisa samar-samar melihat ujung pisau yang digunakan perampok untuk membuka gerendel pintu mereka.Ckit, ckit ....Gerendel pintu mereka perlahan-lahan terbuka.Wira dan Wulan pun menjadi tegang.Wira ingin langs
Doddy menunjukkan posturnya, “Ini Wing Chun yang diwariskan jenderal tua kepada Ayah. Jari-jari kaki harus mencengkeram lantai, telapak kaki harus kosong, dan lutut harus sedikit ditekuk. Pantat seperti duduk di kursi, kelangkangnya diangkat, tulang ekornya diturunkan. Lalu otot perut harus ditahan, dada juga harus terbuka. Kedua tangan seperti mau mencengekeram sesuatu, bahunya diturunkan, siku ditekuk. Terus, dagu ditarik masuk dan kepalanya harus kayak lagi menahan sesuatu. Kalau berdiri lama dengan cara begini, kekuatannya bisa bertambah, reaksinya juga bisa jadi cepat. Jadi, satu orang juga bisa langsung lawan beberapa orang.”Wira pun terkejut. Teknik yang diajarkan Doddy ini mirip pencak silat Atrana Kuno.Di era di mana informasi tersebar di mana-mana, segala jenis bela diri juga diposting di internet.Ada banyak orang yang menontonnya, tetapi jarang ada yang mempraktikkannya.“Kak Wira, ini warisan rahasia. Ayah bahkan nggak kasih tahu kedua pamanku itu!” Doddy berbisik, “Aya
Sony buru-buru berkata, "Tahu. Aku tahu jelas tentang ini!" Sejak usianya yang ke-13 hingga 19 tahun, dia sudah familier dengan siapa pun pencuri, perampok, dan siapa pun yang dikabarkan sebagai pembunuh di sekitar kota-kota terdekat.Dulu, ada pencuri yang membawanya masuk ke geng, tetapi Sony tidak cukup berani sehingga tidak jadi bergabung.Wira yang mendengar detailnya pun bertanya, "Apakah ada geng yang beranggotakan tiga orang? Mereka bisa bela diri dan menggunakan pisau!""Ada!"Sony memikirkannya sejenak, lalu berujar, "Di Dusun Gabrata yang jauhnya sekitar tujuh kilometer dari sini, ada Gavin beserta dua saudaranya. Mereka bisa melompati tembok yang setinggi manusia dalam sekejap dan aku pernah melihatnya sekali. Ayah mereka merupakan pasukan yang turun ke medan perang dan mewariskan ke mereka teknik pedang pembunuh milik pasukan. Teknik itu adalah milik orang-orang kejam dari Dusun Gabrata."Wira pun mengangguk.Ada kemungkinan bahwa ketiga bersaudara ini pencuri yang dipuku
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala
Selama mereka bisa menguasai tembok kota, saat fajar tiba dan pasukan Kerajaan Nuala memasuki kota, mereka dapat bergerak menuju tiga gerbang lainnya melalui jalur yang menghubungkan tembok kota.Nafis memberi hormat, lalu segera memimpin 100 orang untuk naik. Begitu mereka mencapai tembok kota, mereka mendapati bahwa para prajurit musuh di sana ternyata tertidur dengan bersandar pada dinding.Wira yang baru saja naik ke tembok juga melihat pemandangan itu dan hanya bisa tersenyum getir. Setelah beberapa saat, dia memberi isyarat untuk tetap diam dan memberi isyarat tangan untuk membunuh mereka.Orang-orang di belakangnya langsung mengerti maksudnya. Dengan hati-hati, mereka berjalan berjongkok menuju para prajurit yang sedang tertidur.Para prajurit dari pasukan utara itu bahkan tidak menyadari bahwa tidur mereka kali ini akan membawa mereka ke akhir hayat.....Sementara itu, di kediaman Kunaf.Meskipun kota dalam keadaan siaga penuh, sebagai tempat kediaman penguasa tertinggi di kot
Setelah pasukan terbagi, Wira memimpin kelompoknya keluar dari hutan lebat.Karena Kunaf telah mengeluarkan perintah untuk menangkap Wira, gerbang kota berada dalam keadaan siaga penuh.Namun, karena Kunaf yakin bahwa Wira telah melarikan diri ke utara, dia lantas menarik kembali setengah dari pasukannya.Melihat jumlah patroli di gerbang kota berkurang, Nafis berbisik, "Tuan, kenapa jumlah prajurit tampak jauh lebih sedikit dibandingkan siang tadi? Jangan-jangan ini jebakan?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak. Ini pasti karena Latif memberi tahu Kunaf kita kabur ke utara."Mendengar itu, yang lainnya tersenyum kecil. Jika Kunaf benar-benar mempercayai informasi itu,berarti dia benar-benar bodoh.Bagaimana mungkin mereka yang telah melarikan diri dari utara justru kembali ke arah sana? Itu sama saja mencari mati!"Nafis, kamu yang memimpin di depan. Sebarkan pasukan, jangan berkumpul di satu tempat. Habisi prajurit musuh yang menjaga gerbang, lalu kenakan seragam mereka. Lakukan den
Mendengar laporan itu, Kunaf langsung berseri-seri dan segera menyuruh para penari untuk pergi.Setelah aula menjadi kosong, Kunaf menatap Latif dengan penuh antusiasme. Dia bahkan lupa menyuruhnya berdiri.Kunaf sangat memahami perintah dari Bimala. Tidak peduli apa pun caranya, Wira harus ditangkap. Jika berhasil, Kunaf bisa meninggalkan tempat ini.Latif perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangannya sambil berujar dengan tenang, "Lapor, Jenderal. Kami telah mencari di dalam hutan untuk waktu yang lama, tapi nggak menemukan jejak musuh. Aku menduga mereka sudah meninggalkan area ini.""Nggak ada jejak?" Ekspresi Kunaf yang tadinya bersemangat langsung berubah. Dia lantas terdiam beberapa saat sebelum mengerutkan kening dan bertanya, "Kalau begitu, apa ada informasi dari penjaga gerbang?"Latif bertugas di benteng utama, jadi pertanyaan itu masih berada dalam ranah tanggung jawabnya. Dia segera menjawab, "Saat kembali, aku sudah menanyakan kepada penjaga gerbang. Hingga saat ini
Mengingat semua hal besar yang telah dilakukan oleh Wira, Latif merasa sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Wira.Latif segera menangkupkan tangan dan berkata, "Aku sudah lama mengetahui nama besar Tuan Wira. Hari ini, aku akhirnya bisa bertemu langsung denganmu. Ini benar-benar suatu kehormatan bagiku. Aku Latif, mohon ampuni nyawaku."Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Haha. Dengan cara pencarian seperti ini, kamu nggak takut Kunaf mengetahuinya dan memenggal kepalamu?"Saat berbicara, Wira menunjuk ke arah para prajurit yang masih memegang obor di kejauhan. Kini, dia sudah bisa menebak maksud Latif. Rupanya, dia sedang berusaha membantu Wira sebagai tanda persahabatan.Latif hanya bisa tertawa canggung dan berkata dengan suara rendah, "Jujur saja, aku nggak terlalu menyukai Kunaf. Lagian, dia nggak ada di sini. Dia nggak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Hari ini, ketika aku melihat Tuan berada dalam situasi sulit, aku ingin membantu sebi