Share

Bab 15

Penulis: Arif
Namun, pintunya tetap tidak terbuka setelah didobrak.

Budi melambaikan tangannya sambil berkata, “Jangan dobrak lagi, sudah ditahan dari dalam. Panjat dinding saja!”

Keempat bawahan itu pun berhenti mendobrak. Kemudian, mereka mulai bertumpu pada satu sama lain untuk memanjat dinding rumah Wira. Setelah melompat masuk, bawahan itu pun membukakan pintu dari dalam agar Budi bisa masuk.

Setelah melihat Budi masuk ke rumahnya, Wulan langsung berlari ke ruang utama dengan panik.

Budi melangkah dengan santai sambil berkata, “Cantik, suamimu sudah kabur, tapi kamu masih begitu setia padanya. Bukannya lebih baik hidup bersamaku yang penyayang?”

“Suamiku nggak kabur! Dia pasti pulang untuk bayar utang! Kamu jangan macam-macam!”

Wulan menyeret meja di dalam ruang utama untuk menahan pintu.

“Apa bagusnya si Pemboros itu hingga kamu begitu setia padanya?”

Budi memberi isyarat pada bawahannya, lalu dua bawahannya langsung mendobrak pintu.

Saat pintu didobrak, Wulan yang sedang menahan meja juga terempas ke lantai.

“Pakai tenaga!” seru Budi sambil tersenyum licik.

Setelah didobrak beberapa kali, pintu itu pun terbuka.

Budi mendekati Wulan dengan ekspresi mesum sambil berkata, “Cantik, berhubung si Pemboros itu nggak ada di rumah, kita bisa langsung masuk kamar. Menurut surat perjanjian, kamu itu sudah jadi milikku.”

Wulan buru-buru bangkit dan berlari ke dalam kamar.

“Cantik, jangan buru-buru dong. Baru dibilang sudah langsung masuk kamar?”

Budi tersenyum licik, lalu membuka tirai menuju kamar tidur.

Syut!

Sebuah gunting tiba-tiba melesat ke arah Budi. Dia langsung ketakutan dan buru-buru mundur.

Baru saja dia mundur beberapa langkah, sebilah pisau dapur menebas ke arahnya lagi.

Wulan menyerbu keluar dari kamar dengan memegang sebuah gunting dan sebilah pisau dapur.

Dia tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhnya selain suaminya. Meskipun harus mati, dia juga tidak akan tunduk pada si Tua Bangka ini.

“Ce ... cepat tahan dia!”

Selesai memberi perintah, Budi buru-buru kabur ke luar.

Seorang bawahan melambaikan tongkatnya, lalu pisau dapur dan gunting di tangan Wulan langsung jatuh ke lantai. Kedua bawahan lainnya segera memungut senjata itu.

Wulan yang sudah kehilangan senjatanya pun perlahan-lahan mundur sambil menggenggam pergelangan tangannya.

Budi menyeka keringat dinginnya dengan kesal. Tadi, dia hanya menggoda Wulan. Sebenarnya, ada tokoh besar yang sudah menginginkan Wulan. Jadi, Budi juga tidak bisa menodainya.

Namun, Budi sudah murka begitu mengalami peristiwa mengerikan seperti tadi. Dia pun kehilangan akal sehatnya dan berteriak, “Tahan dia!”

Empat bawahan Budi langsung mengepung Wulan.

“Aku lebih rela mati daripada dilecehkanmu!”

Wulan menguatkan niatnya, lalu membenturkan kepalanya ke dinding.

Tiba-tiba, belasan warga dusun menyerbu masuk dengan memegang tongkat kayu. Mereka semua adalah warga Dusun Darmadi.

Ada orang yang berteriak, “Budi, kamu mau apa! Berhenti sekarang juga! Kalau nggak, kami nggak bakal sungkan lagi!”

Wulan pun menghentikan tindakannya. Dia mengenal orang-orang ini.

Herman dan Hamid adalah adik Paman Hasan. Sementara Sofyan, Said dan Surya adalah kakak-kakak Sony. Sisanya adalah kerabat Wira yang lainnya.

Budi melirik para warga dusun itu, lalu mengikat kembali ikat pinggangnya dan mengeluarkan surat pinjaman. “Aku datang buat tagih utang. Buat apa kalian kemari? Awas aku jebloskan kalian ke penjara pengadilan daerah!”

Setelah mendengar ucapan Budi, ekspresi beberapa warga dusun langsung berubah drastis.

Rakyat biasa paling takut pada pemerintah. Bagi mereka, yang paling bagus adalah tidak perlu berhubungan dengan orang-orang pemerintah.

Namun, kepala desa adalah penghubung warga desa dengan pemerintah. Begitu ada warga desa yang tidak bisa membayar pajak, Budi akan langsung menyuruh orang menjebloskan mereka ke penjara pengadilan daerah.

“Budi, memangnya kamu kira kamu itu pemimpin kabupaten? Seenaknya saja mau tangkap orang!”

Herman memaksakan diri untuk berkata dengan berani, “Memang benar Wira berutang padamu. Tapi kakakku sudah pergi menemani Wira menjual ikan. Kalau mereka pulang, utangnya sudah bisa dibayar.”

Semalam, Hasan menemui Herman dan menyuruhnya untuk lebih memperhatikan rumah Wira karena takut Budi datang berbuat onar. Hasan juga bilang kalau Wira adalah orang baik.

“Benar!” sahut Surya.

Semalam, Sony membawa pulang dua ekor ikan. Sebelum pergi ke ibu kota provinsi tadi pagi, dia juga mengingatkan Surya untuk mencegah orang yang datang menagih utang ke rumah Wira untuk berbuat onar. Dengan begitu, mereka pasti bisa terus makan ikan ke depannya.

“Beraninya kalian membantahku! Awas aku naikkan pajak kalian di musim panen tahun depan!” ujar Budi dengan kesal.

Biasanya, pajak panen yang harus dibayar penduduk desa ditentukan oleh kepala desa. Pajak itu dibayar dalam bentuk memberikan sebagian hasil panen mereka. Kepala desa akan membayar jumlah yang ditentukan kepada pemerintah, lalu menyimpan kelebihannya sendiri atau dibagi-bagikan kepada pejabat kecil lainnya. Jadi, ancaman ini sangat berguna bagi warga desa.

“Naikkan pajak?”

“Dasar bajingan nggak manusiawi! Asal sudah waktunya bayar pajak panen, kamu selalu hanya mengambil sedikit hasil panen warga Dusun Silali, tapi malah mengambil banyak hasil panen Dusun Darmadi!”

“Kalau kamu berani naikkan pajaknya tinggi-tinggi, kami nggak bakal bayar pajak! Kami bakal lapor ke pemimpin kabupaten!”

Warga desa sudah sepenuhnya marah.

Budi mengerutkan keningnya, dia hanya mengatakan hal itu untuk menakut-nakuti mereka, tetapi mereka malah percaya.

“Sudahlah, ribut apa sih!”

Tiba-tiba, Agus berjalan mendekat dan menegur warga desa, “Nggak mau bayar pajak? Kalian mau memberontak, ya! Menurut kalian, pemimpin kabupaten bakal percaya omongan kalian atau omongan Pak Budi yang bantu dia terima hasil panen?”

Para warga menunduk. Amarah dalam hati mereka sudah berkurang begitu mendengar ucapan Agus.

Herman berkata lagi dengan berani, “Tapi kami juga nggak bisa pergi sekarang. Kakakku dan Wira sedang pergi jual ikan. Asal mereka pulang, utangnya sudah bisa dibayar!”

“Apa kamu nggak bisa hitung? Kamu nggak tahu berapa banyak ikan yang harus dijual untuk mendapatkan 40 ribu gabak?”

Agus menatap Herman, lalu berkata dengan meremehkan, “Harga ikan kecil cuman 10 gabak per setengah kilo, sedangkan ikan besar cuman 16 gabak per setengah kilo. Dari ikan yang didapatkan Wira kemarin, ikan besar paling cuman ada 100 kilo, sedangkan ikan kecil cuman 50 kilo. Jadi, dia paling banyak juga cuman bisa hasilkan 14 ribu gabak.”

“Belum lagi harus bayar pajak ke pemerintah 10% dan ke bos ikan 20%. Uang yang tersisa nggak bakal sampai 10 ribu gabak. Itu masih belum sampai seperempat utangnya!”

Wajah Herman langsung memucat. Kalau uang yang didapatkan Wira belum mencapai 10 ribu gabak, Wira tidak mungkin bisa membayar utang 40 ribu gabak.

Wulan pun berkata, “Meskipun uang penjualan ikan nggak cukup, aku sudah berikan sebuah gelang giok yang harganya 20 ribu gabak untuk digadaikan. Kalau dia pinjam uang sama kakakku lagi, kita sudah punya cukup uang untuk bayar utang!”

Warga desa mengangguk.

Saat pernikahan mereka, ada juga keluarga Wulan yang datang. Mereka memakai baju sutra yang bagus serta menaiki kereta kuda yang cantik dan besar.

Agus berkata sambil mengelus-elus janggutnya, “Apa kalian tahu aturan penggadaian? Giok cuman bisa digadaikan setengah harga. Jadi, giok seharga 20 ribu gabak juga cuman bisa digadaikan seharga 10 ribu gabak!”

“Keluargamu memang kaya, tapi nggak ada gunanya Wira pergi. Keluarga Linardi toh mau kamu kembali, mana mungkin mereka melewatkan kesempatan ini?”

Setelah mendengar ucapan Agus, Wulan langsung terduduk ke lantai.

Situasinya mungkin memang seperti apa yang dikatakan Agus.

Kakak Wulan pasti memilih menghabiskan lebih banyak uang untuk menebusnya kembali daripada meminjamkan uang pada Wira untuk membayar utang.

Setelah melihat situasi Wulan, para penduduk desa pun merasa kasihan terhadapnya.

Jika Wira tidak bisa membayar utang, sepasang suami istri ini harus menjadi budak Budi.

“Bubarlah! Wira nggak mungkin bisa bayar utang. Rumah ini bakal segera jadi milik Pak Budi. Mana sopan kalian datang dengan membawa tongkat kayu!”

Agus mengibaskan tangannya untuk mengusir warga desa. Kemudian, dia tersenyum dan mengangguk pada Budi.

Sebagai penguasa tertinggi Dusun Darmadi, dia harus memiliki hubungan yang baik dengan kepala desa. Dengan begitu, pajak panen yang mereka serahkan bisa menjadi lebih sedikit.

Saat pejabat kecil punya masalah, penguasa tertinggi dusun akan menolong mereka bahkan bila harus menggertak orang dusunnya.

Lagi pula, Agus juga merasa tidak senang terhadap Wira gara-gara insiden ikan kemarin.

“Kepala dusun kalian juga sudah bilang kalau Wira nggak mungkin bisa bayar utang. Cepat pergi!” teriak Budi pada warga dusun. Dengan bantuan Agus, Budi pun menjadi sombong kembali.

“Yang harus pergi itu kamu!”

Wira masuk ke dalam rumahnya dengan murka.

Bab terkait

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 16

    Menurut aturan Kerajaan Nuala, batas terakhir membayar utang itu di tengah malam.Apa yang sudah dilakukan Budi?Wira memang tidak melihat apa yang sudah terjadi. Namun, saat melihat pintu aula utama yang roboh, Wulan yang berlinang air mata, tangannya yang bengkak dan memar, pisau dan gunting yang ada di tangan anak buah Budi serta para kerabat yang memegang tongkat kayu, Wira langsung mengerti apa yang terjadi.“Suamiku!”Saat semua anak buah Budi sedang lengah, Wulan mengambil kesempatan untuk berlari keluar dari aula utama. Dia langsung melemparkan diri ke dalam pelukan Wira dan menangis tersedu-sedu.“Jangan takut, aku sudah pulang!”Wira mengelus rambut panjang Wulan sambil menghiburnya. Kemudian, dia mengangkat tangan Wulan yang bengkak dan memar sambil bertanya, “Masih sakit?”“Nggak sakit lagi!”Meskipun Wulan masih merasa tangannya sangat sakit, dia tetap memaksakan seulas senyum. Saat melihat semua warga desa yang menatap mereka, Wulan buru-buru bersembunyi di belakang Wira

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 17

    Cahaya matahari terbenam menyinari uang emas itu hingga terlihat sangat berkilau.Budi memungut uang emas itu, lalu menggosoknya ke baju sebelum menggigitnya. Kemudian, ekspresinya pun bertambah muram. “Dari mana kamu mendapatkannya!”Sebatang uang emas sudah bernilai 100 ribu gabak. Ditambah dengan uang perak dan koin perunggu, totalnya sudah 180 ribu gabak. Kenapa Wira bisa punya begitu banyak uang?!“Kamu nggak perlu tahu!” Wira langsung menjawab dengan ketus, “Aku cuman mau tanya, itu emas apa bukan?”Para warga dusun juga menatap Budi.Wira sudah memberikan semua yang Budi minta, mereka mau tahu bagaimana rentenir ini mau mencari alasan lagi.“Emas ini agak keras, pasti sudah dicampur dengan perunggu. Aku cuman terima emas murni!”Budi mengabaikan bekas gigitannya di batang emas, lalu mencari alasan lain untuk menolak.“Dicampur perunggu? Hei! Memangnya gigimu begitu kuat sampai bisa meninggalkan bekas gigitan di perunggu? Kenapa kamu begitu nggak tahu malu?”Amarah semua warga du

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 18

    Seluruh badan Budi terasa sakit. Dia meringkuk sambil menutup kepalanya dan memohon, “Pak Agus, kamu bakal biarkan aku dipukul begitu saja? Tunggu saja waktu musim panen nanti!”Setelah memikirkan hal penting itu, Agus buru-buru menasihati Wira, “Wira, ayo kita bicara baik-baik. Jangan ....”“Diam! Kenapa tadi kamu nggak nasihati dia untuk bicara baik-baik sama aku!”Wira bahkan tidak menoleh dan lanjut menendang Budi.Agus pun terdiam. Dia hanya bisa menatap Wulan, lalu berkata, “Bujuklah suamimu. Kalau orangnya mati, masalahnya bisa jadi besar.”Wulan hanya cemberut tanpa berkata apa-apa. Dia membatin, ‘Suamiku nggak bodoh. Dia nggak bakal bunuh si Tua Bangka itu.’Dari tadi, Wulan sudah memperhatikan Wira. Selain tinju pertama yang dilayangkan ke wajah Budi, Wira hanya menendang kaki, pantat, punggung, dan tempat-tempat tidak berbahaya lainnya. Jadi, Budi tidak akan mati.Melihat Wulan yang tetap diam, Agus menatap ke arah Danu, Doddy, dan Sony. Namun, mereka juga tidak memedulikan

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 19

    Setelah Budi pergi, sebagian besar warga dusun langsung berhamburan masuk ke rumah Wira hingga halamannya penuh.Selama ini, warga dusun sudah sering ditindas, diancam, dan bahkan dipukul Budi karena masalah pajak serta kerja rodi.Namun, tidak ada seorang pun yang berani memukul Budi hingga dia berteriak minta ampun seperti Wira.Warga dusun pun menatap Wira dengan hormat.Saat melihat wibawa Wira menjadi makin besar di hati warga dusun, Agus pun berkata, “Wira, kamu memang sudah mengalahkan Pak Budi hari ini. Tapi, apa kamu pernah mikir? Dia itu orang pemerintah, memangnya dia bakal mengampunimu?”Semua warga dusun pun terlihat takut.Jangankan memukul orang pemerintah seperti Budi, orang yang tidak membayar pajak saja sudah bisa dijebloskan ke penjara pengadilan daerah atau dipaksa kerja rodi.Setelah diperlakukan begini oleh Wira, Budi tidak mungkin mengampuninya.“Kalian nggak perlu khawatir!”Wira menyuruh Doddy mengambilkannya sebuah bangku. Kemudian, dia berdiri di atasnya dan

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 20

    Mereka sudah akan kaya!Selama sisa tahun ini, mereka sudah tidak perlu kelaparan lagi.Tahun Baru nanti, mereka juga bisa menyantap daging.Warga dusun yang berdiri di luar rumah Wira juga sangat terharu hingga menangis.Begitu masuk akhir tahun yang sering hujan, bahan pangan mereka akan makin menipis sehingga hidup mereka juga akan bertambah sulit.Ada banyak warga dusun yang saking miskinnya juga bisa mati kelaparan.Tahun ini, situasi mereka sudah akan membaik. Mereka pasti bisa melewati akhir tahun ini dengan baik.Agus mengerutkan keningnya dan membatin, ‘Si Pemboros ini mau kasih gaji yang begitu tinggi? Begitu masuk akhir tahun, curah hujan yang tinggi bakal menyulitkan orang-orang untuk tangkap ikan. Meski kamu punya teknik rahasia menangkap ikan, itu juga nggak berguna. Pada saatnya nanti, kekayaanmu yang tersisa juga nggak bakal bisa menutupi gaji sebulan semua orang yang totalnya 60 ribu gabak.”“Pilih saja dulu orang yang mau berpartisipasi dari tiap keluarga. Nanti kita

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 21

    Wulan berbisik, “Apa mungkin itu orang dari pengadilan daerah?”Wira menggeleng. “Waktu Budi pergi, gerbang kota sudah tutup. Dia nggak mungkin bisa pergi ke pengadilan daerah. Lagian, kalau itu memang orang pengadilan daerah, mereka pasti langsung mendobrak pintu. Ini perampok, tapi aku nggak tahu ada berapa orang. Kamu sembunyi saja di bawah ranjang!”Wulan menggeleng. “Walau aku itu perempuan, aku tetap bisa bantu kamu. Nggak ada yang bisa tahan kalau kepalanya dihantam.”“Oke. Jangan pakai sepatu. Begitu pintunya terbuka, kita langsung hantam kepala mereka!” bisik Wira.Mereka berdua tidak menghidupkan lampu. Setelah mengeluarkan parang dan tongkat kayu, mereka pun berjalan ke aula utama tanpa alas kaki.Dengan cahaya bulan dan bintang yang masuk melalui celah pintu, mereka bisa samar-samar melihat ujung pisau yang digunakan perampok untuk membuka gerendel pintu mereka.Ckit, ckit ....Gerendel pintu mereka perlahan-lahan terbuka.Wira dan Wulan pun menjadi tegang.Wira ingin langs

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 22

    Doddy menunjukkan posturnya, “Ini Wing Chun yang diwariskan jenderal tua kepada Ayah. Jari-jari kaki harus mencengkeram lantai, telapak kaki harus kosong, dan lutut harus sedikit ditekuk. Pantat seperti duduk di kursi, kelangkangnya diangkat, tulang ekornya diturunkan. Lalu otot perut harus ditahan, dada juga harus terbuka. Kedua tangan seperti mau mencengekeram sesuatu, bahunya diturunkan, siku ditekuk. Terus, dagu ditarik masuk dan kepalanya harus kayak lagi menahan sesuatu. Kalau berdiri lama dengan cara begini, kekuatannya bisa bertambah, reaksinya juga bisa jadi cepat. Jadi, satu orang juga bisa langsung lawan beberapa orang.”Wira pun terkejut. Teknik yang diajarkan Doddy ini mirip pencak silat Atrana Kuno.Di era di mana informasi tersebar di mana-mana, segala jenis bela diri juga diposting di internet.Ada banyak orang yang menontonnya, tetapi jarang ada yang mempraktikkannya.“Kak Wira, ini warisan rahasia. Ayah bahkan nggak kasih tahu kedua pamanku itu!” Doddy berbisik, “Aya

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 23

    Sony buru-buru berkata, "Tahu. Aku tahu jelas tentang ini!" Sejak usianya yang ke-13 hingga 19 tahun, dia sudah familier dengan siapa pun pencuri, perampok, dan siapa pun yang dikabarkan sebagai pembunuh di sekitar kota-kota terdekat.Dulu, ada pencuri yang membawanya masuk ke geng, tetapi Sony tidak cukup berani sehingga tidak jadi bergabung.Wira yang mendengar detailnya pun bertanya, "Apakah ada geng yang beranggotakan tiga orang? Mereka bisa bela diri dan menggunakan pisau!""Ada!"Sony memikirkannya sejenak, lalu berujar, "Di Dusun Gabrata yang jauhnya sekitar tujuh kilometer dari sini, ada Gavin beserta dua saudaranya. Mereka bisa melompati tembok yang setinggi manusia dalam sekejap dan aku pernah melihatnya sekali. Ayah mereka merupakan pasukan yang turun ke medan perang dan mewariskan ke mereka teknik pedang pembunuh milik pasukan. Teknik itu adalah milik orang-orang kejam dari Dusun Gabrata."Wira pun mengangguk.Ada kemungkinan bahwa ketiga bersaudara ini pencuri yang dipuku

Bab terbaru

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3104

    Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3103

    Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3102

    Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3101

    Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3100

    Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3099

    Selama mereka bisa menguasai tembok kota, saat fajar tiba dan pasukan Kerajaan Nuala memasuki kota, mereka dapat bergerak menuju tiga gerbang lainnya melalui jalur yang menghubungkan tembok kota.Nafis memberi hormat, lalu segera memimpin 100 orang untuk naik. Begitu mereka mencapai tembok kota, mereka mendapati bahwa para prajurit musuh di sana ternyata tertidur dengan bersandar pada dinding.Wira yang baru saja naik ke tembok juga melihat pemandangan itu dan hanya bisa tersenyum getir. Setelah beberapa saat, dia memberi isyarat untuk tetap diam dan memberi isyarat tangan untuk membunuh mereka.Orang-orang di belakangnya langsung mengerti maksudnya. Dengan hati-hati, mereka berjalan berjongkok menuju para prajurit yang sedang tertidur.Para prajurit dari pasukan utara itu bahkan tidak menyadari bahwa tidur mereka kali ini akan membawa mereka ke akhir hayat.....Sementara itu, di kediaman Kunaf.Meskipun kota dalam keadaan siaga penuh, sebagai tempat kediaman penguasa tertinggi di kot

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3098

    Setelah pasukan terbagi, Wira memimpin kelompoknya keluar dari hutan lebat.Karena Kunaf telah mengeluarkan perintah untuk menangkap Wira, gerbang kota berada dalam keadaan siaga penuh.Namun, karena Kunaf yakin bahwa Wira telah melarikan diri ke utara, dia lantas menarik kembali setengah dari pasukannya.Melihat jumlah patroli di gerbang kota berkurang, Nafis berbisik, "Tuan, kenapa jumlah prajurit tampak jauh lebih sedikit dibandingkan siang tadi? Jangan-jangan ini jebakan?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak. Ini pasti karena Latif memberi tahu Kunaf kita kabur ke utara."Mendengar itu, yang lainnya tersenyum kecil. Jika Kunaf benar-benar mempercayai informasi itu,berarti dia benar-benar bodoh.Bagaimana mungkin mereka yang telah melarikan diri dari utara justru kembali ke arah sana? Itu sama saja mencari mati!"Nafis, kamu yang memimpin di depan. Sebarkan pasukan, jangan berkumpul di satu tempat. Habisi prajurit musuh yang menjaga gerbang, lalu kenakan seragam mereka. Lakukan den

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3097

    Mendengar laporan itu, Kunaf langsung berseri-seri dan segera menyuruh para penari untuk pergi.Setelah aula menjadi kosong, Kunaf menatap Latif dengan penuh antusiasme. Dia bahkan lupa menyuruhnya berdiri.Kunaf sangat memahami perintah dari Bimala. Tidak peduli apa pun caranya, Wira harus ditangkap. Jika berhasil, Kunaf bisa meninggalkan tempat ini.Latif perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangannya sambil berujar dengan tenang, "Lapor, Jenderal. Kami telah mencari di dalam hutan untuk waktu yang lama, tapi nggak menemukan jejak musuh. Aku menduga mereka sudah meninggalkan area ini.""Nggak ada jejak?" Ekspresi Kunaf yang tadinya bersemangat langsung berubah. Dia lantas terdiam beberapa saat sebelum mengerutkan kening dan bertanya, "Kalau begitu, apa ada informasi dari penjaga gerbang?"Latif bertugas di benteng utama, jadi pertanyaan itu masih berada dalam ranah tanggung jawabnya. Dia segera menjawab, "Saat kembali, aku sudah menanyakan kepada penjaga gerbang. Hingga saat ini

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3096

    Mengingat semua hal besar yang telah dilakukan oleh Wira, Latif merasa sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Wira.Latif segera menangkupkan tangan dan berkata, "Aku sudah lama mengetahui nama besar Tuan Wira. Hari ini, aku akhirnya bisa bertemu langsung denganmu. Ini benar-benar suatu kehormatan bagiku. Aku Latif, mohon ampuni nyawaku."Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Haha. Dengan cara pencarian seperti ini, kamu nggak takut Kunaf mengetahuinya dan memenggal kepalamu?"Saat berbicara, Wira menunjuk ke arah para prajurit yang masih memegang obor di kejauhan. Kini, dia sudah bisa menebak maksud Latif. Rupanya, dia sedang berusaha membantu Wira sebagai tanda persahabatan.Latif hanya bisa tertawa canggung dan berkata dengan suara rendah, "Jujur saja, aku nggak terlalu menyukai Kunaf. Lagian, dia nggak ada di sini. Dia nggak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Hari ini, ketika aku melihat Tuan berada dalam situasi sulit, aku ingin membantu sebi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status