Share

Bab 13

Penulis: Arif
“Simpan uangnya!”

Wira sama sekali tidak melirik uang di dalam kotak itu. Dia langsung bangkit dan melambaikan tangannya. “Transaksi kita sudah selesai. Aku pamit dulu!”

Danu menerima kotak itu, sedangkan Lestari dan Sony berjalan di belakangnya.

“Wira, tunggu dulu!” Hendra langsung mengejarnya dan bertanya, “Kapan kamu bisa sediakan gula kristal ini lagi?”

“Itu tergantung keberuntunganku!” Wira berkata sambil mengangkat alisnya, “Gula kristal pada dasarnya memang langka. Pedagang dari Wilayah Barat harus melalui wilayah bangsa Agrel sebelum sampai di Kerajaan Nuala, sedangkan wilayah bangsa Agrel sangat berbahaya. Entah kapan mereka bakal datang lagi. Mungkin tiga bulan, mungkin juga setahun. Jadi, aku juga nggak bisa pastikan waktunya.”

“Oh!” Hendra berkata dengan hormat, “Kulihat kamu sangat berwibawa, kamu pasti berasal dari keluarga besar, ‘kan? Apa kamu itu anak keluarga Darmadi dari Kota Nagari?”

Kota Nagari juga merupakan kota pusat pemerintahan. Jaraknya sekitar 150 kilometer dari tempat ini. Namun, tidak ada keluarga besar yang bermarga Darmadi di sana.

“Aku berasal dari Kota Pusat Pemerintahan Jagabu!” Wira melambaikan tangannya dengan kesal, “Kalau Pak Hendra nyesal, batalkan saja transaksinya. Aku bisa bertransaksi dengan orang lain dan menjualnya seharga satu juta gabak ke orang lain!”

Kota Pusat Pemerintahan Jagabu adalah kota perbatasan Kerajaan Nuala dengan wilayah bangsa Agrel. Kabupaten Uswal termasuk yurisdiksi Kota Pemerintahan Jagabu. Jika ada orang dari Wilayah Barat yang mau masuk ke wilayah Kerajaan Nuala, pemberhentian pertama mereka adalah Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.

Hendra menanyakan semua pertanyaan itu untuk menguji Wira.

“Ini!” Danu langsung mendorong kotaknya kepada Hendra.

Wira sudah berpesan pada yang lainnya untuk langsung menuruti semua perintah Wira. Jadi, Danu pun langsung bertindak sesuai perintah.

Namun, Hendra malah buru-buru mengadang di depan gula putih dan berkata, “Wira, transaksi kita sudah selesai. Uang 600 ribu gabak itu sudah jadi milikmu, sedangkan 10 kilo gula ini milik keluarga Sutedja. Pelayan, antar Tuan Wira keluar.”

Pegawai toko langsung mempersilakan mereka keluar.

Wira masuk ke kereta kuda dengan ekspresi dingin. Kemudian, keempat orang itu pun meninggalkan Toko Gula Keluarga Sutedja.

Setelah melihat kereta kuda menjauh, ekspresi Hendra yang tadinya terlihat ramah pun berubah menjadi tajam dan tegas.

Meskipun sikap Wira terlihat seperti putra keluarga kaya, Hendra tetap merasa ada yang aneh.

Selain pakaian pelayan wanita itu, pakaian orang lainnya adalah pakaian baru. Di sisi lain, meskipun Wira mengenakan jubah sutra, kualitas giok dan tas wewangiannya sangat buruk. Kereta kuda yang mereka pakai juga seperti kereta kuda biasa.

Jadi, Hendra tidak begitu percaya bahwa Wira berasal dari keluarga besar.

Selain itu, gula tidak mudah diawetkan. Jika dibawa masuk dari Wilayah Barat yang jauh, gulanya pasti bisa sedikit meleleh. Namun, 10 kilogram gula kristal ini sama sekali belum meleleh.

Hal yang terpenting adalah Kota Pusat Pemerintahan Jagabu lebih makmur daripada Kabupaten Uswal. Kenapa Wira tidak menjual gula kristal ini di sana dan malah datang ke daerah kecil seperti ini?

Keraguan-keraguan ini sudah melekat di benak Hendra. Dia memberi perintah kepada pegawainya, lalu pegawainya itu pun langsung keluar.

“Wah, emasnya banyak banget!”

Di dalam kereta, Lestari mengambil sebatang emas, lalu menggigitnya. Kemudian, dia pun berseru kegirangan, “Kalau bisa menghasilkan 600 ribu gabak sehari, sepuluh hari sudah 6 juta gabak, sebulan 18 juta gabak, setahun sudah 216 juta gabak. Dalam sepuluh tahun, kita sudah bisa mengumpulkan miliaran gabak! Kak Wira, kamu sudah mau kaya raya!”

Wira menggeleng, “Dasar mata duitan! Untuk sementara, gula putih sudah nggak bisa dijual di Kabupaten Uswal!”

Lestari pun bertanya dengan terkejut, “Kenapa?”

Wira menjawab, “Tadi, Hendra nggak berhenti mengujiku. Aku rasa dia punya maksud lain.”

Lestari langsung tercengang. “Kenapa aku nggak merasa begitu?”

Wira menatap ke arah Danu yang duduk di depan, lalu berkata, “Danu, coba lihat ada yang ikutin kita nggak?”

Lestari langsung cemberut. “Kak Wira, transaksi kita sudah selesai, untuk apa Pak Hendra suruh orang ikuti kita?”

Begitu Lestari selesai bicara, Danu pun menjawab, “Kak Wira, benar katamu! Pegawai toko Pak Hendra memang lagi ikuti kita!”

“Mana mungkin!” Lestari pun melihat ke luar jendela. Setelah melihat memang ada pegawai toko gula yang mengikuti mereka dari jauh, dia pun tercengang.

Wira berkata dengan suara yang berat, “Ini karena aku berlagak jadi putra keluarga besar.”

Lestari bertanya dengan bingung, “Gimana kalau kamu jual gula putih dengan status penduduk desa?”

Wira mendengus. “Mungkin mereka bakal langsung menangkapku, lalu menginterogasiku soal cara memurnikan gula putih!”

Semua orang mengira bahwa orang yang melewati dimensi ke zaman kuno bisa menguasai dunia karena mempunyai keterampilan. Nyatanya, orang berkemampuan tinggi yang tidak mengerti kondisi pada zaman itu hanya akan dikendalikan orang. Mereka akan dianggap sebagai pencetak uang yang bisa dimanfaatkan dengan mudah.

“Nggak mungkin deh?” Lestari berkata dengan ragu, “Keluarga Sutedja terkenal baik dan dermawan di ibu kota provinsi!”

Wira menggeleng dan berkata dengan serius, “Lestari, orang yang benar-benar baik hati nggak bakal sukses. Kamu nggak ngerti seberapa besar keuntungan yang bisa didapatkan dari pemurnian gula mentah menjadi gula putih. Kalau keluarga Sutedja mengetahui teknik ini, mereka pasti bisa menjadi salah satu keluarga terkaya di dunia. Mana mungkin Hendra melewatkan kesempatan untuk dapat keuntungan sebesar ini!”

Ini adalah pertama kalinya Lestari bertemu dengan masalah seperti ini. Dia pun menjadi takut dan bertanya, “Ja ... jadi, gimana ini?”

Danu dan Sony juga ketakutan. Ini pertama kalinya mereka merasa dunia ini jauh lebih rumit daripada yang mereka bayangkan.

Wira berpesan, “Kalau sudah pulang nanti, cepat habiskan semua gula putih itu. Jangan biarkan orang lain melihatnya. Akhir-akhir ini, kamu juga jangan keluar rumah dulu. Kalau mau beli sayur, suruh Paman Suryadi saja. Nanti aku pergi ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu saja untuk jual gula putihnya.”

Lestari langsung terkejut. “Ini sudah cukup bahaya, tapi kamu masih mau pergi ke kota pusat pemerintahan?”

Wira terkekeh, lalu berkata, “Di tempat yang makin besar, uang makin mudah didapatkan. Di kota pusat pemerintahan, 10 kilo gula putih ini paling nggak bisa dijual sejuta gabak.”

Lestari langsung tergagap, “Se ... sejuta gabak?”

“Danu, hentikan mobilnya. Beri pelajaran pada pegawai toko itu!” Wira lanjut berkata, “Suruh dia sampaikan pada Pak Hendra. Kalau mau berbisnis dengan jujur, kelak kita pasti bisa kerja sama lagi. Tapi kalau dia punya niat buruk, jangan harap aku bekerja sama dengannya lagi.”

Tidak lama kemudian, pegawai itu kembali ke Toko Gula Keluarga Sutedja. Dia menunjukkan pergelangan tangannya yang bengkak dan menyampaikan pesan Wira.

Setelah mendengar hal itu, ekspresi Hendra langsung menjadi sangat suram.

...

Satu jam kemudian, setelah berbelanja dan mengembalikan kereta kuda, ketujuh orang itu berkumpul di depan gerbang kota.

Melihat barang bawaan Wira yang begitu banyak, Suryadi pun panik. “Lestari, kenapa kamu nggak nasihatin Kak Wira untuk jangan belanja begitu banyak? Utangnya masih belum lunas, lho!”

Lestari langsung menunduk dengan malu. Dia sudah berusaha menasihati Wira, tetapi Wira malah langsung membelikannya gelang, anting dan jepit rambut tanpa melakukan tawar-menawar. Wira juga membelikannya dua set baju, sepatu dan bedak pipi merah yang sudah dia inginkan sejak lama.

Bukan hanya begitu, Wira tentu saja juga berbelanja untuk orang lainnya.

Wira memberikan sebuah tas kain kepada Suryadi. “Paman, jangan salahkan Lestari. Sebagai kakak sepupunya, sudah seharusnya aku membelikannya sedikit hadiah. Ini pakaian dan sepatu untuk Paman. Nanti coba pakai cocok atau nggak!”

“Hah? Ada hadiahku juga? Ngapain kamu habisin uang beli semua ini untukku? Aku nggak kekurangan apa-apa kok.”

Suryadi menerima tas kain itu sambil tersenyum senang. “Berapa banyak yang kamu habiskan? Apa masih cukup bayar utang? Kalau nggak cukup, Paman pinjamin uangnya!”

“Sudah cukup kok, Paman. Waktunya sudah larut, kami pulang dulu ya!”

Wira melambaikan tangannya, lalu mengingati Lestari lagi, “Jangan lupa soal pesanku!”

“Iya!” jawab Lestari dengan kesal.

Sepanjang perjalanan mereka tadi, Wira sudah mengingatkannya berkali-kali untuk tidak membocorkan cara pembuatan gula putih. Wira juga menyuruhnya untuk menyimpan gula itu dengan baik dan menghabiskannya secepat mungkin.

Setelah berpamitan, Wira dan yang lainnya pun pulang.

Suryadi menatap kepergian mereka, lalu bertanya pada Lestari setelah mereka sudah jauh, “Berapa hasil penjualan gula putih Wira? Kenapa dia bisa membeli begitu banyak barang?”

Lestari menjawab, “Enam ....”

“Enam puluh ribu gabak?” Sebelum Lestari sempat menyelesaikan kata-katanya, Suryadi sudah memotong, “Kalau gitu, yang tersisa setelah bayar utang juga cuman 20 ribu gabak. Kenapa kamu nggak nasihati dia supaya nggak sembarangan belanja?”

Lestari melihat ke sekeliling, lalu berbisik, “Ayah, bukan 60 ribu gabak, tapi 600 ribu gabak!”

“A ... apa? E ... enam ratus ribu? Astaga! Mana mungkin!” ujar Suryadi dengan terbata-bata.

Lestari lanjut berkata, “Ayah, kukasih tahu deh. Kak Wira jago sandiwara, lho ....”

Setelah mendengar cerita Lestari, Suryadi pun mengerutkan keningnya. “Kenapa pakaian dan kain ini berat banget?”

Begitu melihat ke dalam, ternyata ada sebatang emas dan dua batang perak yang terselip di dalam pakaiannya.

Lestari pun terkejut. Tadi, mereka semua belanja bersama. Namun, Lestari tidak tahu kapan Wira memasukkan uang itu ke dalam tas kain ini.

Suryadi juga terkejut, lalu berkata dengan berlinang air mata, “Kak, Wira sudah besar. Dia sudah bisa menyayangi orang lain. Sayang sekali kamu sudah meninggal. Kalau nggak, kamu pasti bisa hidup bahagia.”
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ketut Jowo
menarik ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 14

    Dalam perjalanan pulang, Hasan menarik gerobak di depan, sedangkan Danu mengawal di belakang. Doddy dan Sony sedang berjalan sambil mengobrol, sementara Wira tidur di atas gerobak. Dia sudah tidak tahan begadang dari semalam.Doddy berkata dengan semangat, “Kak Sony, coba cerita sekali lagi gimana Kak Wira menjual gulanya.”“Doddy, aku sudah cerita berkali-kali! Tenggorokanku sudah mau sakit!”Sony pun menunduk dan bermain dengan bajunya.“Ya sudah kalau nggak mau cerita lagi. Tapi kelak, panggil aku Zabran! Itu nama yang diberi Kak Wira untukku!” ujar Doddy dengan serius.Sony mengangkat lengan bajunya sambil berkata, “Zabran, kenapa kamu nggak ganti baju baru? Baju ini nyaman banget, lho!”Setelah meninggalkan Toko Gula Keluarga Sutedja, Wira pun berbelanja banyak. Semua orang mendapatkan dua set pakaian dan sepatu baru.Doddy melirik ke arah ayahnya yang sedang menarik gerobak. Baju baru harus disimpan sampai Tahun Baru, mana mungkin Doddy berani langsung memakainya seperti Sony. Ji

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 15

    Namun, pintunya tetap tidak terbuka setelah didobrak.Budi melambaikan tangannya sambil berkata, “Jangan dobrak lagi, sudah ditahan dari dalam. Panjat dinding saja!”Keempat bawahan itu pun berhenti mendobrak. Kemudian, mereka mulai bertumpu pada satu sama lain untuk memanjat dinding rumah Wira. Setelah melompat masuk, bawahan itu pun membukakan pintu dari dalam agar Budi bisa masuk.Setelah melihat Budi masuk ke rumahnya, Wulan langsung berlari ke ruang utama dengan panik.Budi melangkah dengan santai sambil berkata, “Cantik, suamimu sudah kabur, tapi kamu masih begitu setia padanya. Bukannya lebih baik hidup bersamaku yang penyayang?”“Suamiku nggak kabur! Dia pasti pulang untuk bayar utang! Kamu jangan macam-macam!”Wulan menyeret meja di dalam ruang utama untuk menahan pintu.“Apa bagusnya si Pemboros itu hingga kamu begitu setia padanya?”Budi memberi isyarat pada bawahannya, lalu dua bawahannya langsung mendobrak pintu.Saat pintu didobrak, Wulan yang sedang menahan meja juga ter

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 16

    Menurut aturan Kerajaan Nuala, batas terakhir membayar utang itu di tengah malam.Apa yang sudah dilakukan Budi?Wira memang tidak melihat apa yang sudah terjadi. Namun, saat melihat pintu aula utama yang roboh, Wulan yang berlinang air mata, tangannya yang bengkak dan memar, pisau dan gunting yang ada di tangan anak buah Budi serta para kerabat yang memegang tongkat kayu, Wira langsung mengerti apa yang terjadi.“Suamiku!”Saat semua anak buah Budi sedang lengah, Wulan mengambil kesempatan untuk berlari keluar dari aula utama. Dia langsung melemparkan diri ke dalam pelukan Wira dan menangis tersedu-sedu.“Jangan takut, aku sudah pulang!”Wira mengelus rambut panjang Wulan sambil menghiburnya. Kemudian, dia mengangkat tangan Wulan yang bengkak dan memar sambil bertanya, “Masih sakit?”“Nggak sakit lagi!”Meskipun Wulan masih merasa tangannya sangat sakit, dia tetap memaksakan seulas senyum. Saat melihat semua warga desa yang menatap mereka, Wulan buru-buru bersembunyi di belakang Wira

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 17

    Cahaya matahari terbenam menyinari uang emas itu hingga terlihat sangat berkilau.Budi memungut uang emas itu, lalu menggosoknya ke baju sebelum menggigitnya. Kemudian, ekspresinya pun bertambah muram. “Dari mana kamu mendapatkannya!”Sebatang uang emas sudah bernilai 100 ribu gabak. Ditambah dengan uang perak dan koin perunggu, totalnya sudah 180 ribu gabak. Kenapa Wira bisa punya begitu banyak uang?!“Kamu nggak perlu tahu!” Wira langsung menjawab dengan ketus, “Aku cuman mau tanya, itu emas apa bukan?”Para warga dusun juga menatap Budi.Wira sudah memberikan semua yang Budi minta, mereka mau tahu bagaimana rentenir ini mau mencari alasan lagi.“Emas ini agak keras, pasti sudah dicampur dengan perunggu. Aku cuman terima emas murni!”Budi mengabaikan bekas gigitannya di batang emas, lalu mencari alasan lain untuk menolak.“Dicampur perunggu? Hei! Memangnya gigimu begitu kuat sampai bisa meninggalkan bekas gigitan di perunggu? Kenapa kamu begitu nggak tahu malu?”Amarah semua warga du

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 18

    Seluruh badan Budi terasa sakit. Dia meringkuk sambil menutup kepalanya dan memohon, “Pak Agus, kamu bakal biarkan aku dipukul begitu saja? Tunggu saja waktu musim panen nanti!”Setelah memikirkan hal penting itu, Agus buru-buru menasihati Wira, “Wira, ayo kita bicara baik-baik. Jangan ....”“Diam! Kenapa tadi kamu nggak nasihati dia untuk bicara baik-baik sama aku!”Wira bahkan tidak menoleh dan lanjut menendang Budi.Agus pun terdiam. Dia hanya bisa menatap Wulan, lalu berkata, “Bujuklah suamimu. Kalau orangnya mati, masalahnya bisa jadi besar.”Wulan hanya cemberut tanpa berkata apa-apa. Dia membatin, ‘Suamiku nggak bodoh. Dia nggak bakal bunuh si Tua Bangka itu.’Dari tadi, Wulan sudah memperhatikan Wira. Selain tinju pertama yang dilayangkan ke wajah Budi, Wira hanya menendang kaki, pantat, punggung, dan tempat-tempat tidak berbahaya lainnya. Jadi, Budi tidak akan mati.Melihat Wulan yang tetap diam, Agus menatap ke arah Danu, Doddy, dan Sony. Namun, mereka juga tidak memedulikan

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 19

    Setelah Budi pergi, sebagian besar warga dusun langsung berhamburan masuk ke rumah Wira hingga halamannya penuh.Selama ini, warga dusun sudah sering ditindas, diancam, dan bahkan dipukul Budi karena masalah pajak serta kerja rodi.Namun, tidak ada seorang pun yang berani memukul Budi hingga dia berteriak minta ampun seperti Wira.Warga dusun pun menatap Wira dengan hormat.Saat melihat wibawa Wira menjadi makin besar di hati warga dusun, Agus pun berkata, “Wira, kamu memang sudah mengalahkan Pak Budi hari ini. Tapi, apa kamu pernah mikir? Dia itu orang pemerintah, memangnya dia bakal mengampunimu?”Semua warga dusun pun terlihat takut.Jangankan memukul orang pemerintah seperti Budi, orang yang tidak membayar pajak saja sudah bisa dijebloskan ke penjara pengadilan daerah atau dipaksa kerja rodi.Setelah diperlakukan begini oleh Wira, Budi tidak mungkin mengampuninya.“Kalian nggak perlu khawatir!”Wira menyuruh Doddy mengambilkannya sebuah bangku. Kemudian, dia berdiri di atasnya dan

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 20

    Mereka sudah akan kaya!Selama sisa tahun ini, mereka sudah tidak perlu kelaparan lagi.Tahun Baru nanti, mereka juga bisa menyantap daging.Warga dusun yang berdiri di luar rumah Wira juga sangat terharu hingga menangis.Begitu masuk akhir tahun yang sering hujan, bahan pangan mereka akan makin menipis sehingga hidup mereka juga akan bertambah sulit.Ada banyak warga dusun yang saking miskinnya juga bisa mati kelaparan.Tahun ini, situasi mereka sudah akan membaik. Mereka pasti bisa melewati akhir tahun ini dengan baik.Agus mengerutkan keningnya dan membatin, ‘Si Pemboros ini mau kasih gaji yang begitu tinggi? Begitu masuk akhir tahun, curah hujan yang tinggi bakal menyulitkan orang-orang untuk tangkap ikan. Meski kamu punya teknik rahasia menangkap ikan, itu juga nggak berguna. Pada saatnya nanti, kekayaanmu yang tersisa juga nggak bakal bisa menutupi gaji sebulan semua orang yang totalnya 60 ribu gabak.”“Pilih saja dulu orang yang mau berpartisipasi dari tiap keluarga. Nanti kita

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 21

    Wulan berbisik, “Apa mungkin itu orang dari pengadilan daerah?”Wira menggeleng. “Waktu Budi pergi, gerbang kota sudah tutup. Dia nggak mungkin bisa pergi ke pengadilan daerah. Lagian, kalau itu memang orang pengadilan daerah, mereka pasti langsung mendobrak pintu. Ini perampok, tapi aku nggak tahu ada berapa orang. Kamu sembunyi saja di bawah ranjang!”Wulan menggeleng. “Walau aku itu perempuan, aku tetap bisa bantu kamu. Nggak ada yang bisa tahan kalau kepalanya dihantam.”“Oke. Jangan pakai sepatu. Begitu pintunya terbuka, kita langsung hantam kepala mereka!” bisik Wira.Mereka berdua tidak menghidupkan lampu. Setelah mengeluarkan parang dan tongkat kayu, mereka pun berjalan ke aula utama tanpa alas kaki.Dengan cahaya bulan dan bintang yang masuk melalui celah pintu, mereka bisa samar-samar melihat ujung pisau yang digunakan perampok untuk membuka gerendel pintu mereka.Ckit, ckit ....Gerendel pintu mereka perlahan-lahan terbuka.Wira dan Wulan pun menjadi tegang.Wira ingin langs

Bab terbaru

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3144

    Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3143

    Adjie langsung tertawa dan berkata, "Haha. Kalau kamu begitu suka posisi wakil kedua ini, kamu saja yang ambil. Tapi, aku jelas nggak akan menerimanya."Enji hanya tersenyum melihat pemandangan itu, terlihat jelas dia merasa Adjie adalah sosok yang menarik. Pada saat itu juga, dia maju dan berkata sambil tersenyum, "Saudara, begini saja. Kamu yang jadi wakil pertama, biar dia yang jadi wakil kedua saja. Bagaimana?"Wakil pertama itu hendak membantah saat melihat posisinya tiba-tiba turun menjadi wakil kedua, tetapi Enji langsung membentak, "Tutup mulutmu!"Ekspresi wakil pertama itu langsung berubah dan menjadi diam saat dimarahi kepala itu.Adjie langsung tersenyum dan berkata, "Kamu serius?"Enji menganggukkan kepala dan berkata, "Aku ini bos di sini, mana mungkin bermain-main dengan ucapanku."Adjie langsung menoleh ke arah wakil pertama itu dan mendengus. "Kalau Bos sudah berkata begitu, aku akan mengikuti perintahnya. Bocah, kamu sudah mengerti, 'kan?"Ekspresi wakil pertama itu l

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3142

    Pada saat itu, wakil pertama pun tersenyum dan berkata, "Nggak disangka, ternyata anak ini bukan orang biasa."Ekspresi wakil kedua langsung berubah saat mendengar perkataan itu, lalu bangkit dengan marah dan menerjang ke arah Adjie.Meskipun gerakan wakil kedua itu cepat, ternyata Adjie lebih cepat lagi. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan wakil kedua. Dia langsung mencengkeram leher wakil kedua dan memutarnya dengan kekuatan penuh.Saat mendengar suara patah tulang yang nyaring, ekspresi wakil pertama dan Enji langsung berubah. Mereka benar-benar tidak menyangka pemuda yang baru datang ini begitu ganas.Kedua anak buah yang berdiri di bawah langsung bengong. Mereka juga tidak menyangka pemuda ini begitu masuk langsung membunuh wakil kedua. Setelah tersadar kembali, mereka langsung berlutut dan memohon ampun, "Bos, kami pantas mati. Kami nggak tahu kemampuan orang ini begitu hebat."Ekspresi wakil pertama menjadi sangat muram, lalu langsung menunjuk kedua orang itu dan bert

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3141

    Melihat pria yang duduk di tengah itu, Adjie tertegun sejenak. Kedua pria yang duduk di sebelah kiri dan kanan juga terlihat sangat garang, sepertinya kedudukan mereka tinggi.Pria yang mengajak Adjie masuk segera maju dan berkata, "Ini adalah Bos Enji kami. Yang di sebelah ini adalah wakil pertama dan ini wakil kedua."Setelah memperkenalkan ketiga pria di bawah patung, pria itu menoleh pada Enji dan berkata, "Bos, aku menemukan orang ini di luar. Dia mengaku dia adalah pengungsi yang melarikan diri dari utara, jadi aku langsung membawanya menghadapmu."Mendengar perkataan itu, Enji tertegun sejenak. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Pengungsi? Mendekatlah, biar aku lihat dulu."Adjie menganggukkan kepala dan melangkah maju. Saat melihat wajah Enji dengan jelas, dia sempat terkejut. Ternyata Enji memiliki bekas luka yang panjang dari kening sampai ke sudut mata. Dilihat dari bekas luka yang mengerikan ini, jelas bos ini adalah orang yang sangat garang.Meskipun awalnya sempat

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3140

    Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3139

    Adjie tertegun sejenak saat mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Hehe. Tuan, ini nggak perlu. Kalau aku membawa orang lain, justru akan lebih merepotkan. Lagi pula, kalau hanya aku sendirian saja, aku bisa bergerak dengan lebih fleksibel."Wira pun menganggukkan kepala. Setelah selesai mengatur semuanya, dia menepuk bahu Adjie dan berkata, "Baiklah, sekarang kamu pergi bersiap-siap dulu. Nanti baru temui aku lagi.""Baik," jawab Adjie, lalu segera keluar.Setelah Adjie pergi, Wira menatap peta di depannya dan menghela napas. Ini mungkin bisa berhasil jika semuanya berjalan sesuai rencananya, tetapi dia masih ragu apakah Adjie bisa merebut Desa Riwut ini. Meskipun dia tidak begitu paham dengan situasi di sana, kabarnya para perampok di sana sangat kejam. Dia juga tidak yakin apakah para perampok itu berani menghadapi pasukan utara.Saat Wira masih tenggelam dalam pemikirannya, waktu sudah berlalu sekitar setengah jam. Saat tirai tenda kembali terbuka, dia langsung terk

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3138

    Mendengar hal itu, Adjie menganggukkan kepala. Setelah semuanya sudah diputuskan, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Namun, sekarang mereka tetap harus menyusun rencananya secara menyeluruh sebelum menjalankannya.Pada saat itu, Adjie yang masih menatap lokasi Desa Riwut pun berkata, "Sebelumnya aku nggak memperhatikan tempat ini. Tapi, setelah melihatnya lagi, tempat ini memang cukup strategis."Keduanya pun menganggukkan kepala karena lokasi Desa Riwut ini menang strategis. Jika mereka bisa menguasai tempat ini, berarti mereka sudah menguasai jalur utama musuh. Selain itu, jika musuh ingin menguasai kota-kota di sekitar, musuh mereka juga harus melewati Desa Riwut ini terlebih dahulu.Setelah berpikir sejenak, Adjie memberi hormat dan berkata, "Kalau ini perintah Tuan, aku akan mengikutinya. Tapi, kapan aku harus berangkat?"Wira langsung menjawab, "Malam ini adalah waktu terbaik dan menguntungkan kalian juga. Tapi, sebelum pergi, kamu harus mengubah identitasmu dulu."Adjie yang

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3137

    Setelah berpikir sejenak, Adjie berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku rasa boleh mencobanya. Tempat ini punya celah yang begitu besar, jadi ini benar-benar peluang yang bagus."Wira menganggukkan kepala karena dia juga merasa strategi ini cukup bagus karena Pulau Hulu ini memiliki tiga celah yang terbuka. Jika bisa menguasai celah ini, mereka bisa menjebak musuh di dalamnya. Meskipun pasukan utara bisa memiliki kemampuan untuk bergerak cepat, mereka tetap akan kesulitan untuk melarikan diri.Setelah mengamati jalur di sekitar Pulau Hulu, Wira menggerakkan jarinya ke atas peta dan berkata sambil menunjuk pada sebuah lokasi di bagian selatan Pulau Hulu, "Kamu lihat tempat ini."Adjie tertegun sejenak. Setelah melihat lokasi yang ditunjukkan Wira, dia berkata dengan pelan, "Tempat ini adalah Desa Riwut, markas besar sekelompok perampok besar. Tapi, apa hubungannya tempat ini dengan pasukan utara?"Wira tersenyum. Desa Riwut ini memang tidak memiliki hubungan dengan pasukan utara. Namun

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3136

    Setelah memikirkannya, Wira berkata dengan pelan, "Soal urusan ini, nggak ada yang perlu dikatakan lagi. Kali ini kalian sudah menyelesaikan tugas dengan sangat baik, kamu ingin hadiah apa?"Mendengar pertanyaan itu, Latif segera berkata, "Semuanya terserah Tuan saja."Setelah berpikir, Wira perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengangkatmu sebagai letnan jenderal dari ketiga tim pasukan itu. Mulai sekarang, kamu akan selalu berada di sisiku. Bagaimana?"Begitu mendengar perkataan itu, Adjie merasa sangat gembira. Dia tahu masa depannya lebih prospektif jika mengikuti Wira daripada memimpin pasukan di medan perang. Lagi pula, jika saat ini mereka bisa menangani situasi ini dengan baik, pasti akan mendapatkan pencapaian yang besar. Menurutnya, berada di sisi Wira adalah pilihan terbaik.Tanpa ragu, Adjie langsung memberi hormat dan berkata, "Terima kasih, Tuan."Wira langsung tersenyum dan berkata, "Hehe. Baiklah. Kalau begitu, sekarang kamu bisa langsung membuktikan dirimu.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status