Share

Bab 11

Author: Arif
Lestari dan Suryadi buru-buru keluar. Mereka melihat Wira mengangkat panci itu, lalu menuangkan campuran cairan gula dan lumpur kuning ke dalam corong yang dilapisi jerami.

“Ayah, lihat!” ujar Lestari dengan cemberut.

Suryadi juga melihat situasinya dengan kaget.

Larutan gula itu mengalir turun melalui corong dan mulai terpisah.

Tidak lama kemudian, bagian atas mengkristal menjadi gula putih, bagian tengah membentuk gula cokelat dan bagian paling bawah adalah ampas gula mentah.

“Gula cokelat dan gula putih!” seru Lestari dengan terkejut.

Harga gula mentah paling murah, 100 gabak per setengah kilo, sedangkan harga gula cokelat 300 gabak per setengah kilo. Di pasar, belum ada yang menjual gula putih.

Perbandingan warna lapisan gula itu adalah 50% gula putih, 30% gula cokelat dan 20% ampas gula mentah.

Dengan perbandingan seperti itu, gula cokelat yang didapat sudah bisa menutupi modal gula mentah. Sementara penjualan gula putih sudah benar-benar murni keuntungan.

Suryadi, Hasan, Danu dan Sony sangat kaget. Mereka tidak mengerti kenapa gulanya bisa berubah menjadi begitu.

Doddy langsung bertanya, “Kak Wira, kenapa cairan lumpur kuning yang digabungkan dengan cairan gula mentah bisa jadi gula putih dan gula cokelat?”

Semua orang sangat penasaran.

Wira pun menjelaskan dengan sederhana, “Di dalam gula mentah, ada kotoran dan pigmen. Cairan lumpur kuning bisa mengabsorbsi kotoran dan pigmen itu sehingga muncul gula putih dan gula cokelat.”

Produksi gula di Kerajaan Nuala masih belum sempurna. Gula yang dipakai mereka adalah gula mentah yang didapatkan dari tebu. Ada juga sebagian kecil orang yang menggunakan abu kayu atau putih telur bebek untuk membuat gula cokelat.

Cara menggunakan lumpur kuning untuk memurnikan gula baru ditemukan di zaman berikutnya.

Wira memiliki gelar doktor di bidang kimia. Jadi, dia tahu jelas mengenai prinsip-prinsip yang terlibat dalam proses tingkat rendah ini.

‘Pigmen?’

‘Kotoran?’

‘Mengabsorbsi?’

Tidak ada orang yang mengerti apa yang dikatakan Wira.

Wira mengambil sedikit gula putih itu, lalu berkata, “Coba cicip.”

Keenam orang itu mengelilingi corong, lalu mengambil sedikit gula putih dan mencobanya.

Mata Lestari langsung berbinar setelah mencicip gula putih itu. “Manis banget! Lebih manis dari gula mentah dan gula cokelat!”

“Emm, lebih manis dari gula cokelat.” Sony menambahkan dengan serius, seolah-olah dia pernah memakan gula cokelat.

Gula termasuk barang sekunder, penduduk desa tidak sanggup membelinya. Mereka hanya bisa memakan sedikit gula mentah saat mengunjungi para kerabat pada Tahun Baru. Sementara gula cokelat adalah makanan orang kaya.

“Aku hanya pernah makan gula mentah. Gula putih ini jauh lebih manis daripada gula mentah.”

Apa yang dibilang Doddy adalah kenyataan, dia bukan sedang sok tahu seperti Sony.

Suryadi, Hasan dan Danu juga mencoba gula cokelat untuk membandingkannya. Setelah itu, mereka langsung mengangguk dengan penuh semangat.

“Gula putih memang lebih manis, tetapi manfaatnya tidak sebagus gula cokelat!” Wira melirik Lestari, lalu berkata, “Waktu perempuan butuh tambah darah, lebih bagus kalau minum air gula cokelat.”

Setelah mendengar kata-kata Wira, Lestari langsung malu. Dia memelototi Wira dan memarahinya, “Cih! Bajingan!”

Suryadi dan Hasan berdeham. Sementara Danu, Doddy dan Sony hanya melongo.

Doddy bertanya lagi, “Kak Wira, dari mana kamu tahu cara ini?”

“Memangnya masih perlu tanya?” Sony berkata dengan yakin, “Wira pasti belajar dari buku!”

“Pintar!” Wira mengacungkan jempolnya pada Sony. Tindakan Sony sudah menyelamatkan dirinya dari mengarang alasan.

“Dasar bodoh!” Lestari langsung memutar matanya setelah melihat ekspresi bangga Sony.

Jika di buku tertulis cara memurnikan gula putih, gula putih pasti sudah dijual di pasaran. Mana mungkin harus menunggu hingga Wira yang memurnikannya.

“Wira!” Suryadi langsung bertanya ke intinya, “Kamu berencana mau jual berapa gula putihnya?”

Doddy mengelus kepalanya sambil berkata, “Kalau harga gula cokelat sudah 300 gabak, gula putih yang lebih manis daripada gula cokelat paling nggak harus dijual 400 gabak, ‘kan?”

Danu juga mengangguk. Penjualan gula putih dengan harga 400 gabak per setengah kilo sudah sangat menguntungkan.

“Empat ratus gabak terlalu murah!” Sony melambaikan tangannya dan langsung melontarkan harga tinggi, “Menurutku, paling nggak harus jual 600 gabak. Harganya harus lebih tinggi dua kali lipat dari harga gula cokelat!”

Suryadi dan Hasan menggeleng pada saat bersamaan, “Gula putih jauh lebih manis daripada gula cokelat. Aku rasa 600 gabak masih terlalu murah. Seharusnya jual 800 gabak per setengah kilo!”

Di antara mereka, Lestari yang paling berani. “Aku rasa 800 gabak masih kemurahan. Gula putih tidak bisa dijual untuk orang biasa, tapi untuk orang kaya. Menurutku langsung jual 1.000 gabak per setengah kilo! Kak Wira, gimana menurutmu?”

“Setengah kilo dijual 1.000 gabak?”

Semua orang langsung merinding.

“Kita makan dulu deh!” Wira tidak menjawab.

Jika Lestari juga hanya berani menjual 1.000 gabak per setengah kilo, itu menandakan bahwa orang-orang ini masih terlalu sederhana.

Makan siang mereka hari ini sangat mewah. Ada serabi, ikan rebus tahu, daging rebus wortel, telur goreng dan tumis kol bawang putih. Suryadi juga mengeluarkan sebotol arak buah.

Danu, Doddy dan Sony langsung kegirangan. Sejak kecil, mereka belum pernah makan begitu banyak lauk ataupun minum arak.

Wira hanya menyesap sedikit arak buah itu dan tidak menyentuhnya lagi. Rasanya terlalu pahit.

Arak buah ini mengandung terlalu banyak tanin yang harus diuraikan dengan gliserin. Jika tidak, arak buah ini akan berdampak buruk bagi tubuh setelah dikonsumsi terlalu banyak.

Namun, orang-orang di era ini tidak mengetahuinya. Bagi mereka, yang penting ada alkohol yang bisa diminum.

Selesai makan, Wira mengajarkan poin-poin penting dalam pemurnian gula putih. Dari besarnya api yang digunakan untuk merebus gula, perbandingan air dan lumpur kuning sampai waktu yang tepat untuk menuangkannya ke dalam corong.

Setelah kelima orang itu bisa melakukan seluruh prosesnya sekali tanpa kesalahan, Wira baru pergi mandi dan mengganti bajunya.

Dia memakai jubah sutra yang dibeli tadi, di bagian pinggangnya tergantung tas wewangian dan giok putih. Dia juga memegang sebuah kipas kertas. Penampilannya itu membuatnya terlihat sangat mirip dengan putra dari keluarga kaya.

Setelah melihat penampilan Wira, Lestari pun tercengang. Dia langsung tersipu dan memalingkan muka. Kemudian, dia berkata, “Bukannya cuman mau jual gula? Buat apa kamu berpakaian begitu bagus? Memangnya bakal ada yang beli jualanmu?”

“Kalau aku berpakaian kayak rakyat biasa, biarpun kita menjual gula putihnya ke toko gula, mereka juga bakal berusaha keras untuk turunin harganya.” Wira menoleh ke arah Lestari, lalu lanjut berkata, “Kamu bantu aku dulu dengan pura-pura jadi pembantuku!”

“Jadi pembantumu?!” Setelah mendengar kata-kata Wira, Lestari langsung berkacak pinggang. “Wira, kamu jangan dikasih hati minta jantung!”

Wira berkata sambil mengangkat alisnya, “Gimana kalau imbalannya gelang giok, sepasang anting perak dan satu jepit rambut perak?”

“Sepakat!” Lestari langsung berlari ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

Wira berteriak lagi, “Danu, Sony, cuci muka kalian dulu. Habis itu, pakai ini!”

Danu dan Sony buru-buru menghampiri Wira, lalu mengganti pakaian mereka yang sudah bau amis ikan dengan pakaian dan sepatu baru.

Doddy sangat iri setelah melihatnya. Dari kecil sampai besar, dia selalu memakai pakaian yang lusuh. Dia belum pernah sekali pun memakai pakaian sebagus yang dipakai Danu dan Sony sekarang.

Sony yang baru pertama kali memakai pakaian sebagus itu juga sangat senang. Dia pun mulai berjalan dengan penuh percaya diri. Sementara Danu juga terlihat bergaya.

Tidak lama kemudian, Lestari juga sudah selesai mengganti pakaiannya. Dia berdandan tipis dan memakai sedikit perhiasan.

Setelah melihat penampilan Lestari, Wira merasa kecantikan Lestari sudah hampir mengimbangi kecantikan Wulan.

Danu, Doddy dan Sony juga terpesona setelah melihat penampilan Lestari.

“Ayo kumpul dulu. Aku mau kasih tahu dulu apa yang harus kita lakukan nanti!”

Saat Wira menjelaskan rencananya, Danu, Sony dan Lestari pun melontarkan pertanyaan sesekali.

Tidak lama kemudian, Suryadi, Hasan dan Doddy sudah selesai memurnikan semua gula mentah.

Gula mentah sebanyak 25 kilo menghasilkan sekitar 12,5 kilogram gula putih, 7,5 kilogram gula cokelat dan 5 kilogram ampas gula.

Kedua kotak cendana yang mereka beli sebelumnya digunakan untuk mengisi 10 kilogram gula putih yang akan dijual di Pasar Timur.

Satu setengah kilogram gula putih dan dua setengah kilogram gula cokelat diberikan kepada Suryadi. Sisanya akan Wira bawa pulang ke dusun.

Ketujuh orang itu dibagi menjadi dua kelompok untuk pergi ke Pasar Timur.

Pasar Timur sangat besar. Selain menjual ikan, daging, sayuran, hasil pertanian dan minyak, ada juga toko yang menjual makanan kering, makanan laut serta makanan manis.

Wira memberikan 10 ribu gabak kepada Suryadi, lalu menyuruhnya membawa Hasan dan Doddy pergi membeli barang yang diperlukan.

Setelah menyewa sebuah kereta kuda, Wira dan Lestari duduk di dalam kereta. Danu mengendarai kereta, sedangkan Sony berjalan mengikuti kereta di samping. Mereka semua sangat gugup tetapi juga bersemangat.

Mereka mengendarai kereta kuda itu ke Toko Gula Keluarga Sutedja. Ini adalah toko milik keluarga Sutedja yang merupakan keluarga berkuasa di Kabupaten Uswal.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 12

    Kusir mengeluarkan sebuah balok penumpu dan menyuruh Lestari turun terlebih dahulu. Kemudian, dia baru memapah Wira untuk turun dari kereta. Danu dan Sony mengeluarkan dua kotak cendana dari dalam kereta.Saat melihat keempat orang itu memasuki toko, pegawai toko pun menyambut mereka dengan ramah, “Tuan, apa yang bisa aku bantu?”Setelah melihat reaksi pegawai toko, Danu dan Sony langsung mengerti maksud Wira menyuruh mereka berganti pakaian.Tadi pagi saat mereka berempat mau membeli barang, mereka bahkan sudah diusir terlebih dahulu sebelum mengatakan apa-apa. Sekarang, setelah melihat pakaian mereka, pegawai toko malah langsung bersikap sangat ramah.Wira berkata dengan penuh percaya diri, “Aku datang untuk cari pemilik toko, suruh dia keluar!”“Namaku Hendra Sutedja. Siapa namamu? Untuk apa kamu kemari?”Hendra Sutedja, tuan ketiga keluarga Sutedja yang gemuk itu berjalan turun dari lantai dua. Dia mengamati Wira terlebih dahulu, lalu melirik Lestari, Danu dan Sony. Kemudian, seula

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 13

    “Simpan uangnya!”Wira sama sekali tidak melirik uang di dalam kotak itu. Dia langsung bangkit dan melambaikan tangannya. “Transaksi kita sudah selesai. Aku pamit dulu!”Danu menerima kotak itu, sedangkan Lestari dan Sony berjalan di belakangnya.“Wira, tunggu dulu!” Hendra langsung mengejarnya dan bertanya, “Kapan kamu bisa sediakan gula kristal ini lagi?”“Itu tergantung keberuntunganku!” Wira berkata sambil mengangkat alisnya, “Gula kristal pada dasarnya memang langka. Pedagang dari Wilayah Barat harus melalui wilayah bangsa Agrel sebelum sampai di Kerajaan Nuala, sedangkan wilayah bangsa Agrel sangat berbahaya. Entah kapan mereka bakal datang lagi. Mungkin tiga bulan, mungkin juga setahun. Jadi, aku juga nggak bisa pastikan waktunya.”“Oh!” Hendra berkata dengan hormat, “Kulihat kamu sangat berwibawa, kamu pasti berasal dari keluarga besar, ‘kan? Apa kamu itu anak keluarga Darmadi dari Kota Nagari?”Kota Nagari juga merupakan kota pusat pemerintahan. Jaraknya sekitar 150 kilometer

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 14

    Dalam perjalanan pulang, Hasan menarik gerobak di depan, sedangkan Danu mengawal di belakang. Doddy dan Sony sedang berjalan sambil mengobrol, sementara Wira tidur di atas gerobak. Dia sudah tidak tahan begadang dari semalam.Doddy berkata dengan semangat, “Kak Sony, coba cerita sekali lagi gimana Kak Wira menjual gulanya.”“Doddy, aku sudah cerita berkali-kali! Tenggorokanku sudah mau sakit!”Sony pun menunduk dan bermain dengan bajunya.“Ya sudah kalau nggak mau cerita lagi. Tapi kelak, panggil aku Zabran! Itu nama yang diberi Kak Wira untukku!” ujar Doddy dengan serius.Sony mengangkat lengan bajunya sambil berkata, “Zabran, kenapa kamu nggak ganti baju baru? Baju ini nyaman banget, lho!”Setelah meninggalkan Toko Gula Keluarga Sutedja, Wira pun berbelanja banyak. Semua orang mendapatkan dua set pakaian dan sepatu baru.Doddy melirik ke arah ayahnya yang sedang menarik gerobak. Baju baru harus disimpan sampai Tahun Baru, mana mungkin Doddy berani langsung memakainya seperti Sony. Ji

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 15

    Namun, pintunya tetap tidak terbuka setelah didobrak.Budi melambaikan tangannya sambil berkata, “Jangan dobrak lagi, sudah ditahan dari dalam. Panjat dinding saja!”Keempat bawahan itu pun berhenti mendobrak. Kemudian, mereka mulai bertumpu pada satu sama lain untuk memanjat dinding rumah Wira. Setelah melompat masuk, bawahan itu pun membukakan pintu dari dalam agar Budi bisa masuk.Setelah melihat Budi masuk ke rumahnya, Wulan langsung berlari ke ruang utama dengan panik.Budi melangkah dengan santai sambil berkata, “Cantik, suamimu sudah kabur, tapi kamu masih begitu setia padanya. Bukannya lebih baik hidup bersamaku yang penyayang?”“Suamiku nggak kabur! Dia pasti pulang untuk bayar utang! Kamu jangan macam-macam!”Wulan menyeret meja di dalam ruang utama untuk menahan pintu.“Apa bagusnya si Pemboros itu hingga kamu begitu setia padanya?”Budi memberi isyarat pada bawahannya, lalu dua bawahannya langsung mendobrak pintu.Saat pintu didobrak, Wulan yang sedang menahan meja juga ter

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 16

    Menurut aturan Kerajaan Nuala, batas terakhir membayar utang itu di tengah malam.Apa yang sudah dilakukan Budi?Wira memang tidak melihat apa yang sudah terjadi. Namun, saat melihat pintu aula utama yang roboh, Wulan yang berlinang air mata, tangannya yang bengkak dan memar, pisau dan gunting yang ada di tangan anak buah Budi serta para kerabat yang memegang tongkat kayu, Wira langsung mengerti apa yang terjadi.“Suamiku!”Saat semua anak buah Budi sedang lengah, Wulan mengambil kesempatan untuk berlari keluar dari aula utama. Dia langsung melemparkan diri ke dalam pelukan Wira dan menangis tersedu-sedu.“Jangan takut, aku sudah pulang!”Wira mengelus rambut panjang Wulan sambil menghiburnya. Kemudian, dia mengangkat tangan Wulan yang bengkak dan memar sambil bertanya, “Masih sakit?”“Nggak sakit lagi!”Meskipun Wulan masih merasa tangannya sangat sakit, dia tetap memaksakan seulas senyum. Saat melihat semua warga desa yang menatap mereka, Wulan buru-buru bersembunyi di belakang Wira

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 17

    Cahaya matahari terbenam menyinari uang emas itu hingga terlihat sangat berkilau.Budi memungut uang emas itu, lalu menggosoknya ke baju sebelum menggigitnya. Kemudian, ekspresinya pun bertambah muram. “Dari mana kamu mendapatkannya!”Sebatang uang emas sudah bernilai 100 ribu gabak. Ditambah dengan uang perak dan koin perunggu, totalnya sudah 180 ribu gabak. Kenapa Wira bisa punya begitu banyak uang?!“Kamu nggak perlu tahu!” Wira langsung menjawab dengan ketus, “Aku cuman mau tanya, itu emas apa bukan?”Para warga dusun juga menatap Budi.Wira sudah memberikan semua yang Budi minta, mereka mau tahu bagaimana rentenir ini mau mencari alasan lagi.“Emas ini agak keras, pasti sudah dicampur dengan perunggu. Aku cuman terima emas murni!”Budi mengabaikan bekas gigitannya di batang emas, lalu mencari alasan lain untuk menolak.“Dicampur perunggu? Hei! Memangnya gigimu begitu kuat sampai bisa meninggalkan bekas gigitan di perunggu? Kenapa kamu begitu nggak tahu malu?”Amarah semua warga du

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 18

    Seluruh badan Budi terasa sakit. Dia meringkuk sambil menutup kepalanya dan memohon, “Pak Agus, kamu bakal biarkan aku dipukul begitu saja? Tunggu saja waktu musim panen nanti!”Setelah memikirkan hal penting itu, Agus buru-buru menasihati Wira, “Wira, ayo kita bicara baik-baik. Jangan ....”“Diam! Kenapa tadi kamu nggak nasihati dia untuk bicara baik-baik sama aku!”Wira bahkan tidak menoleh dan lanjut menendang Budi.Agus pun terdiam. Dia hanya bisa menatap Wulan, lalu berkata, “Bujuklah suamimu. Kalau orangnya mati, masalahnya bisa jadi besar.”Wulan hanya cemberut tanpa berkata apa-apa. Dia membatin, ‘Suamiku nggak bodoh. Dia nggak bakal bunuh si Tua Bangka itu.’Dari tadi, Wulan sudah memperhatikan Wira. Selain tinju pertama yang dilayangkan ke wajah Budi, Wira hanya menendang kaki, pantat, punggung, dan tempat-tempat tidak berbahaya lainnya. Jadi, Budi tidak akan mati.Melihat Wulan yang tetap diam, Agus menatap ke arah Danu, Doddy, dan Sony. Namun, mereka juga tidak memedulikan

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 19

    Setelah Budi pergi, sebagian besar warga dusun langsung berhamburan masuk ke rumah Wira hingga halamannya penuh.Selama ini, warga dusun sudah sering ditindas, diancam, dan bahkan dipukul Budi karena masalah pajak serta kerja rodi.Namun, tidak ada seorang pun yang berani memukul Budi hingga dia berteriak minta ampun seperti Wira.Warga dusun pun menatap Wira dengan hormat.Saat melihat wibawa Wira menjadi makin besar di hati warga dusun, Agus pun berkata, “Wira, kamu memang sudah mengalahkan Pak Budi hari ini. Tapi, apa kamu pernah mikir? Dia itu orang pemerintah, memangnya dia bakal mengampunimu?”Semua warga dusun pun terlihat takut.Jangankan memukul orang pemerintah seperti Budi, orang yang tidak membayar pajak saja sudah bisa dijebloskan ke penjara pengadilan daerah atau dipaksa kerja rodi.Setelah diperlakukan begini oleh Wira, Budi tidak mungkin mengampuninya.“Kalian nggak perlu khawatir!”Wira menyuruh Doddy mengambilkannya sebuah bangku. Kemudian, dia berdiri di atasnya dan

Latest chapter

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3251

    Setelah menganggukkan kepala, Arhan dan Nafis langsung mulai membagi pasukan dan berlari ke dua arah.Melihat adegan itu, Joko langsung tercengang. Dia sudah sangat waspada untuk mencegah tipu muslihat dari musuh, tetapi dia tetap tidak menyangka musuh akan membagi pasukan pada saat seperti ini.Joko pun mengernyitkan alis dan berteriak, "Cepat kirim orang keluar. Kali ini kita harus benar-benar menumpas habis mereka. Selain itu, kirim mata-mata untuk menghubungi Jenderal Zaki, bilang sekarang pasukan musuh sudah lewat dan kita gagal menghentikan mereka."Wakil jenderal yang berdiri di samping menganggukkan kepala setelah mendengar perintah itu, lalu segera memimpin pasukan ke depan.Setelah membagi pasukan, Arhan dan Nafis langsung menjalankan rencana yang sudah disusun sebelumnya dan mengejar pasukan kavaleri Zaki.Beberapa saat kemudian, Zaki yang saat ini berada di barisan depan pun terus bersiap menghadapi serangan musuh.Pada saat itu, mata-mata yang mengikuti Zaki dari belakang

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3250

    Di dalam tenda sementara, Joko mendengar suara riuh dari luar. Ekspresinya langsung berubah serius. Dengan suara lantang, dia berteriak, "Gawat, ada masalah! Segera susun pertahanan!"Pasukannya segera bergerak dan mengatur pertahanan. Begitu semuanya siap, Joko langsung keluar bersama anak buahnya. Hampir bersamaan dengan itu, anak panah berdesingan di udara menuju ke arah mereka. Namun, ketika dia melihat ke depan, tidak ada tanda-tanda keberadaan musuh.Joko merasakan firasat buruk. Jantungnya berdegup kencang. Dia kembali memerintahkan, "Semua bersiap untuk melawan! Jangan sampai kita kalah dari musuh! Serang balik!"Mendengar perintah itu, pasukannya segera mengangguk, meskipun merasa merepotkan. Namun, beberapa orang mulai panik dan berseru, "Ada yang nggak beres! Ini jebakan!"Sambil mengatur pertahanan, Joko segera mencari wakilnya. Dengan ekspresi serius, dia berkata, "Ada yang aneh. Kamu segera atur pasukan dan tuntaskan masalah ini secepatnya! Kalau kita nggak bisa mengatasi

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3249

    Mendengar itu, Wira tersenyum tipis. Dia tentu memahami maksud Adjie. Dengan suara pelan, dia berkata, "Bagus, kalau semuanya sudah dipastikan, kita bisa langsung bertindak. Mulai saja sekarang. Kebetulan urusan kita sudah beres.""Tapi, jangan sampai terlibat pertempuran panjang, cukup ganggu mereka saja. Pastikan Nafis sudah siap."Adjie tersenyum mendengar perintah itu. Menurutnya, jika mereka ingin menyelesaikan masalah ini dengan tuntas, pertama-tama mereka harus memastikan Adjie bisa bergerak dengan leluasa. Karena itu, menurutnya rencana kali ini telah diatur dengan cukup baik.Setelah semua persiapan selesai, Wira tersenyum sendiri di dalam tenda. Apa gunanya musuh mengawasi pergerakannya? Semua itu sia-sia. Dia hanya perlu memastikan segalanya berjalan dengan baik sekarang.Beberapa saat kemudian, Wira terpikir akan sesuatu dan menatap peta di depannya. Dia berpikir sejenak, lalu menyadari sesuatu dan mengangguk pelan.Sesudah mempertimbangkan semua secara matang, dia bergumam

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3248

    Setelah beberapa saat, Wira menatap keduanya sebelum berkata, "Aku mengerti maksud kalian berdua, tapi saat ini hanya ini yang bisa kita lakukan.""Seperti yang dikatakan, semakin besar risikonya, semakin besar juga peluang keberhasilannya. Kalau mereka terpaksa mundur karena tekanan kita, pasukan kavaleri Zaki akan menjadi milik kita. Jadi, menurutku ini adalah solusi terbaik."Mendengar itu, Adjie dan Nafis hanya bisa mengangguk pelan. Meskipun rencana Wira terdengar masuk akal, mereka tetap merasa khawatir. Jika ada kesalahan dalam pelaksanaannya, situasi bisa berbalik menjadi bencana.Melihat ekspresi mereka, Wira tersenyum. Setelah beberapa saat, dia berkata dengan tenang, "Baiklah, kalian berdua segera laksanakan rencana ini. Serahkan sisanya padaku."Mendengar perintah itu, keduanya memberi hormat, lalu segera pergi untuk menjalankan perintah.Sementara itu, Joko masih mengawasi pergerakan pasukan Wira. Namun, sejak tadi, tidak ada pergerakan mencurigakan dari pihak lawan. Hal i

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3247

    Mendengar pertanyaan Wira, Adjie yang berdiri di samping menyahut, "Tuan, mereka sudah menunggu di luar hampir dua jam. Selain itu, para mata-mata juga melaporkan bahwa yang datang kali ini adalah jenderal lain dari pasukan utara, yaitu Joko. Dia datang bersama Darsa."Datang bersama Darsa? Wira sedikit terkejut mendengar kabar ini. Dari sudut pandangnya, orang ini tampaknya lebih berbahaya dari yang dia bayangkan.Darsa adalah penasihat yang paling dipercaya oleh Bimala. Sebelumnya saat Darsa membawa pasukannya, Wira sudah mendapat laporan sejak awal. Namun, ini pertama kalinya dia mendengar nama Joko.Setelah berpikir sejenak, Wira bertanya, "Apa kalian pernah mendengar nama orang ini sebelumnya?"Adjie dan Nafis saling bertukar pandang, lalu Adjie menjawab, "Tuan, kami nggak tahu. Sepertinya dulu dia bekerja untuk orang lain. Kami memang pernah bertempur dengannya, tapi dalam situasi seperti sekarang, ini pertama kalinya kami melihatnya bergerak."Mendengar ini, Wira mengangguk pela

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3246

    Nafis yang berdiri di samping lantas mengangguk mendengarnya.Setelah urusan di sini selesai, Adjie berjalan masuk. Melihat mereka, Adjie berkata, "Pesan sudah dikirim. Sekarang tinggal menunggu bagaimana mereka merespons.""Tapi, menurutku situasi ini cukup merepotkan. Hanya saja, pasukan utara sudah kita permainkan sampai kebingungan sekarang. Itu hal yang cukup baik."Mendengar ini, Wira tersenyum. Pasukan utara memang sedang dalam posisi lemah, tetapi jumlah mereka tetap banyak. Jika dibiarkan, mereka masih bisa menjadi ancaman.Setelah mempertimbangkan semuanya, Wira berucap, "Sebenarnya, hal yang paling penting sekarang adalah menyelesaikan masalah ini dari akar. Kalau kita bisa menuntaskan ini, sisanya nggak akan menjadi masalah besar."Adjie yang berdiri di samping mengernyit dan berkata, "Tapi, kalau begitu, masa kita hanya akan menunggu? Kita nggak bisa membiarkan mereka terus mengawasi kita."Wira tersenyum tipis. Setelah berpikir sejenak, dia menjawab, "Hehe, tentu saja ngg

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3245

    Di dalam perkemahan, Wira tidak menunggu lama. Nafis berjalan masuk dan berdiri di hadapannya. Setelah memberi hormat, dia bertanya, "Tuan, apa ada sesuatu yang perlu kukerjakan?"Tanpa bertele-tele, Wira langsung menjelaskan, "Ini sebenarnya cukup sederhana. Saat ini, kita telah menemukan celah dalam strategi musuh. Hayam sudah berhasil menahan pasukan utara, tapi untuk mencegah mereka melarikan diri, kamu harus memimpin pasukan dan menyerang mereka dari belakang."Mendengar ini, Nafis tertegun sejenak. Kemudian, dia segera mengangguk dan memberi hormat sebagai tanda setuju.Namun, dia tidak segera pergi. Hal ini membuat Wira agak bingung. "Ada masalah lain?" tanyanya.Nafis akhirnya berkata, "Tuan, saat ini nggak ada masalah. Tapi, di luar sana masih ada pasukan utara yang terus mengawasi kita. Kalau kita keluar begitu saja, mereka pasti akan mencoba menghentikan kita."Wira termangu sejenak dan baru menyadari sesuatu. Dia segera berujar, "Aku mengerti. Pantas saja mereka mengirim be

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3244

    Wakil jenderal itu segera mengangguk, lalu memimpin pasukannya untuk menerjang ke medan tempur. Melihat ini, Zaki mengumpat dan segera memanggil seorang mata-mata.Dengan suara tegas, dia memerintahkan, "Cepat kembali dan laporkan! Katakan bahwa kita telah ditemukan musuh dan sekarang kita butuh bantuan!"Mata-mata itu bergegas mengiakan, lalu langsung berlari pergi. Namun, saat berikutnya, sebuah anak panah melesat dan menembus dadanya, membuatnya terjatuh.Wajah Zaki langsung berubah serius. Tanpa membuang waktu, dia memanggil mata-mata lain dan menyuruhnya segera berangkat untuk menyampaikan pesan.Sementara itu, Hayam yang sedang mengawasi jalannya pertempuran bisa melihat pasukan utara semakin terdesak.Dia tersenyum, lalu berkata dengan suara rendah, "Bagus, segera laporkan kepada Tuan Wira! Kita bisa mulai mengerahkan pasukan untuk mengepung mereka sepenuhnya. Saat ini, mereka sudah dalam kendali kita!"Seorang prajurit segera mengangguk, menangkupkan tangan, lalu keluar untuk m

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3243

    Mendengar jawaban itu, Hayam tersenyum. Setelah berpikir sejenak, dia tertawa dan berkata, "Sepertinya ini memang kesempatan yang bagus. Aku nggak nyangka kita bisa bertemu Zaki dalam situasi seperti ini. Tampaknya kita benar-benar bisa meraih pencapaian besar di sini."Mendengar itu, para prajurit di sekeliling ikut tersenyum. Bagi mereka, jika keputusan sudah dibuat, tak ada pilihan lain selain bertarung habis-habisan.Hayam hanya merenung sejenak sebelum akhirnya berkata dengan tegas, "Baiklah, mulai bersiap! Pastikan semua sudah berada dalam posisi. Sembunyi dan tunggu aba-aba dariku!"Semua orang semakin bersemangat. Setelah tahu musuh yang mereka hadapi adalah Zaki, semangat mereka semakin membara.Setelah menunggu beberapa saat, waktu yang dinantikan akhirnya tiba. Beberapa orang sudah tidak sabar. Salah satu dari mereka berkata, "Sebelumnya aku masih nggak nyangka. Tapi, setelah peluang ini datang, kita nggak boleh menyia-nyiakannya."Orang-orang mengangguk setuju. Bagi mereka,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status