Share

Bab 7

Penulis: Arif
“Baik, suamiku!”

“Jangan panggil suamiku, panggil sayang saja!”

“Nggak bisa!”

“Kenapa?”

“Sayang itu panggilan yang terlalu mesra! Kamu baru berubah jadi baik sama aku dua hari belakangan, aku masih belum siap panggil kamu begitu.”

“Oh ....”

Berhubung takut membuat suaminya marah, Wulan pun mengalihkan pembicaraan, “Omong-omong, pernah ada seorang peramal yang datang ke rumahku waktu aku masih kecil. Dia bilang, aku bisa jadi istri pejabat ke depannya.”

“Istri pejabat?”

“Suamiku, jangan marah. Ramalan peramal itu pasti nggak tepat, mana mungkin aku bisa jadi istri pejabat! Selama kamu menginginkanku, aku bakal menemanimu seumur hidup.”

...

Keesokan dini hari, Hasan dan yang lainnya sudah sampai ke rumah Wira. Setelah menaruh seluruh ember berisi ikan ke atas gerobak, kelima orang itu pun berangkat ke ibu kota provinsi.

Sebelum mereka berangkat, Wulan menyerahkan sebuah kantong kain merah kepada Wira, “Suamiku, kalau uang menjual ikan nggak cukup, gadaikan saja gelang ini! Kalau masih nggak cukup, aku bakal cari kakakku. Dia nggak mungkin nggak peduli padaku.”

“Jaga rumah baik-baik, ya! Tunggu aku pulang!” Wira memasukkan gelang itu ke dalam sakunya. Setelah merapikan rambut Wulan, dia pun berpamitan dengan Wulan dan berangkat ke ibu kota provinsi.

Wulan memegang wajahnya yang tersentuh jari Wira sambil tersipu.

Semalam, kedua orang itu masih belum berhubungan. Mereka hanya berpelukan sambil mengobrol. Akan tetapi, dia sangat menyukai sifat suaminya sekarang.

Sekarang, Wira sangat lembut, perhatian dan baik hati. Meskipun mereka tidak berhubungan selamanya, Wulan sudah merasa senang bisa mempunyai suami seperti ini.

Danu dan Sony berjalan di depan untuk membawa jalan, sedangkan Hasan berjalan di tengah sambil menarik gerobak. Wira dan Doddy berjalan di paling belakang.

Di zaman ini, dunia masih belum aman. Apalagi di malam hari, ada banyak perampok dan bandit yang sering berkeliaran.

Jalanannya juga tidak rata dan berlubang. Jika tidak hati-hati, gerobak mereka bisa masuk ke lubang yang dalam.

Hasan sudah sering melakukan perjalanan di malam hari. Jadi, perjalanan mereka kali ini juga lancar-lancar saja.

Langit berangsur-angsur cerah, kota yang berada di kejauhan pun muncul di hadapan mereka.

Saat berjalan, Doddy tiba-tiba berbisik, “Kak Wira, bantu aku ganti nama, dong!”

Mendengar permintaan Doddy, Wira pun kebingungan.

Doddy mengeluh, “Di dusun kita, orang yang namanya Doddy terlalu banyak. Aku mau kayak Ayah, suruh orang bantu ganti nama. Dulu, nama ayah Wasan, sekarang sudah jadi Hasan. Lebih enak didengar, ‘kan? Kak Wira, kamu itu orang yang berpendidikan dan tahu banyak hal. Bantu aku ganti nama, dong!”

Di Dusun Darmadi memang ada banyak orang yang bernama Doddy. Wira pun tersenyum dan menjawab, “Kamu paling pengin buat apa?”

Setelah mengintip punggung ayahnya, Doddy menjawab dengan suara kecil, “Kak Wira, aku mau bergabung dengan militer. Aku mau basmi Bangsa Agrel biar bisa mendapatkan kembali tanah kita yang direbut mereka.”

Setelah mendengar jawaban Doddy, Wira pun terdiam.

Bangsa Agrel dan Kerajaan Nuala sudah berperang ratusan tahun. Mereka sudah berhasil merebut sepertiga tanah Kerajaan Nuala. Wira tidak menyangka Doddy yang hidup miskin malah mempunyai pemikiran seperti itu. Setelah tertegun sesaat, Wira pun menjawab, “Kalau gitu, Zabran saja!”

Doddy langsung panik, “Zabran? Kedengarannya kayak zebra. Zebra itu mangsa, bukan pemangsa. Nggak mau ah, kurang bagus. Kak Wira, ganti yang lebih enak didengar, dong!”

Setelah melihat reaksi Doddy, Wira pun merasa lucu. “Zabran itu artinya kuat dan mampu. Bukannya kamu mau membasmi musuh? Kamu harus kuat dan mampu, dong!”

“Ah, begitu!”

Doddy langsung berseru gembira, “Zabran, Zabran Darmadi! Keren juga, ya! Makasih, Kak Wira. Mulai sekarang namaku Zabran, bukan Doddy lagi! Yang manggil Doddy nggak bakal kusahut!”

Wira mengerjainya, “Doddy?”

Doddy langsung menoleh dan menjawab, “Ada apa, Kak Wira?”

Wira langsung tertawa terbahak-bahak, “Hahaha!”

Doddy masih belum mengerti kenapa Wira bereaksi seperti itu. Setelah sesaat, dia baru berkata dengan malu, “Selain Kak Wira, aku nggak bakal nyahut siapa pun yang panggil aku Doddy!”

Hasan yang berjalan di depan berseru, “Doddy, datang kemari dulu!”

“Oke!”

Doddy berjalan maju dengan muka masam sambil membatin, ‘Selain Kak Wira dan Ayah, aku nggak bakal nyahut siapa pun yang panggil aku Doddy!’

Danu berkata, “Doddy, kamu bantu Ayah tarik gerobaknya dulu. Aku saja yang temani Kak Wira!”

Doddy terdiam, lalu berkata dengan kesal, “Ya sudah, tambah satu orang lagi deh!”

Danu yang terlihat serius berjalan ke belakang gerobak, lalu berkata dengan malu, “Kak Wira, aku juga mau ganti nama.”

Wira berkata sambil tersenyum, “Kamu pengin buat apa?”

Danu berbisik, “Aku nggak mau masuk militer, tapi aku suka bela diri. Ayah bilang berlatih bela diri itu menghabiskan banyak energi, tubuhku nggak bakal tahan kalau kelaparan. Sementara dulu, kami selalu kurang makan. Jadi, aku nggak bisa latihan dengan baik!”

Mata Wira langsung berbinar setelah mendengarnya. “Kamu pernah berlatih bela diri? Siapa yang ajarin? Kamu bisa sekaligus hadapi berapa orang?”

Danu menggaruk kepalanya dan berkata dengan malu, “Ayah pernah ajari beberapa teknik militer. Aku juga cuman pernah mukul Doddy!”

Kakak yang memukul adiknya mana mungkin pakai kekuatan penuh. Wira pun bercanda, “Kalau berlatih bela diri, kamu harus berlatih sampai jadi yang paling kuat. Gimana kalau namamu ‘Satriya’ saja?”

Danu langsung terkejut, “Ah! Kak Wira, aku nggak sanggup terima nama yang artinya sedalam itu!”

Wira menepuk bahu Danu sambil berkata, “Percaya saja sama diri sendiri. Tetapkan tujuanmu, lalu berusaha capai tujuan itu. Ini bisa menyemangati dirimu sendiri!”

“Satriya Darmadi, Satriya. Emm!”

Setelah bergumam beberapa kali, Danu pun mengangguk. Semangat juang mulai memenuhi tatapannya!

Setelah beberapa saat, Sony juga mendekati Wira sambil menyeringai. “Kak Wira, nama Sony biasa banget. Aku juga mau ganti nama!”

Wira mendengus, “Arti namamu itu pembawa berkah, mana biasa?”

Setelah mendengar ucapan Wira, Sony pun menjadi bersemangat. “Habis dengar ucapan Kak Wira, aku jadi merasa namaku sudah berbeda. Kayak jadi lebih berkelas! Kak Wira memang berwawasan luas! Makasih!”

Biasanya, pemilik tubuh sebelumnya selalu naik kereta sapi untuk pergi ke ibu kota provinsi. Dia tidak pernah berjalan sejauh 20 kilometer.

Belum sampai setengah jalan, Wira sudah tidak sanggup berjalan lagi. Dia mau tak mau harus duduk di atas gerobak.

Namun, Hasan, Danu dan Doddy masih berjalan dengan lincah. Bahkan Sony juga masih terlihat energik. Energi mereka benar-benar di luar jangkauan orang dari era teknologi!

Setelah beberapa saat, mereka berlima pun tiba di ibu kota provinsi. Tembok kota mengelilingi sebuah menara yang tingginya sekitar tiga meter. Di atas menara, berdiri para prajurit yang bersenjata.

Di luar dan dalam tembok kota, terdapat dua baris prajurit yang bersenjata dan dua penjaga yang duduk di balik meja.

Danu, Doddy dan Sony memandang ke arah menara dengan wajah terkejut, sedangkan Hasan malah tidak menunjukkan reaksi apa pun.

“Gerobak menjual ikan harus bayar 100 gabak untuk masuk ke kota!” kata prajurit penjaga pintu setelah memeriksa gerobak mereka.

Wira pun membayar uang dengan terpaksa.

Pemilik tubuh sebelumnya sering datang ke ibu kota provinsi. Jadi, dia tahu harus membayar uang masuk apabila mau berjualan di kota. Biaya yang harus dibayar tergantung pada barang apa yang mereka bawa. Dulu, membawa masuk segerobak ikan hanya perlu membayar 50 gabak.

Bulan lalu, pemimpin kabupaten baru diganti. Biaya masuk kota pun meningkat hingga dua kali lipat.

Setelah menerima bayaran dari Wira, prajurit penjaga baru membiarkan mereka masuk.

Di dalam kota, ada beberapa rumah bertingkat dua yang terbuat dari batu bata.

Setelah melihatnya, Wira sedikit kecewa. Situasi di dalam kota bahkan lebih buruk dari desa di kehidupan lampaunya.

Namun, para penduduk kota memakai pakaian yang jauh lebih bagus dan bercorak daripada penduduk Dusun Darmadi.

Danu, Doddy dan Sony terlihat bersemangat, seolah-olah sudah memasuki dunia baru.

Ada banyak penduduk dusun yang mungkin tidak pernah keluar dari dusun seumur hidup mereka. Jangan ibu kota provinsi, mereka mungkin juga jarang pergi ke pusat desa atau kota kecil. Jadi, orang yang pernah datang ke ibu kota provinsi selalu merasa sangat bangga.

Kelima orang itu mendorong gerobak mereka ke pasar daging yang berada di sebelah timur kota.

Setelah sampai di depan pasar, Hasan berkata, “Aku nggak tahu harga pasaran ikan. Harus pergi cari tahu dulu nih.”

Wira menatap ke arah Danu, Doddy dan Sony. Doddy menggaruk kepalanya dengan kebingungan, sedangkan Danu juga terlihat sedikit takut.

Sony pun maju dengan percaya diri, “Serahkan hal ini padaku.”

Tidak lama kemudian, Sony kembali dan menjelaskan tentang pajak penjualan dan harga ikan dengan jelas.

Harga pajak penjualannya sepuluh persen. Seekor ikan kecil yang beratnya di bawah 500 gram harganya 20 gabak, yang beratnya sekitar sekilo harganya 30 gabak. Ikan yang beratnya di atas 1,5 kilogram bisa dijual 40 gabak, yang beratnya 1,5-4 kilogram bisa dijual 50 gabak, sedangkan yang beratnya di atas 4 kilogram bisa dijual 60 gabak.

Namun, itu adalah harga ikan yang sudah mati. Jika ikannya masih hidup, harganya bisa ditambah 20 gabak dari harga sebelumnya.

Kelima orang itu pun masuk ke Pasar Timur, lalu hendak mencari kios dan mulai berjualan.

Sebelum mereka sempat berjualan, empat orang yang terlihat galak tiba-tiba mengerumuni gerobak mereka.

Salah seorang dari mereka yang berbadan kekar dan berwajah galak menyilangkan tangannya lalu mencibir, “Sudah sampai Pasar Timur bukannya beri hormat ke pemilik tanah dulu sebelum berjualan. Berani banget kalian!”
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anggi Rizkianto Saputra
Woii gua ngakak sumpah, line nya panjang jga, kena bom ampe 4 kali ga tuh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 8

    “Beri hormat ke pemilik tanah?”Setelah melihat postur sekelompok orang ini, Wira baru tersadar. “Kalian datang buat minta biaya perlindungan?”Danu dan Doddy mengepalkan tangannya dengan marah. Hasan yang berdiri di belakang Wira juga mengerutkan keningnya.Sony buru-buru berbisik pada Wira, “Wira, aku lupa kasih tahu. Dia itu bos ikan Pasar Timur, namanya Iwan Projo. Dia punya julukan ‘si Perusuh’. Anak buahnya kira-kira ada sekitar belasan orang. Dia selalu ambil keuntungan 20% dari siapa pun yang mau jual ikan di Pasar Timur.”“Dua puluh persen?”Wira langsung naik pitam. “Kalian ambil keuntungan yang lebih banyak daripada pemerintah?”Mereka sudah bersusah payah untuk menangkap ikan selama dua hari dan harus berjalan kaki ke ibu kota provinsi untuk menjual ikan. Pemerintah hanya meminta keuntungan 10%, tetapi preman-preman ini malah minta 20%?Setelah mendengarnya, Doddy langsung marah. Bahkan Danu yang biasanya sangat tenang juga mengepalkan tangannya erat-erat.Preman-preman ini

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 9

    Seorang pria paruh baya berjalan mendekat dari kejauhan.Dia mengenakan topi hitam dan seragam biru yang dipadu dengan rompi merah. Di bagian tengah rompi itu terdapat tulisan ‘Patroli’. Dia mengenakan sepatu bot, di pinggangnya juga bergantung sebilah golok.Pria itu tidak terlalu tinggi, tetapi juga tidak pendek. Dia terlihat seperti orang cerdik pada umumnya.Namun, kemunculannya langsung membuat seluruh Pasar Timur menjadi hening.Semua amarah yang terukir di wajah setiap pedagang langsung sirna dan digantikan dengan seulas senyum menyanjung.Pria paruh baya itu adalah petugas patroli Pasar Timur. Namanya Eko Makmur.Status seorang petugas patroli tidak termasuk tinggi di ibu kota provinsi. Akan tetapi, para penduduk juga tidak berani menyinggungnya.Di ibu kota provinsi, jabatan yang berpangkat tinggi adalah patih, pejabat sipil dan jenderal militer. Selebihnya yang tidak berpangkat adalah hakim, patroli, panitera dan sebagainya. Mereka biasanya disebut ‘pejabat’.Meskipun para pe

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 10

    Wira tiba di Toko Besi Keluarga Salim di Pasar Utara. Ini adalah toko besi paman pemilik tubuh sebelumnya.Saat berumur sekitar 10 tahun, pemilik tubuh sebelumnya tinggal di rumah pamannya ini untuk belajar.Istri pamannya sudah meninggal saat persalinan. Jadi, paman dan putrinya hanya bisa bergantung pada satu sama lain. Mereka bersikap sangat baik terhadap pemilik tubuh sebelumnya.Namun, pamannya menentang pernikahan pemilik tubuh sebelumnya dengan Wulan tiga tahun yang lalu.Bagaimanapun juga, ada rumor bahwa keluarga Linardi akan dilenyapkan. Pamannya khawatir pemilik tubuh sebelumnya akan terlibat masalah.Akan tetapi, pemilik tubuh sebelumnya malah tidak mendengar nasihat pamannya. Alhasil, hubungan mereka pun menjadi dingin.Saat menikah, pemilik tubuh sebelumnya bahkan tidak mengundang pamannya. Selama tiga tahun terakhir, dia juga tidak pernah mengunjungi pamannya.Saat tiba di depan toko besi yang tidak asing itu, Wira pun berjalan masuk.“Siapa?” Terdengar suara seseorang

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 11

    Lestari dan Suryadi buru-buru keluar. Mereka melihat Wira mengangkat panci itu, lalu menuangkan campuran cairan gula dan lumpur kuning ke dalam corong yang dilapisi jerami.“Ayah, lihat!” ujar Lestari dengan cemberut.Suryadi juga melihat situasinya dengan kaget.Larutan gula itu mengalir turun melalui corong dan mulai terpisah.Tidak lama kemudian, bagian atas mengkristal menjadi gula putih, bagian tengah membentuk gula cokelat dan bagian paling bawah adalah ampas gula mentah.“Gula cokelat dan gula putih!” seru Lestari dengan terkejut.Harga gula mentah paling murah, 100 gabak per setengah kilo, sedangkan harga gula cokelat 300 gabak per setengah kilo. Di pasar, belum ada yang menjual gula putih.Perbandingan warna lapisan gula itu adalah 50% gula putih, 30% gula cokelat dan 20% ampas gula mentah.Dengan perbandingan seperti itu, gula cokelat yang didapat sudah bisa menutupi modal gula mentah. Sementara penjualan gula putih sudah benar-benar murni keuntungan.Suryadi, Hasan, Danu dan

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 12

    Kusir mengeluarkan sebuah balok penumpu dan menyuruh Lestari turun terlebih dahulu. Kemudian, dia baru memapah Wira untuk turun dari kereta. Danu dan Sony mengeluarkan dua kotak cendana dari dalam kereta.Saat melihat keempat orang itu memasuki toko, pegawai toko pun menyambut mereka dengan ramah, “Tuan, apa yang bisa aku bantu?”Setelah melihat reaksi pegawai toko, Danu dan Sony langsung mengerti maksud Wira menyuruh mereka berganti pakaian.Tadi pagi saat mereka berempat mau membeli barang, mereka bahkan sudah diusir terlebih dahulu sebelum mengatakan apa-apa. Sekarang, setelah melihat pakaian mereka, pegawai toko malah langsung bersikap sangat ramah.Wira berkata dengan penuh percaya diri, “Aku datang untuk cari pemilik toko, suruh dia keluar!”“Namaku Hendra Sutedja. Siapa namamu? Untuk apa kamu kemari?”Hendra Sutedja, tuan ketiga keluarga Sutedja yang gemuk itu berjalan turun dari lantai dua. Dia mengamati Wira terlebih dahulu, lalu melirik Lestari, Danu dan Sony. Kemudian, seula

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 13

    “Simpan uangnya!”Wira sama sekali tidak melirik uang di dalam kotak itu. Dia langsung bangkit dan melambaikan tangannya. “Transaksi kita sudah selesai. Aku pamit dulu!”Danu menerima kotak itu, sedangkan Lestari dan Sony berjalan di belakangnya.“Wira, tunggu dulu!” Hendra langsung mengejarnya dan bertanya, “Kapan kamu bisa sediakan gula kristal ini lagi?”“Itu tergantung keberuntunganku!” Wira berkata sambil mengangkat alisnya, “Gula kristal pada dasarnya memang langka. Pedagang dari Wilayah Barat harus melalui wilayah bangsa Agrel sebelum sampai di Kerajaan Nuala, sedangkan wilayah bangsa Agrel sangat berbahaya. Entah kapan mereka bakal datang lagi. Mungkin tiga bulan, mungkin juga setahun. Jadi, aku juga nggak bisa pastikan waktunya.”“Oh!” Hendra berkata dengan hormat, “Kulihat kamu sangat berwibawa, kamu pasti berasal dari keluarga besar, ‘kan? Apa kamu itu anak keluarga Darmadi dari Kota Nagari?”Kota Nagari juga merupakan kota pusat pemerintahan. Jaraknya sekitar 150 kilometer

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 14

    Dalam perjalanan pulang, Hasan menarik gerobak di depan, sedangkan Danu mengawal di belakang. Doddy dan Sony sedang berjalan sambil mengobrol, sementara Wira tidur di atas gerobak. Dia sudah tidak tahan begadang dari semalam.Doddy berkata dengan semangat, “Kak Sony, coba cerita sekali lagi gimana Kak Wira menjual gulanya.”“Doddy, aku sudah cerita berkali-kali! Tenggorokanku sudah mau sakit!”Sony pun menunduk dan bermain dengan bajunya.“Ya sudah kalau nggak mau cerita lagi. Tapi kelak, panggil aku Zabran! Itu nama yang diberi Kak Wira untukku!” ujar Doddy dengan serius.Sony mengangkat lengan bajunya sambil berkata, “Zabran, kenapa kamu nggak ganti baju baru? Baju ini nyaman banget, lho!”Setelah meninggalkan Toko Gula Keluarga Sutedja, Wira pun berbelanja banyak. Semua orang mendapatkan dua set pakaian dan sepatu baru.Doddy melirik ke arah ayahnya yang sedang menarik gerobak. Baju baru harus disimpan sampai Tahun Baru, mana mungkin Doddy berani langsung memakainya seperti Sony. Ji

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 15

    Namun, pintunya tetap tidak terbuka setelah didobrak.Budi melambaikan tangannya sambil berkata, “Jangan dobrak lagi, sudah ditahan dari dalam. Panjat dinding saja!”Keempat bawahan itu pun berhenti mendobrak. Kemudian, mereka mulai bertumpu pada satu sama lain untuk memanjat dinding rumah Wira. Setelah melompat masuk, bawahan itu pun membukakan pintu dari dalam agar Budi bisa masuk.Setelah melihat Budi masuk ke rumahnya, Wulan langsung berlari ke ruang utama dengan panik.Budi melangkah dengan santai sambil berkata, “Cantik, suamimu sudah kabur, tapi kamu masih begitu setia padanya. Bukannya lebih baik hidup bersamaku yang penyayang?”“Suamiku nggak kabur! Dia pasti pulang untuk bayar utang! Kamu jangan macam-macam!”Wulan menyeret meja di dalam ruang utama untuk menahan pintu.“Apa bagusnya si Pemboros itu hingga kamu begitu setia padanya?”Budi memberi isyarat pada bawahannya, lalu dua bawahannya langsung mendobrak pintu.Saat pintu didobrak, Wulan yang sedang menahan meja juga ter

Bab terbaru

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3144

    Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3143

    Adjie langsung tertawa dan berkata, "Haha. Kalau kamu begitu suka posisi wakil kedua ini, kamu saja yang ambil. Tapi, aku jelas nggak akan menerimanya."Enji hanya tersenyum melihat pemandangan itu, terlihat jelas dia merasa Adjie adalah sosok yang menarik. Pada saat itu juga, dia maju dan berkata sambil tersenyum, "Saudara, begini saja. Kamu yang jadi wakil pertama, biar dia yang jadi wakil kedua saja. Bagaimana?"Wakil pertama itu hendak membantah saat melihat posisinya tiba-tiba turun menjadi wakil kedua, tetapi Enji langsung membentak, "Tutup mulutmu!"Ekspresi wakil pertama itu langsung berubah dan menjadi diam saat dimarahi kepala itu.Adjie langsung tersenyum dan berkata, "Kamu serius?"Enji menganggukkan kepala dan berkata, "Aku ini bos di sini, mana mungkin bermain-main dengan ucapanku."Adjie langsung menoleh ke arah wakil pertama itu dan mendengus. "Kalau Bos sudah berkata begitu, aku akan mengikuti perintahnya. Bocah, kamu sudah mengerti, 'kan?"Ekspresi wakil pertama itu l

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3142

    Pada saat itu, wakil pertama pun tersenyum dan berkata, "Nggak disangka, ternyata anak ini bukan orang biasa."Ekspresi wakil kedua langsung berubah saat mendengar perkataan itu, lalu bangkit dengan marah dan menerjang ke arah Adjie.Meskipun gerakan wakil kedua itu cepat, ternyata Adjie lebih cepat lagi. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan wakil kedua. Dia langsung mencengkeram leher wakil kedua dan memutarnya dengan kekuatan penuh.Saat mendengar suara patah tulang yang nyaring, ekspresi wakil pertama dan Enji langsung berubah. Mereka benar-benar tidak menyangka pemuda yang baru datang ini begitu ganas.Kedua anak buah yang berdiri di bawah langsung bengong. Mereka juga tidak menyangka pemuda ini begitu masuk langsung membunuh wakil kedua. Setelah tersadar kembali, mereka langsung berlutut dan memohon ampun, "Bos, kami pantas mati. Kami nggak tahu kemampuan orang ini begitu hebat."Ekspresi wakil pertama menjadi sangat muram, lalu langsung menunjuk kedua orang itu dan bert

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3141

    Melihat pria yang duduk di tengah itu, Adjie tertegun sejenak. Kedua pria yang duduk di sebelah kiri dan kanan juga terlihat sangat garang, sepertinya kedudukan mereka tinggi.Pria yang mengajak Adjie masuk segera maju dan berkata, "Ini adalah Bos Enji kami. Yang di sebelah ini adalah wakil pertama dan ini wakil kedua."Setelah memperkenalkan ketiga pria di bawah patung, pria itu menoleh pada Enji dan berkata, "Bos, aku menemukan orang ini di luar. Dia mengaku dia adalah pengungsi yang melarikan diri dari utara, jadi aku langsung membawanya menghadapmu."Mendengar perkataan itu, Enji tertegun sejenak. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Pengungsi? Mendekatlah, biar aku lihat dulu."Adjie menganggukkan kepala dan melangkah maju. Saat melihat wajah Enji dengan jelas, dia sempat terkejut. Ternyata Enji memiliki bekas luka yang panjang dari kening sampai ke sudut mata. Dilihat dari bekas luka yang mengerikan ini, jelas bos ini adalah orang yang sangat garang.Meskipun awalnya sempat

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3140

    Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3139

    Adjie tertegun sejenak saat mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Hehe. Tuan, ini nggak perlu. Kalau aku membawa orang lain, justru akan lebih merepotkan. Lagi pula, kalau hanya aku sendirian saja, aku bisa bergerak dengan lebih fleksibel."Wira pun menganggukkan kepala. Setelah selesai mengatur semuanya, dia menepuk bahu Adjie dan berkata, "Baiklah, sekarang kamu pergi bersiap-siap dulu. Nanti baru temui aku lagi.""Baik," jawab Adjie, lalu segera keluar.Setelah Adjie pergi, Wira menatap peta di depannya dan menghela napas. Ini mungkin bisa berhasil jika semuanya berjalan sesuai rencananya, tetapi dia masih ragu apakah Adjie bisa merebut Desa Riwut ini. Meskipun dia tidak begitu paham dengan situasi di sana, kabarnya para perampok di sana sangat kejam. Dia juga tidak yakin apakah para perampok itu berani menghadapi pasukan utara.Saat Wira masih tenggelam dalam pemikirannya, waktu sudah berlalu sekitar setengah jam. Saat tirai tenda kembali terbuka, dia langsung terk

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3138

    Mendengar hal itu, Adjie menganggukkan kepala. Setelah semuanya sudah diputuskan, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Namun, sekarang mereka tetap harus menyusun rencananya secara menyeluruh sebelum menjalankannya.Pada saat itu, Adjie yang masih menatap lokasi Desa Riwut pun berkata, "Sebelumnya aku nggak memperhatikan tempat ini. Tapi, setelah melihatnya lagi, tempat ini memang cukup strategis."Keduanya pun menganggukkan kepala karena lokasi Desa Riwut ini menang strategis. Jika mereka bisa menguasai tempat ini, berarti mereka sudah menguasai jalur utama musuh. Selain itu, jika musuh ingin menguasai kota-kota di sekitar, musuh mereka juga harus melewati Desa Riwut ini terlebih dahulu.Setelah berpikir sejenak, Adjie memberi hormat dan berkata, "Kalau ini perintah Tuan, aku akan mengikutinya. Tapi, kapan aku harus berangkat?"Wira langsung menjawab, "Malam ini adalah waktu terbaik dan menguntungkan kalian juga. Tapi, sebelum pergi, kamu harus mengubah identitasmu dulu."Adjie yang

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3137

    Setelah berpikir sejenak, Adjie berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku rasa boleh mencobanya. Tempat ini punya celah yang begitu besar, jadi ini benar-benar peluang yang bagus."Wira menganggukkan kepala karena dia juga merasa strategi ini cukup bagus karena Pulau Hulu ini memiliki tiga celah yang terbuka. Jika bisa menguasai celah ini, mereka bisa menjebak musuh di dalamnya. Meskipun pasukan utara bisa memiliki kemampuan untuk bergerak cepat, mereka tetap akan kesulitan untuk melarikan diri.Setelah mengamati jalur di sekitar Pulau Hulu, Wira menggerakkan jarinya ke atas peta dan berkata sambil menunjuk pada sebuah lokasi di bagian selatan Pulau Hulu, "Kamu lihat tempat ini."Adjie tertegun sejenak. Setelah melihat lokasi yang ditunjukkan Wira, dia berkata dengan pelan, "Tempat ini adalah Desa Riwut, markas besar sekelompok perampok besar. Tapi, apa hubungannya tempat ini dengan pasukan utara?"Wira tersenyum. Desa Riwut ini memang tidak memiliki hubungan dengan pasukan utara. Namun

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3136

    Setelah memikirkannya, Wira berkata dengan pelan, "Soal urusan ini, nggak ada yang perlu dikatakan lagi. Kali ini kalian sudah menyelesaikan tugas dengan sangat baik, kamu ingin hadiah apa?"Mendengar pertanyaan itu, Latif segera berkata, "Semuanya terserah Tuan saja."Setelah berpikir, Wira perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengangkatmu sebagai letnan jenderal dari ketiga tim pasukan itu. Mulai sekarang, kamu akan selalu berada di sisiku. Bagaimana?"Begitu mendengar perkataan itu, Adjie merasa sangat gembira. Dia tahu masa depannya lebih prospektif jika mengikuti Wira daripada memimpin pasukan di medan perang. Lagi pula, jika saat ini mereka bisa menangani situasi ini dengan baik, pasti akan mendapatkan pencapaian yang besar. Menurutnya, berada di sisi Wira adalah pilihan terbaik.Tanpa ragu, Adjie langsung memberi hormat dan berkata, "Terima kasih, Tuan."Wira langsung tersenyum dan berkata, "Hehe. Baiklah. Kalau begitu, sekarang kamu bisa langsung membuktikan dirimu.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status