Nirina gadis miskin yang terpaksa harus menikahi anak majikan yang tidak ia cintai dan tidak mencintainya. semua itu ia lakukan demi menolong nyawa calon suami yang mengalami kecelakaan sebelum ijab qobul diucapkan.
****
Nirina Amirul Haqqon gadis dari keluarga sederhana. Berkulit sawo matang, berhidung mancung, berlesung pipi, dan bermata hazel dengan bulu mata panjang nan lentik, manis sekali. Ayah Nirina hanya seorang buruh pabrik dan sang ibu seorang ibu rumah tangga biasa, Nirina adalah anak tunggal dari keluarga sederhana itu.
Kini ia berusia 21 tahun. Ingin sekali ia melanjutkan pendidikan. Namun, karena kondisi keuangan keluarga ia mengurungkan niat. saat ini ia bekerja di toko pakaian milik Nyonya Cynthia. Istri dari Bambang Priambudi pengusaha Garmen yang sukses di Indonesia.
Nirina mempunyai seorang kekasih bernama Dewa Anggara. Hubungan mereka sudah lama sejak duduk di bangku SMA. Mereka saling mencintai. Bahkan Dewa sudah melamar. Dewa bekerja di kantor sebagai office boy. Dewa yang hanya lulusan SMA sama seperti Nirina tidak bisa melanjutkan pendidikan karena keuangan keluarga. Ayah dewa hanya seorang kuli bangunan dan sang ibu sudah meninggal dunia sejak Dewa masih duduk dibangku SMP. Dewa mempunyai adik perempuan bernama Rika yang masih sekolah di SMA, usianya hanya terpaut dengan Dewa 3 tahun.
Nirina sangat menyayangi Rika seperti adiknya sendiri, mereka bersahabat sejak Nirina berhubungan dengan Dewa.
Mereka memang dari keluarga menengah ke bawah, tetapi mereka selalu bahagia. Mereka selalu mensyukuri apa yang mereka dapatkan dan jarang sekali mereka mengeluh.
***
Pagi ini Nirina seperti biasa berangkat bekerja, kini ia sedang menunggu jemputan dari Dewa. Nirina menunggu di persimpangan gang masuk rumah supaya mempermudah Dewa. Pemuda itu tidak harus masuk gang sempit menuju rumah.
Tak lama menunggu sepeda motor buntut Dewa sudah terlihat. Nirina tersenyum menghampiri Dewa.
"Selamat pagi gadis cantik yang semakin hari semakin cantik," goda Dewa pada Nirina.
"Apaan sih gombal banget deh," ucap Nirina malu-malu.
"Beneran aku enggak lagi gombal tau, memang itu kenyataan, buat abang jadi pingin cepat-cepat ngalalin kamu deh," ucap Dewa lagi.
"Udah ah enggak jelas banget, buruan nanti telat bisa kena marah Bu bos."
"Iya, Sayang. Ini helmnya dipakai dulu," ucap Dewa sambil menyerahkan helm pada Nirina.
"Makasih."
"Sama-sama."
Tidak butuh waktu lama karena jalanan masih belum terlalu macet. Akhirnya mereka pun sampai di depan toko tempat Nirina bekerja.
"Nanti pulang aku jemput, ya."
"Iya, kalau tidak merepotkanmu, terima kasih."
"Sama-sama, tetap semangat, ya."
"Pastinya."
Nirina pun masuk ke dalam toko itu. Di dalam toko sudah ada Bu Cynthia pemilik toko ini.
"Selamat pagi, Bu," ucap Nirina menyapa sambil tersenyum.
"Selamat pagi juga," ucapnya datar.
Nirina segera melangkahkan kaki menuju tempat biasa ia bertugas. Ia harus mengepak baju-baju.
Selesai mengepak baju-baju Nirina segera menyiapkan hanger untuk memajang koleksi pakaian-pakaian ini bersama pegawai lain.
"Hei. Tau enggak tadi ada putranya Bu Cynthia, namanya Mas Haziq. Ia mengantarkan Bu Cynthia, benar-benar tampan deh," ucap Arisa teman Nirina. Arisa begitu terkagum-kagum menceritakan tentang Haziq.
"Yup, betul kata Arisa, Mas Haziq bener-bener tamvan, tubuhnya tegap, putih pokoknya seperti artis hollywood deh, hot banget," ucap Santi menimpali.
"Udah-udah nanti Bu Cynthia dengar kita bisa kena marah," ucap Nirina mengingatkan teman-temannya.
Cynthia memang atasan yang tegas, jutek, dingin dan sedikit sombong. Kalau ada pegawainya melakukan kesalahan sedikit saja ia pasti akan marah. Banyak pegawainya lari kalang kabut tidak betah kerja di sana. Namun tidak untuk Nirina, karena ia begitu membutuhkan pekerjaan ini untuk membantu perekonomian keluarga. Nirina sering mendapat marah dan omelan bila ia melakukan kesalahan kecil dari Cynthia, tetapi ia berusaha untuk sabar. Toh, pikirnya mencari pekerjaan itu sulit apalagi ia hanya lulusan SMA.
"Kalau bekerja itu yang profesional jangan ngegosip terus, mau aku pecat ..." ucap Cynthia dari belakang. Mereka pun diam seribu bahasa.
"He kamu Nirina, ini bawa ke ruangan saya!" perintahnya pada Nirina. Cynthia menyerahkan beberapa desain pakaian untuk dibawa ke ruangannya.
"Ba-baik, Bu ..." ucap Nirina terbata.
Sore pun tiba, hari yang ditunggu Nirina, supaya segera terbebas dari majikan yang super duper dingin, layaknya es di kutub utara.
"Alhamdulillah selesai juga, untuk hari ini," lirihnya sambil merapikan barang-barang yang masih berserakan di lantai.
Nirina segera keluar dari toko tersebut dan memutuskan menunggu sang pacar di depan toko.
Lima menit menunggu Dewa belum kelihatan batang hidungnya. Kini di depannya ada sebuah mobil sport biru yang membuat Nirina terkejut.
"Mobil siapa yang berhenti didepan toko ini, kenapa tidak di parkiran ya?" batin Nirina.
Pintu mobil terbuka, turunlah seorang laki-laki tampan yang usianya kurang dari 30 tahun dari dalam mobil. Laki-laki tampan itu hanya melewati begitu saja tanpa permisi dan dengan langkah tegap yang menunjukkan keangkuhan.
"Horang kaya mah bebas, parkir sembarangan, enggak pernah menghargai orang lain yang ada di depan, permisi kek atau tersenyum kek. Meskipun dia tampan aku mah kagak sudi berhubungan sama tuh manusia songong," gerutu Nirina.
Tak berselang lama Dewa tiba dengan motor buntut. Tersenyum tulus padanya.
"Maaf ya terlambat jemputnya, udah menunggu lama ya?"
"Enggak apa, enggak lama kok cuma 15 menit," jawabnya tersenyum pada sang kekasih.
"Mau langsung pulang atau mampir dulu?"
"Langsung pulang deh, udah capek banget nih."
"Oke, siaap ...."
***
"Haziq, Mama mau ngomong sama kamu," ucap Cynthia pada sang putra.
Haziq Habib Priambudi, putra tunggal Bambang Priambudi pengusaha Garmen yang sukses di Indonesia. Berwajah tampan, berhidung mancung, berkulit putih dengan tubuh atletik dan tinggi 185 cm. Namun sayangnya ia begitu sombong dan dingin seperti sang mama.
Haziq yang baru masuk ke ruangan sang mama sedikit malas menanggapi. Haziq hanya duduk selonjoran di sofa panjang ruangan itu.
"Mama mau ngomong apa sih?" tanyanya.
"Mama ingin segera punya cucu seperti teman-teman sosialita Mama, kamu kapan akan menikahi Clara?"
"Udahlah, Ma. Jangan bahas itu terus capek aku," ucapnya.
"Haziq, Mama hanya minta itu darimu, sesulit itukah untuk kamu kabulkan?" ucap Cynthia kesal.
"Mama ‘kan tau sendiri Clara belum siap menikah, ia masih mau fokus dengan karir, menjadi desainer terkenal dan bisa mengadakan pagelaran busana hasil rancangan pada dunia. Mana mau Clara menikah, mungkin Mama bisa menunggu dua hingga tiga tahun lagi."
Haziq memiliki kekasih bernama Clara seorang desainer pakaian bermerek. Haziq sangat mencintai sang kekasih dan selalu mendukung, meskipun pada dasarnya Clara hanya memanfaatkannya saja.
"Tidak bisa ... Mama tidak bisa menunggu sampai dua tahun, sudah cukup kamu menunggu satu tahun yang lalu. Mama ingin kamu menikah dengan pilihan Mama."
"Apa, Ma? Haziq enggak salah dengar? Menikah dengan pilihan Mama, dan wanita itu tidak Haziq cintai itu tidak akan pernah terjadi!"
"Baiklah gimana kalau Mama adakan perjanjian dengan perempuan itu, kamu menikahinya secara sah tanpa ada pemberitaan dan hanya keluarga inti kita dan keluarga intinya saja yang tau, setelah perempuan itu hamil dan melahirkan anakmu, kamu bisa menceraikannya. Gimana kamu setuju ide Mama?"
"Ide mama gila, aku enggak setuju, berarti itu sama saja dengan aku mengkhianati Clara dan itu tidak akan pernah terjadi."
"Kalau kamu tidak setuju baiklah, tunggu Clara sampai tiga tahun, tapi jangan harap sepeser pun dari harta Priambudi, semua fasilitas akan Mama cabut, kamu juga enggak perlu kerja di kantor cabang Papamu sebagai CEO. Silahkan cari pekerjaan sendiri dan serahkan semua ATM dan kunci mobil pada Mama," ucap Cynthia serius.
"Mama enggak bisa gitu dong, mencabut fasilitasku segala, lagian Papa enggak mungkin sekejam itu padaku. Papa itu orangnya baik, enggak mungkin juga setuju dengan ide mama mempermainkan hubungan pernikahan demi mendapatkan cucu."
"Papamu memang baik, tapi Mamamu lebih cerdik, Mama akan melakukan berbagai cara supaya bisa mengelabuhi Papamu dan dia setuju dengan pernikahanmu. Jadi kalau kamu enggak mau hidup miskin turuti Mama, aku bisa menguasai hati Papamu. Pilihan ada padamu kalau setuju, Mama akan segera mencari perempuan itu kalau tidak. Ya, tadi risiko kamu tanggung sendiri," ucap Cynthia menyeringai.
Setelah berpikir akhirnya Haziq menyetujui permintaan sang mama, tapi dengan syarat pernikahan itu tidak boleh sampai diketahui Clara.
"Baiklah saya setuju, tapi dengan syarat Clara tidak boleh sampai tau tentang pernikahan ini, dan selama menikah aku masih boleh berhubungan dengan Clara, Mama atau pun perempuan yang aku nikahi itu tidak boleh ikut campur urusan pribadiku dengan Clara. Bagaimana? Apa Mama setuju dengan syaratku?"
"Oke Mama setuju, Mama akan segera mencari kandidat perempuan yang mau kamu nikahi dan mau memberikan Mama cucu."
Haziq segera keluar dari ruangan sang mama setelah pembicaraan ia anggap selesai.
"Di mana aku harus mencari wanita untuk dijadikan istri putraku? Yang terpenting wanita itu harus dari keluarga baik-baik dan tidak matre," lirih Cynthia.
Nirina sampai di rumah sedikit malam, karena Dewa mengajak makan malam di warung langganannya. Kebetulan hari ini Dewa gajian. Ia berusaha memanjakan sang kekasih dengan mengajak makan. Hal yang jarang ia berikan pada Nirina karena keterbatasan ekonomi. Namun, setiap satu bulan setelah gajian ia menyisihkan gaji untuk mengajak Nirina jalan-jalan atau pun makan. Ya, meskipun tidak di restoran mahal hanya di warung lesehan, itu sudah membuat mereka berdua bahagia. "Makasih ya sudah ngajak aku makan," ucap Nirina berbinar. "Maaf, hanya bisa mengajak makan di warung.""Meskipun di warung dengan sepiring berdua aku pun mau, asalkan bersama kamu," ucap Nirina sambil tersenyum tulus. "Makasih sudah mau nerima dan mencintaiku apa adanya," ucap Dewa. Ia merasa belum bisa membahagiakan gadis yang sangat ia cintai itu."Sama-sama, selalu ... Aku akan selalu ada untukmu dan selalu mencintaimu.""Ya sudah, ini sudah malam kamu masuk! istirahat ya biar besok makin semangat kerja," ucap Dewa p
Persiapan sudah hampir 70℅. Nirina sangat bahagia. Hari-hari Nirina lalui dengan penuh semangat dan suka cita. Ia juga belum mengambil cuti kerja. Nirina masih bekerja seperti biasa, begitu juga Dewa. Aktivitasnya tetap sama bekerja, diantar jemput Dewa. Untuk cuti Nirina dan Dewa memutuskan cuti satu hari sebelum ijab qobul dan 3 hari setelah ijab qobul. Hari ini dengan senyum yang mengembang Nirina membagikan undangan pernikahan yang sangat sederhana pada semua teman yang ada di toko. Bu cynthia yang melihat Nirina sedang membagikan sesuatu merasa penasaran. "Sedang membagikan apa sih kok semua pada kumpul," batin Cynthia."Ngapain ngumpul disitu semua? Ayo bubar, kembali kerja!" teriak Cynthia. Semua karyawan lari berhamburan mengerjakan tugasnya masing-masing. "Apa yang kamu pegang Nirina?" tanyanya mendekati Nirina. "Ma-maaf, Bu. Ini undangan pernikahan saya, silakan ibu datang menghadiri! kedatangan ibu sangat berarti bagi saya," ucapnya tulus. "Mana lihat!" ucapnya mere
Sore hari setelah sholat Ashar. Rika datang dengan menangis. Membuat semua orang yang ada di rumah Nirina mendekat heran. Rika mengabarkan kalau sang kakak mengalami kecelakaan di Lembang. Mobil yang dikendarai sang kakak ditabrak truk yang remnya blong. Saat ini kondisi Dewa sedang kritis. Nirina yang sayup-sayup mendengarkan cerita Rika pada kedua orang tuanya menjerit histeris. "Tidak ... tidak mungkin ... tidak mungkin Dewa mengalami kecelakaan!” teriaknya histeris. Retno segera berlari menenangkan sang putri. Retno tahu saat ini Nirina sedang kacau. Bagaimana tidak? Besok adalah hari pernikahan mereka sedangkan Dewa, mempelai pria mengalami kecelakaan. "Tenang, Nak. Sabar ... ucap istighfar.""Katakan ini tidak benarkan, Bu? Tidak benarkan, Bu?" tangisnya pilu menyayat hati. Para kerabat tidak tega melihat kondisi Nirina. Banyak yang berusaha menenangkan. Rika hanya menangis sambil mendekati Nirina. "Semua ini tidak benarkan, Rik. Kamu bohong ‘kan? Kalian pasti cuma ngepr
Kesabaran adalah ketika hati tidak merasa marah terhadap apa yang sudah ditakdirkan, dan mulut tidak mengeluh.” – Ibnu Qayyim***“Bagaimana kalau aku mencoba pinjam uang ke Bu Cynthia, walaupun aku harus bekerja padanya seumur hidup aku rela yang penting Dewa selamat dan sembuh,” ucap Nirina, kedua orang tuanya, pak Iwan dan Rika langsung menatapnya.“Kamu yakin Bu Cynthia akan meminjamimu, Nak?” tanya Retno.“Insyaallah, Bu. Doakan, aku akan segera ke rumahnya bersama Rika.”***Saat ini Nirina dan Rika pergi ke rumah Cynthia. Mereka sengaja naik taksi karena sudah sedikit malam untuk cari angkot akan sedikit susah.Saat tiba di rumah mewah itu mereka harus menunggu di teras, karena saat ini pemilik rumah sedang makan malam, sedangkan pembantu Cynthia tidak mengizinkan mereka masuk itu pun karena perintah Cynthia.Dua puluh menit mereka menunggu. Saat masih menunggu, pintu terbuka. Nirina langsung berdiri. Namun, ia harus kecewa yang membuka pintu itu bukan Cynthia, tapi Haziq. Deng
Satu di antara penghargaan terhadap diri adalah dengan menghargai hidup orang lain.(Nirina Amirul Haqqon)***Dewa segera mendapatkan perawat, setelah Nirina menyelesaikan administrasi. Kini Dewa sedang menjalani serangkaian prosedur pemeriksaan X-ray. Kedua orang tua Nirina pamit pulang untuk meminta maaf pada tetangga dan undangan yang mungkin sudah hadir hari ini ke rumah mereka. Dengan berat hati Retno dan Rahmat membatalkan pernikahan. Banyak kerabat dan tetangga yang bersimpati. Namun, ada juga tetangga yang nyinyir tak berperasaan menyudutkan dengan menjelekkan Nirina.Saat ini Nirina berada di masjid rumah sakit. Ia menumpahkan kesedihan dengan menangis. Besok adalah hari kebebasannya akan direnggut. Cintanya sudah tergadaikan. Ia harus siap dibenci Dewa nantinya. Nirina hanya bisa berkeluh kesah pada Sang Pencipta, meluruhkan tangis dan meluapkan apa yang mengimpit di dadanya.Rika tahu saat ini yang begitu sakit adalah Nirina. Sakit yang dirasakan kakaknya saat ini, yang
Dalam penderitaan teruji kesabaran. Dalam perjuangan teruji keikhlasan.(Nirina – Cinta yang Tergadaikan)***Nirina menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dengan baik. Mulai dari menyiapkan keperluan Haziq. Meskipun ia tahu sang suami tidak akan menghargainya.Saat keluar dari kamar mandi, ia melihat laptopnya dalam keadaan tertutup. Seketika ia langsung marah pada Nirina yang masih sibuk membereskan tempat tidur."Berani-beraninya kamu menyentuh laptopku. Kamu tau aku sudah mengerjakan pekerjaan itu sejak tadi malam, dan file itu belum aku simpan, dengan ceroboh kamu langsung menutupnya," ucapnya geram. Membuat Nirina takut, bahkan gadis itu tidak berani mengangkat kepala."Kamu itu udah miskin, ceroboh, bodoh. Aku enggak habis pikir kenapa Mama memilih wanita rendahan kayak kamu."Degg!Seketika tubuh Nirina bergetar, air matanya langsung menetes. Ia sangat ketakutan. Baru kali ini ada orang yang mengatainya demikian, dan orang itu adalah suaminya."Kenapa nangis? Makanya janga
Tiga minggu sudah Nirina menikah dengan Haziq. Malam ini Cynthia mempunyai rencana untuk Haziq dan Nirina. Ia berharap rencananya akan berjalan mulus dan segera mendapatkan apa yang diinginkan. "Sedang apa Nyonya di sini malam-malam? Kalau butuh sesuatu bisa panggil saya, Nya""Iya, Bik. Terima kasih. Aku hanya ingin buatin minuman khusus buat Haziq dan Nirina.""Owalah, begitu, ya, Nya." Jujur, Bik Jum heran dengan apa yang dilakukan sang majikan, tetapi ia enggan bertanya."Bik, tolong antar minuman ini ke kamar mereka, tapi jangan bilang aku yang buatin.""Baik, Nya." Haziq membukakan pintu setelah mendengar pintu diketok. Sedangkan Nirina mengerjakan salat Isya."Masuk, Bik! Langsung letakkan di meja, makasih, ya, Bik.”Meskipun Haziq dan keluarganya terlihat dingin dan arogant. Namun, tidak pada pembantunya. Bik Jum dan suaminya selalu mendapatkan perlakuan baik dari mereka. "Iya, Den. Sekalian buat Mbak Nirina. Segera diminum mumpung hangat.""Oke, Bik.”"Makasih, Bik," uca
Kesabaran itu ada dua macam. Sabar atas sesuatu yang tidak di inginkan dan sabar menahan diri dari sesuatu yang diinginkan.***Sore ini Nirina kembali mengerjakan tugas seperti biasanya. Memasak ayam rica-rica kesukaan Haziq yang sudah ia ketahui dari Bik Jum. Saat memasak Nirina mendengar bunyi bel rumah. Tidak mau tamu menunggu lama, ia segera berlari membukakan pintu itu. Betapa bahagia hati Nirina, yang berkunjung sore ini adalah kedua orang tuanya. Setelah menikah ia belum sempat mengunjungi keduanya. Ia sangat merindukan ibu dan bapaknya, tetapi untuk menelepon ia tidak punya pulsa. Untuk meminta uang pada Haziq ia masih malu dan canggung. Haziq belum pernah mengatakan tentang nafkah.“Bapak, Ibu. Bagaimana kabar kalian? Nirina kangen,” ucapnya sedikit terisak. Ia langsung memeluk erat keduanya.“Alhamdulillah, Nak. Kami sehat, bagaimana keadaanmu? Apa kamu bahagia tinggal di sini? Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?” tanya Retno bertubi-tubi pada sang putri. “Iya, Bu. Ni