Nirina gadis miskin yang terpaksa harus menikahi anak majikan yang tidak ia cintai dan tidak mencintainya. semua itu ia lakukan demi menolong nyawa calon suami yang mengalami kecelakaan sebelum ijab qobul diucapkan. ****Nirina Amirul Haqqon gadis dari keluarga sederhana. Berkulit sawo matang, berhidung mancung, berlesung pipi, dan bermata hazel dengan bulu mata panjang nan lentik, manis sekali. Ayah Nirina hanya seorang buruh pabrik dan sang ibu seorang ibu rumah tangga biasa, Nirina adalah anak tunggal dari keluarga sederhana itu. Kini ia berusia 21 tahun. Ingin sekali ia melanjutkan pendidikan. Namun, karena kondisi keuangan keluarga ia mengurungkan niat. saat ini ia bekerja di toko pakaian milik Nyonya Cynthia. Istri dari Bambang Priambudi pengusaha Garmen yang sukses di Indonesia. Nirina mempunyai seorang kekasih bernama Dewa Anggara. Hubungan mereka sudah lama sejak duduk di bangku SMA. Mereka saling mencintai. Bahkan Dewa sudah melamar. Dewa bekerja di kantor sebagai office
Nirina sampai di rumah sedikit malam, karena Dewa mengajak makan malam di warung langganannya. Kebetulan hari ini Dewa gajian. Ia berusaha memanjakan sang kekasih dengan mengajak makan. Hal yang jarang ia berikan pada Nirina karena keterbatasan ekonomi. Namun, setiap satu bulan setelah gajian ia menyisihkan gaji untuk mengajak Nirina jalan-jalan atau pun makan. Ya, meskipun tidak di restoran mahal hanya di warung lesehan, itu sudah membuat mereka berdua bahagia. "Makasih ya sudah ngajak aku makan," ucap Nirina berbinar. "Maaf, hanya bisa mengajak makan di warung.""Meskipun di warung dengan sepiring berdua aku pun mau, asalkan bersama kamu," ucap Nirina sambil tersenyum tulus. "Makasih sudah mau nerima dan mencintaiku apa adanya," ucap Dewa. Ia merasa belum bisa membahagiakan gadis yang sangat ia cintai itu."Sama-sama, selalu ... Aku akan selalu ada untukmu dan selalu mencintaimu.""Ya sudah, ini sudah malam kamu masuk! istirahat ya biar besok makin semangat kerja," ucap Dewa p
Persiapan sudah hampir 70℅. Nirina sangat bahagia. Hari-hari Nirina lalui dengan penuh semangat dan suka cita. Ia juga belum mengambil cuti kerja. Nirina masih bekerja seperti biasa, begitu juga Dewa. Aktivitasnya tetap sama bekerja, diantar jemput Dewa. Untuk cuti Nirina dan Dewa memutuskan cuti satu hari sebelum ijab qobul dan 3 hari setelah ijab qobul. Hari ini dengan senyum yang mengembang Nirina membagikan undangan pernikahan yang sangat sederhana pada semua teman yang ada di toko. Bu cynthia yang melihat Nirina sedang membagikan sesuatu merasa penasaran. "Sedang membagikan apa sih kok semua pada kumpul," batin Cynthia."Ngapain ngumpul disitu semua? Ayo bubar, kembali kerja!" teriak Cynthia. Semua karyawan lari berhamburan mengerjakan tugasnya masing-masing. "Apa yang kamu pegang Nirina?" tanyanya mendekati Nirina. "Ma-maaf, Bu. Ini undangan pernikahan saya, silakan ibu datang menghadiri! kedatangan ibu sangat berarti bagi saya," ucapnya tulus. "Mana lihat!" ucapnya mere
Sore hari setelah sholat Ashar. Rika datang dengan menangis. Membuat semua orang yang ada di rumah Nirina mendekat heran. Rika mengabarkan kalau sang kakak mengalami kecelakaan di Lembang. Mobil yang dikendarai sang kakak ditabrak truk yang remnya blong. Saat ini kondisi Dewa sedang kritis. Nirina yang sayup-sayup mendengarkan cerita Rika pada kedua orang tuanya menjerit histeris. "Tidak ... tidak mungkin ... tidak mungkin Dewa mengalami kecelakaan!” teriaknya histeris. Retno segera berlari menenangkan sang putri. Retno tahu saat ini Nirina sedang kacau. Bagaimana tidak? Besok adalah hari pernikahan mereka sedangkan Dewa, mempelai pria mengalami kecelakaan. "Tenang, Nak. Sabar ... ucap istighfar.""Katakan ini tidak benarkan, Bu? Tidak benarkan, Bu?" tangisnya pilu menyayat hati. Para kerabat tidak tega melihat kondisi Nirina. Banyak yang berusaha menenangkan. Rika hanya menangis sambil mendekati Nirina. "Semua ini tidak benarkan, Rik. Kamu bohong ‘kan? Kalian pasti cuma ngepr
Kesabaran adalah ketika hati tidak merasa marah terhadap apa yang sudah ditakdirkan, dan mulut tidak mengeluh.” – Ibnu Qayyim***“Bagaimana kalau aku mencoba pinjam uang ke Bu Cynthia, walaupun aku harus bekerja padanya seumur hidup aku rela yang penting Dewa selamat dan sembuh,” ucap Nirina, kedua orang tuanya, pak Iwan dan Rika langsung menatapnya.“Kamu yakin Bu Cynthia akan meminjamimu, Nak?” tanya Retno.“Insyaallah, Bu. Doakan, aku akan segera ke rumahnya bersama Rika.”***Saat ini Nirina dan Rika pergi ke rumah Cynthia. Mereka sengaja naik taksi karena sudah sedikit malam untuk cari angkot akan sedikit susah.Saat tiba di rumah mewah itu mereka harus menunggu di teras, karena saat ini pemilik rumah sedang makan malam, sedangkan pembantu Cynthia tidak mengizinkan mereka masuk itu pun karena perintah Cynthia.Dua puluh menit mereka menunggu. Saat masih menunggu, pintu terbuka. Nirina langsung berdiri. Namun, ia harus kecewa yang membuka pintu itu bukan Cynthia, tapi Haziq. Deng
Satu di antara penghargaan terhadap diri adalah dengan menghargai hidup orang lain.(Nirina Amirul Haqqon)***Dewa segera mendapatkan perawat, setelah Nirina menyelesaikan administrasi. Kini Dewa sedang menjalani serangkaian prosedur pemeriksaan X-ray. Kedua orang tua Nirina pamit pulang untuk meminta maaf pada tetangga dan undangan yang mungkin sudah hadir hari ini ke rumah mereka. Dengan berat hati Retno dan Rahmat membatalkan pernikahan. Banyak kerabat dan tetangga yang bersimpati. Namun, ada juga tetangga yang nyinyir tak berperasaan menyudutkan dengan menjelekkan Nirina.Saat ini Nirina berada di masjid rumah sakit. Ia menumpahkan kesedihan dengan menangis. Besok adalah hari kebebasannya akan direnggut. Cintanya sudah tergadaikan. Ia harus siap dibenci Dewa nantinya. Nirina hanya bisa berkeluh kesah pada Sang Pencipta, meluruhkan tangis dan meluapkan apa yang mengimpit di dadanya.Rika tahu saat ini yang begitu sakit adalah Nirina. Sakit yang dirasakan kakaknya saat ini, yang
Dalam penderitaan teruji kesabaran. Dalam perjuangan teruji keikhlasan.(Nirina – Cinta yang Tergadaikan)***Nirina menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dengan baik. Mulai dari menyiapkan keperluan Haziq. Meskipun ia tahu sang suami tidak akan menghargainya.Saat keluar dari kamar mandi, ia melihat laptopnya dalam keadaan tertutup. Seketika ia langsung marah pada Nirina yang masih sibuk membereskan tempat tidur."Berani-beraninya kamu menyentuh laptopku. Kamu tau aku sudah mengerjakan pekerjaan itu sejak tadi malam, dan file itu belum aku simpan, dengan ceroboh kamu langsung menutupnya," ucapnya geram. Membuat Nirina takut, bahkan gadis itu tidak berani mengangkat kepala."Kamu itu udah miskin, ceroboh, bodoh. Aku enggak habis pikir kenapa Mama memilih wanita rendahan kayak kamu."Degg!Seketika tubuh Nirina bergetar, air matanya langsung menetes. Ia sangat ketakutan. Baru kali ini ada orang yang mengatainya demikian, dan orang itu adalah suaminya."Kenapa nangis? Makanya janga
Tiga minggu sudah Nirina menikah dengan Haziq. Malam ini Cynthia mempunyai rencana untuk Haziq dan Nirina. Ia berharap rencananya akan berjalan mulus dan segera mendapatkan apa yang diinginkan. "Sedang apa Nyonya di sini malam-malam? Kalau butuh sesuatu bisa panggil saya, Nya""Iya, Bik. Terima kasih. Aku hanya ingin buatin minuman khusus buat Haziq dan Nirina.""Owalah, begitu, ya, Nya." Jujur, Bik Jum heran dengan apa yang dilakukan sang majikan, tetapi ia enggan bertanya."Bik, tolong antar minuman ini ke kamar mereka, tapi jangan bilang aku yang buatin.""Baik, Nya." Haziq membukakan pintu setelah mendengar pintu diketok. Sedangkan Nirina mengerjakan salat Isya."Masuk, Bik! Langsung letakkan di meja, makasih, ya, Bik.”Meskipun Haziq dan keluarganya terlihat dingin dan arogant. Namun, tidak pada pembantunya. Bik Jum dan suaminya selalu mendapatkan perlakuan baik dari mereka. "Iya, Den. Sekalian buat Mbak Nirina. Segera diminum mumpung hangat.""Oke, Bik.”"Makasih, Bik," uca