Kesabaran itu ada dua macam. Sabar atas sesuatu yang tidak di inginkan dan sabar menahan diri dari sesuatu yang diinginkan.***Sore ini Nirina kembali mengerjakan tugas seperti biasanya. Memasak ayam rica-rica kesukaan Haziq yang sudah ia ketahui dari Bik Jum. Saat memasak Nirina mendengar bunyi bel rumah. Tidak mau tamu menunggu lama, ia segera berlari membukakan pintu itu. Betapa bahagia hati Nirina, yang berkunjung sore ini adalah kedua orang tuanya. Setelah menikah ia belum sempat mengunjungi keduanya. Ia sangat merindukan ibu dan bapaknya, tetapi untuk menelepon ia tidak punya pulsa. Untuk meminta uang pada Haziq ia masih malu dan canggung. Haziq belum pernah mengatakan tentang nafkah.“Bapak, Ibu. Bagaimana kabar kalian? Nirina kangen,” ucapnya sedikit terisak. Ia langsung memeluk erat keduanya.“Alhamdulillah, Nak. Kami sehat, bagaimana keadaanmu? Apa kamu bahagia tinggal di sini? Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?” tanya Retno bertubi-tubi pada sang putri. “Iya, Bu. Ni
Jalan yang kita lalui memang tidak mudah. Banyak duri yang membuat kita terluka dan menangis, tetapi yakinlah. Jika aku memang tercipta untukmu aku akan kembali padamu, tanpa harus bersusah payah berusaha. Namun, bila tidak, terimalah yang sudah menjadi ketentuanNya dengan selalu berlapang dada. Percayalah ... jika memang jodoh, benang merah itu akan selalu menuntunku padamu. Allah akan punya ribuan cara untuk memisahkan atau pun menyatukan kita. Bersama siapa pun kita nantinya kamu akan tetap menempati sudut hatiku yang paling dalam, yang tak akan tersentuh oleh siapa pun kecuali dirimu. Allah Maha membolak-balikkan hati hambanya. Lupakan aku bila itu bisa membuatmu bahagia. Aku akan bahagia bila kamu bahagia. Jangan pernah merasa aku telah berkorban untukmu. Aku melakukan ini semua karena nyawamu lebih berharga untukku. Setelah kepergianku jangan pernah sia-siakan hidupmu. Aku tidak meminta kamu melakukannya demi aku, karena mungkin saat ini aku adalah perempuan yang sangat kamu ben
Kesakitan menjadikanmu lebih kuat. Kuat untuk menjalani hidup. Kesakitan membuatmu berpikir. Berpikir membuatmu bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bertahan dalam hidup. Menentukan yang terbaik untuk seseorang, walaupun harus berkorban dan menyimpan semua kesedihan.(Nirina Amirul Haqqon)***Pukul 09.00 dokter keluarga Haziq yang bernama Dokter Dony baru datang. Ternyata dokter itu adalah sahabatnya Haziq sendiri. Nirina segera membukakan pintu dan menyuruhnya masuk. “Permisi saya Dokter Dony, apakah nona manis ini asisten Tante Cynthia yang baru?” tanya Dony sambil memindai Nirina dari atas ke bawah. Nirina gugup tidak tahu harus menjawab apa, ingin bilang kalau ia adalah istri Haziq pun takut karena Cynthia pernah bilang padanya untuk menutupi pernikahan mereka.“I-iya, Dok?” jawabnya terbata terpaksa berbohong. “Baiklah saya langsung ke kamar sahabat manja saya dulu untuk memeriksanya.”“Si-silakan, Dok!”“Makanya kalau kerja itu inget waktu, nih asam lambung kamu kumat,” uc
Saat ini Dewa sudah diizinkan untuk pulang setelah hampir dua bulan ia dirawat di rumah sakit. Kondisinya sudah membaik, kepalanya sudah tidak pernah merasakan sakit lagi. Rika sampai sekarang belum mengatakan kebenaran tentang Nirina pada sang kakak. Dewa selalu berusaha untuk menanyakan. Namun, Rika belum mau menjawab. Dipaksa pun percuma, ujung-ujungnya mereka akan bertengkar. Dewa mencoba sabar untuk menunggu sang adik memberitahu kebenaran itu dan maksud dari surat Nirina. Kalau boleh jujur, saat ini Dewa sangat merindukan Nirina. Dewa ingin bertemu Nirina menanyakannya langsung alasan yang membuat Nirina tidak mau menemuinya."Nirina aku sangat merindukanmu! Di mana kamu sekarang? Aku rindu senyummu, tawa ceriamu," ucap Dewa. Saat ini Dewa tak tahu harus berbuat apa, pekerjaan pun ia sudah tidak punya, tempat ia bekerja sebagai OB sudah diganti orang karena lama dirinya koma. Kini ia hanya pengangguran sedangkan Rika sekarang sudah bekerja di sebuah kafe. Merasa tidak berguna
Sudah dua bulan Nirina menjalani perannya sebagai seorang istri. Ia bagaikan terpenjara di sangkar emas. Bahkan untuk menjenguk orang tuanya pun Cynthia tidak mengizinkan. Orang tuanya yang bijaksana memaklumi dengan sering datang ke rumah mewah itu.Pagi ini saat bangun tidur tubuh Nirina terasa sangat lemas. Kepalanya pusing dan perutnya mual, ingin muntah. Namun, tidak sedikit pun mengeluarkan muntahan, hanya lendir yang pahit. Sudah dua kali Nirina keluar masuk kamar mandi usai salat Subuh, bahkan ia tidak kuat harus keluar kamar dan membantu bik Jum. Haziq yang sudah terbangun hanya memicingkan mata, heran melihat Nirina yang berulang kali keluar masuk kamar mandi. Meskipun terlihat dingin dan tak tersentuh, Haziq masih mempunyai hati. Ia kasihan melihat Nirina. Haziq menyusul Nirina yang sudah berada di kamar mandi. "Kamu kenapa?" tanya Haziq khawatir melihat Nirina muntah-muntah. "Huweek ... huweeek ...."Belum menjawab Nirina semakin merasakan mual di perutnya. Haziq mendek
Saat ini Nirina dan Haziq berada di rumah sakit. Haziq merasa kasihan dengan Nirina, yang sejak tadi terlihat lemas. Saat berada di ruang tunggu dokter obgyn, Haziq selalu berada di dekat Nirina. Ia berusaha memberikan kenyamanan dengan menyuruh Nirina meletakkan kepala di bahunya. Karena lemas Nirina menuruti apa yang dikatakan Haziq. "Nyonya Haziq Prambudi silakan masuk!" ucap suster. Nirina segera berdiri dengan digandeng Haziq."Silakan, langsung berbaring di brankar," ucap dokter obgyn itu. Nirina mengangguk dan langsung berbaring. Hal itu tidak luput dari penglihatan Haziq. Hingga dokter obgyn yang diketahui namanya adalah Santi, menyuruhnya melihat monitor untuk melihat hasil USG. Hati Haziq seketika bergetar melihat ada gumpalan kecil di rahim Nirina. Hatinya berdesir. Di sana ada janin, darah dagingnya.Setelah pemeriksaan selesai, Haziq dan Nirina segera duduk mendengarkan penjelasan dokter Santi. "Baik, Mas, Mbak, usia kandungannya memasuki 5 minggu. Mbaknya harus le
Pukul empat sore Nirina bangun. Ia terkejut saat mendapati dirinya tidur di ranjang.“Tadi aku tidurnya di sofa, kok sekarang malah tidur di ranjang,” ucap Nirina. Saat ia sibuk dengan pemikirannya, Haziq muncul dari dalam kamar mandi. Laki-laki itu melewatinya begitu saja.Nirina segera bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi, setelah itu ia akan membantu Bik Jum. Namun, sebelum ia keluar dari kamar Haziq mencegahnya. “Tunggu, aku pingin ngomong sama kamu,” ucap Haziq. Nirina menoleh.“Silakan! Aku akan dengarkan.”“Duduklah!” perintah Haziq. Nirina segera duduk di samping laki-laki itu. “Aku mau tanya, apa hubunganmu dengan pria yang tadi marah-marah ke kamu di rumah sakit?” tanya Haziq masih dengan tatapan menyelidik, tatapan tajam setajam mata elang membuat Nirina sedikit takut. “Mantan calon suamiku, bagian dari hidupku, alasanku bisa berada di sini,” ucapnya dibuat sedatar mungkin. Tidak mau Haziq mengasihaninya. Ia harus tegar menjalani hidup, meskipun itu sangat sakit,
Ibarat kapal yang berlayar di lautan, setiap saat harus siap diterjang angin dan gelombang besar, hati bisa terluka, tetapi itulah proses kehidupan. Kadang hidup terasa manis. Namun, di lain waktu akan kita rasakan getir dan perih dalam menjalani. Di saat datang kesusahan, akan ada kemudahan setelahnya, setiap luka akan ada penawarnya. Percayalah ikhtiar tidak akan mengkhianati hasil.***Bulan pun berganti bulan usia kandungan Nirina sudah memasuki 6 bulan, Haziq masih memperlakukannya sama, selalu perhatian dan penuh tanggung jawab. Haziq berusaha menjadi suami siaga. Menemani Nirina setiap memeriksakan kandungannya, memijat tengkuk Nirina saat muntah meskipun sudah jarang. Beruntung Nirina tidak mengalami ngidam yang aneh-aneh. Mungkin bayi yang ada di rahimnya cukup tau diri. Haziq memang memperlakukan Nirina dengan baik, tetapi semua itu ia lakukan atas nama persahabatan bukan cinta. Hubungan keduanya memang baik, tetapi tidak dengan hati mereka. Mereka sering mengenyahkan peras