Satu di antara penghargaan terhadap diri adalah dengan menghargai hidup orang lain.
(Nirina Amirul Haqqon)***Dewa segera mendapatkan perawat, setelah Nirina menyelesaikan administrasi. Kini Dewa sedang menjalani serangkaian prosedurpemeriksaan X-ray.Kedua orang tua Nirina pamit pulang untuk meminta maaf pada tetangga dan undangan yang mungkin sudah hadir hari ini ke rumah mereka. Dengan berat hati Retno dan Rahmat membatalkan pernikahan. Banyak kerabat dan tetangga yang bersimpati. Namun, ada juga tetangga yang nyinyir tak berperasaan menyudutkan dengan menjelekkan Nirina.Saat ini Nirina berada di masjid rumah sakit. Ia menumpahkan kesedihan dengan menangis. Besok adalah hari kebebasannya akan direnggut. Cintanya sudah tergadaikan. Ia harus siap dibenci Dewa nantinya.Nirina hanya bisa berkeluh kesah pada Sang Pencipta, meluruhkan tangis dan meluapkan apa yang mengimpit di dadanya.Rika tahu saat ini yang begitu sakit adalah Nirina. Sakit yang dirasakan kakaknya saat ini, yang terbaring di atas brankar pesakitan bisa saja sembuh. Namun, hati Nirina dan pengorbanannya selepas ini akan lebih terasa menyakitkan. Luka di tubuh akan cepat terobati, tapi tidak dengan luka di hati.***Pagi ini Nirina, Rika, dan kedua orang tuanya bersiap ke rumah Cynthia, untuk menepati janji.Di sana mereka disambut Cynthia dengan senyum meremehkan.Sedangkan Haziq sebelumnya sudah diberitahu tentang perjanjian yang sudah ditandatangani Nirina tersebut. Ia pun setuju.Yang tidak tahu menahu tentang perjanjian itu hanya Bambang Priambudi, sang papa.Hari ini Bambang baru diberitahu Cynthia, sang putra akan menikah dengan pegawai tokonya. Awalnya Bambang heran, karena ia tau Haziq sudah mempunyai kekasih bernama Clara. Namun, bukan Cynthia yang bermulut manis menceritakan kebohongan untuk menutupi perjanjian itu. Bambang pun percaya selama itu baik untuk sang putra. Bambang tidak pernah memandang rendah seseorang, tidak memilih harus dari kalangan atas atau bawah menantunya. Yang terpenting menurutnya perempuan itu dari keluarga baik-baik, jelas asal usulnya.Nirina dibawa ke sebuah kamar yang sangat luas dan mewah untuk dirias. Cynthia juga sudah menyiapkan kebaya untuk Nirina. Kamar itu sepertinya kamar seorang lelaki. Dilihat dari pemilihan warna dan parfum yang tercium di ruangan itu.Kedua orang tua Nirina merasa canggung duduk di samping Pak RT dan Bu RT kompleks perumahan mewah tersebut. Mereka diundang Cynthia untuk menjadi saksi pernikahan. Beberapa tetangga kompleks perumahan pun turut diundang. Meskipun pernikahan ini tidak dipublikasi secara umum, tapi tetap saja Cynthia mengundang para tetangga untuk mencegah fitnah. Ia tidak mau nama baik keluarganya tercemar dan merusak pencitraannya. Apalagi ia tidak mau Bambang curiga.Pukul setengah sembilan sudah siap semua. Nirina dituntun Rika dan MUA yang meriasnya duduk di samping Haziq yang sudah menunggu. Haziq sempat melirik ke arah gadis manis yang didandani natural itu. Sedikit terpesona melihat wajah gadis manis dengan lesung pipi dan gigi bergingsul itu. Namun, Haziq segera memalingkan wajah menghadap penghulu yang akan menikahkannya. Haziq bersiap menyalami Rahmat yang akan menjadi wali nikah.Suasana berjalan khidmat. Hingga terdengar suara 'sah' dari para saksi. Air mata Nirina luruh, Seharusnya kemarin janji suci itu diucapkan Dewa. Namun kini bukan Dewa yang mengucapkan ijab qobul di hadapan sang bapak, tetapi laki-laki lain yang tidak ia cintai dan tidak mencintainya.Penghulu menyuruh mereka menandatangani buku nikah dan menyuruh pengantin untuk saling tukar cincin, selanjutnya Nirina mencium punggung tangan Haziq. Lalu dengan terpaksa atas perintah sang mama Haziq mencium kening Nirina. Sesuai arahan Penghulu Haziq pun diminta mengusap pucuk rambut Nirina yang disanggul rapi, sambil berdoa.Acara selesai tidak ada pesta resepsi atau pun pesta kecil lainnya. Kedua orang tua Nirina langsung pamit pulang. Meskipun Bambang menyuruh keduanya untuk tidak buru-buru pulang.Sesuai permintaan Cynthia barang-barang Nirina yang berisi pakaian juga sudah dibawa Nirina.Sore hari Nirina memutuskan membantu Bik Jum memasak untuk makan malam. Ia senang, Bik Jum memperlakukannya dengan baik. Meskipun Cynthia sejak tadi dingin.Nirina membantu menyiapkan makanan di meja makan, sesuai arahan Bik Jum.“Tolong panggil mertuanya, Non. Semua sudah siap!” perintah Bik Jum."Bu, Tu-tuan ... makan malam sudah siap," ucap Nirina."Tunggu, Nak Nirina tadi panggil aku apa?" tanya Bambang heran."Ma-maaf, Tu-tuan.""Kamu itu menantuku, jangan panggil aku tuan. Panggil aku papa seperti Haziq memanggilku. Bukankah begitu, Sayang?" tanya Bambang meminta persetujuan sang istri."Iya tentu ... panggil kami Mama dan Papa seperti Haziq.""Ya sudah, sekarang panggil suamimu untuk makan," ucap Bambang tersenyum hangat."Ba-baik, Pa."Nirina segera memanggil Haziq. Sejak tadi pagi hingga saat ini Haziq belum berucap sepatah kata pun pada Nirina."M-mas makan malam su-sudah siap, Mama dan Papa sudah menunggu." Ucapan Nirina hanya mendapatkan lirikan pemuda tampan itu.Haziq melangkahkan kaki keluar kamar tanpa menunggu Nirina.Setelah makan malam mereka kembali ke kamar masing-masing. Nirina masih membantu Bik Jum untuk membereskan meja makan.Selesai membantu Bik Jum. Nirina segera menuju kamar Haziq. Di dalam kamar ia melihat Haziq masih setia dengan laptopnya. Tidak mau mengganggu, ia memutuskan untuk salat Isya terlebih dulu sebelum tidur.Haziq hanya melirik apa yang dikerjakan Nirina.Setelah salat, Nirina tidak langsung tidur. Ia duduk di pinggir ranjang menunggu Haziq yang masih setia dengan laptopnya."Mo-mohon maaf saya izin tidur dulu.""Hm ....""Cuma berdehem,” gumam Nirina.Nirina tidur membelakangi Haziq yang ada di sampingnya.Haziq menaruh guling untuk pembatas mereka tidur.Setelah pekerjaannya selesai Haziq segera mematikan laptop dan menyusul Nirina yang sudah terlelap. Haziq pun tidur dengan posisi membelakangi Nirina.Suara azan subuh berkumandang membangunkan jiwa yang terlelap untuk menghadap sang Pencipta mengerjakan kewajiban dua rakaat. Nirina bangun dari tidurnya. Dilihatnya laki-laki di sampinginya, yang masih tertidur pulas. Nirina berusaha untuk membangunkan."Ma-mas, bangun sudah subuh."Haziq hanya menggeliat. "Mas, ayo salat Subuh dulu!”"Ah, berisik! Emangnya siapa kamu pagi-pagi udah berisik?"Nirina terkejut, ia hanya mampu menelan salivanya melihat Haziq marah-marah."A-aku hanya membangunkan untuk salat Subuh."“Dengar, ya! Mama dan Papaku tidak pernah menyuruh dan mengajariku salat. Jadi kamu jangan sok. Kamu di sini masih sehari saja sudah ngajak-ngajak aku salat. Kalau kamu mau salat, aku enggak ngelarang, tapi enggak usah ngajak-ngajak aku."Setelah mengucapkan itu Haziq menarik selimut dan melanjutkan tidurnya. Nirina segera beranjak dan mengerjakan salat sendiri.“Ya Allah yang maha membolak balikan hati, hamba tau pernikahan ini ada karena sebuah perjanjian. Status hamba saat ini adalah istri yang sah untuk Mas Haziq. Biarkan hamba menjalani kewajiban ini sebagai seorang istri meskipun tanpa cinta dan tak dianggap. Hamba mohon berilah kekuatan untuk menjalani hidup ini, bukalah pintu hidayah untuk suami dan mertua hamba, Aamiin ...” gumam Nirina.Saat ini Nirina berada di dapur membantu Bik Jum. Bik Jum menyuruhnya mengantar kopi dan teh hangat untuk kedua mertuanya yang saat ini berada di gazebo depan kolam renang samping rumah. Ia juga diminta Bik Jum memberikan coklat hangat untuk Haziq.Setelah mengantarkan minuman Nirina kembali membantu Bik Jum. Setelah semua siap, ia kembali memanggil kedua mertuanya untuk sarapan."Kayaknya Nirina anak yang baik, rajin, dan sopan,” ucap Bambang setelah Nirina berlalu.“Biasa saja, Pa. Jangan terlalu dipuji nanti ngelonjak.” Cynthia terlihat tidak suka.“Kalau Mama enggak suka, kenapa ngizinin Haziq nikah sama Nirina? Bukannya Haziq dulu pacarannya sama Clara?""Ya tetap aja, Pa, mama pingin dia tau batasannya kalau terlalu dipuji nanti jadi malas, mental orang miskinkan biasanya gitu. Kalau sudah dikasih enak ngelonjak.""Mama ... Papa enggak suka Mama beda-bedain orang karena harta. Papa memang bukan laki-laki yang taat beribadah, tapi Papa enggak suka kalau Mama semena-mena dengan orang miskin, di hadapan tuhan kita itu sama. Apalagi harta yang kita miliki itu titipan dari Tuhan. Jangan suka meremehkan, menghina atau merendahkan orang miskin, kalau hidup Mama masih mau mendapatkan keberkahan," ucap Bambang kesal. Bambang meninggalkan Cynthia untuk menuju ruang makan."Biasa, deh. Sensinya kambuh kalau bahas orang miskin. Aku 'kan enggak semena-mena sama mereka, aku hanya tegas. Terus aku juga nggak suka mereka malas-malasan. Mereka juga harus tau ada batasan buat si miskin dan si kaya biar mereka enggak ngelonjak," ucap Cynthia menggerutu sambil menyusul suaminya ke ruang makan.Dalam penderitaan teruji kesabaran. Dalam perjuangan teruji keikhlasan.(Nirina – Cinta yang Tergadaikan)***Nirina menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dengan baik. Mulai dari menyiapkan keperluan Haziq. Meskipun ia tahu sang suami tidak akan menghargainya.Saat keluar dari kamar mandi, ia melihat laptopnya dalam keadaan tertutup. Seketika ia langsung marah pada Nirina yang masih sibuk membereskan tempat tidur."Berani-beraninya kamu menyentuh laptopku. Kamu tau aku sudah mengerjakan pekerjaan itu sejak tadi malam, dan file itu belum aku simpan, dengan ceroboh kamu langsung menutupnya," ucapnya geram. Membuat Nirina takut, bahkan gadis itu tidak berani mengangkat kepala."Kamu itu udah miskin, ceroboh, bodoh. Aku enggak habis pikir kenapa Mama memilih wanita rendahan kayak kamu."Degg!Seketika tubuh Nirina bergetar, air matanya langsung menetes. Ia sangat ketakutan. Baru kali ini ada orang yang mengatainya demikian, dan orang itu adalah suaminya."Kenapa nangis? Makanya janga
Tiga minggu sudah Nirina menikah dengan Haziq. Malam ini Cynthia mempunyai rencana untuk Haziq dan Nirina. Ia berharap rencananya akan berjalan mulus dan segera mendapatkan apa yang diinginkan. "Sedang apa Nyonya di sini malam-malam? Kalau butuh sesuatu bisa panggil saya, Nya""Iya, Bik. Terima kasih. Aku hanya ingin buatin minuman khusus buat Haziq dan Nirina.""Owalah, begitu, ya, Nya." Jujur, Bik Jum heran dengan apa yang dilakukan sang majikan, tetapi ia enggan bertanya."Bik, tolong antar minuman ini ke kamar mereka, tapi jangan bilang aku yang buatin.""Baik, Nya." Haziq membukakan pintu setelah mendengar pintu diketok. Sedangkan Nirina mengerjakan salat Isya."Masuk, Bik! Langsung letakkan di meja, makasih, ya, Bik.”Meskipun Haziq dan keluarganya terlihat dingin dan arogant. Namun, tidak pada pembantunya. Bik Jum dan suaminya selalu mendapatkan perlakuan baik dari mereka. "Iya, Den. Sekalian buat Mbak Nirina. Segera diminum mumpung hangat.""Oke, Bik.”"Makasih, Bik," uca
Kesabaran itu ada dua macam. Sabar atas sesuatu yang tidak di inginkan dan sabar menahan diri dari sesuatu yang diinginkan.***Sore ini Nirina kembali mengerjakan tugas seperti biasanya. Memasak ayam rica-rica kesukaan Haziq yang sudah ia ketahui dari Bik Jum. Saat memasak Nirina mendengar bunyi bel rumah. Tidak mau tamu menunggu lama, ia segera berlari membukakan pintu itu. Betapa bahagia hati Nirina, yang berkunjung sore ini adalah kedua orang tuanya. Setelah menikah ia belum sempat mengunjungi keduanya. Ia sangat merindukan ibu dan bapaknya, tetapi untuk menelepon ia tidak punya pulsa. Untuk meminta uang pada Haziq ia masih malu dan canggung. Haziq belum pernah mengatakan tentang nafkah.“Bapak, Ibu. Bagaimana kabar kalian? Nirina kangen,” ucapnya sedikit terisak. Ia langsung memeluk erat keduanya.“Alhamdulillah, Nak. Kami sehat, bagaimana keadaanmu? Apa kamu bahagia tinggal di sini? Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?” tanya Retno bertubi-tubi pada sang putri. “Iya, Bu. Ni
Jalan yang kita lalui memang tidak mudah. Banyak duri yang membuat kita terluka dan menangis, tetapi yakinlah. Jika aku memang tercipta untukmu aku akan kembali padamu, tanpa harus bersusah payah berusaha. Namun, bila tidak, terimalah yang sudah menjadi ketentuanNya dengan selalu berlapang dada. Percayalah ... jika memang jodoh, benang merah itu akan selalu menuntunku padamu. Allah akan punya ribuan cara untuk memisahkan atau pun menyatukan kita. Bersama siapa pun kita nantinya kamu akan tetap menempati sudut hatiku yang paling dalam, yang tak akan tersentuh oleh siapa pun kecuali dirimu. Allah Maha membolak-balikkan hati hambanya. Lupakan aku bila itu bisa membuatmu bahagia. Aku akan bahagia bila kamu bahagia. Jangan pernah merasa aku telah berkorban untukmu. Aku melakukan ini semua karena nyawamu lebih berharga untukku. Setelah kepergianku jangan pernah sia-siakan hidupmu. Aku tidak meminta kamu melakukannya demi aku, karena mungkin saat ini aku adalah perempuan yang sangat kamu ben
Kesakitan menjadikanmu lebih kuat. Kuat untuk menjalani hidup. Kesakitan membuatmu berpikir. Berpikir membuatmu bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bertahan dalam hidup. Menentukan yang terbaik untuk seseorang, walaupun harus berkorban dan menyimpan semua kesedihan.(Nirina Amirul Haqqon)***Pukul 09.00 dokter keluarga Haziq yang bernama Dokter Dony baru datang. Ternyata dokter itu adalah sahabatnya Haziq sendiri. Nirina segera membukakan pintu dan menyuruhnya masuk. “Permisi saya Dokter Dony, apakah nona manis ini asisten Tante Cynthia yang baru?” tanya Dony sambil memindai Nirina dari atas ke bawah. Nirina gugup tidak tahu harus menjawab apa, ingin bilang kalau ia adalah istri Haziq pun takut karena Cynthia pernah bilang padanya untuk menutupi pernikahan mereka.“I-iya, Dok?” jawabnya terbata terpaksa berbohong. “Baiklah saya langsung ke kamar sahabat manja saya dulu untuk memeriksanya.”“Si-silakan, Dok!”“Makanya kalau kerja itu inget waktu, nih asam lambung kamu kumat,” uc
Saat ini Dewa sudah diizinkan untuk pulang setelah hampir dua bulan ia dirawat di rumah sakit. Kondisinya sudah membaik, kepalanya sudah tidak pernah merasakan sakit lagi. Rika sampai sekarang belum mengatakan kebenaran tentang Nirina pada sang kakak. Dewa selalu berusaha untuk menanyakan. Namun, Rika belum mau menjawab. Dipaksa pun percuma, ujung-ujungnya mereka akan bertengkar. Dewa mencoba sabar untuk menunggu sang adik memberitahu kebenaran itu dan maksud dari surat Nirina. Kalau boleh jujur, saat ini Dewa sangat merindukan Nirina. Dewa ingin bertemu Nirina menanyakannya langsung alasan yang membuat Nirina tidak mau menemuinya."Nirina aku sangat merindukanmu! Di mana kamu sekarang? Aku rindu senyummu, tawa ceriamu," ucap Dewa. Saat ini Dewa tak tahu harus berbuat apa, pekerjaan pun ia sudah tidak punya, tempat ia bekerja sebagai OB sudah diganti orang karena lama dirinya koma. Kini ia hanya pengangguran sedangkan Rika sekarang sudah bekerja di sebuah kafe. Merasa tidak berguna
Sudah dua bulan Nirina menjalani perannya sebagai seorang istri. Ia bagaikan terpenjara di sangkar emas. Bahkan untuk menjenguk orang tuanya pun Cynthia tidak mengizinkan. Orang tuanya yang bijaksana memaklumi dengan sering datang ke rumah mewah itu.Pagi ini saat bangun tidur tubuh Nirina terasa sangat lemas. Kepalanya pusing dan perutnya mual, ingin muntah. Namun, tidak sedikit pun mengeluarkan muntahan, hanya lendir yang pahit. Sudah dua kali Nirina keluar masuk kamar mandi usai salat Subuh, bahkan ia tidak kuat harus keluar kamar dan membantu bik Jum. Haziq yang sudah terbangun hanya memicingkan mata, heran melihat Nirina yang berulang kali keluar masuk kamar mandi. Meskipun terlihat dingin dan tak tersentuh, Haziq masih mempunyai hati. Ia kasihan melihat Nirina. Haziq menyusul Nirina yang sudah berada di kamar mandi. "Kamu kenapa?" tanya Haziq khawatir melihat Nirina muntah-muntah. "Huweek ... huweeek ...."Belum menjawab Nirina semakin merasakan mual di perutnya. Haziq mendek
Saat ini Nirina dan Haziq berada di rumah sakit. Haziq merasa kasihan dengan Nirina, yang sejak tadi terlihat lemas. Saat berada di ruang tunggu dokter obgyn, Haziq selalu berada di dekat Nirina. Ia berusaha memberikan kenyamanan dengan menyuruh Nirina meletakkan kepala di bahunya. Karena lemas Nirina menuruti apa yang dikatakan Haziq. "Nyonya Haziq Prambudi silakan masuk!" ucap suster. Nirina segera berdiri dengan digandeng Haziq."Silakan, langsung berbaring di brankar," ucap dokter obgyn itu. Nirina mengangguk dan langsung berbaring. Hal itu tidak luput dari penglihatan Haziq. Hingga dokter obgyn yang diketahui namanya adalah Santi, menyuruhnya melihat monitor untuk melihat hasil USG. Hati Haziq seketika bergetar melihat ada gumpalan kecil di rahim Nirina. Hatinya berdesir. Di sana ada janin, darah dagingnya.Setelah pemeriksaan selesai, Haziq dan Nirina segera duduk mendengarkan penjelasan dokter Santi. "Baik, Mas, Mbak, usia kandungannya memasuki 5 minggu. Mbaknya harus le
Saat ini Arash berada di stasiun untuk mengantarkan Zayyan dan Azzura. Ya, hari ini mereka berdua akan ke rumah Bik Jum dengan menggunakan kereta. Tentu saja semua itu permintaan dari Azzura yang tidak bisa diganggu gugat.“Kurang dua puluh menit lagi pemberangkatannya, Sayang. Lebih baik kamu duduk santai,” ujar Zayyan yang sejak tadi melihat sang istri mondar-mandir ke sana kemari. Baru kali ini, wanita cantik yang saat ini perutnya sudah mulai terlihat membuncit itu naik kereta.“Sayang sekali Filzah enggak ikut. Kalau dia ikut antar kami, pasti juga sangat senang karena belum pernah juga naik kereta,” sahut Azzura.“Arfi sedikit rewel, kayaknya mau tumbuh gigi, makanya Filzah enggak jadi ikut antar,” jawab Arash.“Kamu sudah menjadi suami siaga buat Filzah dan Arfi, bahkan di sela kesibukanmu kamu tahu setiap perkembangan Arfi, makasih, ya, Rash. Kamu benar-benar membuktikan ucapanmu untuk bahagiakan Filzah,” ucap Zayyan senang.“Tidak usah berterima kasih, Zay. Aku melakukan sem
Azzura terlihat berbinar saat Zayyan mengeluarkan motor sportnya dan menyuruhnya untuk duduk di belakangnya. “Jangan lupa pegangan yang erat seperti yang kamu katakan tadi,” ucap Zayyan saat memasangkan helm untuk Azzura.Azzura mencebik. “Dasar modus,” ucapnya memukul dada sang suami.“Modus, tapi untuk kebaikanmu juga, Sayang,” jawab Zayyan menaik turunkan alisnya menggoda.“Lho, Den Zayyan dan Non Azzura mau ke mana malam-malam naik motor?” tanya Pak Heru satpam yang berjaga di gerbang utama kediaman keluarga Priambudi.Zayyan dan Azzura menyengir sebelum menjawab pertanyaan satpam yang sudah bekerja di rumah ini belasan tahun yang lalu itu.“Mau cari nasi goreng seafood permintaan bumil yang sedang ngidam ini, Pak,” jawab Zayyan sopan. Ya, meskipun pada bawahan Haziq dan Nirina selalu mengajarkan pada anak-anaknya untuk menghormati yang lebih tua tanpa merendahkannya.“Owalah, tapi kenapa pakai motor, Den? Udah malam, lho. Apa tidak takut masuk angin Non Azzura?” ucap Pak Heru me
Lima belas hari berlalu, setelah kepulangan Filzah dari rumah sakit. Saat ini, bayi tampan yang diberi nama Arfi Putra Elmani gabungan dari nama Arash dan Filzah itu sedang dikhitan. Permintaan Nirina dan Haziq untuk mengkhitan sang cucu saat bayi pun disanggupi Arash, begitu pun dengan Filzah yang menyetujuinya, meskipun masih terbesit tidak tega. Namun, dia yakin semua akan baik-baik saja.Pagi ini, seperti biasanya Arfi dimandikan Bik Ulil karena Filzah masih takut untuk memandikannya sendiri. Nirina dan Nirmala yang sengaja menginap di rumah Arash dan Filzah pun segera mengambil alih Arfi. Sudah biasa mereka akan berebut untuk menggendong Arfi yang ujungnya Nirina harus mengalah.Usai sarapan bersama, Dokter Dony membawa teman seprofesinya yang diminta untuk mengkhitan Arfi. Haziq dan Habibi mempersilakan dokter itu untuk segera mengkhitan sang cucu. Arash dan Filzah pun sudah menyiapkan tempatnya.“Sayang, kalau kamu enggak tega lihatnya, sebaiknya kamu ke kamar. Kata orang tua
Saat ini Arash dan Filzah berada di dalam kamar. Arash membantu mengemasi pakaian Filzah dan meletakkannya ke dalam koper. Laki-laki tampan itu terlihat bersemangat membantu Filzah. Sesekali ia mengusap lembut perut sang istri yang masih rata, lalu mencium keningnya.“Bagaimana dengan reaksi mama nanti, Kak? Aku pergi meninggalkan rumah dan Kak Arash begitu saja,” ungkap Filzah resah. Hatinya masih cemas memikirkan sang mama mertua yang tidak menyukainya.“Tidak usah risau memikirkan mama, Sayang. Ini kehidupan kita, rumah tangga kita. Aku akan tetap menjadi anak yang berbakti pada mereka, tapi aku tidak akan tunduk pada perintah mama yang sekiranya menyesatkan. Berbakti pada kedua orang tua tidak harus menyesatkan diri, bila mama salah aku akan menentangnya,” ucap Arash sungguh-sungguh. Dia tidak mau kehilangan Filzah lagi hanya karena sang mama.“Ba-bagaimana kalau Alvisyah hadir lagi dalam kehidupan rumah tangga kita. Tidakkah Kak Arash akan tergoda?” tanya Filzah lagi. Sebenarnya
Kamu adalah kepingan hatiku yang telah hilang, bersamamu aku Bahagia.(Arash Habibi Elmani – Sekeping Hati)Filzah ingin mempercepat langkahnya, rasanya ia ingin segera menjauh dari Mirza. Namun, tanpa sepengetahuan Filzah, Mirza tengah mengikutinya dari belakang. Pemuda manis itu hendak menyusul Filzah, dia tidak mau terjadi sesuatu pada Filzah. Dia ingin memastikan wanita itu sampai di rumah Bik Jum dengan selamat. Dari kejauhan Filzah melihat mobil yang sangat dia kenali. Sebuah mobil mewah berwana hitam metalik dan itu adalah milik ayahnya. Perlahan mobil itu semakin mendekatinya. Dia bingung harus berbuat apa. Filzah pun memutuskan untuk kembali ke masjid. Dia ingin menghindar dari kedua orang tuanya. Namun, saat membalikkan badan, ia tercengang karena mendapati Mirza telah berada di belakangnya. Filzah bimbang, antara kembali ke masjid dan menghadapi Mirza lagi atau bertemu keluarganya. Jujur, Filzah belum siap untuk itu. “Maaf, aku tidak bermaksud menguntitmu. Aku hanya ingi
Cinta itu suatu perasaan yang indah bila dirasa, sakit bila diacuhkan, dan kecewa bila tidak terbalas.(Sekeping Hati)Zayyan masih tidak percaya, Filzah meninggalkan rumah Arash tanpa sepengetahuan dirinya dan keluarga. Rasa khawatir sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adik menyelimuti hatinya. Saat ini hatinya bimbang diterpa kekhawatiran setelah meninggalkan rumah Arash. Beruntung ada Azzura di sampingnya. Wanita cantik itu adalah penawar dari segala gundanya.“Bagaimana kalau bunda tahu? Bunda pasti syok dan menangis seharian. Filzah tidak pernah jauh dari keluarga. Sejak kecil dia selalu berada di samping bunda dan oma. Bahkan untuk bisa kuliah di luar negeri seperti aku pun bunda tidak mengizinkannya,” ucapnya lirih. Saat ini Zayyan dan Azzura dalam perjalanan pulang ke rumah.“Apa rencanamu, Kak?” tanya Azzura memastikan. Azzura sangat tahu, masalah ini sangat sensitif terjadi pada keluarga suaminya. Kasih sayang yang besar membuat keluarga itu saling menjaga dan mera
Hati yang kuat takkan pernah goyah dengan berbagai tekanan, karena tekad telah mengalahkan segalanya(Sekeping Hati)Usai menceritakan permasalahan rumah tangganya pada Bik Jum, Filzah merasa beban yang ditanggung hatinya sedikit ringan. “Non Filzah sebaiknya istirahat dulu. Setelah melewati perjalanan panjang, pasti Non Filzah lelah. Sebentar Bibi siapkan sarapan buat Non,” ujar Bik Jum sambil mengantar Filzah ke kamar yang baru saja dibersihkannya.Filzah yang merasa lelah pun mengiyakan perintah Bik Jum. Gadis cantik itu menyeret koper dan membawanya masuk ke dalam kamar yang diperuntukkan untuknya, kamar yang biasa dia tempati saat liburan di rumah Bik Jum.Filzah memilih membersihkan tubuhnya dulu sebelum beristirahat. Sekarang tubuhnya terasa segar dan lebih ringan—berkurang rasa lelahnya. Saat Filzah akan membaringkan tubuhnya, terdengar panggilan Bik Jum mengajaknya sarapan. “Non Filzah silakan melanjutkan istirahatnya. Nanti saatnya makan siang, Bibi akan bangunkan!”
Sebaik-baik rindu adalah rindu yang ketika terpenuhi menjadi energi baik untuk membuatmu semakin termotivasi.(Arash💔Filzah)Arash berulang kali mengacak rambutnya. Dia sangat menyesal sudah menyakiti Filzah, apalagi sudah menampar sang istri.“Apa yang telah aku lakukan? Mengapa aku begitu bodoh?!” Arash menatap telapak tangan yang sudah menampar wajah sang isteri lalu mengusap kasar wajahnya.“Filzah, maafin aku. Aku sudah mengingkari janjiku, bahkan aku sudah melakukan kekerasan fisik padamu. Aku merasa gagal. Aku bukan suami yang baik,” isaknya penuh penyesalan.. Bik Ulil merasa iba dengan apa yang menimpa sang majikan. “Sebaiknya Den Arash sekarang membersihkan diri dulu dan salat. Setelah tenang, Den Arash bisa mencari Non Filzah. Bibi akan menyiapkan makan malam dulu,” bujuk Bik Ulil.“Bik Ulil tidak usah menyiapkan makan malam untukku, aku belum lapar. Silakan Bibi menghangatkan lauk untuk makan malam. Lalu, Bibi makanlah lebih dulu. Usai mandi dan salat, aku akan mencari F
Cinta itu terlalu suci untuk dinodai, terlalu tinggi untuk dikhianati, terlalu indah untuk dikotori. Karena ia adalah anugerah yang harus dijaga kesuciannya, Diagungkan ketinggiannya, dan dikagumi keindahannya.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi)Filzah segera menutup dan menguci pintu kamar. Perlahan tubuhnya luruh menyandar pintu kamar. Air mata satu persatu jatuh. Arash yang menyadari kesalahannya telah berlaku kasar pada sang istri segera menyusul. Arash sudah tidak peduli keberadaan sang mantan dan mamanya. “Zah, tolong buka pintunya, Zah. Tolong maafkan aku!” pintanya sambil terus mengetuk pintu.Arash mendengar deru mobil Alvisyah meninggalkan rumahnya, tetapi Arash sama sekali tidak peduli. Saat ini yang terpenting baginya hanyalah Filzah. “Ya Allah, apa yang telah aku lakukan tadi? Kenapa aku tidak bisa mengontrol emosi dan tanganku?” Arash mengusap kasar wajahnya, frustrasi, hingga terduduk di lantai depan pintu kamarnya.“Sayang, aku mohon, buka pintunya. Aku minta maaf,” u