Sore hari setelah sholat Ashar. Rika datang dengan menangis. Membuat semua orang yang ada di rumah Nirina mendekat heran. Rika mengabarkan kalau sang kakak mengalami kecelakaan di Lembang. Mobil yang dikendarai sang kakak ditabrak truk yang remnya blong. Saat ini kondisi Dewa sedang kritis.
Nirina yang sayup-sayup mendengarkan cerita Rika pada kedua orang tuanya menjerit histeris. "Tidak ... tidak mungkin ... tidak mungkin Dewa mengalami kecelakaan!” teriaknya histeris. Retno segera berlari menenangkan sang putri. Retno tahu saat ini Nirina sedang kacau. Bagaimana tidak? Besok adalah hari pernikahan mereka sedangkan Dewa, mempelai pria mengalami kecelakaan. "Tenang, Nak. Sabar ... ucap istighfar.""Katakan ini tidak benarkan, Bu? Tidak benarkan, Bu?" tangisnya pilu menyayat hati. Para kerabat tidak tega melihat kondisi Nirina. Banyak yang berusaha menenangkan. Rika hanya menangis sambil mendekati Nirina. "Semua ini tidak benarkan, Rik. Kamu bohong ‘kan? Kalian pasti cuma ngeprank aku ‘kan? Iya ‘kan?" tanya Nirina sambil mengguncang tubuh calon adik iparnya. "Kak maafkan aku, berita ini benar, bukan prank. Kak Dewa mengalami kecelakaan dan sekarang sedang kritis. Bapak sedang mengurus untuk membawa Kak Dewa ke rumah sakit di sini, supaya dekat dan pelayanan lengkap," ucap Rika menjelaskan dengan terisak. Nirina hanya menggeleng dengan air mata yang terus berjatuhan di pipi."Dewa nggak mungkin ninggalin aku, Dewa nggak mungkin kritis, aku yakin besok ia akan sembuh dan dengan gagah mengucapkan ijab qobul untuk menghalalkan aku. Iya ‘kan, Bu?" ucapnya terisak sambil memeluk Retno, sang ibu. "I-iya, Nak. Kamu tenang, Dewa pasti sembuh, besok kalian akan menikah sudah jangan nangis lagi," bujuk Retno. Rika yang tahu betapa rusak mobil yang dikendarai Dewa hanya menggelengkan kepala. Meskipun Rika berharap sang kakak akan sembuh, tapi melihat kondisi sang kakak ia tidak menjamin. Rika hanya bisa menangis tersedu. Malam tiba. Rika mendapat kabar dari bu Yati bahwa saat ini Dewa sudah dipindah ke rumah sakit di Jakarta. Rika segera mengatakan pada keluarga Nirina. "Baiklah, ayo kita ke rumah sakit sekarang! Pak Broto sudah menyiapkan mobil. Bersedia mengantarkan kita," ucap bapak. Nirina, Retno dan Rika segera bersiap untuk masuk ke dalam mobil. Hanya butuh waktu 15 menit mereka sampai di rumah sakit. Mereka langsung mencari ruang IGD, di depan ruang IGD sudah ada Pak Iwan. Mereka berempat sedikit berlari menghampiri. "Bagaimana keadaan Dewa, Pak?" tanya Nirina pada calon mertuanya. "Tadi di rumah sakit Lembang bilang kalau kondisinya kritis. Sekarang setelah dipindah ke sini masih belum mendapatkan perawatan intensif. Harus membayar dulu ke pihak administrasi, tapi di dalam sudah ada Dokter yang memberikan pertolongan pertama. Hingga saat ini dokter yang membantu menangani belum keluar. Padahal sudah sejak tadi di dalam, hampir 1 jam.""Ya Allah, Nak Dewa," ucap Pak Rahmat, bapak Nirina. Nirina semakin kacau keadaannya, tidak sabar menunggu dokter keluar dari IGD, berharap memberi kabar baik.1 jam kemudian dokter baru keluar dari IGD. "Dengan keluarga pasien?”"Iya kami keluarganya," ucap semua serentak. "Bagaimana kondisi pasien, Dok?" tanya Nirina tanpa basa-basi. "Kondisi pasien saat ini kritis membutuhkan banyak darah, tulang kaki dan tangannya patah. Kepala mengalami gegar otak, untuk kondisi kepala harus ada penanganan. Setelah tindakan X-ray akan diketahui hasilnya. Kemungkinan amnesia pada pasien juga ada, tapi kita tunggu sampai pasien sadar," ucap dokter menjelaskan. "Apa perlu dilakukan operasi, Dok? Berapa semua biaya yang harus kami bayar termasuk untuk biaya X-ray juga Dok.""Iya operasi pemasangan pen di tangan dan kakin harus segera dilakukan, pemeriksaan X-ray juga kalau terjadi pembekuan di otak juga membutuhkan operasi.""Berapa kira-kira totalnya, Dok?""Kurang lebih 150 juta, bisa juga lebih itu pun belum perawatan. Untuk lebih jelasnya kalian tanyakan pada pihak administrasi. Baiklah saya permisi dulu.""Iya, Dok. Terima kasih.""150 juta uang dari mana? Bagaimana kita dapatkan uang itu supaya Dewa cepat mendapatkan perawatan dan operasi bisa dilaksanakan," lirih Pak Iwan. "Saya ada uang tabungan, tapi cuma dua juta, Pak," kata Pak Rahmat. "Bagaimana kalau kita bayar dua juta dulu supaya Nak Dewa dapat pelayanan," usul Retno. "Iya, Bu. Cepat bawa uang itu ke pihak administrasi, mungkin dengan kita memohon supaya Kak Dewa segera mendapatkan perawatan," ucap Nirina. Retno segera membayar dengan uang muka dua juta itu. Namun, pihak rumah sakit menolak, biaya rumah sakit harus dibayar setidaknya 50℅. Retno segera mengabari keluarga Dewa."Siapa orang yang mau meminjami uang sebanyak itu pada kami, harus ada jaminan untuk meminjam uang bahkan kami hanya punya motor buntut milik Dewa, sedangkan rumah pun masih ngontrak," ucap Pak Iwan sedih. "Bapak, bagaimana kalau kita gadaikan rumah kita untuk meminjam uang," ucap Nirina pada sang bapak. "Iya, Nak. Bapak setuju saja, tapi apa ada bank yang mau meminjami uang sebanyak itu dengan kondisi rumah kita yang kecil itu, Nak? Sedangkan yang kita butuhkan banyak."Mereka semua bingung harus mendapatkan uang sebanyak itu dari mana.Kesabaran adalah ketika hati tidak merasa marah terhadap apa yang sudah ditakdirkan, dan mulut tidak mengeluh.” – Ibnu Qayyim***“Bagaimana kalau aku mencoba pinjam uang ke Bu Cynthia, walaupun aku harus bekerja padanya seumur hidup aku rela yang penting Dewa selamat dan sembuh,” ucap Nirina, kedua orang tuanya, pak Iwan dan Rika langsung menatapnya.“Kamu yakin Bu Cynthia akan meminjamimu, Nak?” tanya Retno.“Insyaallah, Bu. Doakan, aku akan segera ke rumahnya bersama Rika.”***Saat ini Nirina dan Rika pergi ke rumah Cynthia. Mereka sengaja naik taksi karena sudah sedikit malam untuk cari angkot akan sedikit susah.Saat tiba di rumah mewah itu mereka harus menunggu di teras, karena saat ini pemilik rumah sedang makan malam, sedangkan pembantu Cynthia tidak mengizinkan mereka masuk itu pun karena perintah Cynthia.Dua puluh menit mereka menunggu. Saat masih menunggu, pintu terbuka. Nirina langsung berdiri. Namun, ia harus kecewa yang membuka pintu itu bukan Cynthia, tapi Haziq. Deng
Satu di antara penghargaan terhadap diri adalah dengan menghargai hidup orang lain.(Nirina Amirul Haqqon)***Dewa segera mendapatkan perawat, setelah Nirina menyelesaikan administrasi. Kini Dewa sedang menjalani serangkaian prosedur pemeriksaan X-ray. Kedua orang tua Nirina pamit pulang untuk meminta maaf pada tetangga dan undangan yang mungkin sudah hadir hari ini ke rumah mereka. Dengan berat hati Retno dan Rahmat membatalkan pernikahan. Banyak kerabat dan tetangga yang bersimpati. Namun, ada juga tetangga yang nyinyir tak berperasaan menyudutkan dengan menjelekkan Nirina.Saat ini Nirina berada di masjid rumah sakit. Ia menumpahkan kesedihan dengan menangis. Besok adalah hari kebebasannya akan direnggut. Cintanya sudah tergadaikan. Ia harus siap dibenci Dewa nantinya. Nirina hanya bisa berkeluh kesah pada Sang Pencipta, meluruhkan tangis dan meluapkan apa yang mengimpit di dadanya.Rika tahu saat ini yang begitu sakit adalah Nirina. Sakit yang dirasakan kakaknya saat ini, yang
Dalam penderitaan teruji kesabaran. Dalam perjuangan teruji keikhlasan.(Nirina – Cinta yang Tergadaikan)***Nirina menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dengan baik. Mulai dari menyiapkan keperluan Haziq. Meskipun ia tahu sang suami tidak akan menghargainya.Saat keluar dari kamar mandi, ia melihat laptopnya dalam keadaan tertutup. Seketika ia langsung marah pada Nirina yang masih sibuk membereskan tempat tidur."Berani-beraninya kamu menyentuh laptopku. Kamu tau aku sudah mengerjakan pekerjaan itu sejak tadi malam, dan file itu belum aku simpan, dengan ceroboh kamu langsung menutupnya," ucapnya geram. Membuat Nirina takut, bahkan gadis itu tidak berani mengangkat kepala."Kamu itu udah miskin, ceroboh, bodoh. Aku enggak habis pikir kenapa Mama memilih wanita rendahan kayak kamu."Degg!Seketika tubuh Nirina bergetar, air matanya langsung menetes. Ia sangat ketakutan. Baru kali ini ada orang yang mengatainya demikian, dan orang itu adalah suaminya."Kenapa nangis? Makanya janga
Tiga minggu sudah Nirina menikah dengan Haziq. Malam ini Cynthia mempunyai rencana untuk Haziq dan Nirina. Ia berharap rencananya akan berjalan mulus dan segera mendapatkan apa yang diinginkan. "Sedang apa Nyonya di sini malam-malam? Kalau butuh sesuatu bisa panggil saya, Nya""Iya, Bik. Terima kasih. Aku hanya ingin buatin minuman khusus buat Haziq dan Nirina.""Owalah, begitu, ya, Nya." Jujur, Bik Jum heran dengan apa yang dilakukan sang majikan, tetapi ia enggan bertanya."Bik, tolong antar minuman ini ke kamar mereka, tapi jangan bilang aku yang buatin.""Baik, Nya." Haziq membukakan pintu setelah mendengar pintu diketok. Sedangkan Nirina mengerjakan salat Isya."Masuk, Bik! Langsung letakkan di meja, makasih, ya, Bik.”Meskipun Haziq dan keluarganya terlihat dingin dan arogant. Namun, tidak pada pembantunya. Bik Jum dan suaminya selalu mendapatkan perlakuan baik dari mereka. "Iya, Den. Sekalian buat Mbak Nirina. Segera diminum mumpung hangat.""Oke, Bik.”"Makasih, Bik," uca
Kesabaran itu ada dua macam. Sabar atas sesuatu yang tidak di inginkan dan sabar menahan diri dari sesuatu yang diinginkan.***Sore ini Nirina kembali mengerjakan tugas seperti biasanya. Memasak ayam rica-rica kesukaan Haziq yang sudah ia ketahui dari Bik Jum. Saat memasak Nirina mendengar bunyi bel rumah. Tidak mau tamu menunggu lama, ia segera berlari membukakan pintu itu. Betapa bahagia hati Nirina, yang berkunjung sore ini adalah kedua orang tuanya. Setelah menikah ia belum sempat mengunjungi keduanya. Ia sangat merindukan ibu dan bapaknya, tetapi untuk menelepon ia tidak punya pulsa. Untuk meminta uang pada Haziq ia masih malu dan canggung. Haziq belum pernah mengatakan tentang nafkah.“Bapak, Ibu. Bagaimana kabar kalian? Nirina kangen,” ucapnya sedikit terisak. Ia langsung memeluk erat keduanya.“Alhamdulillah, Nak. Kami sehat, bagaimana keadaanmu? Apa kamu bahagia tinggal di sini? Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?” tanya Retno bertubi-tubi pada sang putri. “Iya, Bu. Ni
Jalan yang kita lalui memang tidak mudah. Banyak duri yang membuat kita terluka dan menangis, tetapi yakinlah. Jika aku memang tercipta untukmu aku akan kembali padamu, tanpa harus bersusah payah berusaha. Namun, bila tidak, terimalah yang sudah menjadi ketentuanNya dengan selalu berlapang dada. Percayalah ... jika memang jodoh, benang merah itu akan selalu menuntunku padamu. Allah akan punya ribuan cara untuk memisahkan atau pun menyatukan kita. Bersama siapa pun kita nantinya kamu akan tetap menempati sudut hatiku yang paling dalam, yang tak akan tersentuh oleh siapa pun kecuali dirimu. Allah Maha membolak-balikkan hati hambanya. Lupakan aku bila itu bisa membuatmu bahagia. Aku akan bahagia bila kamu bahagia. Jangan pernah merasa aku telah berkorban untukmu. Aku melakukan ini semua karena nyawamu lebih berharga untukku. Setelah kepergianku jangan pernah sia-siakan hidupmu. Aku tidak meminta kamu melakukannya demi aku, karena mungkin saat ini aku adalah perempuan yang sangat kamu ben
Kesakitan menjadikanmu lebih kuat. Kuat untuk menjalani hidup. Kesakitan membuatmu berpikir. Berpikir membuatmu bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bertahan dalam hidup. Menentukan yang terbaik untuk seseorang, walaupun harus berkorban dan menyimpan semua kesedihan.(Nirina Amirul Haqqon)***Pukul 09.00 dokter keluarga Haziq yang bernama Dokter Dony baru datang. Ternyata dokter itu adalah sahabatnya Haziq sendiri. Nirina segera membukakan pintu dan menyuruhnya masuk. “Permisi saya Dokter Dony, apakah nona manis ini asisten Tante Cynthia yang baru?” tanya Dony sambil memindai Nirina dari atas ke bawah. Nirina gugup tidak tahu harus menjawab apa, ingin bilang kalau ia adalah istri Haziq pun takut karena Cynthia pernah bilang padanya untuk menutupi pernikahan mereka.“I-iya, Dok?” jawabnya terbata terpaksa berbohong. “Baiklah saya langsung ke kamar sahabat manja saya dulu untuk memeriksanya.”“Si-silakan, Dok!”“Makanya kalau kerja itu inget waktu, nih asam lambung kamu kumat,” uc
Saat ini Dewa sudah diizinkan untuk pulang setelah hampir dua bulan ia dirawat di rumah sakit. Kondisinya sudah membaik, kepalanya sudah tidak pernah merasakan sakit lagi. Rika sampai sekarang belum mengatakan kebenaran tentang Nirina pada sang kakak. Dewa selalu berusaha untuk menanyakan. Namun, Rika belum mau menjawab. Dipaksa pun percuma, ujung-ujungnya mereka akan bertengkar. Dewa mencoba sabar untuk menunggu sang adik memberitahu kebenaran itu dan maksud dari surat Nirina. Kalau boleh jujur, saat ini Dewa sangat merindukan Nirina. Dewa ingin bertemu Nirina menanyakannya langsung alasan yang membuat Nirina tidak mau menemuinya."Nirina aku sangat merindukanmu! Di mana kamu sekarang? Aku rindu senyummu, tawa ceriamu," ucap Dewa. Saat ini Dewa tak tahu harus berbuat apa, pekerjaan pun ia sudah tidak punya, tempat ia bekerja sebagai OB sudah diganti orang karena lama dirinya koma. Kini ia hanya pengangguran sedangkan Rika sekarang sudah bekerja di sebuah kafe. Merasa tidak berguna