WARNING 21+ Anak di bawah umur, jomblo dan single dilarang baca karena mengandung adegan dewasa yang menyebabkan Anda baper dan ingin bermesraan dengan pasangan(tapi nggak punya.) ------------- Sinta gadis malang yang berkali-kali hampir jadi korban pelecehan, berkali-kali pula diselamatkan oleh Biru, seorang CEO muda yang hanya kebetulan membantunya. Namun, sejak pertama menolongnya Biru sudah jatuh cinta. Tapi Sinta takut jatuh cinta akibat lingkungannya yang dulu membuatnya trauma. Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
View More"Pak, nanti ikut saya ke showroom," ucap Biru. Dia kemudian membereskan beberapa berkas kemudian memasukkannya ke dalam tas lalu beranjak dari tempat duduknya. "Pak, nanti saya telepon kalo saya udah nyampek sana." "Ba-baik, Tuan." Pak Sony menatap Biru sebentar lalu mengangguk paham, tapi sedikit bingung ... menggaruk tengkuknya pelan, ekor matanya memperhatikan Biru yang keluar dari ruangan. Pintu tertutup, tapi tak lama kemudian langkah kaki terdengar mendekati pintu, dan ... kriit"Pak, siapin kamar dan private dinner buat tanggal 10 di resort kemarin," pinta Biru melongok dari luar pintu. Pak Sony memegang dadanya yang berdetak kencang karena terkejut. "Astaga!""Haha, maaf, Pak-sengaja ..." Biru membuka pintu lebar, terkekeh pelan. "Nggak, Pak, aku bercanda.""I-iya, Tuan," balas Pak Sony sekenanya. "Jangan sampek lupa ya, Pak," pesan Biru, balik badan melangkahkan kakinya melewati pintu ruang kerjanya. Tapi ketika Biru akan menutup pintu, Pak Sony menghentikannya. "Maaf, T
Sinta tersenyum penuh arti dan Vivi mengernyitkan dahinya, heran. "Woy, jawab dong malah nyengir," protes Vivi pada sahabatnya yang menurutnya jadi agak berbeda dari yang lain. "Eemmm-kayaknya gue kenal sih, kayak nggak asing gitu mukanya," papar Sinta santai. Vivi menghela napas dalam mengembuskannya kasar, meletakkan sendok dan mengelus dadanya berusaha sabar dengan jawaban sahabatnya yang datar sekali. "Elo kenal apa kagak? kalo nggak kenal emang lo gak takut diliatin terus? Iiih, ngeri," sambung Vivi bergidik ngeri, dia masih belum paham dengan maksud Sinta. "Udah tenang aja, lanjut makan," titah Sinta menatap Vivi, sahabatnya itu mendengus kesal dan melanjutkan makannya begitu pula Sinta. Mengacuhkan dua pengawal Langit yang terang-terangan mengawalnya ... Ah, bukan, lebih tepatnya membuntuti dirinya. Bagaimana tidak, mereka berdua sangat terang-terangan, seperti belum profesional dalam membuntutinya. Sinta selesai makan begitu pula Vivi. Sebelum masuk kelas dia mengirimkan
Sinta bangun pagi dengan perasaan gembira walau tubuhnya terasa remuk, lelah sekali. Sudah waktunya kembali ke kampus, dia harus melanjutkan kuliahnya, seperti hubungan percintaannya yang terus berlanjut dan menuju jenjang yang lebih serius. Sinta merentangkan kedua tangannya, duduk di tepi ranjang mengerjap-ngerjapkan matanya sambil menguap. Senyum indah terbit begitu saja dari bibir Sinta, dia terkikik kala menyadari hidupnya terasa bagai dongeng pengantar tidur. "Udah adzan subuh aja, gue harus bangun ... siap-siap buat ke kampus ..." ucap Sinta beranjak dari kasurnya. "bisa-bisa gue ditendang keluar ntar kalo kebanyakan bolos," gumamnya berjalan gontai menuju meja belajarnya.***Sinta memarkir motornya ke belakang gedung perpustakaan, tak lama kemudian Sinta mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya, tak ada suara motor berhenti. Sinta tak berpikir macam-macam dan segera membawa tumpukan buku penting ke dekapannya tanpa menoleh ke belakang. "Wih hebat bener lo udah tuna
Semua orang yang ada di ballroom hotel itu terpana melihat Sinta yang anggun dengan balutan kebaya warna pink pastel dengan jarik motif bunga. Tatanan rambut yang menawan, anggun dan cocok dengan kepribadian Sinta. Ratusan pasang mata tertuju pada gadis itu, mereka sampai membuka mulut karena terkesima dengan paras elok Sinta."Cantik juga tunangannya," ucap salah seorang pria, yang tak lain tak bukan ialah tamu undangan. "Iya, pasti pintar dan terpelajar," timpal lelaki lain. Pak Lukman berjalan berdampingan dengan Sinta, putri sulungnya itu memegang lengan bapaknya, jantung mereka berdetak kencang. "Tapi, keluarganya rumornya bukan orang kaya," ucap wanita itu setengah berbisik. Sinta dan Pak Lukman berusaha bersikap biasa, melewati tamu undangan yang sibuk membicarakan dia sekaligus keluarganya. "Gue denger-denger hubungan mereka gak direstui pihak ortu Biru, pasti si cewek ini ada apa-apanya." "Kayaknya cewek biasa sih, anak kuliahan mungkin," sahut yang lain. Acara sudah b
"Pakai lagi cincinnya, Sin," titah Biru menatap datar Sinta, gadis itu tak bergeming ia malas, malah bersedekap membuang muka ke samping. "Ayo, Sin pakai lagi," bujuk Biru, dia tetap sabar. "Nggak, kita putus," balas Sinta. "Kamu yakin? Kalau kamu bilang putus sekali lagi aku akan bener-bener pergi selamanya, kamu mau jauh dari aku?" Sinta menoleh, ia menghadap ke Biru, dia bersiap menumpahkan segalanya. "Kamu pikir gampang jadi aku? Harus nerima penghinaan dari keluarga kamu, kamu pikir aku nggak sakit hati?!" Sinta menitikkan air mata, dia tak sanggup membendungnya lagi. "Maaf, Sayang. Ayo kita hadapi ini sama-sama, kamu berdiri di samping aku," ujar Biru, menggenggam erat jemari Sinta. "Latar belakang kita beda, Langit, beda jauuh ... bagai langit dan bumi." Sinta melepas tangannya dari genggaman Biru. "Dan aku yang akan buat mereka tidak berjarak, Sin. Kita bersatu, buktikan ke orang tuaku kalau kita punya cinta, kekuatan itu yang buat kita bersama." Sinta menggeleng dan me
Setelah mereka bertiga selesai mengisi perut yang kosong, barulah Biru bertanya ada apa gerangan Pak Sony menyusulnya ke sini. Biru menatap lekat asisten pribadinya, melipat kedua tangan di atas meja. Sinta yang hendak pergi di tahan oleh Biru untuk sekadar menemaninya, tak ada hal yang ingin ia rahasiakan dengan calon istrinya itu. "Gimana, Pak? Ada apa?" Pak Sony mengelap mulutnya dengan tisu kemudian mulai berbicara. "Begini, Tuan. Ibu meminta saya untuk menyusul Tuan, meminta Tuan untuk segera pulang." Raut wajah Pak Sony berubah drastis, menjadi sangat serius. Biru hanya santai mendengarnya, menyedot kembali smoothie buah naga pesanannya yang belum habis, setelah Pak Sony diam lelaki itu meletakkan minumannya dan menatap asprinya, menyatukan jemari tangannya yang diletakkan di atas meja. "Saya sudah bilang ke mama, Pak, saya ada urusan di luar kota, Bapak juga tinggal bilang gitu harusnya.""Tapi, Ibu memaksa saya untuk membawa pulang Tuan hari ini
Dari kejauhan, lelaki dan perempuan itu menyipitkan mata memandang ke halaman bangunan lobi, melangkah semakin dekat ... Biru menangkap sosok yang tak asing baginya yaitu asistennya, Pak Sony. "Bukannya itu pak Sony?" tebak Sinta ragu, menatap lelaki yang menggandengnya, Biru menatap sebentar pada kekasihnya dan menatap depan lagi. "Iya, kamu bener, yuk kita ke sana." Biru dan Sinta mempercepat langkah untuk menghampiri Pak Sony yang berdiri di samping mobil berwarna hitam. "Iya, yuk," balas Sinta mengangguk samar. Pak Sony terlihat gelisah, sesekali melirik ke pergelangan tangannya dimana jarum arlojinya terus berjalan, pria itu lantas menoleh ke kiri dengan waspada lalu ke kanan. Senyumnya terbit ketika melihat orang yang ditunggu-tunggu berjalan mendekat, mereka saling berpandangan. "Ah, Tuan, akhirnya Anda datang juga," ucap Pak Sony tersenyum setelah majikannya berdiri di hadapannya, asistennya tersebut menegakkan badan kemudian membungkuk sebentar. "Apa Bapak sudah lama nu
Dia lupa, Sinta lupa, dirinya tak melihat apakah Biru memakai pengaman atau tidak. Dia terlena sampai benar-benar lupa akan hal yang penting."Mati gue!" batinnya resah."Kamu kenapa sih, Honey?" tanya Biru masih dengan mata terpejam. "Nggak," balas Sinta singkat, dia kesal dan sekarang merubah posisinya memunggungi Biru. Laki-laki itu malah memeluk Sinta dari belakang. "Nggak papa ngomong aja pasti aku dengerin kok," ucapnya. Sinta memutar bola mata malas, dia tak percaya dengan ucapan lelaki di belakangnya. Sinta memindahkan tangan Biru yang melingkari perutnya, namun tangan itu malah memeluknya lagi bahkan rasanya ingin meremukkan tulang iganya. Sekarang 2 tangannya bergerilya ditubuhnya, tangan kirinya menyelusup ke bawah pinggangnya, dan satunya lagi di atas perutnya, Biru malah makin mengeratkan pelukannya. "Lepasin dong!" pekiknya sambil berusaha membuka kedua tangan Biru. "Nggak ... nggak akan aku lepas sebelum kamu jujur ke aku ada masalah apa," balas Biru tenang."Plis
Sinta terpana dengan panorama laut malam, bulan bersinar dengan terangnya, bintang-bintang bertaburan ... deburan ombak diiringi angin sepoi-sepoi, terasa sejuk dan menenangkan. Sinta duduk agak dekat dengan pinggiran laut, berjarak dua meter saja. Biru yang heran menggelengkan kepalanya karena Sinta tak menghampirinya malah berjalan mendekat ke pinggir laut, lelaki itu kemudian langsung menghampiri Sinta, duduk di sampingnya. "Nakal ya kamu," ucap Biru sambil memencet hidung Sinta. Sinta cemberut, menepuk punggung tangan Biru yang berhasil membuat hidungnya merah sekejap. "Cium nih," ancam Biru, mendekatkan wajahnya ke Sinta. Gadis itu tersipu, meski Biru tak melihat jelas rona merah dipipinya namun ia tahu Sinta tersenyum. Biru melekatkan bibirnya menyapu permukaan bibir Sinta, gadis itu langsung menutup matanya. Lelaki itu menjauh dan menatap gadisnya sejenak, Sinta yang heran karena Biru tak lagi menciumnya akhirnya membuka matanya perlahan. Biru tersenyum, berhasil menjahili
"Jangan deket-deket, Pak!" larang Sinta berjalan mundur, bosnya menyeringai dan Sinta menggeleng-gelengkan kepalanya, jantungnya berdetak sangat kencang. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang, tak bisa berpikir jernih karena takut.Bosnya terus mendekat sampai Sinta hampir terjerembab ketumpukan pakaian-pakaian yang baru datang, belum diberi bandrol harga. "Kamu mau nggak jadi istri simpenan saya? saya udah lama pengen jadiin kamu pacar tapi kamu menghindar terus, Sin. Ayolah, mau ya? Apapun saya kasih, dan jangan panggil saya pak lagi, kita kan cuma beda sepuluh tahun aja, Sin," ucap pria yang tiba-tiba menampakkan belangnya ketika mereka sedang berdua saja di gudang ... lebih tepatnya si bos yang menyusulnya ke gudang. Ia terus mendekat sampai Sinta terpojok ke belakang rak. "Stop, Pak! Jangan deket-deket saya! saya peringatkan Bapak!" Kedua tangan Sinta terulur ke depan, bosnya ingin menciumnya. Sinta mendorong kasar tubuh gempal berisi yang berdiri di depannya, pria itu dengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments