Share

Hari Sial

Penulis: Nadyra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-09 12:48:19

Tangan sebelah Sinta dilepaskan mendadak oleh bosnya karena seorang lelaki menarik bosnya mundur dan langsung menghajarnya tanpa ampun. 

Bugh Bugh Bugh Bugh

Sinta ketakutan melihat bosnya dihajar bertubi-tubi diseluruh tubuhnya hingga babak belur. Sampai si bos merengek memohon sambil bersimpuh agar tak dihabisi oleh lelaki yang menolong Sinta. 

Lelaki yang berpakaian setelan jas itu membiarkan bos Sinta lari tunggang langgang setelah memperingatkannya agar tak mengganggu Sinta lagi. 

Ya, dia malaikat Sinta, menyelamatkan gadis malang dari bosnya yang cabul. Pria yang masih menggunakan setelan jas itu mendekat ke Sinta yang masih berjongkok di samping trotoar. Melepas jasnya lalu menyampirkannya ke punggung Sinta. 

Sinta mendongak menatap lelaki itu, belum bisa berkata-kata saking takut dan gemetaran. Dan lelaki itu sama saja dengannya, tak mengucapkan sepatah katapun. Tak lama seorang pria yang lebih dewasa turun dari mobil mewah dan menghampirinya. 

Berbisik ditelinga laki-laki yang menolongnya. Lelaki tampan itu mengangguk dan lelaki yang dewasa satunya pergi dahulu kemudian disusul lelaki yang baru saja menolongnya. 

Sinta berdiri hendak mengembalikan jas itu namun lelaki itu sudah masuk ke dalam mobilnya. Akhirnya Sinta pulang ke rumah hampir jam sembilan malam karena memacu motornya sangat pelan karena masih takut. 

***

"Vi, di tempat lo ada kerjaan nggak?" tanya Sinta. Ia baru bangun tidur dan langsung mengambil ponselnya untuk menelpon temannya. 

"Lagi nggak buka lowongan, Sin, udah penuh," balas Vivi dari seberang sana. 

"Oh, gitu ya ... emm-nanti kalo buka lowongan lagi kabarin ya?" pesan Sinta. 

"Oke, Sin, siap."

Sambungan telepon diputus, Sinta gelisah namun tak terlalu menyesal, ia malah bersyukur bisa lepas dari bosnya yang ke-ter-la-luan itu. Ia berjanji tak akan kembali ke sana, sudah cukup penderitaannya sebulan di sana, untung saja baru gajian sehari lalu jadi Sinta tak begitu rugi banyak. Ia bergidik ngeri membayangkan hal yang mengerikan jika saja laki-laki tampan tadi malam tak menolongnya, bagaimana nasibnya? Ia pasti sudah gila sekarang akibat kejadian yang menimpanya itu. 

Sinta mengirim pesan ke semua temannya, tentunya untuk mencari pekerjaan pengganti ... Dari pada di tempat bosnya itu keputusannya untuk keluar sudah tepat. 

"Ibu berangkat ya, Sin," ucap seorang wanita yang melewati kamar Sinta begitu cepat. Ia bergegas keluar kamar yang tak pernah ia kunci, takut gempa tiba-tiba datang dan ia tak bisa keluar dengan cepat. 

"Iya, Bu, hati-hati," balas Sinta setengah berteriak, melongok ke luar pintu kamarnya melihat Ibunya pergi dari rumah. 

Ting

Pesan masuk sedetik lalu membuat Sinta kegirangan. 

Tina : Sin, kata temen gue ada lowongan di tempat dia kerja. 

Sinta : Kerjanya apa? 

Tina : SPG Sin, kalo mau gue kasih nomornya. 

Sinta : Yaudah, coba kasih ke gue biar gue hubungin temen lo, oiya ... namanya siapa? 

Tina : Namanya, Yuzak. Nama panggilannya Yoyo. 

Sinta : Oke, makasih banyak ya. 

Sinta lalu menelpon nomor tersebut namun tak diangkat walau sudah beberapa kali mencoba, akhirnya Sinta putuskan untuk mengirimkan pesan singkat padanya. 

Sinta : Hallo, Mas. Saya Sinta temennya Tina, apa di tempat kerjanya Mas lagi buka lowongan? Saya sangat butuh pekerjaan Mas. 

Sinta meninggalkan ponselnya dikasurnya, ia pergi ke kamar mandi belakang untuk bebersih diri. Ibunya sudah berangkat kerja dan akan pulang sore nanti. 

***

Sinta sarapan lalu berangkat ke kampus menggunakan motor bebek keluaran tahun 2014 satu-satunya kendaraan milik keluarga mereka. Seperempat jam perjalanan akhirnya ia sampai di halaman parkir kampus. Ia menuju kelasnya, mengobrol santai dengan teman-temannya. 

"Lo butuh kerjaan lagi emangnya kenapa ... lo pake keluar segala dari butik kemarin, Sin?" tanya Lala langsung ke intinya. 

"Gue ngerasa nggak cocok kerja di sana," balas Sinta berbohong, tentu saja ia merahasiakan apa yang terjadi sebenarnya, bisa dibully dia kalau menceritakan hal yang sejujurnya, meski dia sebagai korbannya. 

"Gimana sih, Sin? namanya kerja ya nggak ada yang enak, gak ada yang gampang, kecuali kalo kita punya sugar daddy kayak si Angel, lain ceritanya ...," sahut Friska sok tahu. 

"Hmmm." Sinta malas menanggapi mereka, hanya mengiyakan perkataan mereka yang tak berguna, bukan memberi solusi malah memojokkannya. 

"Sin, lo mau gak jadi waiters di Cafe Panas Dingin?" tanya Siska tiba-tiba bergabung. 

"Gaji berapa?" tanya Sinta serius. 

"Palingan juga dua jutaan, infonya dari temen gue. Kalo minat katanya langsung ke sana aja, nggak usah bawa CV segala, yang penting niat." 

"Yang mana sih tempatnya?" 

"Itu, di jalan Soekarno no. 10," terang Siska. 

"Oh, di daerah sana ... oke ntar gue mampir deh, thanks ya." 

"Iya, Sin, sama-sama." 

Tak lama dosen mata kuliah Bahasa Indonesia masuk dan mereka semua diam seketika, balik ke bangku masing-masing. 

"Kumpulkan tugas 'fungsi bahasa' kalian dan dengarkan baik-baik materi yang akan saya sampaikan, setelah itu tugas selanjutnya yaitu tugas kelompok dua orang, boleh pilih teman sebelah atau terserah kalian ... nanti tugasnya latihan menandai ciri-ciri laras ilmiah dalam teks, paham?" jelas Pak Ahmad tegas. 

"Paham, Pak," jawab semuanya kompak. 

***

Sinta memeriksa ponselnya saat menuju parkiran, dan terlihat senang saat mengetahui siapa yang membalas pesannya. 

Yoyo : Ada Sin, kamu ke sini aja ya. Alamatnya di jalan Retjo Penthung no. 07, masuk ke dalem dan bilang mau ketemu Yoyo gitu aja. 

"Yes!" ucap Sinta kegirangan. 

'Spg kan lumayan, apa gue ke sana duluan aja ya? Tapi SPG apa yang di sana? Kayaknya di kawasan sana nggak ada mall deh setau gue.' Sinta menggaruk kepala yang tak gatal. Ia lalu mengambil motor dan menancap gas menuju tempat yang di tunjukkan oleh Yoyo. 

Dua puluh menit sudah akhirnya Sinta sampai, ia sedikit heran pasalnya ternyata di daerah itu terdapat swalayan yang cukup besar dan hotel yang berdampingan. 

"Gue tanya siapa dong?" gumamnya.  

Ia mengambil amplop coklat khas pelamar kerja dari jok motornya lalu melenggang masuk ke dalam swalayan tersebut. Ia langsung menuju etalase di mana berbagai kosmetik tertata rapi di sana, benar ada SPG yang berdiri di sana. 

"Mbak, permisi," ucap Sinta sopan, ia menampilkan senyum manisnya. 

"Oh, iya-ada yang bisa saya bantu?" 

"Emm-saya mau ketemu Yoyo ada?" tanya Sinta ragu. 

"Yoyo? bentar ya saya panggilkan." 

Sinta bernapas lega karena si mbak yang ia mintai tolong pergi dari sana untuk memanggilkan Yoyo, ia yakin bisa bekerja di sana, dan mungkin nanti ia akan bekerja di swalayan itu, serta Yoyo apa dia sudah memiliki posisi aman bekerja di sini? 

"Hei, Sin." 

Sinta menoleh ke sumber suara dan ia bertanya-tanya apa dia Yoyo yang dimaksud temannya. 

"Eh, iya. Yoyo ya?" tanya Sinta ragu-ragu, si mbak tadi kembali ke balik etalase di depannya. 

"Iya, yuk ikut aku," ajak Yoyo melangkah dahulu keluar dari swalayan. 

"Eh, iya." 

Sinta mengikuti tanpa berpikir panjang, berprasangka baik dengan orang yang baru dikenalnya. Ia heran ketika Yoyo membawanya ke lobby hotel. 

'Loh, kok ke sini?' batin Sinta bertanya-tanya tapi tetap mengikuti Yoyo. 

Yoyo berjalan menuju pojok ruangan tersebut, di sana ada lelaki yang terlihat sedang menunggu. Sinta mengikutinya tanpa bertanya apapun. Dan akhirnya mereka sampai, Yoyo mempersilakan Sinta duduk, begitupun si lelaki berjas tersebut menatap Sinta penuh arti. 

"Ini, Pak, yang saya katakan tadi akan melamar kerja," ucap Yoyo setelah keduanya saling berjabat tangan. 

"Ooh, kamu yang namanya Sinta? cantik ya seperti namanya. Ada berkas lamaran seperti biasa?" 

Sinta mengangguk dan berkata, "Eh, iya, Pak. Ini silakan." 

Setelah beberapa menit si lelaki itu membaca berkas lamaran Sinta dan mewawancarainya secara tak langsung, akhirnya Sinta diterima kerja. Sinta sangat senang akhirnya besok sudah bisa kerja kembali, ia bergegas pulang, tak sabar hari esok datang. 

***

Sinta memarkirkan sepedanya di parkiran karyawan hotel, dia diarahkan untuk menunggu di dalam hotel agar tak mencolok dimata orang. Yoyo baru datang dan ketika melihat Sinta ia mempercepat langkahnya karena pasti Sinta sudah menunggunya. 

"Yuk, Sin ikuti aku," ucap Yoyo. Sinta bangkit kemudian mengikuti Yoyo naik lift. Hanya ada mereka berdua, Sinta sangat canggung dan tak tahu harus membuka obrolan atau tidak. Akhirnya mereka saling diam sampai tempat tujuan, Sinta sangat kaget ketika Yoyo membawanya ke sebuah tempat tersembunyi di dalam hotel. Penerangan minim dan lampu warna-warni berkelap-kelip membuat Sinta ragu melangkah mengikuti Yoyo. Laki-laki itu terus berjalan dan ia baru sadar kalau Sinta berhenti ketika ada temannya yang menyapanya. 

Ia lalu balik menemui Sinta dan bertanya, "Kamu kenapa di sini, Sin? ayo." 

"SPG apaan yang kerja di sini, Yo?" tanya Sinta sedikit emosi, tapi Yoyo tersenyum. 

"Kok kamu nanya, bukannya Tina udah bilang? Ya SPG miras lah, udah yuk buruan udah ada pelanggan itu." 

"Hah? Gila kali Tina cariin gue kerja ginian, ogah gue."

Bab terkait

  • Pacarku CEO yang Posesif   Keluar dari Lubang Buaya, Masuk Kandang Singa

    Sinta panik, ia tak bisa berpikir sekarang kepalanya mendadak pusing. "Lo udah tanda tangan kontrak, Sin. Kalo nggak lanjut lo disuruh bayar, emang mau?" kata Yoyo mengingatkan, bukan ... lebih tepatnya mengancamnya agar tak keluar. Sinta berpikir keras, ia tak mau membayar kompensasi dan juga tak mau kerja menjadi SPG miras, tapi dia tak ada pilihan selain bekerja di sana. Uang dari mana untuk bayar denda? Ah, dia akhirnya pasrah dan mengikuti Yoyo yang sedari tadi meninggalkannya. "Nih, pake baju ini dan tawarin minumannya ke semua pelanggan yang sudah datang, nanti diajarin sama Dewi, lo perhatiin baik-baik." Sinta mengangguk lesu kemudian berganti pakaian di toilet. Ia mematut diri di kaca toilet wanita, sungguh menjengkelkan. Dress mini yang pendek dan ketat, belahan dadanya terlihat bahkan pantatnya sedikit terekspos. "Sialan ini baju apa bikini?" umpat Sinta kesal, menarik-narik dress warna hitam itu agar melar namun sama sekali tak menutupi pahanya. "SPG baru ya?" tanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Pacarku CEO yang Posesif   Dia Lagi

    Dengan tubuh gemetar Sinta menatap siapa yang menendang pintu bilik toilet. Om yang akan melecehkannya itu ditarik kasar ke belakang sampai terjengkang. Sinta diam ditempat, ia masih syok dengan apa yang menimpanya. Dia menyaksikan om itu dihajar. Lelaki itu duduk diatas om itu, meninju mukanya kanan dan kiri bergantian. Bugh Bugh Bugh Bugh"Aaaaarrrgggghhh!" teriaknya pilu berulang kali. Om itu bahkan tak bisa bergerak karena lelaki itu mengunci kedua lengannya, ia hanya bisa pasrah dihajar membabi buta. Setelah puas menonjok muka sampai memar kebiruan, lelaki muda itu menginjak dada om tersebut. "Masih belum cukup?" Tatap lelaki itu nyalang, tubuhnya yang atletis begitu gagah waktu menghajar si om gembul. "Cukup, ampun. Aku tidak bermaksud memperkosanya." Sinta melihat lelaki itu melirik ke arahnya, ia memalingkan mukanya. Dia belum beranjak dari kloset duduk. "Minta maaf padanya!" teriak lelaki itu lantang. "Maaf-maafkan aku gadis muda, maaf aku minta maaf." Masih dalam kea

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Pacarku CEO yang Posesif   Pacar?

    Sinta setengah sadar menjawabnya. "Pacar?" "Iya, kamu mau kan?" tanya Biru setelah melepaskan bibirnya dari Sinta. Kedua tangannya menumpu bobot tubuhnya yang berada di atas Sinta. Gadis itu terkekeh pelan. "Apa aku boleh nolak? Ada pilihan lain?" tanya Sinta, ia seperti pelacur saja sekarang. "Kamu nggak boleh nolak dan aku tidak memberimu pilihan lain," ucap Biru memagut bibir Sinta lagi, lidahnya melesak masuk menari-nari memenuhi rongga mulut Sinta. Gadis itu sampai kewalahan dan tak bisa bernapas, ia melepaskan ciuman Biru yang beringas dan menuntut. "Aku anggap ini balas budi karena kamu menolongku tadi, kita impas kan?" "Nggak. Aku nggak menerima balas budimu, di sisiku saja sudah cukup. Kamu nggak perlu ngelakuin apapun selain menuruti inginku." Biru mencumbu setiap senti tubuh Sinta, ia tak melewatkan menciumi tubuh seksi yang tersuguh indah di depan matanya. "Maksudmu memuaskanmu di ranjang seperti ini? Tolong, aku nggak mau jadi pelacur." Sinta mendesah sesekali ka

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Pacarku CEO yang Posesif   Cari Kerjaan Halal

    Sinta refleks berhenti ketika ada yang memanggilnya, kemudian balik badan karena penasaran dengan sosok yang memanggilnya tersebut. Detik itu juga jantungnya berdetak lebih kencang. Gadis itu sedikit terkejut pasalnya bukan Pak Sony yang didapati melainkan Biru yang muncul di depan matanya. Gadis itu mengerjapkan matanya, menatap takjub lelaki tampan yang sudah rapi dengan setelan jasnya, ia kemudian menunduk dan menatap dirinya yang kusut meski mengenakan pakaian bermerek milik lelaki itu. "Kamu mau pulang?" tanya Biru, berjalan menuju meja makan. Sinta termangu ingat kejadian semalam dan beberapa detik kemudian mengerjapkan matanya lagi. "Ehm-iya," jawabnya malu-malu, berdiri mematung dengan pipi bersemu merah. Biru duduk di kursi makan dan siap menyantap sarapan buatan Bibi. Tak lama kemudian dari belakang Bibi tergopoh membawa barang-barang Sinta. Hosh hosh hoshBibi mengulurkan tas dan pakaian Sinta, napasnya masih terengah-engah. Biru menyuap makanan ke mulutnya, Sinta seb

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Pacarku CEO yang Posesif   Geng Lolita

    Ponsel Pak Sony berdering nyaring, ia mengangkatnya segera. "Iya, Tuan ..." "Cepat ke kantor, Sekarang. Urus sekretaris ini, kalau dalam waktu satu minggu tetap nggak bisa kerja pecat aja!" ucap Biru dari seberang sana, napasnya memburu dan Sony tahu Bosnya sedang marah. "Baik, saya akan segera ke kantor." Sambungan telepon diputus Biru, ia lalu duduk dikursi putarnya, mengurut pelipis yang beberapa menit lalu terasa pening. Pak Sony menyimpan ponsel dan menyalakan mesin mobil, menginjak pedal gas dan menyetir mobil pergi dari sana. ***Mobil yang dikemudikan Pak Sony berhenti diparkiran, pria itu keluar dan bergegas ke ruangan Bosnya yang tak sabaran. Benar saja, baru saja ia mengetuk pintu Bosnya langsung menyuruhnya masuk. Gadis itu menunduk lesu, berdiri mematung di balik meja kerja Bosnya. Pak Sony mengamati dari ujung kaki sampai kepala, kakinya terlihat gemetaran. Ia berhenti tepat di samping meja kerja Biru, si empunya perusahaan langsung paham kalau asistennya datang, l

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10
  • Pacarku CEO yang Posesif   Pahlawan Kesorean

    Sinta heran siapa lelaki yang berani menolongnya dari geng Lolita yang terkenal beringas dan sadis. Hanya karena ayah Lolita salah satu penyumbang dana terbesar di kampus makanya tak ada yang mau berurusan dengannya, ayahnya juga cukup berkuasa di luar sana. "Eh, ka-kamu ganteng bangeeet," ucap Loli langsung melepas tas Sinta. Mereka bertiga langsung mendekat pada lelaki itu, Sinta dan Vivi tak sempat melihat siapa lelaki itu karena buru-buru kabur agar bisa lepas dari geng Lolita. Keduanya berlari kencang sambil tertawa terbahak. Napas keduanya tak beraturan, akhirnya mereka berhenti berlari dan langsung bersandar di samping gedung perpus. "Siapa ya tadi yang nylametin kita?" tanya Vivi penasaran. "Tauk, tapi berani juga ya?!" "Sekilas tadi kayak kenal deh gue suaranya," kata Sinta mengingat-ingat, napasnya mulai kembali teratur dan ia melangkah menuju di mana motornya terparkir. "Emang lo tau siapa dia? Kayaknya asing ditelinga gue." Vivi melangkah mencari motornya. "Ya ... ka

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-16
  • Pacarku CEO yang Posesif   Apakah Ini Cinta?

    Langkah Sinta terhenti kala Biru memanggilnya. "Sin!" Gadis itu bimbang antara menoleh atau terus berjalan, penampilannya kalah jauh dibandingkan wanita yang tadi cipika-cipiki dengan Biru, ia tak mau membuat Biru malu karena jalan dengannya. "Sinta!" panggil Biru lagi. Akhirnya Sinta terus melangkah, dadanya terasa sesak melihat Biru dicium mesra oleh wanita lain, padahal dirinya dengan Biru juga tak ada hubungan spesial. Sekarang ia berlari kecil menjauh dari sana dan masuk ke dalam lift. Gadis itu buru-buru menyeka buliran bening disudut matanya yang hampir jatuh. 'Aneh, kenapa gue nangis segala?!' batinnya kesal. Sepasang kekasih di samping kirinya memperhatikannya dan kelihatannya mereka langsung iba padanya. Saat pintu lift baru saja terbuka Sinta langsung keluar dahulu saking tak nyamannya berada di dalam lift. Ia berlari menuju ke pinggir jalan raya, menoleh ke segala arah mencari apa yang bisa ditumpanginya. Namun, ia baru sadar bahwa ia punya sahabat yang bisa diandal

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-20
  • Pacarku CEO yang Posesif   Kenapa?

    Sinta terbatuk-batuk karena terkejut, Biru duduk di samping kirinya. Suasana menjadi canggung, seorang ibu paruh baya mendatanginya dan bertanya. "Mau makan apa, Nak?" tanyanya ramah. "Oh, maaf saya hanya menunggunya tidak untuk makan," jawabnya dengan nada dan ekspresi datar. Sinta dan Vivi tercengang. "Ooh, begitu," balas Ibu itu lirih hendak pergi. Namun Biru langsung berkata. "Saya bayar makanan mereka saja, berapa totalnya?" Ibu itu menghadap ke arah makanan Sinta dan Vivi, menghitung totalnya. "Lima puluh ribu, Nak," balas Ibu itu sambil tersenyum. Biru berdiri, mengeluarkan dompet dan mengambil uang di dalamnya yang hanya tinggal selembar saja. "Ambil saja, Bu, kembali-" ujar Biru namun segera dipotong Sinta. "Dibungkus dua lagi sama es jeruknya dua, Bu. Pas kan nggak kembali uang?" tanya Sinta memastikan. "Eh, iya, Neng. Pas kok," kata Ibu itu berlalu, ia tak jadi menerima uang lima puluh ribu cuma-cuma. "Masih muat maka

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-20

Bab terbaru

  • Pacarku CEO yang Posesif   Tragedi

    "Pak, nanti ikut saya ke showroom," ucap Biru. Dia kemudian membereskan beberapa berkas kemudian memasukkannya ke dalam tas lalu beranjak dari tempat duduknya. "Pak, nanti saya telepon kalo saya udah nyampek sana." "Ba-baik, Tuan." Pak Sony menatap Biru sebentar lalu mengangguk paham, tapi sedikit bingung ... menggaruk tengkuknya pelan, ekor matanya memperhatikan Biru yang keluar dari ruangan. Pintu tertutup, tapi tak lama kemudian langkah kaki terdengar mendekati pintu, dan ... kriit"Pak, siapin kamar dan private dinner buat tanggal 10 di resort kemarin," pinta Biru melongok dari luar pintu. Pak Sony memegang dadanya yang berdetak kencang karena terkejut. "Astaga!""Haha, maaf, Pak-sengaja ..." Biru membuka pintu lebar, terkekeh pelan. "Nggak, Pak, aku bercanda.""I-iya, Tuan," balas Pak Sony sekenanya. "Jangan sampek lupa ya, Pak," pesan Biru, balik badan melangkahkan kakinya melewati pintu ruang kerjanya. Tapi ketika Biru akan menutup pintu, Pak Sony menghentikannya. "Maaf, T

  • Pacarku CEO yang Posesif   Kejutan untuk Sinta

    Sinta tersenyum penuh arti dan Vivi mengernyitkan dahinya, heran. "Woy, jawab dong malah nyengir," protes Vivi pada sahabatnya yang menurutnya jadi agak berbeda dari yang lain. "Eemmm-kayaknya gue kenal sih, kayak nggak asing gitu mukanya," papar Sinta santai. Vivi menghela napas dalam mengembuskannya kasar, meletakkan sendok dan mengelus dadanya berusaha sabar dengan jawaban sahabatnya yang datar sekali. "Elo kenal apa kagak? kalo nggak kenal emang lo gak takut diliatin terus? Iiih, ngeri," sambung Vivi bergidik ngeri, dia masih belum paham dengan maksud Sinta. "Udah tenang aja, lanjut makan," titah Sinta menatap Vivi, sahabatnya itu mendengus kesal dan melanjutkan makannya begitu pula Sinta. Mengacuhkan dua pengawal Langit yang terang-terangan mengawalnya ... Ah, bukan, lebih tepatnya membuntuti dirinya. Bagaimana tidak, mereka berdua sangat terang-terangan, seperti belum profesional dalam membuntutinya. Sinta selesai makan begitu pula Vivi. Sebelum masuk kelas dia mengirimkan

  • Pacarku CEO yang Posesif   Heboh

    Sinta bangun pagi dengan perasaan gembira walau tubuhnya terasa remuk, lelah sekali. Sudah waktunya kembali ke kampus, dia harus melanjutkan kuliahnya, seperti hubungan percintaannya yang terus berlanjut dan menuju jenjang yang lebih serius. Sinta merentangkan kedua tangannya, duduk di tepi ranjang mengerjap-ngerjapkan matanya sambil menguap. Senyum indah terbit begitu saja dari bibir Sinta, dia terkikik kala menyadari hidupnya terasa bagai dongeng pengantar tidur. "Udah adzan subuh aja, gue harus bangun ... siap-siap buat ke kampus ..." ucap Sinta beranjak dari kasurnya. "bisa-bisa gue ditendang keluar ntar kalo kebanyakan bolos," gumamnya berjalan gontai menuju meja belajarnya.***Sinta memarkir motornya ke belakang gedung perpustakaan, tak lama kemudian Sinta mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya, tak ada suara motor berhenti. Sinta tak berpikir macam-macam dan segera membawa tumpukan buku penting ke dekapannya tanpa menoleh ke belakang. "Wih hebat bener lo udah tuna

  • Pacarku CEO yang Posesif   Tunangan

    Semua orang yang ada di ballroom hotel itu terpana melihat Sinta yang anggun dengan balutan kebaya warna pink pastel dengan jarik motif bunga. Tatanan rambut yang menawan, anggun dan cocok dengan kepribadian Sinta. Ratusan pasang mata tertuju pada gadis itu, mereka sampai membuka mulut karena terkesima dengan paras elok Sinta."Cantik juga tunangannya," ucap salah seorang pria, yang tak lain tak bukan ialah tamu undangan. "Iya, pasti pintar dan terpelajar," timpal lelaki lain. Pak Lukman berjalan berdampingan dengan Sinta, putri sulungnya itu memegang lengan bapaknya, jantung mereka berdetak kencang. "Tapi, keluarganya rumornya bukan orang kaya," ucap wanita itu setengah berbisik. Sinta dan Pak Lukman berusaha bersikap biasa, melewati tamu undangan yang sibuk membicarakan dia sekaligus keluarganya. "Gue denger-denger hubungan mereka gak direstui pihak ortu Biru, pasti si cewek ini ada apa-apanya." "Kayaknya cewek biasa sih, anak kuliahan mungkin," sahut yang lain. Acara sudah b

  • Pacarku CEO yang Posesif   Menuju Halal

    "Pakai lagi cincinnya, Sin," titah Biru menatap datar Sinta, gadis itu tak bergeming ia malas, malah bersedekap membuang muka ke samping. "Ayo, Sin pakai lagi," bujuk Biru, dia tetap sabar. "Nggak, kita putus," balas Sinta. "Kamu yakin? Kalau kamu bilang putus sekali lagi aku akan bener-bener pergi selamanya, kamu mau jauh dari aku?" Sinta menoleh, ia menghadap ke Biru, dia bersiap menumpahkan segalanya. "Kamu pikir gampang jadi aku? Harus nerima penghinaan dari keluarga kamu, kamu pikir aku nggak sakit hati?!" Sinta menitikkan air mata, dia tak sanggup membendungnya lagi. "Maaf, Sayang. Ayo kita hadapi ini sama-sama, kamu berdiri di samping aku," ujar Biru, menggenggam erat jemari Sinta. "Latar belakang kita beda, Langit, beda jauuh ... bagai langit dan bumi." Sinta melepas tangannya dari genggaman Biru. "Dan aku yang akan buat mereka tidak berjarak, Sin. Kita bersatu, buktikan ke orang tuaku kalau kita punya cinta, kekuatan itu yang buat kita bersama." Sinta menggeleng dan me

  • Pacarku CEO yang Posesif   Panas Dingin

    Setelah mereka bertiga selesai mengisi perut yang kosong, barulah Biru bertanya ada apa gerangan Pak Sony menyusulnya ke sini. Biru menatap lekat asisten pribadinya, melipat kedua tangan di atas meja. Sinta yang hendak pergi di tahan oleh Biru untuk sekadar menemaninya, tak ada hal yang ingin ia rahasiakan dengan calon istrinya itu. "Gimana, Pak? Ada apa?" Pak Sony mengelap mulutnya dengan tisu kemudian mulai berbicara. "Begini, Tuan. Ibu meminta saya untuk menyusul Tuan, meminta Tuan untuk segera pulang." Raut wajah Pak Sony berubah drastis, menjadi sangat serius. Biru hanya santai mendengarnya, menyedot kembali smoothie buah naga pesanannya yang belum habis, setelah Pak Sony diam lelaki itu meletakkan minumannya dan menatap asprinya, menyatukan jemari tangannya yang diletakkan di atas meja. "Saya sudah bilang ke mama, Pak, saya ada urusan di luar kota, Bapak juga tinggal bilang gitu harusnya.""Tapi, Ibu memaksa saya untuk membawa pulang Tuan hari ini

  • Pacarku CEO yang Posesif   Drama Sarapan

    Dari kejauhan, lelaki dan perempuan itu menyipitkan mata memandang ke halaman bangunan lobi, melangkah semakin dekat ... Biru menangkap sosok yang tak asing baginya yaitu asistennya, Pak Sony. "Bukannya itu pak Sony?" tebak Sinta ragu, menatap lelaki yang menggandengnya, Biru menatap sebentar pada kekasihnya dan menatap depan lagi. "Iya, kamu bener, yuk kita ke sana." Biru dan Sinta mempercepat langkah untuk menghampiri Pak Sony yang berdiri di samping mobil berwarna hitam. "Iya, yuk," balas Sinta mengangguk samar. Pak Sony terlihat gelisah, sesekali melirik ke pergelangan tangannya dimana jarum arlojinya terus berjalan, pria itu lantas menoleh ke kiri dengan waspada lalu ke kanan. Senyumnya terbit ketika melihat orang yang ditunggu-tunggu berjalan mendekat, mereka saling berpandangan. "Ah, Tuan, akhirnya Anda datang juga," ucap Pak Sony tersenyum setelah majikannya berdiri di hadapannya, asistennya tersebut menegakkan badan kemudian membungkuk sebentar. "Apa Bapak sudah lama nu

  • Pacarku CEO yang Posesif   Berkali-kali

    Dia lupa, Sinta lupa, dirinya tak melihat apakah Biru memakai pengaman atau tidak. Dia terlena sampai benar-benar lupa akan hal yang penting."Mati gue!" batinnya resah."Kamu kenapa sih, Honey?" tanya Biru masih dengan mata terpejam. "Nggak," balas Sinta singkat, dia kesal dan sekarang merubah posisinya memunggungi Biru. Laki-laki itu malah memeluk Sinta dari belakang. "Nggak papa ngomong aja pasti aku dengerin kok," ucapnya. Sinta memutar bola mata malas, dia tak percaya dengan ucapan lelaki di belakangnya. Sinta memindahkan tangan Biru yang melingkari perutnya, namun tangan itu malah memeluknya lagi bahkan rasanya ingin meremukkan tulang iganya. Sekarang 2 tangannya bergerilya ditubuhnya, tangan kirinya menyelusup ke bawah pinggangnya, dan satunya lagi di atas perutnya, Biru malah makin mengeratkan pelukannya. "Lepasin dong!" pekiknya sambil berusaha membuka kedua tangan Biru. "Nggak ... nggak akan aku lepas sebelum kamu jujur ke aku ada masalah apa," balas Biru tenang."Plis

  • Pacarku CEO yang Posesif   Malam Panas

    Sinta terpana dengan panorama laut malam, bulan bersinar dengan terangnya, bintang-bintang bertaburan ... deburan ombak diiringi angin sepoi-sepoi, terasa sejuk dan menenangkan. Sinta duduk agak dekat dengan pinggiran laut, berjarak dua meter saja. Biru yang heran menggelengkan kepalanya karena Sinta tak menghampirinya malah berjalan mendekat ke pinggir laut, lelaki itu kemudian langsung menghampiri Sinta, duduk di sampingnya. "Nakal ya kamu," ucap Biru sambil memencet hidung Sinta. Sinta cemberut, menepuk punggung tangan Biru yang berhasil membuat hidungnya merah sekejap. "Cium nih," ancam Biru, mendekatkan wajahnya ke Sinta. Gadis itu tersipu, meski Biru tak melihat jelas rona merah dipipinya namun ia tahu Sinta tersenyum. Biru melekatkan bibirnya menyapu permukaan bibir Sinta, gadis itu langsung menutup matanya. Lelaki itu menjauh dan menatap gadisnya sejenak, Sinta yang heran karena Biru tak lagi menciumnya akhirnya membuka matanya perlahan. Biru tersenyum, berhasil menjahili

DMCA.com Protection Status