(Romcom, petualangan, plot twist dan mengandung unsur 21+) Elle terpaksa melelang penginapan kecilnya kepada bank, setelah bisnisnya menjadi semakin sepi. Namun di malam itu, di hari terakhir sebelum ia meninggalkan tempat yang penuh dengan kenangan, seorang pria asing muncul di depan pintunya bersama dua anak kembarnya. Tergerak oleh rasa iba, Elle memberinya kamar untuk beristirahat. Namun keesokan paginya, ia mendapati sesuatu yang mengejutkan... ayah dan anak-anak itu mendadak menghilang tanpa jejak, menyisakan misteri yang membuatnya bertanya-tanya. Ketika Elle mencoba untuk melanjutkan hidupnya, tiba-tiba saja pria tersebut kembali muncul... namun kali ini dengan membawa serta sebuah maksud yang tidak pernah Elle bayangkan sebelumnya. ***
Lihat lebih banyakLangit malam menumpahkan gerimis tipis, saat Elle menyandarkan tubuhnya di ambang pintu sebuah rumah penginapan, yang dalam waktu dekat ini bukanlah miliknya lagi.
Udara dingin menusuk hingga ke tulang, tetapi pikirannya lebih kacau dibandingkan cuaca yang tak bisa diprediksi. Hari ini adalah malam terakhirnya di Lakeview Inn, tempat yang telah menjadi rumahnya selama ini. Esok, bank akan mengambil alih segalanya. Elle menghela napas panjang, mencoba menerima kenyataan meskipun terasa sangat pahit. Penginapan kecil di tepi danau ini dulunya ramai oleh wisatawan, tetapi kini hanya menjadi bangunan sepi dengan ribuan kenangan yang memenuhi di setiap sudutnya. Ia sudah mencoba segala cara untuk mempertahankannya. Diskon besar-besaran, paket promo, bahkan bekerja lebih keras dari biasanya. Namun tetap saja, keadaan ekonomi tak juga berpihak padanya. Saat Elle hendak masuk dan menutup pintu untuk terakhir kalinya, ia menatap lampu depan yang tampak berkedip hidup dan mati karena terkena percikan hujan, menerangi sesosok tinggi yang berdiri tak jauh dari sana. Elle pun terkesiap, ketika menyadari ada seorang pria dengan jas panjang berwarna hitam berdiri di depan gerbang. Tangannya menggenggam payung yang tampaknya sudah tak mampu melindunginya dari hujan yang semakin deras. Di sampingnya ada dua anak kecil. Seorang bocah lelaki tampan dan gadis kecil manis yang tampak berusia sekitar enam tahun yang berdiri kedinginan, tangan mereka erat menggenggam lengan pria itu. Elle pun mengerutkan keningnya. Penginapan ini sudah lama tak menerima tamu, apalagi di tengah hujan deras seperti ini. Lalu... siapa mereka? Pria itu pun melangkah mendekat. Cahaya lampu teras memperjelas wajahnya yang ternyata sangat rupawan dengan rahang tegas, mata gelap yang tajam, dan ekspresi dingin yang sulit dibaca. Kulitnya pucat dengan garis wajah khas keturunan perpaduan keturunan Asia. Namun yang paling menarik perhatian Elle adalah sorot matanya yang tampak kelelahan, seperti seseorang yang telah menempuh perjalanan panjang tanpa henti. “Maaf mengganggu.” Suaranya dalam dan sedikit serak. “Kami butuh tempat untuk bermalam.” Elle menelan ludah. Tentu, sebenarnya ia bisa saja menolak. Penginapan ini secara teknis bukan lagi miliknya, dan ia tidak ingin berurusan dengan masalah baru di malam terakhirnya. Tapi melihat anak-anak itu yang tampak pucat serta menggigil kedinginan, hatinya pun sontak melunak. “Kalian dari mana?” tanyanya, mencoba mencari tahu lebih banyak. Pria itu terdiam sejenak sebelum menjawab. “Dari tempat yang sangat jauh.” Jawaban itu tak memberi banyak kejelasan, tetapi Elle tahu bahwa ia tidak akan mendapat lebih banyak informasi lagi. Dengan ragu, ia pun pada akhirnya membuka pintu lebih lebar. “Masuklah. Aku akan menyiapkan kamar untuk kalian.” Anak-anak itu segera melangkah masuk lebih dulu, tetapi pria itu berhenti sejenak di ambang pintu sambil menatap wajah Elle dengan lekat selama beberapa saat, sebelum akhirnya berjalan ke dalam. Di balik meja resepsionis, Elle mengambil buku tamu yang sudah lama tak diisi. Ia pun lalu menyodorkan pena kepada pria itu. “Aku harus mencatat nama tamu yang menginap," ucapnya. Pria itu menatap pena itu sejenak, lalu mengambilnya. Dengan tulisan tangan yang tegas, ia pun menuliskan namanya. Ryuu Takahashi. Elle mengamati nama itu, lalu melirik anak-anak yang masih berdiri di sampingnya. “Lalu, nama mereka siapa?” “Mereka anakku. Akio dan Ayaka," sahut Ryuu. Elle melirik sepasang anak yang sepertinya kembar itu. Akio tampak lebih tenang, sementara Ayaka bersembunyi di balik tubuh ayahnya, bola matanya yang hitam menatap Elle dengan penuh rasa ingin tahu. "Halo Akio. Halo Ayaka. Namaku Elle, Elle Harper. Selamat datang di Lakeview Inn," ucap Elle seraya tersenyum ramah kepada kedua bocah itu. "Apa kalian hanya bertiga? Atau..." Elle sengaja menggantungkan ucapannya. Ia tidak ingin bersikap lancang dengan menanyakan keberadaan istri Tuan Ryuu Takahashi alias ibu dari kedua anak ini, tapi tentu saja tetap ia harus memastikan. "Ya, kami hanya bertiga. Tak ada orang lain lagi," Ryuu menyambar dengan jawaban cepat, bahkan terlalu cepat. “Baiklah, Tuan Ryuu Takahashi,” ucap Elle, menyebut nama pria itu untuk pertama kalinya. “Aku akan menyiapkan kamarnya.” Elle menyalakan lampu di kamar tamu dan mengibaskan debu tipis dari seprai. “Maaf kalau tempat ini tidak terlalu nyaman. Aku sudah lama tidak menerima tamu.” Ryuu ikut masuk ke dalam kamar dan mengamati sekelilingnya. Bangunan ini memang terlihat bobrok dari luar, tetapi bagian dalamnya masih sangat bersih. Hanya saja, perabotan di dalamnya tampak tua dan ketinggalan zaman. Ia juga menyadari sesuatu, bahwa tidak ada satu pun pegawai yang terlihat di sini. “Kamu mengurus tempat ini sendirian?” tanyanya tiba-tiba. Elle terdiam sejenak sebelum mengangguk. “Mereka semua sudah pergi. Besok tempat ini akan diambil alih oleh bank.” Ryuu mengangkat alisnya yang lebat, tetapi tidak bertanya lebih lanjut. Ia bisa melihat kelelahan di mata Elle, juga kepedihan yang tampak berusaha untuk disembunyikan. “Terima kasih telah mengizinkan kami menginap,” ucapnya akhirnya. Elle tersenyum tipis. “Tidak masalah. Aku akan menyiapkan makan malam untuk kalian.” *** Di dapur, Elle membuka kulkas dan mengeluarkan bahan-bahan terakhir yang tersisa. Dengan sedikit kreativitas, ia berhasil menyajikan pasta creamy dengan ayam panggang, mashed potato, dan salad sederhana. Saat ia menyajikan makanan di meja makan kecil penginapan, Akio dan Ayaka memandang hidangan itu dengan mata berbinar. “Ini kelihatan enak!” seru Ayaka. Akio mengambil suapan pertama, dan beberapa saat kemudian bocah lelaki itu pun mengangguk setuju. “Aku suka, rasanya benar-benar enak.” Elle pun tersenyum hangat mendengar pujian tulus itu. “Aku hanya menggunakan apa yang tersisa di dapur. Semoga kalian menyukainya.” Ryuu ikut mengangkat sendoknya untuk mencicipi hidangan itu, lalu tersenyum kepada Elle. “Rasanya justru lebih baik daripada makanan di restoran mahal.” Elle tertawa kecil, tak pelak merasa sedikit bangga. Untuk pertama kalinya malam ini, perasaannya sedikit lebih ringan. Setelahnya tak ada lagi yang berbicara, karena mereka semua sibuk dengan makanan di piringnya. Selesai makan, Elle berdiri untuk mengumpulkan piring kotor. Namun tiba-tiba saja Ryuu ikut berdiri dan mengambil tumpukan piring dari tangan Elle. “Aku yang akan mencuci piringnya," ucap pria itu. Elle tampak terkejut. Tunggu, mana mungkin ia membiarkan tamu penginapan mencuci piring? “Tidak perlu~” “Aku ingin melakukannya," potong Ryuu. Saat Elle hendak menolak lagi, tanpa sengaja kakinya menginjak percikan saus di lantai, hingga membuatnya kehilangan keseimbangan dan terpeleset. Tubuhnya hampir saja jatuh, tetapi tangan Ryuu menangkap pinggangnya dengan kuat dalam sekejap. Seketika Elle pun membeku. Ia bisa merasakan kehangatan tubuh pria itu, aromanya yang maskulin dan samar karena napas mereka yang begitu dekat. “Kamu harus lebih hati-hati,” guman Ryuu dengan suara dalam, yang seketika membuat jantung Elle berdetak lebih cepat. Elle pun buru-buru menjauh dengan wajahnya yang merona. “Uhm. Terima kasih…” Ryuu hanya menyeringai samar sebagai jawaban, sebelum kemudian ia kembali meraih tumpukan piring di atas meja, untuk dibawa ke dalam bak cuci. Tak menyadari jika Elle masih terus menatap punggungnya yang kekar dan lebar. Sementara di meja makan, Akio dan Ayaka pun saling melirik penuh arti, seolah mengerti sesuatu yang tidak diketahui oleh Elle. *** Malam yang semakin larut dengan hawanya yang semakin dingin, membuat Elle baru teringat bahwa kamar Ryuu dan anak-anaknya hanya memiliki satu selimut. Dengan niat baik, ia mengambil selimut tambahan dari lemari penyimpanan dan menuju kamar mereka. Ia mengetuk pintu dengan hati-hati. Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka, dan Elle merasa kepalanya mendadak pening dan hampir kehilangan napasnya. Ryuu berdiri di hadapannya tanpa mengenakan atasan, hanya mengenakan celana panjang santai. Cahaya lampu kamar menerangi kulitnya, memperjelas otot-ototnya yang terbentuk sempurna. Dada bidangnya naik turun perlahan, seakan menantang Elle untuk terus menatapnya. Elle terdiam, lalu cepat-cepat menundukkan pandangan. Namun ia bisa merasakan wajahnya memanas. “Aku… aku membawakan selimut tambahan,” ucapnya tergagap. Ryuu menyeringai tipis, sudut bibirnya tampak melengkung nakal. Ia menyandarkan satu tangan di kusen pintu, dengan sengaja mencondongkan tubuh sedikit lebih dekat. “Kamu sangat perhatian, Nona Elle,” gumamnya dengan suara rendah dan dalam. “Apa kamu selalu sebaik ini pada tamu?" Elle meneguk ludah, tak berani mengangkat wajah. “Aku hanya… hanya ingin memastikan kalian merasa nyaman.” Ryuu mengambil selimut itu dari tangannya, dengan ujung jarinya yang menyentuh kulit Elle sekilas dan membuat wanita itu merinding. “Terima kasih,” ucapnya, masih dengan nada menggoda. “Tapi aku rasa mendapatkan kehangatan bukanlah masalah besar bagiku.” Elle buru-buru mengangguk dan melangkah mundur, mencoba mengabaikan kalimat ambigu pria itu. “Selamat malam,” ucapnya sebelum berbalik dengan wajah memerah. Saat pintu tertutup di belakangnya, Elle segera menyandarkan diri ke dinding, menepuk dadanya yang berdebar kencang. Ryuu Takahashi jelas-jelas bukan pria biasa. Pria ini... terlalu menggoda. *** Pagi harinya saat Elle bangun, suasana penginapan terasa sunyi, terlalu sunyi hingga membuatnya gelisah. Cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai memberikan kehangatan samar, tetapi ada sesuatu yang terasa berbeda. Dengan langkah ragu, ia berjalan keluar kamar menuju meja resepsionis, berharap menemukan seseorang di sana. Namun yang ia temukan hanyalah sebuah catatan yang tergeletak rapi di atas meja. (Elle, terima kasih untuk segalanya) Jantung Elle berdegup kencang. Tangannya sedikit gemetar saat meraih kertas itu, membaca kembali tulisan yang singkat namun penuh arti. Perasaan tak enak segera menjalar ke seluruh tubuhnya. Dengan napas tertahan, ia bergegas menuju kamar Ryuu. Pintu kamar itu terbuka sedikit, dan ketika ia mendorongnya lebih lebar, yang ia lihat hanyalah kekosongan. Tempat tidur rapi, tidak ada satu pun barang yang tersisa, seolah Ryuu dan yang lainnya tak pernah ada di sana. Ia memutar tubuh, mencoba mencari jejak keberadaan mereka tapi tetap sia-sia. Namun yang benar-benar membuatnya panik adalah satu hal, yaitu kunci mobilnya yang juga ikut menghilang. ***Cahaya mentari pagi menyusup pelan melalui tirai putih yang bergoyang tertiup angin lembut. Udara kamar itu masih penuh terisi oleh aroma semalam, yaitu aroma keintiman mendalam yang dipenuhi emosi. Di atas ranjang besar dengan seprainya yang kusut, tubuh Elle terbaring di atas tubuh Ryuu yang masih setengah tertidur. Dada bidang pria itu naik turun dengan perlahan, membuat Elle tersenyum kecil. Jemarinya yang lentik menyusuri garis tegas rahang Ryuu, lalu turun ke leher serta bahunya yang kekar. Elle mengecup kulit bahu itu dengan lembut, hingga akhirnya Ryuu membuka mata dan menatapnya dengan setengah mengantuk. "Sudah pagi?" guman Ryuu dengan suaranya yang serak dan dalam, suara maskulin penuh sensualitas yang selalu membuat Elle merinding. Elle mengangguk, lalu mengecup singkat bibir pria itu. "Ya, sudah pagi. Tapi rasanya aku malas sekali untuk beranjak." Ryuu tersenyum tipis. Lalu tangannya yang besar dan kokoh mengusap punggung Elle dengan lembut. "Hm. Kalau begit
Desahan lirih Elle pecah begitu saja, saat jemari Ryuu menyentuh kulit pahanya yang halus. Untuk beberapa saat, Ryuu hanya mengusap perlahan pahanya dengan gerakan naik-turun yang sensual... namun seolah menyimpan sejuta peringatan yang membuat Elle merinding penuh antisipasi. Dan ia pun menggigit bibirnya serta memejamkan mata, ketika Ryuu menyentuh bagian sensitifnya yang lembut. Jemari piawai pria itu bermain-main serta menggodanya di sana, hingga tanpa sadar membuat Elle melenguh lirih. Hawa di kamar pun terasa penuh dan intens karena tarikan hasrat yang tak lagi mampu lagi mereka tahan. Ryuu menatap lekat pada wajah Elle yang mulai merona dengan cantiknya. Manik gelap pria itu menyorotkan kerinduan sekaligus rasa memiliki yang menakutkan, seakan menyatakan bahwa malam ini bukan sekadar tentang sentuhan atau gairah, tapi tentang penegasan, pengakuan, serta penaklukan yang lembut. “Elle…” bisik Ryuu di antara kecupan kecil pada kelopak mata gadis itu, “Aku ingin kamu meman
Suasana di kamar itu terasa sunyi. Hanya denting jam dinding dan desiran lembut angin yang menyusup dari celah jendela yang samar terdengar. Ryuu membuka pintu kamar dengan perlahan, berusaha untuk tak menimbulkan suara. Lalu ketika pintu itu terbuka, tatapannya pun langsung jatuh pada sosok Elle yang tertidur di tepi ranjang. Gadis itu tampak lelah, tubuhnya sedikit meringkuk, dan di dalam pelukannya tergenggam erat sebuah pigura kecil dari kayu. Ryuu melangkah mendekat dengan ayunan kaki tanpa suara, dan seketika hatinya pun langsung mencelos saat menyadari foto seseorang di dalam pigura itu. Foto dari mendiang ibu Elle. Senyuman wanita dalam foto itu terasa begitu nyata, seolah sedang mengawasinya… dan mungkin sedang bertanya, "apa yang kau lakukan pada putriku?" Ryuu masih berdiri mematung di sisi ranjang sambil memandangi ritme gerakan pelan napas Elle yang naik turun dengan teratur, namun wajah gadis itu tetap menampakkan kesedihan yang belum benar-benar sirna.
Elle sedang berada sendirian di dalam kamarnya. Ryuu meminta waktu beberapa menit untuk berdiskusi di ruangan lain dengan Michael, yang datang ke Lakeview Inn setelah dihubungi oleh Ryuu.Saat ini penginapannya telah dijaga ketat oleh sepuluh pengawal Ryuu yang menyebar di tiap titik, dan Ryuu juga menekankan pengawasan ketat untuk dirinya.Itu artinya, Elle tidak mungkin lagi bisa pergi kemana-mana tanpa dikawal setidaknya oleh lima orang penjaga. Terutama setelah kejadian barusan yang hampir saja merenggut nyawanya.Elle menghela napas pelan. Ia duduk di kursi depan meja rias, lalu menatap pigura foto ibunya yang berdiri anggun di sudut meja. Wajah teduh wanita itu tersenyum lembut, seolah menyapanya dalam diam. Cahaya lampu kamar yang temaram membuat bayangan di sekitar pigura menari pelan, memberi kesan hidup pada tatapan foto tersebut.“Ibu...” bisik Elle lirih. Suaranya nyaris tak terdengar, seperti angin yang tertahan di dada. “Apa aku telah salah memilih?”Ia menatap lebi
Ryuu segera menurunkan Elle dan memposisikannya di belakang tubuhnya. Gerakannya begitu cekatan dan tiba-tiba, hingga membuat Elle pun terkejut. “Ryuu?” guman Elle bingung, namun sayangnya gadis itu tak sempat bertanya lebih lanjut, karena teralihkan olen suara dentum keras dari pintu dapur yang merupakan akses ke bagian belakang. Pintu itu ditendang hingga terbuka lebar hingga menghantam dinding. Tiga orang pria bertubuh besar masuk dengan langkah cepat dan sigap. Masing-masing dari mereka mengangkat senjata dan menodongkannya langsung ke arah Ryuu. “Jauhkan dirimu dari perempuan itu,” gertak salah satu dari mereka. Ryuu pun serta-merta menyipitkan matanya. Ia tidak mengenal para penyusup ini, namun ia tahu pasti jika mereka bukanlah anak buahnya. Sayangnya, ia memang belum memberi perintah pada siapa pun untuk kembali mengawasi Lakeview Inn. Dan sekarang, para penjahat ini mengincar Elle? Tubuh Ryuu tetap berdiri tegak, melindungi Elle sepenuhnya dengan dada bidan
Elle membuka matanya yang sayu dengan perlahan, ketika ia mendengar suara-suara berdenting lembut dari arah dapur. Suara itu seperti alunan irama pagi yang menenangkan, mengusik kesadarannya dari sisa-sisa mimpi yang masih melekat di pelupuk mata. Denting logam yang bersentuhan satu sama lain terdengar seperti simfoni sederhana namun hangat, yang hanya bisa berasal dari satu orang. Senyum manisnya pun seketika terurai saat menghirup aroma lezat di udara. Harumnya menyusup masuk ke dalam hidungnya, mengaduk perut kosong yang tiba-tiba menyadari bahwa ia lapar. Bukan hanya lapar akan makanan, tetapi juga akan kehadiran pria yang kini sedang berada di dapur. Sepertinya seseorang sedang memasak makanan untuk sarapan, dan itu pasti Ryuu. Tanpa sadar, Elle merasa rindu akan suasana ini. Rindu yang muncul begitu saja, mengalir dari lembut namun dalam, seperti gerimis tipis yang membasahi hati. Rasa rindu yang bukan hanya tertuju pada tempat atau rutinitas, tapi lebi
Detak jantung Ryuu pun semakin menggila, seiring dengan celah pada pintu itu yang semakin lebar terbuka. Hingga akhirnya, seraut wajah cantik namun sendu mulai terlihat dari baliknya. Dua pasang bola mata berbeda warna itu pun saling beradu pandang untuk beberapa saat, sebelum kemudian Ryuu-lah yang bersuara lebih dulu. "Hai," ucap pria itu. Elle masih terdiam, dengan manik hazel-nya yang terpaku pada bola mata gelap Ryuu yang dalam dan selalu bisa membuatnya terhipnotis. "Terima kasih karena sudah membuka pintunya," ucap Ryuu lagi, sebelum kemudian ia mulai bergerak masuk ke dalam. Bukan dengan gerakan yang pelan, namun menerjang dengan kuat. Elle merasakan sepuluh jari kokoh dan hangat yang tiba-tiba merangkum wajahnya, lalu sesuatu yang basah dan panas memagut bibirnya. Ciuman itu datang dengan mendadak, bahkan Elle belum sempat mengambil satu napas pun. Ciuman yang dipenuhi dengan kelegaan, pelepas rindu, serta rasa cinta yang mendalam. "Maaf. Aku sungguh-sungguh
Elle turun dari mobil dengan langkah-langkah pelan. Lakeview Inn tampak sepi seperti biasanya, hanya suara gesekan dedaunan serta kicau burung yang terdengar samar di kejauhan. Angin musim semi menyapu rambutnya, membawa aroma danau yang tenang dan nostalgia yang samar. Ia berdiri beberapa saat di depan pintu, memandang ke properti miliknya yang dulu selalu menjadi tempat perlindungan dari dunia luar. Bangunan tua berbalut ketenangan itu kini terasa seperti satu-satunya tempat yang tidak akan mengkhianatinya. Tidak seperti semua orang yang ia kenal. Saat kakinya menyentuh lantai kayu ruang tengah yang dingin dan sunyi, Elle pun menghela satu napas panjang. Sendiri. Lagi-lagi ia sendiri. Tapi sesungguhnya untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa kesendirian ini… ternyata tidaklah menyakitkan. Justru sebaliknya. "Mungkin memang sepatutnya seperti ini," guman Elle. Mungkin tidak semua kebersamaan itu berarti. Mungkin sendiri tidak selalu sepi… tapi sebuah pilihan untuk me
Elle duduk di kursi belakang dengan tangan terlipat di pangkuannya. Kini ia tengah berada di dalam mobil yang melaju perlahan, keluar dari gerbang Mansion Takahashi yang megah. Di balik jendela yang mulai berembun oleh embusan udara dingin dari AC, Elle menatap kosong ke luar. Dunia di sekelilingnya seperti bergerak lambat, tak sejalan dengan kekacauan yang sedang berkecamuk di dalam dirinya. Sang supir yaitu seorang pria paruh baya berseragam rapi, sedikit menoleh ke arahnya melalui kaca spion di bagian tengah. “Ke mana kita akan pergi, Nona Elle?” tanyanya sopan. Elle mengangkat wajah, dan terdiam untuk sejenak. Ia bahkan tidak tahu harus ke mana. Sekujur tubuhnya masih dipenuhi amarah dan luka. Kata-kata Ryuu, atau lebih tepatnya keengganannya untuk berkata apa pun… membuat hatinya terasa seperti diremas dari dalam. Setelah beberapa saat ia berpikir, Elle pun menarik napas panjang dan menjawab, “Lakeview Inn," ucapnya akhirnya. "Itu tujuan kita." Supir itu han
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen