Share

Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)
Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)
Author: Gibran

1.Malam Penuh Darah

Author: Gibran
last update Last Updated: 2024-10-24 13:34:38

Malam semakin sunyi dan dingin yang semakin menusuk tulang. Rasa dingin membuat orang-orang enggan untuk keluar dari rumahnya. Begitu juga yang terjadi di Perguruan Julang Emas. Sebuah Perguruan tingkat satu di wilayah barat Negara Angin.

Semua orang nyaman di balik selimut mereka. Hanya beberapa murid jaga saja yang berpatroli keliling wilayah perguruan. Beberapa lagi berjaga di dua menara pengawas yang ada di gerbang Perguruan.

Malam itu di wilayah barat Negara Angin benar-benar terasa sangat dingin tak biasanya. Tanpa di sadari oleh para penjaga, di balik pepohonan terlihat puluhan orang berpakaian hitam mengawasi pergerakan para penjaga itu. Jumlah mereka sangat banyak!

Saat empat murid Perguruan Julang Emas melewati pepohonan tersebut, tiba-tiba sebuah belati terbang mengarah salah satu penjaga. Crash! Satu orang tumbang dengan leher menganga. Darah pun mengalir membasahi tanah yang bersalju. Tiga murid yang lain terkejut.

Saat salah satu dari mereka akan menembakkan suar sebagai tanda bahaya, namun beberapa bayangan hitam telah melesat dengan cepat dan dengan beberapa kali gerakan, ketiga orang tersebut roboh di atas tanah dengan tubuh terpotong beberapa bagian.

Darah mengalir dari potongan-potongan tubuh itu mengeluarkan bau anyir di malam hari.

Salah satu bayangan memberi kode kepada teman-temannya yang lain agar mereka segera membereskan empat penjaga menara yang sedang berdiri dengan terkantuk-kantuk.

"Lepaskan panah!" bisik salah satu orang memberi perintah. Panah pun di lepaskan ke arah penjaga menara.Tanpa suara, panah itu melesat dan menembus leher penjaga.

Saat satu temannya yang lain melihat mayat kawannya, dia tak sempat teriak. Satu tangan kekar mencengkram lehernya. Lalu dengan sekali tarik, kerongkongan penjaga itu pun keluar dari leher nya membuat darah mengalir deras dari luka yang mengerikan itu.

Sementara itu di menara yang lain, dua penjaga menara tidak menyadari adanya bahaya yang mengincar nyawa mereka.

Mereka sibuk berkeliling di atas menara mereka sambil sesekali mengibarkan bendera merah ke arah menara seberang.

Orang berpakaian hitam membalas dengan kibaran bendera untuk mengecoh penjaga yang di seberang.

Ternyata kibaran bendera dari penjaga itu mengandung sebuah kode. Dan si pembunuh bertubuh kekar yang ada di seberang tidak tahu jika kibaran itu adalah sebuah kode rahasia Perguruan.

Sontak saja penjaga menara terkejut dan langsung menyadari bahwa bahaya telah datang dan mengincar keamanan Perguruan. Dia segera mendatangi kawannya. Namun dia terkejut melihat kawannya yang ternyata tengah sekarat dengan leher hampir putus.

Penjaga tersebut tak sempat berpikir, karena tanpa dia sadari satu tebasan membuat kepalanya terlepas dari badannya. Tubuhnya roboh tanpa kepala. Darah mengucur deras dari lubang di lehernya yang buntung.

"Penjaga sudah kita amankan, segera masuk dan bunuh siapa saja yang ada di Perguruan Julang Emas!" ucap orang yang berada di atas menara.

Dari balik pepohonan berkelebat puluhan orang berseragam hitam. Mereka semua menggunakan pedang panjang.

"Hari ini, kita hapus Perguruan Julang Emas dari peta Negara Angin!" ucap pemimpin mereka dengan penuh ambisi.

Bimasena terbangun dari tidurnya saat mendengar suara gaduh di luar rumahnya. Dia segera memakai pakaiannya dan mengambil pedangnya.

Saat dia akan keluar, pintu nya telah di dobrak dari luar. Dua orang masuk langsung menyerang dengan sabetan pedang.

Bimasena segera menangkis dan membalas serangan. Pertarungan pun terjadi di dalam kamar yang sempit itu.

Bimasena menoleh ke belakang saat mendengar sebuah benda masuk kedalam kamarnya. Ternyata itu adalah benda bulat hitam yang masuk melalui jendelanya. Asap tipis keluar dari benda tersebut. Bima segera sadar bahwa itu adalah alat peledak!

Dengan cepat dia terjang dua orang di hadapannya dengan sabetan pedang. Dan disaat yang tepat dia berhasil keluar dari kamar. Benda itu pun meledak dengan keras membuat kamar itu hancur luluh lantak.

Bima dan dua orang berpakaian hitam itu terpental keluar rumah dari lantai atas rumah kayu tersebut. Mereka jatuh berguling di atas tanah. Satu orang tewas terkena pecahan kayu yang menancap di lehernya. Satunya lagi langsung berdiri dan mengambil pedangnya lalu dengan cepat berlari menyerang Bima.

Dalam keadaan kesakitan karena punggungnya jatuh menabrak batu di halaman rumah, Bimasena segera mengambil pedangnya dan menangkis setiap serangan lawan.

Adu pedang pun terjadi. Dan kali ini karena Bimasena berada di luar ruangan dia bisa bergerak bebas. Jurus-jurus pedang yang dia pelajari selama dua tahun di Perguruan Julang Emas itu dia keluarkan semua.

Hingga akhirnya orang berpakaian hitam tewas dalam keadaan tubuh terbelah. Namun Bimasena sendiri mengalami luka parah di bagian punggungnya karena terbentur batu dan terkena bacokan oleh musuh.

Darah mengalir deras dari luka bacok di punggungnya itu. Wajah Bimasena mengernyit menahan sakit yang teramat sangat.

"Kakang!" terdengar seruan dari arah samping.

Bima menoleh kearah sumber suara tersebut. Dilihatnya sosok gadis dengan pakaian berlumuran darah. Dalam remang-remang cahaya api yang ada, Bima langsung tahu siapa gadis tersebut.

"Kinanti..."

Gadis bernama Kinanti itu berlari dengan tertatih-tatih pertanda dia tengah terluka. Saat gadis itu berlati, dari arah kanan dan kirinya datang dua sosok berpakaian hitam membawa pedang siap untuk menyergap.

Bima berteriak keras sambil berlari dengan cepat kearah Kinanti. Pedang di tangannya bergerak cepat menahan satu serangan dari sebelah kiri. Dengan tenaga yang hampir habis dan tubuh terluka parah, Bima berhasil menancapkan Pedangnya di tubuh musuh.

Namun dia terkejut saat melihat kearah Kinanti berada, matanya menatap nanar melihat gadis itu terdiam dengan pedang yang menembus tubuhnya dari belakang.

"Kakang Bima..." Lirihnya sebelum ambruk ke tanah.

"Kinanti..." Bima merasakan sekujur tubuhnya menggigil menahan amarah yang luar biasa. Sambil berteriak keras dia menyerang sosok yang telah menusuk gadis pujaan hatinya tersebut.

Duel ganas sempat terjadi di antara mereka berdua sebelum akhirnya Bima berhasil memenggal kepala musuhnya tersebut.

Dengan lemas Bima mendatangi tubuh Kinanti. Gadis itu sudah menutup mata untuk selamanya. Peperangan belum berakhir. Suara teriakan kematian dan ledakan terjadi di mana-mana. Dengan berat hati Bima mengambil pedang yang tergeletak di tanah kemudian melangkah dengan gontai kearah aula padepokan yang kini telah porak poranda.

Saat itulah matanya tertegun melihat apa yang sedang terjadi di depan sana. Di depan sana terlihat para tetua atau guru padepokan Julang Emas telah diikat dengan rantai oleh para pembunuh misterius tersebut.

Namun karena banyaknya musuh, Bima tak langsung kesana mengingat tubuhnya juga sedang terluka parah. Belum lagi tenaganya yang sudah terkuras habis menghadapi beberapa pendekar hebat. Hanya saja, dia terkejut melihat satu sosok yang sangat tidak asing baginya.

Seorang pria dengan wajah garang mendatangi tempat tersebut sambil membawa pedang. Para guru yang telah ditangkap itu menatap marah ke arah orang tersebut.

"Kau...! Anggoro!" teriak seorang pria melihat salah satu muridnya yang bernama Anggoro ternyata telah menjadi seorang penghianat. Padahal dia adalah salah satu murid paling berbakat di Perguruan Julang Emas.

"Heh! Pak tua! Kamu jangan pernah menyebut namaku lagi! Aku sudah muak dengan orang tua macam kalian semua! Hari ini adalah hari dimana kalian dan semua kebanggaan kalian ini musnah!" ucapnya disusul tawanya yang keras.

"Kau bersekongkol dengan orang-orang dari Perguruan Katak Merah untuk memusnahkan tempat yang telah membesarkan namamu! Murid tak tahu diri! Tidak berguna! Cuih! Menyesal aku sudah membesarkan dirimu di tempat ini!" umpat salah satu guru yang bernama Ki Narada.

Merah wajah Anggoro mendengar sumpah serapah orang tua itu. Dengan sadis dia langsung memancung kepala gurunya sendiri hingga putus. Ki Narada adalah guru yang paling banyak memberinya ilmu saat dia masih menjadi bagian dari Perguruan Julang Emas.

Namun karena masalah sepele yang terjadi beberapa waktu yang lalu, dendam kesumat didalam hati Anggoro sudah tak terbendung lagi.

Setelah membunuh gurunya, matanya nanar mencari-cari seseorang. Namun yang terlihat hanyalah kobaran api yang membakar bangunan-bangunan Perguruan tersebut.

Darah mengalir dari leher Ki Narada yang buntung. Para guru yang lain menatap marah kepada Anggoro.

"Bajingan kau Anggoro! Inikah balasan mu setelah apa yang kau dapatkan selama ini!?" teriak salah satu guru dengan amarah meluap. Anggoro menoleh ke arah orang tersebut. Senyum sinis tersungging di bibirnya.

"Sekarang namaku bukan lagi Anggoro. Aku adalah Serigala Hitam! Camkan itu!" ucap Anggoro yang menamai dirinya sebagai Serigala Hitam.

"Pancung semuanya, jangan biarkan satu orang pun hidup. Hari ini, Perguruan Julang Emas telah resmi di hapuskan dari Negara Angin!" ucap Anggoro alias si Serigala Hitam itu dingin. Dia pun berjalan meninggalkan perguruan itu dengan angkuhnya.

Para guru dan murid yang tersisa di pancung semua nya tanpa ampun. Bima yang berada di balik reruntuhan rumah kayu tak berdaya melihat pembantaian tersebut. Saat dia hendak bergerak, tiba-tiba pandangan matanya berubah gelap. Bima jatuh tak sadarkan diri.

Malam itu darah benar-benar membanjiri Perguruan Julang Emas. Tak ada satu pun yang tersisa dari Perguruan tersebut kecuali puing kayu dan mayat. ~

Related chapters

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    2.Barata

    Mata Bimasena terbuka perlahan. Apa yang di lihatnya pertama kali adalah sebuah langit-langit yang terbuat dari daun rumbia. Dia masih merasakan punggungnya yang berdenyut sakit. Dengan perlahan dicobanya menggeser tubuhnya agar bisa duduk di atas balai-balai bambu tersebut. Terdengar bunyi berderit dari balai-balai bambu tua itu. Matanya menatap satu cangkir yang terbuat dari bambu berisi entah air apa. Namun air itu masih mengeluarkan uap panas pertanda minuman itu belum lama di seduh. Terdengar suara kayu yang di potong di luar gubuk. Dengan sekuat tenaga sambil menahan sakit, Bima berjalan sambil berpegangan pada dinding gubuk. Wajahnya mengernyit kesakitan. Namun karena penasaran yang tinggi mengalahkan rasa sakitnya, dia tetap berjalan ke arah pintu. Sesampainya di depan pintu, Bima terkejut. Karena gubuk yang dia tempati berada di atas pohon yang tinggi. Matanya menatap ke arah bawah sana, dimana terdengar suara orang yang tengah memotong kayu. Terlihat asap tipis d

    Last Updated : 2024-10-24
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    3.Berlatih

    Pendeta Barata tersenyum kepada Bimasena yang sangat berhasrat ingin tahu tentang para penjahat yang membantai satu Perguruan dimana Bima tinggal. "Jika kau tahu, apa yang akan kau perbuat? Kemampuanmu saja sangat lemah. Menghindari lemparan batu kecil saja tidak bisa, apa lagi menahan tebasan Pedang dari pendekar hebat? Sudah tewas kau!" ucap Pendeta Barata membuat wajah Bima memerah karena malu dan kesal. "Lalu, apa yang harus aku lakukan kakek?" tanya Bima. "Kau harus melatih dirimu sendiri. Jika kau mau berlatih padaku, ada tiga tahap yang harus kau lalui untuk menjadi pendekar kelas tengah. Itu saja masih belum cukup untukmu bisa melawan mereka," kata Pendeta Barata sambil mengelus jenggot putihnya yang tidak begitu panjang. "Apakah kakek benar-benar mau mengajariku?" tanya Bima penuh harap. Mata si kakek itu melotot membuat Bima merasa ngeri. "Sudah di tolong, sudah di kasih obat, sudah di beri makan, malah sekarang minta di ajari ilmu! Anak siapa kau cah lanang!? Bisa-bis

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    4.Warisan Pedang Darah

    Tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Bimasena telah menguasai semua jurus dan kekuatan tenaga dalam yang Pendeta Barata ajarkan. Latihan yang Pendeta Barata berikan cukup berat. Namun dia berhasil lulus setelah menyelesaikan latihan tahap akhir,atau tahap ke tiga. Bimasena ingat saat dia awal mulai berlatih . Pendeta Barata menyuruhnya memotong kayu, mengisi air, dan mencari batu mulia. Kata Pendeta Barata, batu mulia tersebut bisa menyalurkan tenaga dalam. Dan harga batu mulia itu sangat mahal. Satu batu berwarna merah bisa menghasilkan ratusan tail emas. Tahap pertama pun dia lalui selama satu tahun, hingga dia bisa memotong seribu potong kayu dengan ukuran yang sama persis. Latihan ini adalah soal keseimbangan. Dan Bima berhasil dengan sempurna. Dia pun mengisi air dengan cepat bahkan sambil berlari.Kegunaan latihan ini adalah untuk memperkuat otot-otot lengan dan otot bahu serta kakinya yang nantinya akan di jadikan kuda-kuda saat bertarung. Semuanya harus kuat. Latihan ini be

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    5.Perguruan Katak Merah

    Hari itu juga setelah Pendeta Barata memberikan petunjuk dan warisan pedang, Bimasena pun pamit undur diri kepada gurunya. Tak henti Bima ucapkan terimakasih kepada kakek gurunya tersebut. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya selama tiga tahun belakangan ini. Dalam tiga tahun akhirnya Bimasena berhasil menguasai seluruh jurus dan kesaktian Pendeta Barata yang pernah mendapat julukan sebagai Sang Iblis Gila. Julukan itu bukan tanpa sebab, dulu Pendeta Barata adalah seorang pembunuh yang sangat liar. Itu sebabnya dia mendapatkan julukan tersebut. Mengenai asal-usul orang tua tersebut, Bima belum mengetahui nya. Namun seiring berjalannya waktu, semua orang akan tahu bahwa si Iblis Gila itu mempunyai seorang penerus. Yaitu Bimasena. Dengan pedang yang menggantung di punggung Bima pun meninggalkan tempat dimana dia berlatih dengan perasaan sedih. Pendeta Barata hanya melambaikan tangan saja ke arahnya dengan perasaan yang sedih bercampur bangg

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    6.Sayembara

    Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai. "Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras. Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu. Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu. Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah. Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga. Tuk! Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga mer

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    8.Kuda Hitam

    Akhirnya hari yang di tunggu telah tiba. Bimasena segera berkemas dan berangkat menuju gelanggang pertarungan di Perguruan Katak Merah. Sesampainya disana ribuan pengunjung sudah berdatangan untuk melihat jagoan mereka bertarung. Para pendekar kelas bawah dari berbagai penjuru berdatangan untuk ikut meramaikan sayembara. Bima duduk di bangku penonton untuk sementara waktu. Di tempat khusus para tetua perguruan, berjejer beberapa orang yang di anggap paling berpengaruh di perguruan tersebut. Seorang gadis cantik pembawa acara naik ke atas panggung. Dia adalah seorang gadis cantik jelita dengan pakaian minim yang membuat semua mata para penonton terbuka lebar. Para pengunjung bersorak meneriaki gadis tersebut. Si gadis pun mengedipkan sebelah matanya dengan lidah menjulur ke arah penonton. Terdengar suara gemuruh para penonton setelah gadis itu melakukan aksi nya. Bima menutup wajahnya sambil gelengkan kepala. "Gadis aneh," pikir Bima. Si Gadis itu mengambil pengeras suara. "Ha

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    9.Bukan Lawan Sebanding

    Kirana Dewi pun berteriak dengan lantang. "Pendekar yang akan bertanding melawan Pendekar Merah adalah Cong Wei dari Perguruan Naga Air!" ucap Kirana Dewi keras. Pendekar berambut gimbal tersenyum. "Takdir sudah memilihmu, Cong Wei, kau memang sudah ditakdirkan melawan dia," ucapnya kepada Pendekar ceking yang ternyata bernama Cong Wei dari perguruan Naga Air. "Aku tidak takut! Lihat saja nanti, siapa yang akan berlutut!" ucap Cong Wei dengan penuh percaya diri."Baguslah kalau kau tak takut. Paling tidak kau tidak membuat malu perguruan besarmu itu," Cong Wei tak menanggapi ucapan si gimbal. Dia segera berkelebat ke atas arena. Bima menatap Pendekar ceking itu. Tak ada senyum di bibirnya. Malah Cong Wei lah yang menyunggingkan senyum sinis kepadanya. "Baru mengalahkan para sampah sudah banyak sekali lagak, aku akan membuatmu memohon ampun padaku," ucap Cong Wei lalu memasang kuda-kuda. Bima hanya melirik gerakan kuda-kuda lawan sekilas. Suara lonceng tanda pertandingan di mu

    Last Updated : 2024-12-19

Latest chapter

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    56.Ki Kalam

    Mendengar ucapan di belakangnya, Ki Kalam pun menoleh. Matanya menatap sosok pemuda dengan pakaian serba merah dan tengah menatapnya dengan tajam. "Semua orang Perguruan Ular Hitam itu terlalu sombong, tapi kemampuan tak ada. Seperti Weling Ireng, Manik, Wicaksono... Apakah seseorang yang berada di Ranah Keabadian juga sama? Menindas gadis lemah yang berada jauh di bawahnya, ckckck... Macam taik kau orang tua!" kembali terdengar makian dari Bima. Marah Ki Kalam mendengar makian yang belum pernah dia dapatkan selama hidupnya menjadi Pemimpin Perguruan. "Beraninya kau bajingan! Aku akan robek mulut kotormu itu!" teriaknya kemudian melempar tubuh Arimbi hingga menabrak rumah kayu. Brak! Rumah itu terlihat hampir roboh. Bima dengan cepat bergerak. Namun Ki Kalam menghalanginya. Pedang Bima berkelebat ke arah leher Ki Kalam. Namun Ki Kalam dengan cepat menghindar. Saat itulah, Bima meledakkan tenaga dalamnya hingga tubuh Ki Kalam terpental namun tidak sampai jatuh. Dengan kecepatan

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    55.Arimbi Dalam Bahaya

    Arimbi mendengar derap kaki kuda. Dia segera mengintip dari balik pagar rumah yang hancur sebagian tersebut. Matanya yang indah itu melihat sosok orang tua berkuda. Orang itu sempat berputar-putar di sekitar gapura. Arimbi yakin orang itu adalah musuh yang mengejarnya saat bersama Bima. Orang yang tak lain adalah Ki Kalam turun dari kudanya. Matanya menyapu seantero tempat. Dia menatap kuda yang terparkir di bawah pendopo itu. "Woe, penjahat! Keluar kau!" teriaknya menggema. Ki Kalam melangkah masuk ke dalam Perguruan yang sudah hancur itu. Seketika dia teringat Perguruan tersebut. "Perguruan sampah memang tak layak berada di dunia ini, selalu berbuat curang untuk bisa berada di atas, cuih!" ucap Ki Kalam. Arimbi tak melihat apa yang orang tua itu lakukan. Apalagi ucapannya yang sangat tidak sopan itu. "Dia orang tua tapi sungguh tak bisa menjadi contoh yang baik! Aku akan beri dia pelajaran!" batin Arimbi. Ki Kalam menoleh saat mendengar langkah kaki Arimbi. Dia menatap gadi

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    54.Jurus Ilusi

    Ki Kalam menghentikan kudanya saat dia melihat seekor kuda yang tengah makan rumput di pinggir hutan. Ki Kalam menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan si penunggang kuda. "Aneh... Kenapa kuda ini sendiri? Dimana penunggang kudanya?" batin Ki Kalam. Dia duduk di atas batu untuk menunggu. Setelah cukup lama menunggu dia memutuskan utnuk mencari orang tersebut. "Dia pasti menyadari aku mengejarnya sehingga dia turun dan lebih memilih untuk kabur ke arah hutan... hmmm..."Setelah mempertimbangkan sejenak, Ki Kalam akhirnya memilih ke arah hutan sebelah kiri dimana ada jalan setapak kecil. Dan jalan itu adalah jalan yang tembus ke Perguruan Julang Emas, dimana Arimbi tengah menanti Bima di sana. Ki Sura menangkis semua serangan cepat yang Bima lancarkan. Kali ini Iblis Es di dalam tubuh Bima semakin terlihat. Serangan pun semakin cepat Bima layangkan. Setiap pedangnya mengandung kekuatan ledakan es. Membuat Ki Suta sedikit kelabakan melawan anak muda. "Bagus! Kau sudah

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    53.Bola Iblis & Pemotong Roh

    Ki Sura tertawa puas. Dia berdiri setengah terbungkuk karena efek serangan tenaga dalam Bima. "Bagaimana? Apakah kau bisa membandingkan seranganmu sebelumnya dengan yang baru aku katakan?" tanya Ki Sura. Bima menatap orang tua itu dengan heran. Dia merasa tengah di ajari seorang guru. Tapi dia tak tahu harus bersikap apa karena ini baginya adalah pertarungan. "Nama jurus yang baru kau dapat itu adalah Jurus Menarik Matahari," kata Ki Sura. "Sebenarnya apa maksudmu Ki mengajarkan jurus ini padaku?" tanya Bima. "Hei! Siapa yang mengajarimu! Bahkan muridku butuh waktu enam purnama untuk bisa menguasai jurus itu! Kau hanya dalam kejapan mata saja sudah bisa melakukan nya! Kau terlalu berbakat menjadi muridku!" ucap Ki Sura. Bima masih tak mengerti dengan maksud Ki Sura. Tapi dia tak peduli lagi. Dengan cepat dia menyerang kembali. Ki Sura tak diam saja. Dengan kekuatan yang dia miliki dengan mudah Ki Sura mengumpulkan kekuatan angin di tangannya. "Nah, makan ini!" kata Ki Sura sam

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    52.Saling Membayar

    "Sekarang aku sudah katakan padamu, perkara kamu masih dendam pada Perguruan ku itu bukan masalah lagi. Yang jelas, aku pun mempunyai dendam yang sama dengan dirimu, karena semua muridku kau bunuh secara keji," kata Ki Sura. Bima tersenyum. "Terimakasih Ki, sudah berkata jujur padaku, memberitahu rahasia yang aku tak tahu, tapi apa pun itu alasannya, aku tetap akan memusnahkan semua Perguruan yang ikut andil dalam pembantaian, dan ceritamu tadi tidak akan bisa menghentikan langkahku..." sahut Bima dengan tatapan dingin. Kini tujuannya semakin kuat. Menghancurkan semuanya, bahkan negara Angin Barat sekali pun! Ki Sura tersenyum dengan tekat kuat yang di miliki oleh Bima. Bahkan di dalam Perguruan nya tak ada satu pun murid yang mempunyai jiwa kesatria dan kesetiaan yang begitu besar seperti yang Bima tunjukkan. "Itu terserah kamu anak muda, kamu punya jalan sendiri, begitu juga diriku, kita akan selesai kan semua ini sekarang," kata Ki Sura. Bima menyeringai. "Aku kasih tahu kau

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    51.Ki Sura

    Keesokan harinya, Arimbi menyediakan sarapan untuk Bima. Dia sengaja memasak bersama pemilik penginapan. Dulu sebelum Arimbi turun gunung dari tempat dia menimba ilmu, dia sering memasak nasi bakar yang di campur dengan bumbu ikan dan kemangi. Kata gurunya makanan buatannya itu sangatlah enak. Itu sebabnya pagi itu Arimbi membuatkannya untuk Bima. Itu adalah pertama kalinya dia membuat makanan untuk seorang pria. Bima menatap nasi yang berada di dalam bambu. Melihat sekilas dia merasa nasi itu enak. Arimbi mengambil nasi itu ke dalam piring tanah beralas daun pisang. "Silahkan kakang, ini adalah makanan buatanku..." ucap Arimbi dengan senyum semringah. Bima menyelupkan tangannya ke dalam mangkuk berisi air. Lalu dia pun menyuapi mulutnya dengan nasi bakar buatan Arimbi. Gadis yang masih diam-diam mencintainya. Mata Bima membesar membuat Arimbi panik seketika. "Ada apa kakang? Apakah tidak enak? atau ada sesua

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    50.Iblis Bayangan

    Mata Arimbi pun terpejam setelah merasa nyaman karena tangannya berada dalam genggaman Bima. Pemuda itu menatap wajah Arimbi tanpa berkedip. Ada perasaan yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang. "Ada apa denganku? Kenapa hanya dengan melihat wajahnya saja aku merasa sangat nyaman?" batin Bima. Tangan kirinya bergerak ingin mengelus pipi Arimbi. Namun saat jarinya hampir menyentuh kulit putih gadis itu tangannya terhenti. Dia mendengar sesuatu dari arah luar. "Aura Iblis...?" batin Bima. Dengan perlahan Bima melepaskan pegangan tangannya pada Arimbi. Dia merasa aura itu sangat kuat. "Ini aura yang sama saat aku berada di gubuk kecil malam itu..." batin Bima lalu perlahan berjalan ke arah pintu. Dia teringat pembicaraan dengan Banu sebelum meninggal. Banu sudah siap melepaskan Iblis miliknya dan memberikannya kepada Bima. Karena hanya Bima lah yang sanggup menerima Iblis itu. Dan benar saja, dari balik pintu terdengar suara menggeram. Bima menghunus pedangnya. Dia melihat

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    49.Kisah Pendekar Iblis Gila

    Kuda-kuda itu berlari cukup kencang. Suaranya terdengar dari kejauhan. Saat rombongan kuda itu melewati rumah-rumah penduduk desa, semua orang menatap dengan penuh rasa penasaran. Kuda-kuda itu membawa kantong-kantong berisi sesuatu. Dan cairan berwarna merah pekat berceceran dari kantong itu menebar bau amis yang membuat mual. Rombongan kuda itu masuk ke dalam Perguruan Ular Hitam. Suaranya terdengar hingga ke rumah Ki Kalam dan Ki Sura. Mereka berdua mengira para guru dan muridnya berhasil menangkap Bima. "Luar biasa, Wicaksono bergerak sangat cepat. Sesuai harapanku!" ucap Ki Kalam. Dengan tergopoh-gopoh mereka pun keluar dari rumah dan menghampiri halaman aula tempat berlatih dimana kuda-kuda itu berhenti. Seketika itu juga mata mereka terkejut melihat kuda-kuda itu tanpa ada penunggangnya. Dan yang membuat mereka semakin terkejut adalah buntalan kantong pada pelana kuda-kuda tersebut. Mereka sudah curiga terjadi sesuatu. Namun Ki Sura masih mencoba berpikir tenang. "Mungki

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    48.Lawan Seratus Pun Siapa Takut?

    Bima melesat dengan cepat dengan penuh semangat. Hingga akhirnya dia sampai di rumah terakhir yang sudah hancur akibat serangan Manik dan para pengikutnya di desa itu. Bima berdiri di tengah jalan menghadang rombongan berkuda dengan jumlah yang cukup banyak. Rombongan itu berhenti. Wicaksono menatap tajam, lalu dengan cepat dia cabut pedangnya. "Hei, kisanak, apa yang kau lakukan di tengah jalan! Menyingkir lah atau mati!" hardik Wicaksono. Bima tersenyum kecil. Dia cabut pedangnya. "Waktunya makan pedangku..." ucap Bima dengan seringainya yang membuat para murid itu tegang. Tanpa babibu lagi Bima melesat kearah rombongan itu. Mata kanan nya memancarkan sinar biru. "Hati-hati! Dia akan menyerang!" teriak Wicaksono. Namun terlambat, Bima sudah melompati nya dan langsung mengarah ke para murid yang ada di belakang. "Mengirim bocah Tubuh Besi padaku? Kalian sangat konyol!" ucap Bima masih den

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status