Share

6.Sayembara

Penulis: Gibran
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-18 07:34:16

Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai.

"Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras.

Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu.

Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu.

Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah.

Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga.

Tuk!

Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga merasakan tangan kanannya lunglai tak bisa di gerakkan alias lemas.

"Apa yang orang ini lakukan pada tanganku!?" batin Marga penuh amarah. Dia berusaha menggerakkan tangannya namun tidak bisa sama sekali.

Melihat bagaimana Bimasena mengelak dan menangkis dua serangannya tadi, dia menjadi berpikir dua kali untuk melanjutkan pertarungan. Di tambah dalam satu gerakan tangan kanannya langsung lunglai tak berdaya.

Bimasena sebenarnya tak ingin membuat keributan yang semakin membuat orang-orang di perguruan Katak Merah itu heboh. Karena itu bisa mengganggu rencana besarnya.

Demi rencana itu, akhirnya dia terpaksa membungkuk hormat kepada Marga dan meminta maaf.

Marga yang tadi sudah merasa tak berani melakukan perlawanan itu kembali merasa jumawa melihat Bimasena yang membungkuk hormat kepadanya.

"Berlutut di kakiku dan memohon ampun! maka aku akan melepaskan mu!" ucap Marga dengan wajah marah.

Bimasena mendengus keras. Tanpa berucap satu kata pun dia langsung bergerak cepat menyambar kepala Marga. Lalu dengan sekali tarik menggunakan tenaga yang besar tubuh Marga didorong ke bawah kakinya hingga terhempas ke jalan.

Marga jatuh terjerembab ke jalan batu tersebut tepat di depan kaki Bimasena.

Bruk!

Wajah Marga menghantam jalan batu dengan keras hingga hidungnya hancur. Darah mengucur dari luka di hidungnya. Semua orang menatap ngeri termasuk Jaya dan kawan-kawan nya. Mereka tak menyangka seorang guru di perguruan Katak Merah tak berdaya melawan orang asing yang mereka anggap pengemis itu.

Marga mengerang kesakitan. Bima tak peduli. Dia jambak rambut Marga hingga kepala orang itu mendongak ke atas dengan tubuh yang masih telungkup di tanah.

"Apa hakmu menyuruhku bersujud di kakimu? aku akan membunuhmu jika aku ingin. Tapi kamu bukan orang yang layak aku bunuh. Sekarang, apakah kamu masih berpikir untuk melakukan hal bodoh lagi!?Apa kamu minta aku mematahkan lehermu? " tanya Bima dengan sorot mata yang mengerikan.

Marga tak berkutik menghadapi ucapan yang membuatnya seketika merasa takut. Sementara Jaya dan kawan-kawan nya tak berani berbuat apa pun.

"Jika ini bukan di tempat ramai, kamu sudah menjadi mayat tanpa kepala," bisik Bima membuat hati Marga bergetar ketakutan.

Bima mendorong kepala itu hingga kembali jatuh ke jalan tersebut. Kepalanya membentur lantai hingga seketika Marga pun pingsan.

Para murid perguruan Katak Merah yang ikut guru mereka itu tak ada yang berani mengganggu Bimasena lagi. Mereka diam tak berkata apa pun. Mereda sadar batasan kekuatan antara mereka dan pendekar asing itu.

Bima pun pergi meninggalkan mereka dan gurunya yang masih tergeletak di atas jalan batu. Setelah Bima pergi, Jaya segera mendatangi gurunya bersama teman-teman nya.

"Guru Marga, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Jaya sambil membantu tubuh Marga berdiri. Marga terlihat lemah dan kesakitan. Darah masih mengucir dari lubang hidung nya yang hancur.

"Sialan... aku tidak terima dengan perlakuan hina macam ini...lihat saja nanti," ucap Marga dengan penuh dendam dan kebencian.

"Dia bukan pendekar biasa guru, aku menyesal telah membuatnya marah dan akhirnya mencelakakan kita..." ucap Jaya.

"Aku tak peduli, dia sudah membuat ku seperti ini, itu artinya dia siap untuk menanggung akibat dari perbuatannya!" sahut Marga masih geram.

Mereka pun akhirnya kembali ke perguruan untuk merawat luka Marga. Jaya menatap sinis di belakang gurunya.

"Dasar lemah! guru tidak berguna!" ucapnya dalam hati dengan raut wajah kecewa.

Setelah beberapa lama mencari tempat menginap Bima akhirnya mendapatkan sebuah penginapannya untuk sementara waktu yang tak jauh dari tempat keributan tadi.

Pelayan di penginapan itu terlihat cantik dan membuat mata Marga tak berhenti menatapnya. Pelayan itu menoleh ke arahnya lalu membungkukkan badan dan tersenyum kepadanya.

Bima tak membalas senyum itu. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

"Silahkan tuan, berapa hari tuan akan tinggal di penginapan ini?" tanya pelayan cantik itu.

"Mungkin tiga atau empat hari," jawab Bima singkat.

"Biaya sewa kamar tiga puluh tail perak dan biaya makan sehari tiga kali sepuluh tail perak. Semuanya empat puluh tail perak tuan," ucap gadis pelayan yang cantik itu.

Bima mengangguk. Dia mengambil kantong kecil yang menggantung di pinggangnya. Dibukanya kantong tersebut.

Mata gadis itu menatap dengan bibir tersenyum. Dalam hatinya dia sudah menebak jika orang yang ada di hadapannya itu hanyalah pengemis yang baru datang dari jauh.

"Aku yakin dia hanya mempunyai beberapa tail perak saja, sungguh kasihan sekali, apakah aku harus berbuat baik padanya?" batin gadis pelayan itu.

Bima membuka kantong nya dan matanya mencari-cari sesuatu. Gadis itu semakin curiga melihat gelagat pada Bima yang seolah tengah kebingungan.

"Astaga, sepertinya dugaanku benar!" batin gadis itu.

Selama tiga tahun Bima hidup bersama gurunya, dia menabungkan uangnya dari hasil menjual kayu bakar dan permata hijau. Semua itu dia kumpulkan untuk bekal saat dia mengembara. Bima pun mengambil sesuatu dari kantongnya lalu menaruhnya di meja pelayan.

"Maaf, aku hanya mempunyai ini," kata Bima sambil menyodorkan empat puluh tail emas di meja gadis cantik itu. Mata pelayan itu terbelalak lebar. Dia tak menyangka dugaannya salah besar. Lelaki di hadapan nya bukanlah pengemis seperti yang dia kira.

"Dia orang kaya...!" seru si gadis dalam hati.

Ternyata didalam kantong Bima tidak ada satu pun tail perak. Semuanya adalah tail emas. Itu sebabnya dia kebingungan saat disuruh membayar empat puluh tail perak.

Di kedai sebelumnya pun dia membayar semua kerugian yang kedai itu derita dengan hanya satu tail emas. Pemilik kedai diam seketika dan tidak lagi mempermasalahkan kedainya yang porak poranda dampak dari perkelahian Bima dan rombongan murid Perguruan Katak Merah.

Akhirnya hanya dengan satu tail emas, Bima mendapat kamar paling mewah dan layanan makan dengan menu pilihan selama sepuluh hari.

Gadis itu pun meminta maaf kepada Bima tentang pikiran buruknya tadi.

Bima hanya tersenyum dan tidak mempermasalahkannya. Malah karena kejujuran si gadis, Bima memberinya satu tail emas kepada gadis itu secara cuma-cuma.

Satu tail emas sama dengan seribu tail perak. Gadis itu merasa sangat bahagia hingga menangis karena tak kuasa menahan perasaan nya. Untuk mendapatkan seribu tail perak dia harus bekerja keras selama berbulan-bulan di penginapan tersebut. Itu pun belum dengan kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Namun berkat pemberian Bimasena, dia merasa sangat bersuka cita. Semua kebutuhannya akan terpenuhi.

"Jika tuan memiliki keinginan lain, saya siap untuk melayaninya tuan," ucap si gadis dengan wajah merah. Dia bingung harus membayar kebaikan Bima dengan apa. Dia hanya berpikir jika dia bisa membuat lelaki itu bahagia di atas ranjang, mungkin dia akan merasa lega karena merasa telah melunasi hutang budi tersebut.

Tapi Bima hanya tersenyum kecil dan melenggang ke kamarnya tak peduli dengan ucapan gadis tersebut. Gadis itu hanya menatapnya dengan penuh kekaguman, hingga pintu kamar itu tertutup.

"Dia sangat baik..." batinnya dengan senyum mengembang.

Sehari kemudian Bima menyirap kabar bahwa sayembara memperebutkan gulungan kitab abadi itu akan di mulai dua hari kemudian. Dia pun mengatur siasat untuk bisa masuk ke dalam Perguruan Katak Merah tersebut.

"Aku akan ikut mendaftar ke arena pertarungan itu, mungkin itu satu-satunya cara agar aku bisa lebih mudah masuk ke dalam Perguruan itu," batin Bima sambil mengenakan pakaian yang baru saja dia beli melalui gadis pelayan itu.

Kali ini, Bima terlihat seperti tuan muda yang gagah dan tampan. Gadis mana pun akan terkesima melihat ketampanan pemuda tersebut. Apalagi brewoknya yang lebat sudah dia pangkas sehingga wajahnya terlihat bersih.

Dengan pakaian serba merah itu dia mengambil pedangnya lalu keluar kamar untuk berangkat ke tempat pendaftaran sayembara.

Bab terkait

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    8.Kuda Hitam

    Akhirnya hari yang di tunggu telah tiba. Bimasena segera berkemas dan berangkat menuju gelanggang pertarungan di Perguruan Katak Merah. Sesampainya disana ribuan pengunjung sudah berdatangan untuk melihat jagoan mereka bertarung. Para pendekar kelas bawah dari berbagai penjuru berdatangan untuk ikut meramaikan sayembara. Bima duduk di bangku penonton untuk sementara waktu. Di tempat khusus para tetua perguruan, berjejer beberapa orang yang di anggap paling berpengaruh di perguruan tersebut. Seorang gadis cantik pembawa acara naik ke atas panggung. Dia adalah seorang gadis cantik jelita dengan pakaian minim yang membuat semua mata para penonton terbuka lebar. Para pengunjung bersorak meneriaki gadis tersebut. Si gadis pun mengedipkan sebelah matanya dengan lidah menjulur ke arah penonton. Terdengar suara gemuruh para penonton setelah gadis itu melakukan aksi nya. Bima menutup wajahnya sambil gelengkan kepala. "Gadis aneh," pikir Bima. Si Gadis itu mengambil pengeras suara. "Ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    9.Bukan Lawan Sebanding

    Kirana Dewi pun berteriak dengan lantang. "Pendekar yang akan bertanding melawan Pendekar Merah adalah Cong Wei dari Perguruan Naga Air!" ucap Kirana Dewi keras. Pendekar berambut gimbal tersenyum. "Takdir sudah memilihmu, Cong Wei, kau memang sudah ditakdirkan melawan dia," ucapnya kepada Pendekar ceking yang ternyata bernama Cong Wei dari perguruan Naga Air. "Aku tidak takut! Lihat saja nanti, siapa yang akan berlutut!" ucap Cong Wei dengan penuh percaya diri."Baguslah kalau kau tak takut. Paling tidak kau tidak membuat malu perguruan besarmu itu," Cong Wei tak menanggapi ucapan si gimbal. Dia segera berkelebat ke atas arena. Bima menatap Pendekar ceking itu. Tak ada senyum di bibirnya. Malah Cong Wei lah yang menyunggingkan senyum sinis kepadanya. "Baru mengalahkan para sampah sudah banyak sekali lagak, aku akan membuatmu memohon ampun padaku," ucap Cong Wei lalu memasang kuda-kuda. Bima hanya melirik gerakan kuda-kuda lawan sekilas. Suara lonceng tanda pertandingan di mu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    10.Peraturan Tidak Adil

    Bima kembali berdiri di atas panggung. Kali ini dia akan melawan satu Pendekar dari Perguruan kelas bawah, yaitu Perguruan Kuda Putih. Bima pernah mendengar nama Perguruan itu. Tapi dia tidak begitu paham jurus-jurus mereka. Ini yang membuat Bima merasa tertantang. Pemuda bernama Jinggo itu berdiri dengan gagah. Dia adalah salah satu senior terkuat di Perguruan Kuda Putih. "Aku sudah menyiapkan semuanya untuk bisa bertemu dengan salah satu perwakilan Julang Emas yang katanya jago-jago dalam pertarungan! Tapi sialnya Perguruan lemah itu sudah hancur terlebih dulu sebelum aku menginjak-injak nya! Aku akan jadikan kamu sebagai alat pelampiasan amarahku!" ucap Jinggo berapi-api. Mata Bima berkilat marah. Kedua tinjunya terkepal erat. "Beraninya menghina Perguruan ku... kamu akan tahu akibat dari ucapan mu..." ucap Bima perlahan. Saat lonceng berbunyi, Bima langsung berinisiatif menyerang lebih dulu. Dia berlari cepat. Sangat cepat! Jinggo menatapnya dengan terkejut. Dia segera saol

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    11.Weling Ireng & Jalak Saksono

    Bima menatap kedua pendekar yang sudah berdiri di depannya itu. Matanya yang jeli merasa ada sedikit kejanggalan. Waktu di babak penyisihan tadi dia tidak melihat dua orang tersebut di antara sembilan belas peserta yang lain. Bima mulai curiga ada sesuatu yang tidak beres dengan peraturan kali ini. Dia yakin ada yang disembunyikan oleh penyelenggara sayembara. Tapi Bima tak gentar sedikit pun. Meski dia menyadari dua lawannya bukan pendekar lemah, di tambah jumlah yang tidak seimbang. Yaitu dua lawan satu. Ini adalah pertarungan yang sulit bagi Bima. "Jalak Sasono, jangan biarkan dia banyak bergerak. Lumpuhkan salah satu tangannya," ucap pendekar dari Perguruan Ular Hitam. "Aku paham Weling Ireng, pemuda ini sudah menunjukkan beberapa teknik miliknya, kita bisa dengan mudah memperhitungkan arah serangan dan gerakan jurusnya, jangan khawatir, gerakan lincahku akan menyulitkan pandangan matanya," ucap Jalak Sasono, Pendekar dari Perguruan Jalak Perak. Weling Ireng dari Perguruan Ula

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    12.Hasil Latihan Keras

    Weling Ireng melesat dengan tangan kanannya yang sudah diisi tenaga dalam tinggi. Pukulan Sakti Raja Ular Menyemburkan Racun milik Weling Ireng sangat berbahaya. Jika sampai terkena meskipun itu hanya tersentuh saja, maka kulit orang tersebut akan melepuh seperti terbakar. Dan jika terkena langsung serangan itu, sudah di pastikan tubuhnya akan menjadi sesuatu yang mengerikan. Hanya dengan melihat saja Bimasena bisa merasakan aura bahaya dari serangan Weling Ireng kali ini. Tapi dia sudah mempersiapkan dirinya dengan pukulan tenaga dalam yang dia pelajari selama ini. Meski Bima hanya berada di tingkat Tubuh Besi, tetap saja tinjunya sangat berbahaya dan bukan main-main. Bima berkelit ke kanan saat tubuh Weling Ireng menerjang. Dalam keadaan melayang di udara Bima menggerakkan tangannya beberapa kali. Ini dia lakukan karena dia merasa ada sesuatu yang mengarah ke tubuhnya. Sesuatu itu adalah racun yang menyebar di udara. Racun itu tentu saja berasal dari tangan Weling Ireng. "Bahka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    13.Festival Lampion

    Bima pulang terlebih dahulu ke penginapan yang tak berapa jauh dari pusat perguruan Katak Merah. Dia masuk ke dalam kamarnya. Saat dia selesai mandi dan mengganti pakaiannya, pintunya ada yang mengetuk. Dengan masih memakai pakaian, Bima membuka pintu itu dan mengintip. "Siapa?" tanyanya. "Saya tuan muda, Lastri," ucap seorang gadis pelayan. Bima membuka pintunya. Saat itu dia tengah memakai pakaian atasnya. Namun karena belum selesai memakai bajunya, tubuh Bima sempat terlihat oleh mata gadis itu. Wajah si gadis langsung bersemu merah. Dia terpesona dengan otot yang sangat sempurna milik Bima. Tubuh yang kekar namun tidak terlalu besar. Perutnya menampakkan otot-otot indah yang membuat wanita mana pun akan tergoda. "Ada apa?" tanya Bima dingin. Lastri tergagap seketika karena tengah melamun dan menatap tubuh pemuda itu. "Eh.. ah.. anu, saya mau mengantarkan makanan tuan muda, hari ini tuan muda hanya sarapan pagi, siang belum makan, karena ini sudah mulai sore saya langsung s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    14.Kesatria Sejati

    Keesokan harinya Bimasena membuka matanya. Saat dia membuka mata, yang di lihat pertama adalah Kirana Dewi yang sedang memakai pakaian.Karena gadis itu belum mengenakan pakaiannya, Bima dengan jelas bisa melihat seluruh tubuh polos Kirana tanpa selembar benang pun. Wajah nya memanas. Dia membuang muka ke arah lain. "Kau, bagaimana kau bisa ada di kamarku?" tanya Bima tanpa menoleh kearah Kirana. Gadis itu terkejut. Dia tak menyangka Bima akan terbangun di saat dia sedang memakai pakaian. Buru-buru Kirana memakai pakaiannya. Wajahnya merah merona. "Maaf, aku menumpang mandi di kamar mu, pakaian ku penuh dengan darah dari luka di tubuhmu," ucap Kirana selesai memakai pakaian. Bima segera bangun meski sambil menahan nyeri. "Kamu yang menyelamatkanku semalam..." ucap Bima sambil menatap wajah gadis itu. Kirana tersenyum. "Salah, justru kamu yang sudah menyelamatkan diriku, kakang Bima. Jika bukan karena kamu yang melindungiku, sudah pasti aku yang mati di sana," kata Kirana dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21

Bab terbaru

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    56.Ki Kalam

    Mendengar ucapan di belakangnya, Ki Kalam pun menoleh. Matanya menatap sosok pemuda dengan pakaian serba merah dan tengah menatapnya dengan tajam. "Semua orang Perguruan Ular Hitam itu terlalu sombong, tapi kemampuan tak ada. Seperti Weling Ireng, Manik, Wicaksono... Apakah seseorang yang berada di Ranah Keabadian juga sama? Menindas gadis lemah yang berada jauh di bawahnya, ckckck... Macam taik kau orang tua!" kembali terdengar makian dari Bima. Marah Ki Kalam mendengar makian yang belum pernah dia dapatkan selama hidupnya menjadi Pemimpin Perguruan. "Beraninya kau bajingan! Aku akan robek mulut kotormu itu!" teriaknya kemudian melempar tubuh Arimbi hingga menabrak rumah kayu. Brak! Rumah itu terlihat hampir roboh. Bima dengan cepat bergerak. Namun Ki Kalam menghalanginya. Pedang Bima berkelebat ke arah leher Ki Kalam. Namun Ki Kalam dengan cepat menghindar. Saat itulah, Bima meledakkan tenaga dalamnya hingga tubuh Ki Kalam terpental namun tidak sampai jatuh. Dengan kecepatan

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    55.Arimbi Dalam Bahaya

    Arimbi mendengar derap kaki kuda. Dia segera mengintip dari balik pagar rumah yang hancur sebagian tersebut. Matanya yang indah itu melihat sosok orang tua berkuda. Orang itu sempat berputar-putar di sekitar gapura. Arimbi yakin orang itu adalah musuh yang mengejarnya saat bersama Bima. Orang yang tak lain adalah Ki Kalam turun dari kudanya. Matanya menyapu seantero tempat. Dia menatap kuda yang terparkir di bawah pendopo itu. "Woe, penjahat! Keluar kau!" teriaknya menggema. Ki Kalam melangkah masuk ke dalam Perguruan yang sudah hancur itu. Seketika dia teringat Perguruan tersebut. "Perguruan sampah memang tak layak berada di dunia ini, selalu berbuat curang untuk bisa berada di atas, cuih!" ucap Ki Kalam. Arimbi tak melihat apa yang orang tua itu lakukan. Apalagi ucapannya yang sangat tidak sopan itu. "Dia orang tua tapi sungguh tak bisa menjadi contoh yang baik! Aku akan beri dia pelajaran!" batin Arimbi. Ki Kalam menoleh saat mendengar langkah kaki Arimbi. Dia menatap gadi

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    54.Jurus Ilusi

    Ki Kalam menghentikan kudanya saat dia melihat seekor kuda yang tengah makan rumput di pinggir hutan. Ki Kalam menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan si penunggang kuda. "Aneh... Kenapa kuda ini sendiri? Dimana penunggang kudanya?" batin Ki Kalam. Dia duduk di atas batu untuk menunggu. Setelah cukup lama menunggu dia memutuskan utnuk mencari orang tersebut. "Dia pasti menyadari aku mengejarnya sehingga dia turun dan lebih memilih untuk kabur ke arah hutan... hmmm..."Setelah mempertimbangkan sejenak, Ki Kalam akhirnya memilih ke arah hutan sebelah kiri dimana ada jalan setapak kecil. Dan jalan itu adalah jalan yang tembus ke Perguruan Julang Emas, dimana Arimbi tengah menanti Bima di sana. Ki Sura menangkis semua serangan cepat yang Bima lancarkan. Kali ini Iblis Es di dalam tubuh Bima semakin terlihat. Serangan pun semakin cepat Bima layangkan. Setiap pedangnya mengandung kekuatan ledakan es. Membuat Ki Suta sedikit kelabakan melawan anak muda. "Bagus! Kau sudah

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    53.Bola Iblis & Pemotong Roh

    Ki Sura tertawa puas. Dia berdiri setengah terbungkuk karena efek serangan tenaga dalam Bima. "Bagaimana? Apakah kau bisa membandingkan seranganmu sebelumnya dengan yang baru aku katakan?" tanya Ki Sura. Bima menatap orang tua itu dengan heran. Dia merasa tengah di ajari seorang guru. Tapi dia tak tahu harus bersikap apa karena ini baginya adalah pertarungan. "Nama jurus yang baru kau dapat itu adalah Jurus Menarik Matahari," kata Ki Sura. "Sebenarnya apa maksudmu Ki mengajarkan jurus ini padaku?" tanya Bima. "Hei! Siapa yang mengajarimu! Bahkan muridku butuh waktu enam purnama untuk bisa menguasai jurus itu! Kau hanya dalam kejapan mata saja sudah bisa melakukan nya! Kau terlalu berbakat menjadi muridku!" ucap Ki Sura. Bima masih tak mengerti dengan maksud Ki Sura. Tapi dia tak peduli lagi. Dengan cepat dia menyerang kembali. Ki Sura tak diam saja. Dengan kekuatan yang dia miliki dengan mudah Ki Sura mengumpulkan kekuatan angin di tangannya. "Nah, makan ini!" kata Ki Sura sam

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    52.Saling Membayar

    "Sekarang aku sudah katakan padamu, perkara kamu masih dendam pada Perguruan ku itu bukan masalah lagi. Yang jelas, aku pun mempunyai dendam yang sama dengan dirimu, karena semua muridku kau bunuh secara keji," kata Ki Sura. Bima tersenyum. "Terimakasih Ki, sudah berkata jujur padaku, memberitahu rahasia yang aku tak tahu, tapi apa pun itu alasannya, aku tetap akan memusnahkan semua Perguruan yang ikut andil dalam pembantaian, dan ceritamu tadi tidak akan bisa menghentikan langkahku..." sahut Bima dengan tatapan dingin. Kini tujuannya semakin kuat. Menghancurkan semuanya, bahkan negara Angin Barat sekali pun! Ki Sura tersenyum dengan tekat kuat yang di miliki oleh Bima. Bahkan di dalam Perguruan nya tak ada satu pun murid yang mempunyai jiwa kesatria dan kesetiaan yang begitu besar seperti yang Bima tunjukkan. "Itu terserah kamu anak muda, kamu punya jalan sendiri, begitu juga diriku, kita akan selesai kan semua ini sekarang," kata Ki Sura. Bima menyeringai. "Aku kasih tahu kau

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    51.Ki Sura

    Keesokan harinya, Arimbi menyediakan sarapan untuk Bima. Dia sengaja memasak bersama pemilik penginapan. Dulu sebelum Arimbi turun gunung dari tempat dia menimba ilmu, dia sering memasak nasi bakar yang di campur dengan bumbu ikan dan kemangi. Kata gurunya makanan buatannya itu sangatlah enak. Itu sebabnya pagi itu Arimbi membuatkannya untuk Bima. Itu adalah pertama kalinya dia membuat makanan untuk seorang pria. Bima menatap nasi yang berada di dalam bambu. Melihat sekilas dia merasa nasi itu enak. Arimbi mengambil nasi itu ke dalam piring tanah beralas daun pisang. "Silahkan kakang, ini adalah makanan buatanku..." ucap Arimbi dengan senyum semringah. Bima menyelupkan tangannya ke dalam mangkuk berisi air. Lalu dia pun menyuapi mulutnya dengan nasi bakar buatan Arimbi. Gadis yang masih diam-diam mencintainya. Mata Bima membesar membuat Arimbi panik seketika. "Ada apa kakang? Apakah tidak enak? atau ada sesua

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    50.Iblis Bayangan

    Mata Arimbi pun terpejam setelah merasa nyaman karena tangannya berada dalam genggaman Bima. Pemuda itu menatap wajah Arimbi tanpa berkedip. Ada perasaan yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang. "Ada apa denganku? Kenapa hanya dengan melihat wajahnya saja aku merasa sangat nyaman?" batin Bima. Tangan kirinya bergerak ingin mengelus pipi Arimbi. Namun saat jarinya hampir menyentuh kulit putih gadis itu tangannya terhenti. Dia mendengar sesuatu dari arah luar. "Aura Iblis...?" batin Bima. Dengan perlahan Bima melepaskan pegangan tangannya pada Arimbi. Dia merasa aura itu sangat kuat. "Ini aura yang sama saat aku berada di gubuk kecil malam itu..." batin Bima lalu perlahan berjalan ke arah pintu. Dia teringat pembicaraan dengan Banu sebelum meninggal. Banu sudah siap melepaskan Iblis miliknya dan memberikannya kepada Bima. Karena hanya Bima lah yang sanggup menerima Iblis itu. Dan benar saja, dari balik pintu terdengar suara menggeram. Bima menghunus pedangnya. Dia melihat

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    49.Kisah Pendekar Iblis Gila

    Kuda-kuda itu berlari cukup kencang. Suaranya terdengar dari kejauhan. Saat rombongan kuda itu melewati rumah-rumah penduduk desa, semua orang menatap dengan penuh rasa penasaran. Kuda-kuda itu membawa kantong-kantong berisi sesuatu. Dan cairan berwarna merah pekat berceceran dari kantong itu menebar bau amis yang membuat mual. Rombongan kuda itu masuk ke dalam Perguruan Ular Hitam. Suaranya terdengar hingga ke rumah Ki Kalam dan Ki Sura. Mereka berdua mengira para guru dan muridnya berhasil menangkap Bima. "Luar biasa, Wicaksono bergerak sangat cepat. Sesuai harapanku!" ucap Ki Kalam. Dengan tergopoh-gopoh mereka pun keluar dari rumah dan menghampiri halaman aula tempat berlatih dimana kuda-kuda itu berhenti. Seketika itu juga mata mereka terkejut melihat kuda-kuda itu tanpa ada penunggangnya. Dan yang membuat mereka semakin terkejut adalah buntalan kantong pada pelana kuda-kuda tersebut. Mereka sudah curiga terjadi sesuatu. Namun Ki Sura masih mencoba berpikir tenang. "Mungki

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    48.Lawan Seratus Pun Siapa Takut?

    Bima melesat dengan cepat dengan penuh semangat. Hingga akhirnya dia sampai di rumah terakhir yang sudah hancur akibat serangan Manik dan para pengikutnya di desa itu. Bima berdiri di tengah jalan menghadang rombongan berkuda dengan jumlah yang cukup banyak. Rombongan itu berhenti. Wicaksono menatap tajam, lalu dengan cepat dia cabut pedangnya. "Hei, kisanak, apa yang kau lakukan di tengah jalan! Menyingkir lah atau mati!" hardik Wicaksono. Bima tersenyum kecil. Dia cabut pedangnya. "Waktunya makan pedangku..." ucap Bima dengan seringainya yang membuat para murid itu tegang. Tanpa babibu lagi Bima melesat kearah rombongan itu. Mata kanan nya memancarkan sinar biru. "Hati-hati! Dia akan menyerang!" teriak Wicaksono. Namun terlambat, Bima sudah melompati nya dan langsung mengarah ke para murid yang ada di belakang. "Mengirim bocah Tubuh Besi padaku? Kalian sangat konyol!" ucap Bima masih den

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status