Share

6.Sayembara

Penulis: Gibran
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-18 07:34:16

Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai.

"Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras.

Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu.

Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu.

Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah.

Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga.

Tuk!

Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga merasakan tangan kanannya lunglai tak bisa di gerakkan alias lemas.

"Apa yang orang ini lakukan pada tanganku!?" batin Marga penuh amarah. Dia berusaha menggerakkan tangannya namun tidak bisa sama sekali.

Melihat bagaimana Bimasena mengelak dan menangkis dua serangannya tadi, dia menjadi berpikir dua kali untuk melanjutkan pertarungan. Di tambah dalam satu gerakan tangan kanannya langsung lunglai tak berdaya.

Bimasena sebenarnya tak ingin membuat keributan yang semakin membuat orang-orang di perguruan Katak Merah itu heboh. Karena itu bisa mengganggu rencana besarnya.

Demi rencana itu, akhirnya dia terpaksa membungkuk hormat kepada Marga dan meminta maaf.

Marga yang tadi sudah merasa tak berani melakukan perlawanan itu kembali merasa jumawa melihat Bimasena yang membungkuk hormat kepadanya.

"Berlutut di kakiku dan memohon ampun! maka aku akan melepaskan mu!" ucap Marga dengan wajah marah.

Bimasena mendengus keras. Tanpa berucap satu kata pun dia langsung bergerak cepat menyambar kepala Marga. Lalu dengan sekali tarik menggunakan tenaga yang besar tubuh Marga didorong ke bawah kakinya hingga terhempas ke jalan.

Marga jatuh terjerembab ke jalan batu tersebut tepat di depan kaki Bimasena.

Bruk!

Wajah Marga menghantam jalan batu dengan keras hingga hidungnya hancur. Darah mengucur dari luka di hidungnya. Semua orang menatap ngeri termasuk Jaya dan kawan-kawan nya. Mereka tak menyangka seorang guru di perguruan Katak Merah tak berdaya melawan orang asing yang mereka anggap pengemis itu.

Marga mengerang kesakitan. Bima tak peduli. Dia jambak rambut Marga hingga kepala orang itu mendongak ke atas dengan tubuh yang masih telungkup di tanah.

"Apa hakmu menyuruhku bersujud di kakimu? aku akan membunuhmu jika aku ingin. Tapi kamu bukan orang yang layak aku bunuh. Sekarang, apakah kamu masih berpikir untuk melakukan hal bodoh lagi!?Apa kamu minta aku mematahkan lehermu? " tanya Bima dengan sorot mata yang mengerikan.

Marga tak berkutik menghadapi ucapan yang membuatnya seketika merasa takut. Sementara Jaya dan kawan-kawan nya tak berani berbuat apa pun.

"Jika ini bukan di tempat ramai, kamu sudah menjadi mayat tanpa kepala," bisik Bima membuat hati Marga bergetar ketakutan.

Bima mendorong kepala itu hingga kembali jatuh ke jalan tersebut. Kepalanya membentur lantai hingga seketika Marga pun pingsan.

Para murid perguruan Katak Merah yang ikut guru mereka itu tak ada yang berani mengganggu Bimasena lagi. Mereka diam tak berkata apa pun. Mereda sadar batasan kekuatan antara mereka dan pendekar asing itu.

Bima pun pergi meninggalkan mereka dan gurunya yang masih tergeletak di atas jalan batu. Setelah Bima pergi, Jaya segera mendatangi gurunya bersama teman-teman nya.

"Guru Marga, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Jaya sambil membantu tubuh Marga berdiri. Marga terlihat lemah dan kesakitan. Darah masih mengucir dari lubang hidung nya yang hancur.

"Sialan... aku tidak terima dengan perlakuan hina macam ini...lihat saja nanti," ucap Marga dengan penuh dendam dan kebencian.

"Dia bukan pendekar biasa guru, aku menyesal telah membuatnya marah dan akhirnya mencelakakan kita..." ucap Jaya.

"Aku tak peduli, dia sudah membuat ku seperti ini, itu artinya dia siap untuk menanggung akibat dari perbuatannya!" sahut Marga masih geram.

Mereka pun akhirnya kembali ke perguruan untuk merawat luka Marga. Jaya menatap sinis di belakang gurunya.

"Dasar lemah! guru tidak berguna!" ucapnya dalam hati dengan raut wajah kecewa.

Setelah beberapa lama mencari tempat menginap Bima akhirnya mendapatkan sebuah penginapannya untuk sementara waktu yang tak jauh dari tempat keributan tadi.

Pelayan di penginapan itu terlihat cantik dan membuat mata Marga tak berhenti menatapnya. Pelayan itu menoleh ke arahnya lalu membungkukkan badan dan tersenyum kepadanya.

Bima tak membalas senyum itu. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

"Silahkan tuan, berapa hari tuan akan tinggal di penginapan ini?" tanya pelayan cantik itu.

"Mungkin tiga atau empat hari," jawab Bima singkat.

"Biaya sewa kamar tiga puluh tail perak dan biaya makan sehari tiga kali sepuluh tail perak. Semuanya empat puluh tail perak tuan," ucap gadis pelayan yang cantik itu.

Bima mengangguk. Dia mengambil kantong kecil yang menggantung di pinggangnya. Dibukanya kantong tersebut.

Mata gadis itu menatap dengan bibir tersenyum. Dalam hatinya dia sudah menebak jika orang yang ada di hadapannya itu hanyalah pengemis yang baru datang dari jauh.

"Aku yakin dia hanya mempunyai beberapa tail perak saja, sungguh kasihan sekali, apakah aku harus berbuat baik padanya?" batin gadis pelayan itu.

Bima membuka kantong nya dan matanya mencari-cari sesuatu. Gadis itu semakin curiga melihat gelagat pada Bima yang seolah tengah kebingungan.

"Astaga, sepertinya dugaanku benar!" batin gadis itu.

Selama tiga tahun Bima hidup bersama gurunya, dia menabungkan uangnya dari hasil menjual kayu bakar dan permata hijau. Semua itu dia kumpulkan untuk bekal saat dia mengembara. Bima pun mengambil sesuatu dari kantongnya lalu menaruhnya di meja pelayan.

"Maaf, aku hanya mempunyai ini," kata Bima sambil menyodorkan empat puluh tail emas di meja gadis cantik itu. Mata pelayan itu terbelalak lebar. Dia tak menyangka dugaannya salah besar. Lelaki di hadapan nya bukanlah pengemis seperti yang dia kira.

"Dia orang kaya...!" seru si gadis dalam hati.

Ternyata didalam kantong Bima tidak ada satu pun tail perak. Semuanya adalah tail emas. Itu sebabnya dia kebingungan saat disuruh membayar empat puluh tail perak.

Di kedai sebelumnya pun dia membayar semua kerugian yang kedai itu derita dengan hanya satu tail emas. Pemilik kedai diam seketika dan tidak lagi mempermasalahkan kedainya yang porak poranda dampak dari perkelahian Bima dan rombongan murid Perguruan Katak Merah.

Akhirnya hanya dengan satu tail emas, Bima mendapat kamar paling mewah dan layanan makan dengan menu pilihan selama sepuluh hari.

Gadis itu pun meminta maaf kepada Bima tentang pikiran buruknya tadi.

Bima hanya tersenyum dan tidak mempermasalahkannya. Malah karena kejujuran si gadis, Bima memberinya satu tail emas kepada gadis itu secara cuma-cuma.

Satu tail emas sama dengan seribu tail perak. Gadis itu merasa sangat bahagia hingga menangis karena tak kuasa menahan perasaan nya. Untuk mendapatkan seribu tail perak dia harus bekerja keras selama berbulan-bulan di penginapan tersebut. Itu pun belum dengan kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Namun berkat pemberian Bimasena, dia merasa sangat bersuka cita. Semua kebutuhannya akan terpenuhi.

"Jika tuan memiliki keinginan lain, saya siap untuk melayaninya tuan," ucap si gadis dengan wajah merah. Dia bingung harus membayar kebaikan Bima dengan apa. Dia hanya berpikir jika dia bisa membuat lelaki itu bahagia di atas ranjang, mungkin dia akan merasa lega karena merasa telah melunasi hutang budi tersebut.

Tapi Bima hanya tersenyum kecil dan melenggang ke kamarnya tak peduli dengan ucapan gadis tersebut. Gadis itu hanya menatapnya dengan penuh kekaguman, hingga pintu kamar itu tertutup.

"Dia sangat baik..." batinnya dengan senyum mengembang.

Sehari kemudian Bima menyirap kabar bahwa sayembara memperebutkan gulungan kitab abadi itu akan di mulai dua hari kemudian. Dia pun mengatur siasat untuk bisa masuk ke dalam Perguruan Katak Merah tersebut.

"Aku akan ikut mendaftar ke arena pertarungan itu, mungkin itu satu-satunya cara agar aku bisa lebih mudah masuk ke dalam Perguruan itu," batin Bima sambil mengenakan pakaian yang baru saja dia beli melalui gadis pelayan itu.

Kali ini, Bima terlihat seperti tuan muda yang gagah dan tampan. Gadis mana pun akan terkesima melihat ketampanan pemuda tersebut. Apalagi brewoknya yang lebat sudah dia pangkas sehingga wajahnya terlihat bersih.

Dengan pakaian serba merah itu dia mengambil pedangnya lalu keluar kamar untuk berangkat ke tempat pendaftaran sayembara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    8.Kuda Hitam

    Akhirnya hari yang di tunggu telah tiba. Bimasena segera berkemas dan berangkat menuju gelanggang pertarungan di Perguruan Katak Merah. Sesampainya disana ribuan pengunjung sudah berdatangan untuk melihat jagoan mereka bertarung. Para pendekar kelas bawah dari berbagai penjuru berdatangan untuk ikut meramaikan sayembara. Bima duduk di bangku penonton untuk sementara waktu. Di tempat khusus para tetua perguruan, berjejer beberapa orang yang di anggap paling berpengaruh di perguruan tersebut. Seorang gadis cantik pembawa acara naik ke atas panggung. Dia adalah seorang gadis cantik jelita dengan pakaian minim yang membuat semua mata para penonton terbuka lebar. Para pengunjung bersorak meneriaki gadis tersebut. Si gadis pun mengedipkan sebelah matanya dengan lidah menjulur ke arah penonton. Terdengar suara gemuruh para penonton setelah gadis itu melakukan aksi nya. Bima menutup wajahnya sambil gelengkan kepala. "Gadis aneh," pikir Bima. Si Gadis itu mengambil pengeras suara. "Ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    9.Bukan Lawan Sebanding

    Kirana Dewi pun berteriak dengan lantang. "Pendekar yang akan bertanding melawan Pendekar Merah adalah Cong Wei dari Perguruan Naga Air!" ucap Kirana Dewi keras. Pendekar berambut gimbal tersenyum. "Takdir sudah memilihmu, Cong Wei, kau memang sudah ditakdirkan melawan dia," ucapnya kepada Pendekar ceking yang ternyata bernama Cong Wei dari perguruan Naga Air. "Aku tidak takut! Lihat saja nanti, siapa yang akan berlutut!" ucap Cong Wei dengan penuh percaya diri."Baguslah kalau kau tak takut. Paling tidak kau tidak membuat malu perguruan besarmu itu," Cong Wei tak menanggapi ucapan si gimbal. Dia segera berkelebat ke atas arena. Bima menatap Pendekar ceking itu. Tak ada senyum di bibirnya. Malah Cong Wei lah yang menyunggingkan senyum sinis kepadanya. "Baru mengalahkan para sampah sudah banyak sekali lagak, aku akan membuatmu memohon ampun padaku," ucap Cong Wei lalu memasang kuda-kuda. Bima hanya melirik gerakan kuda-kuda lawan sekilas. Suara lonceng tanda pertandingan di mu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    10.Peraturan Tidak Adil

    Bima kembali berdiri di atas panggung. Kali ini dia akan melawan satu Pendekar dari Perguruan kelas bawah, yaitu Perguruan Kuda Putih. Bima pernah mendengar nama Perguruan itu. Tapi dia tidak begitu paham jurus-jurus mereka. Ini yang membuat Bima merasa tertantang. Pemuda bernama Jinggo itu berdiri dengan gagah. Dia adalah salah satu senior terkuat di Perguruan Kuda Putih. "Aku sudah menyiapkan semuanya untuk bisa bertemu dengan salah satu perwakilan Julang Emas yang katanya jago-jago dalam pertarungan! Tapi sialnya Perguruan lemah itu sudah hancur terlebih dulu sebelum aku menginjak-injak nya! Aku akan jadikan kamu sebagai alat pelampiasan amarahku!" ucap Jinggo berapi-api. Mata Bima berkilat marah. Kedua tinjunya terkepal erat. "Beraninya menghina Perguruan ku... kamu akan tahu akibat dari ucapan mu..." ucap Bima perlahan. Saat lonceng berbunyi, Bima langsung berinisiatif menyerang lebih dulu. Dia berlari cepat. Sangat cepat! Jinggo menatapnya dengan terkejut. Dia segera saol

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    11.Weling Ireng & Jalak Saksono

    Bima menatap kedua pendekar yang sudah berdiri di depannya itu. Matanya yang jeli merasa ada sedikit kejanggalan. Waktu di babak penyisihan tadi dia tidak melihat dua orang tersebut di antara sembilan belas peserta yang lain. Bima mulai curiga ada sesuatu yang tidak beres dengan peraturan kali ini. Dia yakin ada yang disembunyikan oleh penyelenggara sayembara. Tapi Bima tak gentar sedikit pun. Meski dia menyadari dua lawannya bukan pendekar lemah, di tambah jumlah yang tidak seimbang. Yaitu dua lawan satu. Ini adalah pertarungan yang sulit bagi Bima. "Jalak Sasono, jangan biarkan dia banyak bergerak. Lumpuhkan salah satu tangannya," ucap pendekar dari Perguruan Ular Hitam. "Aku paham Weling Ireng, pemuda ini sudah menunjukkan beberapa teknik miliknya, kita bisa dengan mudah memperhitungkan arah serangan dan gerakan jurusnya, jangan khawatir, gerakan lincahku akan menyulitkan pandangan matanya," ucap Jalak Sasono, Pendekar dari Perguruan Jalak Perak. Weling Ireng dari Perguruan Ula

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    12.Hasil Latihan Keras

    Weling Ireng melesat dengan tangan kanannya yang sudah diisi tenaga dalam tinggi. Pukulan Sakti Raja Ular Menyemburkan Racun milik Weling Ireng sangat berbahaya. Jika sampai terkena meskipun itu hanya tersentuh saja, maka kulit orang tersebut akan melepuh seperti terbakar. Dan jika terkena langsung serangan itu, sudah di pastikan tubuhnya akan menjadi sesuatu yang mengerikan. Hanya dengan melihat saja Bimasena bisa merasakan aura bahaya dari serangan Weling Ireng kali ini. Tapi dia sudah mempersiapkan dirinya dengan pukulan tenaga dalam yang dia pelajari selama ini. Meski Bima hanya berada di tingkat Tubuh Besi, tetap saja tinjunya sangat berbahaya dan bukan main-main. Bima berkelit ke kanan saat tubuh Weling Ireng menerjang. Dalam keadaan melayang di udara Bima menggerakkan tangannya beberapa kali. Ini dia lakukan karena dia merasa ada sesuatu yang mengarah ke tubuhnya. Sesuatu itu adalah racun yang menyebar di udara. Racun itu tentu saja berasal dari tangan Weling Ireng. "Bahka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    13.Festival Lampion

    Bima pulang terlebih dahulu ke penginapan yang tak berapa jauh dari pusat perguruan Katak Merah. Dia masuk ke dalam kamarnya. Saat dia selesai mandi dan mengganti pakaiannya, pintunya ada yang mengetuk. Dengan masih memakai pakaian, Bima membuka pintu itu dan mengintip. "Siapa?" tanyanya. "Saya tuan muda, Lastri," ucap seorang gadis pelayan. Bima membuka pintunya. Saat itu dia tengah memakai pakaian atasnya. Namun karena belum selesai memakai bajunya, tubuh Bima sempat terlihat oleh mata gadis itu. Wajah si gadis langsung bersemu merah. Dia terpesona dengan otot yang sangat sempurna milik Bima. Tubuh yang kekar namun tidak terlalu besar. Perutnya menampakkan otot-otot indah yang membuat wanita mana pun akan tergoda. "Ada apa?" tanya Bima dingin. Lastri tergagap seketika karena tengah melamun dan menatap tubuh pemuda itu. "Eh.. ah.. anu, saya mau mengantarkan makanan tuan muda, hari ini tuan muda hanya sarapan pagi, siang belum makan, karena ini sudah mulai sore saya langsung s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    14.Kesatria Sejati

    Keesokan harinya Bimasena membuka matanya. Saat dia membuka mata, yang di lihat pertama adalah Kirana Dewi yang sedang memakai pakaian.Karena gadis itu belum mengenakan pakaiannya, Bima dengan jelas bisa melihat seluruh tubuh polos Kirana tanpa selembar benang pun. Wajah nya memanas. Dia membuang muka ke arah lain. "Kau, bagaimana kau bisa ada di kamarku?" tanya Bima tanpa menoleh kearah Kirana. Gadis itu terkejut. Dia tak menyangka Bima akan terbangun di saat dia sedang memakai pakaian. Buru-buru Kirana memakai pakaiannya. Wajahnya merah merona. "Maaf, aku menumpang mandi di kamar mu, pakaian ku penuh dengan darah dari luka di tubuhmu," ucap Kirana selesai memakai pakaian. Bima segera bangun meski sambil menahan nyeri. "Kamu yang menyelamatkanku semalam..." ucap Bima sambil menatap wajah gadis itu. Kirana tersenyum. "Salah, justru kamu yang sudah menyelamatkan diriku, kakang Bima. Jika bukan karena kamu yang melindungiku, sudah pasti aku yang mati di sana," kata Kirana dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21

Bab terbaru

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    166.Melatih Elemen Es

    Bima terpaku melihat pedang yang menancap di atas tanah. Pedang yang sangat tidak asing baginya. "Pedang Shang Widi...!?" dengan cepat Bima mendekati pedang tersebut. Bima mencabut pedang itu dan melihat bercak darah di pinggiran pedang. "Darah ini masih baru, mungkin belum jauh dari sini, siapa orang yang membawa pedang ini, apa maksudnya dia menancapkan pedang ini di sini!" Bima menatap tembok pedang es raksasa. "Aku terlalu sering menggunakan kekuatan Iblis Tanduk Api. Hanya dua kali saja sudah membuat beberapa tubuh bagian dalamku sakit, apa yang harus aku lakukan?" batin Bima. Ratu Azalea keluar dari dalam goa bersama Long. Mereka melihat Bima yang terlihat gelisah sambil membawa pedang. "Ada apa kakang?" tanya Ratu Azalea sambil memegang lengan Bima dengan lembut. "Pedang ini adalah pedang yang selalu dibawa Arimbi. Aku meminjamkannya saat kami berpetualang bersama ke Hutan Awan Hitam. Dan setelah pedang ini hilang bersama Arimbi, tiba-tiba dia sudah ada di sini," kata Bi

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    165.Asmara Dua Ratu

    Bima dan Long masuk ke dalam goa. Sekarang mereka telah aman dari ancaman Klan Elang Dewa. "Mengenai telur naga itu, apakah kamu masih ingin memberikannya padaku?" tanya Bima. Long menoleh lalu tersenyum. "Setelah melihatmu bertarung dengan kekuatan sehebat itu, aku menjadi lega telah menitipkan nya padamu, kelak, Qinglong akan menjadi pendekar yang hebat juga di bawah bimbingan mu," kata Long. Bima menepuk jidatnya. Dia pikir setelah masalah Klan Elang Dewa selesai, maka telur itu juga aman berada di pulau itu. "Setelah Canglong lahir, aku juga akan mendidiknya dan mengenalkan tentang dirimu padanya," kata Long lagi. "Yah, terserah apa yang kamu mau saja," sahut Bima. Ratu Azalea keluar dari dalam goa. Long terpaku setelah melihat sosok Ratu Azalea. "Kau... Bukankah kau yang menolong diriku dan Yin Long seratus tahun yang lalu?" tanya Long dengan bibir bergetar. Ratu Azalea memejamka

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    164.Tarian Seribu Pedang

    Tangan Iblis Es mengarah ke depan. Dengan teriakan keras dia melancarkan serangan pertamanya ke arah Raja Elang. Ribuan Pedang Es dari belakang tubuhnya melesat ke arah Raja Elang dengan cepat. Raja Elang tidak diam saja. Meski dia masih terkejut perihal Iblis Es yang mengetahui kisah leluhurnya si Elang Dewa yang sekarat dan bersembunyi di gunung tersebut. Kedua tangannya menyilang di depan dada. Mata nya menyorot tajam. "Ajian Angin Guntur...!" teriak Raja Elang. Dari dalam tubuhnya keluar cahaya putih kebiruan yang melesat ke langit hingga menembus awan. Seketika langit pun menjadi gelap. Awan putih itu bergulung menjadi satu berputar dengan cepat. Semakin lama semakin cepat. Perlahan tanah, kerikil dan debu terangkat ke udara lalu tersedot oleh angin tersebut. Cahaya petir menyambar beberapa kali di dalam tubuh pusara angin raksasa tersebut. Ribuan Pedang Es milik Iblis Es melesat dengan ce

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    163.Raja Elang(2)

    Raja Elang segera melesat terbang mengepakkan sayapnya. Dia tidak begitu terpengaruh oleh tekanan danau kutukan karena sudah mencapai tahap bentuk sempurna. Di tambah dia telah berada di Ranah Tulang Dewa tahap akhir. Para Tetua Klan pun ikut menyusul terbang ke langit di atas danau kutukan. Mereka sudah cukup mampu menahan tarikan dari dalam danau. Sembilan tetua itu terbang di atas danau. Meski mereka sudah berada di ranah Tulang Dewa, namun mereka masih belum mendapat wujud sempurna seperti Raja Elang. Namun mereka sudah cukup mampu untuk terbang di atas danau, meski mereka tak yakin semuanya akan selamat hingga pulau kecil tersebut. Para bawahannya yang masih berwujud siluman setengah Elang setengah manusia hanya bisa melihat dengan perasaan bimbang.Mereka masih berada di ranah Keabadian sehingga kekuatan mereka belum cukup untuk menahan tekanan dari dalam danau tersebut. Namun dengan nekat mereka mengikuti langkah para tetua. Mencoba sekuat tenaga meski nyawa menjadi taruh

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    162.Raja Elang

    Long berjalan mendekati goa dimana dua telur Naga itu berada. Bima mengikutinya dari belakang. "Telur ini akan menetas dalam waktu kurang lebih satu purnama," kata Long. "Kenapa kamu ingin aku membawa satu telur ini? Bukankah mereka lebih baik pulang ke Klan Naga bersama-sama?" tanya Bima. "Tidak semudah itu pendekar. Kaisar Azure akan menilai dua anak ini dan menyingkirkan salah satu dari mereka yang terlihat lemah. Hanya boleh ada satu pewaris. Aku sengaja memberikan Qinglong padamu adalah karena dia Naga terkuat. Aura nya sangat kuat, bahkan bisa menekan aura milikku." kata Long. Lalu dia melanjutkan. "Dengan Qinglong tidak bersama Canglong, maka keduanya akan aman. Canglong bisa diterima dengan baik di sisi kakeknya," Bima menganggukkan kepalanya. "Aku tidak keberatan dengan Naga ini, tapi, apakah Naga yang satunya akan baik-baik saja di tangan kakeknya?" "Qinglong mempunyai kekuatan semesta. Sedangkan Canglong mempunyai kekuatan Api dan Petir. Kurasa, Canglong lebih cocok

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    161.Kekaisaran Naga Azure

    Long mengajak Bima untuk duduk dan berbincang. "Aku akan menceritakan dulu asal usul telur naga itu dan juga darimana aku berasal," kata Long. "Baiklah, aku akan mendengar kan dengan seksama." sahut Bima. "Aku berasal dari satu daerah di tempat yang sangat jauh dari tempat ini, nama daerah itu adalah negri Shang." ucap Long membuat Bima mengernyitkan dahi. "Negri Shang? Apa hubungannya dengan ketua Shang Widi?" batin Bima. "Negri Shang di pimpin seorang kaisar bernama Shang Liong To. Dia adalah Kaisar yang membawahi empat negara yang dipimpin empat Raja. Kaisar Shang sangat bijak, sehingga memberi jabatan khusus kepada pendiri Klan Naga kami, yaitu Kaisar Azure.""Kaisar Azure ini adalah Kakek dari dua telur naga yang ada di dalam goa itu. Dia adalah ayah dari istriku, Yin Azure.""Hubungan kami awalnya di mulai saat aku bertemu Yin di halaman aula besar. Dia sedang menanam pohon dewa yang katanya bisa mempercepat pertapaan pendekar.""Pohon Dewa?" tanya Bima. "Benar, pohon dewa

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    160.Naga Api

    Naga Api dengan tubuhnya yang panjang bergerak cepat mengepung Bima. Matanya melotot ke arah Bima. "Balas dendam? Apakah kau yakin aku telah membunuh wanitamu!?" tanya Naga Api dengan mata mulai membara. Bima tak pedulikan apa ucapan Naga itu. Dia mengangkat tangan kanannya lalu menghantam ke tanah dengan keras. "Ledakan Es!" teriak Bima keras. Blarrrr! Dari tubuh Bima memancar kekuatan dahsyat yang meledak dengan keras. Ledakan beraura biru itu membekukan segalanya yang terkena ledakan. Naga Api yang sudah tahu akan ada serangan kuat telah bergerak lebih cepat nenghindari serangan. Dia melayang ke arah sebuah batu besar. Dari atas batu,mulutnya menganga lalu menyembur ke arah Bima. Bola api raksasa menderu ke arah Bima. "Dinding Es!" teriak Bima. Dari dalam tanah muncul dinding tebal yang terbuat dari es melindungi Bima dari serangan Naga Api. Blaaarrr! Bola api itu tertahan oleh es. Sama sekali tidak merusak dinding es tersebut. "Kekuatan milikku sudah meningkat pesat, di

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    159.Penghuni Danau Kutukan

    Bima berdiri di depan danau yang cukup luas itu. Tetua yang membawanya menunjuk ke arah sebuah pulau kecil di tengah danau. "Naga itu ada di sana, air ini sangat panas dan berbahaya," kata tetua tersebut. Ratu Agung merasa khawatir pada keselamatan Bima. Dia sedikit menyesal mengatakan bahwa dia telah tewas melawan Naga Api. Ratu berpikir Bima akan melepas kan begitu saja. Ternyata dia salah, Bima bukan orang yang akan menyerah pada sesuatu dengan mudah. "Naga itu sangat kuat, hampir tidak ada dari kami yang berani mengusiknya, bahkan Raja Elang tidak berani mengganggu nya. Apakah kamu masih ingin ke sana? Dengan kekuatanmu yang masih berada di ranah Keabadian tahap akhir, seperti nya akan kesulitan melawan nya," kata Ratu Agung mengingatkan. Dia berharap Bima menyerah agar selamat. Namun Bima tidak menggubris. "Sekuat apa pun dia, siapa pun yang telah membuat Arimbi meninggalkan diriku, aku akan mendatanginya. Meski itu adalah Dewa Kematian sekali pun!" kata Bima membuat Ratu A

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    158.Rahasia Ratu Agung

    Melalui pertarungan yang sengit, akhirnya Bima berhasil mengalahkan Wesi Tuo yang berada di Ranah Tulang Dewa berkat kerjasama Bima dengan Iblis Es. Setelah kemenangan itu, moderator yang membawa jalannya pertandingan malah menyuruh para siluman Elang tersebut menyerang Bima bersama-sama karena merasa geram dengan kematian tetua mereka. Bima yang sudah merasa marah, ingin menghabisi mereka semua dengan kekuatan Iblis Tanduk Api yang dia miliki. Saat keadaan mulai genting itu, Ratu Agung bangkit berdiri dan berseru. "Kalah tetap saja kalah! Jangan menjadi makhluk yang pengecut!" ucap Ratu Agung keras. Moderator yang masih melayang di langit terkejut. Para penonton yang mulai bergerak pun terdiam mendengar Ratu Agung berkata seperti itu. "Pendekar ini sudah menang, berikan apa yang telah di janjikan, jangan mempermalukan Klan Elang Dewa!" kata Ratu Agung lagi. Tinjunya terlihat mengepal. Ada perasaan yang seolah merasa puas dengan kematian Tetua Wesi Tuo. Bima memperhatikan Ratu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status