Share

6.Sayembara

Author: Gibran
last update Last Updated: 2024-12-18 07:34:16

Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai.

"Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras.

Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu.

Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu.

Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah.

Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga.

Tuk!

Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga merasakan tangan kanannya lunglai tak bisa di gerakkan alias lemas.

"Apa yang orang ini lakukan pada tanganku!?" batin Marga penuh amarah. Dia berusaha menggerakkan tangannya namun tidak bisa sama sekali.

Melihat bagaimana Bimasena mengelak dan menangkis dua serangannya tadi, dia menjadi berpikir dua kali untuk melanjutkan pertarungan. Di tambah dalam satu gerakan tangan kanannya langsung lunglai tak berdaya.

Bimasena sebenarnya tak ingin membuat keributan yang semakin membuat orang-orang di perguruan Katak Merah itu heboh. Karena itu bisa mengganggu rencana besarnya.

Demi rencana itu, akhirnya dia terpaksa membungkuk hormat kepada Marga dan meminta maaf.

Marga yang tadi sudah merasa tak berani melakukan perlawanan itu kembali merasa jumawa melihat Bimasena yang membungkuk hormat kepadanya.

"Berlutut di kakiku dan memohon ampun! maka aku akan melepaskan mu!" ucap Marga dengan wajah marah.

Bimasena mendengus keras. Tanpa berucap satu kata pun dia langsung bergerak cepat menyambar kepala Marga. Lalu dengan sekali tarik menggunakan tenaga yang besar tubuh Marga didorong ke bawah kakinya hingga terhempas ke jalan.

Marga jatuh terjerembab ke jalan batu tersebut tepat di depan kaki Bimasena.

Bruk!

Wajah Marga menghantam jalan batu dengan keras hingga hidungnya hancur. Darah mengucur dari luka di hidungnya. Semua orang menatap ngeri termasuk Jaya dan kawan-kawan nya. Mereka tak menyangka seorang guru di perguruan Katak Merah tak berdaya melawan orang asing yang mereka anggap pengemis itu.

Marga mengerang kesakitan. Bima tak peduli. Dia jambak rambut Marga hingga kepala orang itu mendongak ke atas dengan tubuh yang masih telungkup di tanah.

"Apa hakmu menyuruhku bersujud di kakimu? aku akan membunuhmu jika aku ingin. Tapi kamu bukan orang yang layak aku bunuh. Sekarang, apakah kamu masih berpikir untuk melakukan hal bodoh lagi!?Apa kamu minta aku mematahkan lehermu? " tanya Bima dengan sorot mata yang mengerikan.

Marga tak berkutik menghadapi ucapan yang membuatnya seketika merasa takut. Sementara Jaya dan kawan-kawan nya tak berani berbuat apa pun.

"Jika ini bukan di tempat ramai, kamu sudah menjadi mayat tanpa kepala," bisik Bima membuat hati Marga bergetar ketakutan.

Bima mendorong kepala itu hingga kembali jatuh ke jalan tersebut. Kepalanya membentur lantai hingga seketika Marga pun pingsan.

Para murid perguruan Katak Merah yang ikut guru mereka itu tak ada yang berani mengganggu Bimasena lagi. Mereka diam tak berkata apa pun. Mereda sadar batasan kekuatan antara mereka dan pendekar asing itu.

Bima pun pergi meninggalkan mereka dan gurunya yang masih tergeletak di atas jalan batu. Setelah Bima pergi, Jaya segera mendatangi gurunya bersama teman-teman nya.

"Guru Marga, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Jaya sambil membantu tubuh Marga berdiri. Marga terlihat lemah dan kesakitan. Darah masih mengucir dari lubang hidung nya yang hancur.

"Sialan... aku tidak terima dengan perlakuan hina macam ini...lihat saja nanti," ucap Marga dengan penuh dendam dan kebencian.

"Dia bukan pendekar biasa guru, aku menyesal telah membuatnya marah dan akhirnya mencelakakan kita..." ucap Jaya.

"Aku tak peduli, dia sudah membuat ku seperti ini, itu artinya dia siap untuk menanggung akibat dari perbuatannya!" sahut Marga masih geram.

Mereka pun akhirnya kembali ke perguruan untuk merawat luka Marga. Jaya menatap sinis di belakang gurunya.

"Dasar lemah! guru tidak berguna!" ucapnya dalam hati dengan raut wajah kecewa.

Setelah beberapa lama mencari tempat menginap Bima akhirnya mendapatkan sebuah penginapannya untuk sementara waktu yang tak jauh dari tempat keributan tadi.

Pelayan di penginapan itu terlihat cantik dan membuat mata Marga tak berhenti menatapnya. Pelayan itu menoleh ke arahnya lalu membungkukkan badan dan tersenyum kepadanya.

Bima tak membalas senyum itu. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

"Silahkan tuan, berapa hari tuan akan tinggal di penginapan ini?" tanya pelayan cantik itu.

"Mungkin tiga atau empat hari," jawab Bima singkat.

"Biaya sewa kamar tiga puluh tail perak dan biaya makan sehari tiga kali sepuluh tail perak. Semuanya empat puluh tail perak tuan," ucap gadis pelayan yang cantik itu.

Bima mengangguk. Dia mengambil kantong kecil yang menggantung di pinggangnya. Dibukanya kantong tersebut.

Mata gadis itu menatap dengan bibir tersenyum. Dalam hatinya dia sudah menebak jika orang yang ada di hadapannya itu hanyalah pengemis yang baru datang dari jauh.

"Aku yakin dia hanya mempunyai beberapa tail perak saja, sungguh kasihan sekali, apakah aku harus berbuat baik padanya?" batin gadis pelayan itu.

Bima membuka kantong nya dan matanya mencari-cari sesuatu. Gadis itu semakin curiga melihat gelagat pada Bima yang seolah tengah kebingungan.

"Astaga, sepertinya dugaanku benar!" batin gadis itu.

Selama tiga tahun Bima hidup bersama gurunya, dia menabungkan uangnya dari hasil menjual kayu bakar dan permata hijau. Semua itu dia kumpulkan untuk bekal saat dia mengembara. Bima pun mengambil sesuatu dari kantongnya lalu menaruhnya di meja pelayan.

"Maaf, aku hanya mempunyai ini," kata Bima sambil menyodorkan empat puluh tail emas di meja gadis cantik itu. Mata pelayan itu terbelalak lebar. Dia tak menyangka dugaannya salah besar. Lelaki di hadapan nya bukanlah pengemis seperti yang dia kira.

"Dia orang kaya...!" seru si gadis dalam hati.

Ternyata didalam kantong Bima tidak ada satu pun tail perak. Semuanya adalah tail emas. Itu sebabnya dia kebingungan saat disuruh membayar empat puluh tail perak.

Di kedai sebelumnya pun dia membayar semua kerugian yang kedai itu derita dengan hanya satu tail emas. Pemilik kedai diam seketika dan tidak lagi mempermasalahkan kedainya yang porak poranda dampak dari perkelahian Bima dan rombongan murid Perguruan Katak Merah.

Akhirnya hanya dengan satu tail emas, Bima mendapat kamar paling mewah dan layanan makan dengan menu pilihan selama sepuluh hari.

Gadis itu pun meminta maaf kepada Bima tentang pikiran buruknya tadi.

Bima hanya tersenyum dan tidak mempermasalahkannya. Malah karena kejujuran si gadis, Bima memberinya satu tail emas kepada gadis itu secara cuma-cuma.

Satu tail emas sama dengan seribu tail perak. Gadis itu merasa sangat bahagia hingga menangis karena tak kuasa menahan perasaan nya. Untuk mendapatkan seribu tail perak dia harus bekerja keras selama berbulan-bulan di penginapan tersebut. Itu pun belum dengan kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Namun berkat pemberian Bimasena, dia merasa sangat bersuka cita. Semua kebutuhannya akan terpenuhi.

"Jika tuan memiliki keinginan lain, saya siap untuk melayaninya tuan," ucap si gadis dengan wajah merah. Dia bingung harus membayar kebaikan Bima dengan apa. Dia hanya berpikir jika dia bisa membuat lelaki itu bahagia di atas ranjang, mungkin dia akan merasa lega karena merasa telah melunasi hutang budi tersebut.

Tapi Bima hanya tersenyum kecil dan melenggang ke kamarnya tak peduli dengan ucapan gadis tersebut. Gadis itu hanya menatapnya dengan penuh kekaguman, hingga pintu kamar itu tertutup.

"Dia sangat baik..." batinnya dengan senyum mengembang.

Sehari kemudian Bima menyirap kabar bahwa sayembara memperebutkan gulungan kitab abadi itu akan di mulai dua hari kemudian. Dia pun mengatur siasat untuk bisa masuk ke dalam Perguruan Katak Merah tersebut.

"Aku akan ikut mendaftar ke arena pertarungan itu, mungkin itu satu-satunya cara agar aku bisa lebih mudah masuk ke dalam Perguruan itu," batin Bima sambil mengenakan pakaian yang baru saja dia beli melalui gadis pelayan itu.

Kali ini, Bima terlihat seperti tuan muda yang gagah dan tampan. Gadis mana pun akan terkesima melihat ketampanan pemuda tersebut. Apalagi brewoknya yang lebat sudah dia pangkas sehingga wajahnya terlihat bersih.

Dengan pakaian serba merah itu dia mengambil pedangnya lalu keluar kamar untuk berangkat ke tempat pendaftaran sayembara.

Related chapters

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    1.Malam Penuh Darah

    Malam semakin sunyi dan dingin yang semakin menusuk tulang. Rasa dingin membuat orang-orang enggan untuk keluar dari rumahnya. Begitu juga yang terjadi di Perguruan Julang Emas. Sebuah Perguruan tingkat satu di wilayah barat Negara Angin. Semua orang nyaman di balik selimut mereka. Hanya beberapa murid jaga saja yang berpatroli keliling wilayah perguruan. Beberapa lagi berjaga di dua menara pengawas yang ada di gerbang Perguruan. Malam itu di wilayah barat Negara Angin benar-benar terasa sangat dingin tak biasanya. Tanpa di sadari oleh para penjaga, di balik pepohonan terlihat puluhan orang berpakaian hitam mengawasi pergerakan para penjaga itu. Jumlah mereka sangat banyak! Saat empat murid Perguruan Julang Emas melewati pepohonan tersebut, tiba-tiba sebuah belati terbang mengarah salah satu penjaga. Crash! Satu orang tumbang dengan leher menganga. Darah pun mengalir membasahi tanah yang bersalju. Tiga murid yang lain terkejut. Saat salah satu dari mereka akan menembakkan

    Last Updated : 2024-10-24
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    2.Barata

    Mata Bimasena terbuka perlahan. Apa yang di lihatnya pertama kali adalah sebuah langit-langit yang terbuat dari daun rumbia. Dia masih merasakan punggungnya yang berdenyut sakit. Dengan perlahan dicobanya menggeser tubuhnya agar bisa duduk di atas balai-balai bambu tersebut. Terdengar bunyi berderit dari balai-balai bambu tua itu. Matanya menatap satu cangkir yang terbuat dari bambu berisi entah air apa. Namun air itu masih mengeluarkan uap panas pertanda minuman itu belum lama di seduh. Terdengar suara kayu yang di potong di luar gubuk. Dengan sekuat tenaga sambil menahan sakit, Bima berjalan sambil berpegangan pada dinding gubuk. Wajahnya mengernyit kesakitan. Namun karena penasaran yang tinggi mengalahkan rasa sakitnya, dia tetap berjalan ke arah pintu. Sesampainya di depan pintu, Bima terkejut. Karena gubuk yang dia tempati berada di atas pohon yang tinggi. Matanya menatap ke arah bawah sana, dimana terdengar suara orang yang tengah memotong kayu. Terlihat asap tipis d

    Last Updated : 2024-10-24
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    3.Berlatih

    Pendeta Barata tersenyum kepada Bimasena yang sangat berhasrat ingin tahu tentang para penjahat yang membantai satu Perguruan dimana Bima tinggal. "Jika kau tahu, apa yang akan kau perbuat? Kemampuanmu saja sangat lemah. Menghindari lemparan batu kecil saja tidak bisa, apa lagi menahan tebasan Pedang dari pendekar hebat? Sudah tewas kau!" ucap Pendeta Barata membuat wajah Bima memerah karena malu dan kesal. "Lalu, apa yang harus aku lakukan kakek?" tanya Bima. "Kau harus melatih dirimu sendiri. Jika kau mau berlatih padaku, ada tiga tahap yang harus kau lalui untuk menjadi pendekar kelas tengah. Itu saja masih belum cukup untukmu bisa melawan mereka," kata Pendeta Barata sambil mengelus jenggot putihnya yang tidak begitu panjang. "Apakah kakek benar-benar mau mengajariku?" tanya Bima penuh harap. Mata si kakek itu melotot membuat Bima merasa ngeri. "Sudah di tolong, sudah di kasih obat, sudah di beri makan, malah sekarang minta di ajari ilmu! Anak siapa kau cah lanang!? Bisa-bis

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    4.Warisan Pedang Darah

    Tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Bimasena telah menguasai semua jurus dan kekuatan tenaga dalam yang Pendeta Barata ajarkan. Latihan yang Pendeta Barata berikan cukup berat. Namun dia berhasil lulus setelah menyelesaikan latihan tahap akhir,atau tahap ke tiga. Bimasena ingat saat dia awal mulai berlatih . Pendeta Barata menyuruhnya memotong kayu, mengisi air, dan mencari batu mulia. Kata Pendeta Barata, batu mulia tersebut bisa menyalurkan tenaga dalam. Dan harga batu mulia itu sangat mahal. Satu batu berwarna merah bisa menghasilkan ratusan tail emas. Tahap pertama pun dia lalui selama satu tahun, hingga dia bisa memotong seribu potong kayu dengan ukuran yang sama persis. Latihan ini adalah soal keseimbangan. Dan Bima berhasil dengan sempurna. Dia pun mengisi air dengan cepat bahkan sambil berlari.Kegunaan latihan ini adalah untuk memperkuat otot-otot lengan dan otot bahu serta kakinya yang nantinya akan di jadikan kuda-kuda saat bertarung. Semuanya harus kuat. Latihan ini be

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    5.Perguruan Katak Merah

    Hari itu juga setelah Pendeta Barata memberikan petunjuk dan warisan pedang, Bimasena pun pamit undur diri kepada gurunya. Tak henti Bima ucapkan terimakasih kepada kakek gurunya tersebut. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya selama tiga tahun belakangan ini. Dalam tiga tahun akhirnya Bimasena berhasil menguasai seluruh jurus dan kesaktian Pendeta Barata yang pernah mendapat julukan sebagai Sang Iblis Gila. Julukan itu bukan tanpa sebab, dulu Pendeta Barata adalah seorang pembunuh yang sangat liar. Itu sebabnya dia mendapatkan julukan tersebut. Mengenai asal-usul orang tua tersebut, Bima belum mengetahui nya. Namun seiring berjalannya waktu, semua orang akan tahu bahwa si Iblis Gila itu mempunyai seorang penerus. Yaitu Bimasena. Dengan pedang yang menggantung di punggung Bima pun meninggalkan tempat dimana dia berlatih dengan perasaan sedih. Pendeta Barata hanya melambaikan tangan saja ke arahnya dengan perasaan yang sedih bercampur bangg

    Last Updated : 2024-11-27

Latest chapter

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    6.Sayembara

    Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai. "Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras. Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu. Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu. Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah. Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga. Tuk! Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga mer

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    5.Perguruan Katak Merah

    Hari itu juga setelah Pendeta Barata memberikan petunjuk dan warisan pedang, Bimasena pun pamit undur diri kepada gurunya. Tak henti Bima ucapkan terimakasih kepada kakek gurunya tersebut. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya selama tiga tahun belakangan ini. Dalam tiga tahun akhirnya Bimasena berhasil menguasai seluruh jurus dan kesaktian Pendeta Barata yang pernah mendapat julukan sebagai Sang Iblis Gila. Julukan itu bukan tanpa sebab, dulu Pendeta Barata adalah seorang pembunuh yang sangat liar. Itu sebabnya dia mendapatkan julukan tersebut. Mengenai asal-usul orang tua tersebut, Bima belum mengetahui nya. Namun seiring berjalannya waktu, semua orang akan tahu bahwa si Iblis Gila itu mempunyai seorang penerus. Yaitu Bimasena. Dengan pedang yang menggantung di punggung Bima pun meninggalkan tempat dimana dia berlatih dengan perasaan sedih. Pendeta Barata hanya melambaikan tangan saja ke arahnya dengan perasaan yang sedih bercampur bangg

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    4.Warisan Pedang Darah

    Tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Bimasena telah menguasai semua jurus dan kekuatan tenaga dalam yang Pendeta Barata ajarkan. Latihan yang Pendeta Barata berikan cukup berat. Namun dia berhasil lulus setelah menyelesaikan latihan tahap akhir,atau tahap ke tiga. Bimasena ingat saat dia awal mulai berlatih . Pendeta Barata menyuruhnya memotong kayu, mengisi air, dan mencari batu mulia. Kata Pendeta Barata, batu mulia tersebut bisa menyalurkan tenaga dalam. Dan harga batu mulia itu sangat mahal. Satu batu berwarna merah bisa menghasilkan ratusan tail emas. Tahap pertama pun dia lalui selama satu tahun, hingga dia bisa memotong seribu potong kayu dengan ukuran yang sama persis. Latihan ini adalah soal keseimbangan. Dan Bima berhasil dengan sempurna. Dia pun mengisi air dengan cepat bahkan sambil berlari.Kegunaan latihan ini adalah untuk memperkuat otot-otot lengan dan otot bahu serta kakinya yang nantinya akan di jadikan kuda-kuda saat bertarung. Semuanya harus kuat. Latihan ini be

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    3.Berlatih

    Pendeta Barata tersenyum kepada Bimasena yang sangat berhasrat ingin tahu tentang para penjahat yang membantai satu Perguruan dimana Bima tinggal. "Jika kau tahu, apa yang akan kau perbuat? Kemampuanmu saja sangat lemah. Menghindari lemparan batu kecil saja tidak bisa, apa lagi menahan tebasan Pedang dari pendekar hebat? Sudah tewas kau!" ucap Pendeta Barata membuat wajah Bima memerah karena malu dan kesal. "Lalu, apa yang harus aku lakukan kakek?" tanya Bima. "Kau harus melatih dirimu sendiri. Jika kau mau berlatih padaku, ada tiga tahap yang harus kau lalui untuk menjadi pendekar kelas tengah. Itu saja masih belum cukup untukmu bisa melawan mereka," kata Pendeta Barata sambil mengelus jenggot putihnya yang tidak begitu panjang. "Apakah kakek benar-benar mau mengajariku?" tanya Bima penuh harap. Mata si kakek itu melotot membuat Bima merasa ngeri. "Sudah di tolong, sudah di kasih obat, sudah di beri makan, malah sekarang minta di ajari ilmu! Anak siapa kau cah lanang!? Bisa-bis

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    2.Barata

    Mata Bimasena terbuka perlahan. Apa yang di lihatnya pertama kali adalah sebuah langit-langit yang terbuat dari daun rumbia. Dia masih merasakan punggungnya yang berdenyut sakit. Dengan perlahan dicobanya menggeser tubuhnya agar bisa duduk di atas balai-balai bambu tersebut. Terdengar bunyi berderit dari balai-balai bambu tua itu. Matanya menatap satu cangkir yang terbuat dari bambu berisi entah air apa. Namun air itu masih mengeluarkan uap panas pertanda minuman itu belum lama di seduh. Terdengar suara kayu yang di potong di luar gubuk. Dengan sekuat tenaga sambil menahan sakit, Bima berjalan sambil berpegangan pada dinding gubuk. Wajahnya mengernyit kesakitan. Namun karena penasaran yang tinggi mengalahkan rasa sakitnya, dia tetap berjalan ke arah pintu. Sesampainya di depan pintu, Bima terkejut. Karena gubuk yang dia tempati berada di atas pohon yang tinggi. Matanya menatap ke arah bawah sana, dimana terdengar suara orang yang tengah memotong kayu. Terlihat asap tipis d

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    1.Malam Penuh Darah

    Malam semakin sunyi dan dingin yang semakin menusuk tulang. Rasa dingin membuat orang-orang enggan untuk keluar dari rumahnya. Begitu juga yang terjadi di Perguruan Julang Emas. Sebuah Perguruan tingkat satu di wilayah barat Negara Angin. Semua orang nyaman di balik selimut mereka. Hanya beberapa murid jaga saja yang berpatroli keliling wilayah perguruan. Beberapa lagi berjaga di dua menara pengawas yang ada di gerbang Perguruan. Malam itu di wilayah barat Negara Angin benar-benar terasa sangat dingin tak biasanya. Tanpa di sadari oleh para penjaga, di balik pepohonan terlihat puluhan orang berpakaian hitam mengawasi pergerakan para penjaga itu. Jumlah mereka sangat banyak! Saat empat murid Perguruan Julang Emas melewati pepohonan tersebut, tiba-tiba sebuah belati terbang mengarah salah satu penjaga. Crash! Satu orang tumbang dengan leher menganga. Darah pun mengalir membasahi tanah yang bersalju. Tiga murid yang lain terkejut. Saat salah satu dari mereka akan menembakkan

DMCA.com Protection Status