Share

5.Perguruan Katak Merah

Author: Gibran
last update Last Updated: 2024-11-27 09:16:41

Hari itu juga setelah Pendeta Barata memberikan petunjuk dan warisan pedang, Bimasena pun pamit undur diri kepada gurunya. Tak henti Bima ucapkan terimakasih kepada kakek gurunya tersebut. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya selama tiga tahun belakangan ini.

Dalam tiga tahun akhirnya Bimasena berhasil menguasai seluruh jurus dan kesaktian Pendeta Barata yang pernah mendapat julukan sebagai Sang Iblis Gila. Julukan itu bukan tanpa sebab, dulu Pendeta Barata adalah seorang pembunuh yang sangat liar. Itu sebabnya dia mendapatkan julukan tersebut.

Mengenai asal-usul orang tua tersebut, Bima belum mengetahui nya. Namun seiring berjalannya waktu, semua orang akan tahu bahwa si Iblis Gila itu mempunyai seorang penerus. Yaitu Bimasena.

Dengan pedang yang menggantung di punggung Bima pun meninggalkan tempat dimana dia berlatih dengan perasaan sedih. Pendeta Barata hanya melambaikan tangan saja ke arahnya dengan perasaan yang sedih bercampur bangga.

Dengan tekad yang kuat Bima melangkahkan kaki nya meninggalkan hutan tersebut. Dia sudah tahu arah perguruan Katak Merah.

Itu karena dulu sebelum Perguruan Julang Emas musnah, di Perguruan Katak Merah sering di adakan pertarungan antar murid dari berbagai Perguruan tingkat rendah. Namun tak ada yang bisa mengalahkan murid dari Perguruan Julang Emas, karena Perguruan itu adalah Perguruan tingkat atas. Bahkan nomer satu di Negara Angin bagian Barat.

Sambil berjalan Bima terus berpikir. Dia tidak tahu, siapa sebenarnya otak di balik pembunuhan besar-besaran di malam itu. Gurunya seolah telah memberikan teka-teki silang yang harus dia cari jawabannya sendiri.

Setelah setengah hari dia melangkah meninggalkan hutan, dia pun berhenti di sebuah kedai yang sudah masuk kawasan Katak Merah. Itu terlihat dari patung Katak berwarna merah yang ada di sebuah gerbang tak jauh dari kedai tersebut.

Di sebuah kedai yang cukup besar itu, Bima memesan secangkir kopi hitam dan beberapa potong gula aren. Di tambah beberapa potong kue kering dan daging panggang buatan kedai tersebut. Pemuda itu pun menikmatinya setelah sekian lamanya dia hanya selalu bertemu dengan sayur dan jamur. Tak ada daging sama sekali. Apalagi kopi dan gula aren kesukaannya.

"Guru yang keras, huh" batin Bima sambil tersenyum mengingat kekonyolan gurunya saat melatih dirinya. Dia menyeruput kopinya dengan perlahan lalu menggigit sedikit gula aren tersebut sebagai pemanis.

Pada saat dia asyik dengan kopinya, tiba-tiba ada satu rombongan orang yang mampir ke dalam kedai tersebut.

Ada lebih dari sepuluh orang masuk dan duduk di tempat yang tak jauh dari Bimasena berada. Mereka semua memakai pakaian yang sama dengan dominan warna merah.

Bima sudah menduga, mereka berasal darimana. Namun dia memutuskan untuk santai dan biasa saja.

Rombongan itu terlihat ramai saat berbincang di dalam kedai, hingga Bimasena pun mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan.

"Perguruan kita akan mengadakan pertandingan umum untuk memperebutkan gulungan kitab abadi yang katanya bisa membuat tubuh kita semakin kuat seperti Gatotkaca," kata salah satu dari rombongan orang berseragam merah tersebut.

"Aku akan ikut dalam pertandingan itu, siapa yang akan menjadi lawan ku nanti, akan kuhajar tanpa ampun!" sahut satunya lagi yang terlihat paling congkak dari rombongan tersebut.

Bima mendengarkan dengan seksama. Dia sudah menebak mereka adalah para murid di Perguruan Katak Merah.

"Jaya, kamu sekarang sudah berada di lapisan tingkat tengah, Kira-kira mana ada pendekar kelas bawah yang berani melawan mu?" sahut yang lain.

"Sayang sekali Perguruan sampah itu tidak ikut lagi. Aku yakin jika mereka ikut pertandingan kali ini, mereka akan menang dengan curang seperti sebelum-sebelumnya..." ucap pemuda bernama Jaya.

"Mereka hanyalah sekumpulan sampah yang pantas musnah! Hahaha! Kita wajib merayakannya karena pertandingan lima tahunan ini mereka tidak bisa mengganggu kesenangan kita lagi!" ucap yang lainnya.

"Perguruan Julang Emas? Apa hebatnya mereka, cuih! Mereka hanya sok kuat, dan beruntung saja berada di peringkat pertama di negara ini!" ucap Jaya lagi dengan nada sinis.

Bima mencengkram gelasnya dengan amarah yang membakar di dadanya. Ingin sekali dia membunuh mereka semua saat ini. Namun dia tahan sebisa mungkin karena jika itu terjadi, rencana besar nya akan berantakan dan sia-sia.

Namun sayangnya salah satu rombongan murid itu melihat Bimasena yang mencengkram gelas keramik dengan kuat seperti menahan amarah.

"Hei lihatlah kalian, pengemis itu sedang melakukan hal aneh!" teriak salah satu rombongan itu.

Jaya yang pertama menoleh langsung mendatangi Bima dan berkacak pinggang di depan pemuda itu. Dia mengamati tangan Bima yang mencengkram kuat gelas keramik itu.

"Hei, pengemis, ada apa denganmu? kamu seperti tengah menahan amarah, apakah kamu tidak suka dengan kedatangan kami di kedai ini? Apa kamu tidak melihat kedai ini berada di perguruan apa? katakan padaku, kamu berasal darimana?" tanya Jaya dengan congkaknya. Senyumnya sinis menyebalkan.

Bimasena berusaha menahan amarahnya yang sudah merasuk kedalam peredaran darah dan mengalir ke seluruh tubuhnya.

Tiba-tiba salah satu teman Jaya langsung mencengkram kepala Bima dan mendorongnya hingga menabrak meja.

Brak!

Jaya tersenyum senang melihat itu.

"Bagus! Kamu akan mendapat hadiah dariku karena aksi kejam mu ini hahaha!" kata Jaya.

Melihat salah satu kawannya di puji oleh Jaya karena berlaku kejam pada Bima, mereka semua berbondong-bondong memukuli kepala Bima.

Pemuda itu masih bertahan meski di aniaya begitu rupa. Rencana dia adalah membunuh ketua mereka dan menggali informasi klan musuh, bukan bocah-bocah yang masih minta perlindungan orang lain seperti mereka ini.

Namun Bima tak bisa lagi menahan amarah saat salah satu orang memegang gagang pedangnya. Dengan gerakan cepat dia menangkap tangan orang tersebut lalu meremas nya.

Krak!

Orang itu berteriak setinggi langit saat tulang pergelangan tangannya hancur diremas oleh Bimasena. Melihat hal itu, Jaya dan kawan-kawannya yang terkejut langsung menyerang Bima dengan serius.

Namun Bima sudah siap dengan semua itu. Dia sudah mendalami ilmu dan jurus dari gurunya secara sempurna. Dalam sekejap saja sepuluh orang itu kalah oleh serangan tangan Bimasena.

Jaya memegang dadanya yang terkena pukulan Bimasena. Dia merasakan tulang rusuknya sangat sakit.

"Hanya dalam beberapa gerakan...? Siapa orang ini! Cepat mundur! Laporkan hal ini kepada guru!" teriak Jaya.

Para murid Perguruan Katak Merah itu lari tunggang langgang meninggalkan kedai yang saat ini terlihat semakin ramai karena adanya pertarungan.

Semua orang melihat aksi Bimasena, mereka kagum dengan pemuda itu. Bima mengalahkan semua berandal dari Perguruan Katak Merah tanpa bergeser dari tempat duduknya. Bahkan minumannya pun tak ada satu pun yang tumpah!

Jaya bersama para pengikutnya melaporkan kejadian itu kepada guru pembimbing mereka, Marga.

Mendengar hal itu dan melihat sendiri para murid nya babak belur, dengan wajah marah Marga mendatangi kedai yang di maksud Jaya dan kawan-kawan nya.

"Mampus kau pengemis!" batin Jaya dengan tersenyum sinis.

Mereka mengikuti gurunya datang ke kedai dimana keributan baru saja terjadi. Dan Bimasena sudah pergi meninggalkan kedai itu beberapa saat yang lalu. Pemilik kedai mengatakan jika pemuda berikat kepala merah itu pergi ke arah selatan.

Dengan cepat Marga bersama para muridnya menyusul ke arah selatan. Benar saja, orang yang mereka cari saat ini tengah berjalan menuju ke tempat penginapan.

"Hei! berhenti di tempat!" teriak Marga.

Bimasena tak peduli. Dia tidak merasa ucapan itu mengarah kepada dirinya.

"Aku bilang berhenti!" kali ini sebuah teriakan mengandung inti tenaga dalam yang mengarah kepadanya membuat Bima menoleh lalu bergerak menangkis serangan tak terlihat itu.

Tubuh Bimasena surut beberapa langkah setelah menangkis serangan tak terlihat dari suara Marga. Untungnya indra nya sangat terlatih berkat latihan keras dari gurunya sehingga dia bisa dengan cepat menangkis meski tidak melihat adanya serangan.

Saat melatih panca indra nya, kepala Bimasena babak belur saat berlatih menguasai apa yang di sebut insting. Dia harus merasakan arah serangan dengan mata tertutup. Berkali-kali kayu gurunya menghantam kepalanya hingga banyak luka di kepala pemuda itu.

Namun latihan itu berhasil Bima kuasai setelah dia berlatih menangkap air yang menetes dari atas pohon. Dia pun berhasil menghindari serangan gurunya meski dengan mata tertutup. Kata gurunya, insting ini bisa terus di tingkatkan dengan cara melatihnya.

Marga terkejut saat tahu serangannya berhasil di tahan. Di dalam Perguruan hanya ada beberapa orang saja yang bisa menahan serangan tanpa terlihat miliknya.

Dalam hati Marga mulai gusar.

"Siapa orang ini...?" batinnya dengan perasaan yang tidak enak.

Related chapters

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    6.Sayembara

    Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai. "Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras. Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu. Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu. Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah. Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga. Tuk! Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga mer

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    8.Kuda Hitam

    Akhirnya hari yang di tunggu telah tiba. Bimasena segera berkemas dan berangkat menuju gelanggang pertarungan di Perguruan Katak Merah. Sesampainya disana ribuan pengunjung sudah berdatangan untuk melihat jagoan mereka bertarung. Para pendekar kelas bawah dari berbagai penjuru berdatangan untuk ikut meramaikan sayembara. Bima duduk di bangku penonton untuk sementara waktu. Di tempat khusus para tetua perguruan, berjejer beberapa orang yang di anggap paling berpengaruh di perguruan tersebut. Seorang gadis cantik pembawa acara naik ke atas panggung. Dia adalah seorang gadis cantik jelita dengan pakaian minim yang membuat semua mata para penonton terbuka lebar. Para pengunjung bersorak meneriaki gadis tersebut. Si gadis pun mengedipkan sebelah matanya dengan lidah menjulur ke arah penonton. Terdengar suara gemuruh para penonton setelah gadis itu melakukan aksi nya. Bima menutup wajahnya sambil gelengkan kepala. "Gadis aneh," pikir Bima. Si Gadis itu mengambil pengeras suara. "Ha

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    9.Bukan Lawan Sebanding

    Kirana Dewi pun berteriak dengan lantang. "Pendekar yang akan bertanding melawan Pendekar Merah adalah Cong Wei dari Perguruan Naga Air!" ucap Kirana Dewi keras. Pendekar berambut gimbal tersenyum. "Takdir sudah memilihmu, Cong Wei, kau memang sudah ditakdirkan melawan dia," ucapnya kepada Pendekar ceking yang ternyata bernama Cong Wei dari perguruan Naga Air. "Aku tidak takut! Lihat saja nanti, siapa yang akan berlutut!" ucap Cong Wei dengan penuh percaya diri."Baguslah kalau kau tak takut. Paling tidak kau tidak membuat malu perguruan besarmu itu," Cong Wei tak menanggapi ucapan si gimbal. Dia segera berkelebat ke atas arena. Bima menatap Pendekar ceking itu. Tak ada senyum di bibirnya. Malah Cong Wei lah yang menyunggingkan senyum sinis kepadanya. "Baru mengalahkan para sampah sudah banyak sekali lagak, aku akan membuatmu memohon ampun padaku," ucap Cong Wei lalu memasang kuda-kuda. Bima hanya melirik gerakan kuda-kuda lawan sekilas. Suara lonceng tanda pertandingan di mu

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    10.Peraturan Tidak Adil

    Bima kembali berdiri di atas panggung. Kali ini dia akan melawan satu Pendekar dari Perguruan kelas bawah, yaitu Perguruan Kuda Putih. Bima pernah mendengar nama Perguruan itu. Tapi dia tidak begitu paham jurus-jurus mereka. Ini yang membuat Bima merasa tertantang. Pemuda bernama Jinggo itu berdiri dengan gagah. Dia adalah salah satu senior terkuat di Perguruan Kuda Putih. "Aku sudah menyiapkan semuanya untuk bisa bertemu dengan salah satu perwakilan Julang Emas yang katanya jago-jago dalam pertarungan! Tapi sialnya Perguruan lemah itu sudah hancur terlebih dulu sebelum aku menginjak-injak nya! Aku akan jadikan kamu sebagai alat pelampiasan amarahku!" ucap Jinggo berapi-api. Mata Bima berkilat marah. Kedua tinjunya terkepal erat. "Beraninya menghina Perguruan ku... kamu akan tahu akibat dari ucapan mu..." ucap Bima perlahan. Saat lonceng berbunyi, Bima langsung berinisiatif menyerang lebih dulu. Dia berlari cepat. Sangat cepat! Jinggo menatapnya dengan terkejut. Dia segera saol

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    11.Weling Ireng & Jalak Saksono

    Bima menatap kedua pendekar yang sudah berdiri di depannya itu. Matanya yang jeli merasa ada sedikit kejanggalan. Waktu di babak penyisihan tadi dia tidak melihat dua orang tersebut di antara sembilan belas peserta yang lain. Bima mulai curiga ada sesuatu yang tidak beres dengan peraturan kali ini. Dia yakin ada yang disembunyikan oleh penyelenggara sayembara. Tapi Bima tak gentar sedikit pun. Meski dia menyadari dua lawannya bukan pendekar lemah, di tambah jumlah yang tidak seimbang. Yaitu dua lawan satu. Ini adalah pertarungan yang sulit bagi Bima. "Jalak Sasono, jangan biarkan dia banyak bergerak. Lumpuhkan salah satu tangannya," ucap pendekar dari Perguruan Ular Hitam. "Aku paham Weling Ireng, pemuda ini sudah menunjukkan beberapa teknik miliknya, kita bisa dengan mudah memperhitungkan arah serangan dan gerakan jurusnya, jangan khawatir, gerakan lincahku akan menyulitkan pandangan matanya," ucap Jalak Sasono, Pendekar dari Perguruan Jalak Perak. Weling Ireng dari Perguruan Ula

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    12.Hasil Latihan Keras

    Weling Ireng melesat dengan tangan kanannya yang sudah diisi tenaga dalam tinggi. Pukulan Sakti Raja Ular Menyemburkan Racun milik Weling Ireng sangat berbahaya. Jika sampai terkena meskipun itu hanya tersentuh saja, maka kulit orang tersebut akan melepuh seperti terbakar. Dan jika terkena langsung serangan itu, sudah di pastikan tubuhnya akan menjadi sesuatu yang mengerikan. Hanya dengan melihat saja Bimasena bisa merasakan aura bahaya dari serangan Weling Ireng kali ini. Tapi dia sudah mempersiapkan dirinya dengan pukulan tenaga dalam yang dia pelajari selama ini. Meski Bima hanya berada di tingkat Tubuh Besi, tetap saja tinjunya sangat berbahaya dan bukan main-main. Bima berkelit ke kanan saat tubuh Weling Ireng menerjang. Dalam keadaan melayang di udara Bima menggerakkan tangannya beberapa kali. Ini dia lakukan karena dia merasa ada sesuatu yang mengarah ke tubuhnya. Sesuatu itu adalah racun yang menyebar di udara. Racun itu tentu saja berasal dari tangan Weling Ireng. "Bahka

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    13.Festival Lampion

    Bima pulang terlebih dahulu ke penginapan yang tak berapa jauh dari pusat perguruan Katak Merah. Dia masuk ke dalam kamarnya. Saat dia selesai mandi dan mengganti pakaiannya, pintunya ada yang mengetuk. Dengan masih memakai pakaian, Bima membuka pintu itu dan mengintip. "Siapa?" tanyanya. "Saya tuan muda, Lastri," ucap seorang gadis pelayan. Bima membuka pintunya. Saat itu dia tengah memakai pakaian atasnya. Namun karena belum selesai memakai bajunya, tubuh Bima sempat terlihat oleh mata gadis itu. Wajah si gadis langsung bersemu merah. Dia terpesona dengan otot yang sangat sempurna milik Bima. Tubuh yang kekar namun tidak terlalu besar. Perutnya menampakkan otot-otot indah yang membuat wanita mana pun akan tergoda. "Ada apa?" tanya Bima dingin. Lastri tergagap seketika karena tengah melamun dan menatap tubuh pemuda itu. "Eh.. ah.. anu, saya mau mengantarkan makanan tuan muda, hari ini tuan muda hanya sarapan pagi, siang belum makan, karena ini sudah mulai sore saya langsung s

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    56.Ki Kalam

    Mendengar ucapan di belakangnya, Ki Kalam pun menoleh. Matanya menatap sosok pemuda dengan pakaian serba merah dan tengah menatapnya dengan tajam. "Semua orang Perguruan Ular Hitam itu terlalu sombong, tapi kemampuan tak ada. Seperti Weling Ireng, Manik, Wicaksono... Apakah seseorang yang berada di Ranah Keabadian juga sama? Menindas gadis lemah yang berada jauh di bawahnya, ckckck... Macam taik kau orang tua!" kembali terdengar makian dari Bima. Marah Ki Kalam mendengar makian yang belum pernah dia dapatkan selama hidupnya menjadi Pemimpin Perguruan. "Beraninya kau bajingan! Aku akan robek mulut kotormu itu!" teriaknya kemudian melempar tubuh Arimbi hingga menabrak rumah kayu. Brak! Rumah itu terlihat hampir roboh. Bima dengan cepat bergerak. Namun Ki Kalam menghalanginya. Pedang Bima berkelebat ke arah leher Ki Kalam. Namun Ki Kalam dengan cepat menghindar. Saat itulah, Bima meledakkan tenaga dalamnya hingga tubuh Ki Kalam terpental namun tidak sampai jatuh. Dengan kecepatan

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    55.Arimbi Dalam Bahaya

    Arimbi mendengar derap kaki kuda. Dia segera mengintip dari balik pagar rumah yang hancur sebagian tersebut. Matanya yang indah itu melihat sosok orang tua berkuda. Orang itu sempat berputar-putar di sekitar gapura. Arimbi yakin orang itu adalah musuh yang mengejarnya saat bersama Bima. Orang yang tak lain adalah Ki Kalam turun dari kudanya. Matanya menyapu seantero tempat. Dia menatap kuda yang terparkir di bawah pendopo itu. "Woe, penjahat! Keluar kau!" teriaknya menggema. Ki Kalam melangkah masuk ke dalam Perguruan yang sudah hancur itu. Seketika dia teringat Perguruan tersebut. "Perguruan sampah memang tak layak berada di dunia ini, selalu berbuat curang untuk bisa berada di atas, cuih!" ucap Ki Kalam. Arimbi tak melihat apa yang orang tua itu lakukan. Apalagi ucapannya yang sangat tidak sopan itu. "Dia orang tua tapi sungguh tak bisa menjadi contoh yang baik! Aku akan beri dia pelajaran!" batin Arimbi. Ki Kalam menoleh saat mendengar langkah kaki Arimbi. Dia menatap gadi

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    54.Jurus Ilusi

    Ki Kalam menghentikan kudanya saat dia melihat seekor kuda yang tengah makan rumput di pinggir hutan. Ki Kalam menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan si penunggang kuda. "Aneh... Kenapa kuda ini sendiri? Dimana penunggang kudanya?" batin Ki Kalam. Dia duduk di atas batu untuk menunggu. Setelah cukup lama menunggu dia memutuskan utnuk mencari orang tersebut. "Dia pasti menyadari aku mengejarnya sehingga dia turun dan lebih memilih untuk kabur ke arah hutan... hmmm..."Setelah mempertimbangkan sejenak, Ki Kalam akhirnya memilih ke arah hutan sebelah kiri dimana ada jalan setapak kecil. Dan jalan itu adalah jalan yang tembus ke Perguruan Julang Emas, dimana Arimbi tengah menanti Bima di sana. Ki Sura menangkis semua serangan cepat yang Bima lancarkan. Kali ini Iblis Es di dalam tubuh Bima semakin terlihat. Serangan pun semakin cepat Bima layangkan. Setiap pedangnya mengandung kekuatan ledakan es. Membuat Ki Suta sedikit kelabakan melawan anak muda. "Bagus! Kau sudah

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    53.Bola Iblis & Pemotong Roh

    Ki Sura tertawa puas. Dia berdiri setengah terbungkuk karena efek serangan tenaga dalam Bima. "Bagaimana? Apakah kau bisa membandingkan seranganmu sebelumnya dengan yang baru aku katakan?" tanya Ki Sura. Bima menatap orang tua itu dengan heran. Dia merasa tengah di ajari seorang guru. Tapi dia tak tahu harus bersikap apa karena ini baginya adalah pertarungan. "Nama jurus yang baru kau dapat itu adalah Jurus Menarik Matahari," kata Ki Sura. "Sebenarnya apa maksudmu Ki mengajarkan jurus ini padaku?" tanya Bima. "Hei! Siapa yang mengajarimu! Bahkan muridku butuh waktu enam purnama untuk bisa menguasai jurus itu! Kau hanya dalam kejapan mata saja sudah bisa melakukan nya! Kau terlalu berbakat menjadi muridku!" ucap Ki Sura. Bima masih tak mengerti dengan maksud Ki Sura. Tapi dia tak peduli lagi. Dengan cepat dia menyerang kembali. Ki Sura tak diam saja. Dengan kekuatan yang dia miliki dengan mudah Ki Sura mengumpulkan kekuatan angin di tangannya. "Nah, makan ini!" kata Ki Sura sam

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    52.Saling Membayar

    "Sekarang aku sudah katakan padamu, perkara kamu masih dendam pada Perguruan ku itu bukan masalah lagi. Yang jelas, aku pun mempunyai dendam yang sama dengan dirimu, karena semua muridku kau bunuh secara keji," kata Ki Sura. Bima tersenyum. "Terimakasih Ki, sudah berkata jujur padaku, memberitahu rahasia yang aku tak tahu, tapi apa pun itu alasannya, aku tetap akan memusnahkan semua Perguruan yang ikut andil dalam pembantaian, dan ceritamu tadi tidak akan bisa menghentikan langkahku..." sahut Bima dengan tatapan dingin. Kini tujuannya semakin kuat. Menghancurkan semuanya, bahkan negara Angin Barat sekali pun! Ki Sura tersenyum dengan tekat kuat yang di miliki oleh Bima. Bahkan di dalam Perguruan nya tak ada satu pun murid yang mempunyai jiwa kesatria dan kesetiaan yang begitu besar seperti yang Bima tunjukkan. "Itu terserah kamu anak muda, kamu punya jalan sendiri, begitu juga diriku, kita akan selesai kan semua ini sekarang," kata Ki Sura. Bima menyeringai. "Aku kasih tahu kau

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    51.Ki Sura

    Keesokan harinya, Arimbi menyediakan sarapan untuk Bima. Dia sengaja memasak bersama pemilik penginapan. Dulu sebelum Arimbi turun gunung dari tempat dia menimba ilmu, dia sering memasak nasi bakar yang di campur dengan bumbu ikan dan kemangi. Kata gurunya makanan buatannya itu sangatlah enak. Itu sebabnya pagi itu Arimbi membuatkannya untuk Bima. Itu adalah pertama kalinya dia membuat makanan untuk seorang pria. Bima menatap nasi yang berada di dalam bambu. Melihat sekilas dia merasa nasi itu enak. Arimbi mengambil nasi itu ke dalam piring tanah beralas daun pisang. "Silahkan kakang, ini adalah makanan buatanku..." ucap Arimbi dengan senyum semringah. Bima menyelupkan tangannya ke dalam mangkuk berisi air. Lalu dia pun menyuapi mulutnya dengan nasi bakar buatan Arimbi. Gadis yang masih diam-diam mencintainya. Mata Bima membesar membuat Arimbi panik seketika. "Ada apa kakang? Apakah tidak enak? atau ada sesua

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    50.Iblis Bayangan

    Mata Arimbi pun terpejam setelah merasa nyaman karena tangannya berada dalam genggaman Bima. Pemuda itu menatap wajah Arimbi tanpa berkedip. Ada perasaan yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang. "Ada apa denganku? Kenapa hanya dengan melihat wajahnya saja aku merasa sangat nyaman?" batin Bima. Tangan kirinya bergerak ingin mengelus pipi Arimbi. Namun saat jarinya hampir menyentuh kulit putih gadis itu tangannya terhenti. Dia mendengar sesuatu dari arah luar. "Aura Iblis...?" batin Bima. Dengan perlahan Bima melepaskan pegangan tangannya pada Arimbi. Dia merasa aura itu sangat kuat. "Ini aura yang sama saat aku berada di gubuk kecil malam itu..." batin Bima lalu perlahan berjalan ke arah pintu. Dia teringat pembicaraan dengan Banu sebelum meninggal. Banu sudah siap melepaskan Iblis miliknya dan memberikannya kepada Bima. Karena hanya Bima lah yang sanggup menerima Iblis itu. Dan benar saja, dari balik pintu terdengar suara menggeram. Bima menghunus pedangnya. Dia melihat

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    49.Kisah Pendekar Iblis Gila

    Kuda-kuda itu berlari cukup kencang. Suaranya terdengar dari kejauhan. Saat rombongan kuda itu melewati rumah-rumah penduduk desa, semua orang menatap dengan penuh rasa penasaran. Kuda-kuda itu membawa kantong-kantong berisi sesuatu. Dan cairan berwarna merah pekat berceceran dari kantong itu menebar bau amis yang membuat mual. Rombongan kuda itu masuk ke dalam Perguruan Ular Hitam. Suaranya terdengar hingga ke rumah Ki Kalam dan Ki Sura. Mereka berdua mengira para guru dan muridnya berhasil menangkap Bima. "Luar biasa, Wicaksono bergerak sangat cepat. Sesuai harapanku!" ucap Ki Kalam. Dengan tergopoh-gopoh mereka pun keluar dari rumah dan menghampiri halaman aula tempat berlatih dimana kuda-kuda itu berhenti. Seketika itu juga mata mereka terkejut melihat kuda-kuda itu tanpa ada penunggangnya. Dan yang membuat mereka semakin terkejut adalah buntalan kantong pada pelana kuda-kuda tersebut. Mereka sudah curiga terjadi sesuatu. Namun Ki Sura masih mencoba berpikir tenang. "Mungki

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    48.Lawan Seratus Pun Siapa Takut?

    Bima melesat dengan cepat dengan penuh semangat. Hingga akhirnya dia sampai di rumah terakhir yang sudah hancur akibat serangan Manik dan para pengikutnya di desa itu. Bima berdiri di tengah jalan menghadang rombongan berkuda dengan jumlah yang cukup banyak. Rombongan itu berhenti. Wicaksono menatap tajam, lalu dengan cepat dia cabut pedangnya. "Hei, kisanak, apa yang kau lakukan di tengah jalan! Menyingkir lah atau mati!" hardik Wicaksono. Bima tersenyum kecil. Dia cabut pedangnya. "Waktunya makan pedangku..." ucap Bima dengan seringainya yang membuat para murid itu tegang. Tanpa babibu lagi Bima melesat kearah rombongan itu. Mata kanan nya memancarkan sinar biru. "Hati-hati! Dia akan menyerang!" teriak Wicaksono. Namun terlambat, Bima sudah melompati nya dan langsung mengarah ke para murid yang ada di belakang. "Mengirim bocah Tubuh Besi padaku? Kalian sangat konyol!" ucap Bima masih den

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status