Share

4.Warisan Pedang Darah

Penulis: Gibran
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 09:16:12

Tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Bimasena telah menguasai semua jurus dan kekuatan tenaga dalam yang Pendeta Barata ajarkan. Latihan yang Pendeta Barata berikan cukup berat. Namun dia berhasil lulus setelah menyelesaikan latihan tahap akhir,atau tahap ke tiga.

Bimasena ingat saat dia awal mulai berlatih . Pendeta Barata menyuruhnya memotong kayu, mengisi air, dan mencari batu mulia. Kata Pendeta Barata, batu mulia tersebut bisa menyalurkan tenaga dalam. Dan harga batu mulia itu sangat mahal. Satu batu berwarna merah bisa menghasilkan ratusan tail emas.

Tahap pertama pun dia lalui selama satu tahun, hingga dia bisa memotong seribu potong kayu dengan ukuran yang sama persis. Latihan ini adalah soal keseimbangan. Dan Bima berhasil dengan sempurna.

Dia pun mengisi air dengan cepat bahkan sambil berlari.Kegunaan latihan ini adalah untuk memperkuat otot-otot lengan dan otot bahu serta kakinya yang nantinya akan di jadikan kuda-kuda saat bertarung. Semuanya harus kuat.

Latihan ini bertujuan untuk memperkuat tubuh Bima, karena saat pertarungan terjadi, otot dan kekuatan sangat membantu membuatnya tetap berdiri meski dalam keadaan lelah sekali pun.

Dan saat dia mencari batu mulia di tebing yang curam, dia akhirnya bisa melompat dari sisi tebing ke sisi yang lain dengan mudah tanpa takut terpeleset. Itu artinya Bima telah mampu mengatur keseimbangan tubuhnya dengan baik. Meski di awal latihan dia sering jatuh bahkan terluka. Namun berkat kegigihannya, dia berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya.

Sebenarnya Pendeta Barata hanya beralasan tidak bisa mengambil batu mulia tersebut. Kenyataannya dia malah hanya sekali lompat untuk menggapai batu mulia yang berjarak delapan meter tersebut. Membuat Bima semakin ingin menguasai ilmu meringankan tubuh milik orang tua tersebut.

Setelah setahun berlatih fisik dan berhasil menguasai cara memotong dan melompat, Bima pun mulai berlatih jurus di latihan tahap kedua.

Bima berlatih banyak jurus, baik jurus tangan kosong maupun jurus pedang. Pada tahap ini Bima harus bekerja keras menghafal gerakan cepat gurunya. Karena si kakek berharap daya ingat Bima akan terasah dengan baik. Dengan membaca sekali lalu menguasainya, musuh mana yang akan kuat menghadapinya?

Ditambah sang guru hanya memberinya pedang kayu untuk berlatih. Bukan pedang asli seperti yang di harapkan Bima. Di tambah Bima mempunyai satu tugas yang sangat tidak masuk akal baginya.

Tugas itu adalah memotong sepotong kayu menggunakan pedang kayu.

"Itu sesuatu yang tidak mungkin kakek guru..." ucap Bima waktu itu.

Pendeta Barata tersenyum, lalu langsung memukul kepala muridnya dengan kayu yang dia bawa. Spontan Bima berteriak kesakitan. Kepalanya pun benjol seketika. Entah sudah ada berapa benjolan selama dia menjadi murid orang tua tersebut. Yang jelas hampir setiap hari dia mendapat jatah benjolan.

"Di dunia persilatan ini, hal yang tidak mungkin dan menjadi mungkin itu banyak. Perhatikan ini baik-baik!" ucap Pendeta Barata.

Lelaki tua itu lalu meletakkan satu kayu sebesar lengan. Dia menaruhnya di atas penyangga. Lalu dengan sekali gerak...

Prak!

Kayu patah menjadi dua. Namun hebatnya pedang kayu di tangan Pendeta Barata tidak patah ataupun lecet sedikit pun.

Bima ternganga melihatnya. Dia tidak percaya pedang kayu yang lebih kecil itu bisa memotong kayu sebesar lengan.

"Sekarang apa kau percaya setelah melihat ini? tugasmu adalah mencapai tahap dimana kamu bisa memotong kayu dengan pedang kayu," kata Pendeta Barata.

"Bagaimana kakek guru bisa melakukannya? apakah ada triknya kek?" tanya Bima.

"Tidak ada, aku hanya percaya, bahwa yang aku pegang bukanlah kayu, melainkan pedang. Itu saja," kata Pendeta Barata.

Bima terdiam. Namun sejak saat itu dia mulai berlatih dengan giat. Ribuan kali dia mencoba dan selalu gagal. Bukan kayunya yang patah tapi pedang kayunya yang patah menjadi dua. Dia pun berkali-kali membuat marah gurunya karena mematahkan pedang yang tak terhitung jumlahnya. Padahal semua itu gurunya lah yang membuat. Pantas saja orang tua itu marah dan kesal.

Pendeta Barata juga melatih pikiran Bima agar percaya pada apa yang di yakini nya. Jika sugesti nya mampu membuat sesuatu menjadi kenyataan, maka menjadikan kayu sebagai pedang bukanlah hal yang sulit. Tapi proses itu butuh waktu yang cukup lama.

Oleh sebab itu, Pendeta Barata menyarankan Bima untuk bersemedi dan mendapatkan kekuatan pikiran itu dari semedi tersebut.

Bima pun akhirnya sering melakukan semedi didekat sungai kecil di belakang pohon besar. Hingga akhirnya setelah setahun berlatih dengan keras, dia berhasil mematahkan kayu dengan pedang kayu yang dia gunakan. Bima tersenyum puas.

Pendeta Barata pun tersenyum bangga. Jurus pedang dan tangan kosong sudah, kekuatan pikiran juga sudah, akhirnya Pendeta Barata mulai melatih Bima ilmu tenaga dalam.

Latihan ini tidak mudah. Tapi karena Bima telah menguasai ilmu pikiran, dia bisa lebih cepat mendalami nya. Dalam setahun Bima harus berhasil menghancurkan batu besar dengan tangan kosong. Tugas yang bagi Bima mustahil namun lagi-lagi ditunjukkan oleh gurunya, bagaimana batu itu langsung hancur dalam sekali pukul oleh tangan orang tua tersebut.

"Intinya hampir sama saat kamu berlatih memotong kayu dengan pedang kayu. Kekuatan mu yang kamu keluarkan dari dalam perut kamu gabung dengan kekuatan pikiran. Yakin bahwa kamu bisa menghancurkan batu dengan tinju, maka kamu akan berhasil di tahap yang sempurna," kata Pendeta Barata.

Mendengar itu Bima pun bersemangat dan terus berlatih siang dan malam. Terbayang di kepalanya kehancuran Perguruan Julang Emas di depan matanya. Dan itu dijadikan sebagai acuan dia untuk berhasil menjadi pendekar hebat!

Hingga akhirnya setelah setahun berlatih ilmu tenaga dalam, Bima pun berhasil menghancurkan batu besar dengan tinjunya!

Tinjunya yang sudah dipenuhi dengan luka akibat berlatih sekarang benar-benar berhasil menghancurkan batu sebesar kerbau dengan sekali pukul.

Meski penuh dengan luka, kini tinju kanan dan kirinya sudah bagaikan tinju besi. Bahkan tameng besi pun bisa dia bengkokkan dengan tinjunya.

Hingga akhirnya tibalah saat dimana Pendeta Barata mengatakan tentang rahasia kehancuran Perguruan Julang Emas. Selama ini dia sudah mencari kabar tentang kehancuran Perguruan tersebut. Dia mencari informasi itu saat Bima sedang berlatih.

Setelah tiga tahun, dia berhasil mengumpulkan banyak berita yang baginya cukup mengerikan jika di ceritakan seluruhnya kepada Bimasena. Sang Kesatria Terakhir perguruan tersebut.

Dan Pendeta Barata juga akan mewariskan sebuah pedang milik miliknya yang telah lama dia simpan di dalam tanah. Dia menguburnya di dalam peti besi. Hari itu dia menggalinya lagi setelah berpuluh-puluh tahun lamanya terpendam di sana.

"Ini adalah Pedang Darah milikku yang akan ku wariskan padamu. Bijaksana lah saat memakainya.Karena saat kau mulai membunuh, kau tidak akan pernah berhenti menggunakan pedang ini," ucap Pendeta Barata sambil menyerahkan peti kayu berisi pedang dengan hiasan batu mulia berwarna merah di bagian pangkal pedang.

Bima menerimanya dengan pandangan mata takjub. Matanya tak lepas memandang tubuh pedang tersebut.

"Batu itu mengandung tenaga dalam. Dia cocok dengan tenaga dalam milikmu. Karena aku yang mencocokkannya. Ketika kamu mengaktifkan tenaga dalam mu, batu itu akan memberikan sinyal dengan warnanya yang akan menyala. Saat itulah pedang itu akan menemukan kehebatannya," kata Pendeta Barata lagi.

Bima menarik pedang dari sarungnya. Dia kagum melihat pedang yang terlihat gagah tersebut. Ada aura dingin yang keluar dari tubuh pedang.

"Pedang ini luar biasa..." kata Bima memuji.

Pendeta Barata tersenyum.

"Dia telah memakan lebih dari sepuluh ribu nyawa. Aku ingin tahu, berapa nyawa yang akan kamu tumbal kan untuk Pedang Darah ini." sahut Pendeta Barata.

"Apakah kakek guru sudah tidak ingin terkenal lagi kek? kekuatan kakek masih sangat hebat untuk berhenti menjadi pendekar," kata Bima.

"Aku berbeda denganmu yang masih muda. Kamu punya dendam, aku sudah bebas dari segala kekejian dunia persilatan. Jadi aku ingin hidup tenang. Aku hanya membantumu untuk menumpas kejahatan orang-orang di dunia ini. Itu saja," kata Pendeta Barata lalu menyeruput teh panasnya.

"Lalu, mengenai kabar klan yang menjadi otak di balik kehancuran Perguruan Julang Emas, apakah kakek guru sudah tahu sejak awal?" tanya Bima sambil memasukkan pedang kembali ke sarungnya.

Pendeta Barata mengangguk.

"Musuh mu bukanlah lawan sembarangan. Aku sendiri sangat terkejut setelah tahu kebenarannya, tapi agar kamu tidak terpengaruh oleh jawaban yang aku berikan, kamu bisa menggali sendiri berita dari tempat terbawah. Yaitu Perguruan yang ikut andil dalam mendukung penghapusan Perguruan Julang Emas," kata Pendeta Barata.

"Perguruan apa itu kek? Aku akan mendatanginya, dan mencari tahu kebenarannya," ucap Bima berapi-api.

"Perguruan itu adalah Perguruan Katak Merah. Dari sana kamu akan tahu siapa saja yang ikut andil dalam kejadian tiga tahun yang lalu," kata Pendeta Barata.

"Kenapa kakek guru tidak mengatakan langsung kepadaku siapa saja yang ikut dalam pembantaian itu?" tanya Bima sedikit kecewa. Pendeta Barata menatap sejenak mata muridnya.

"Kamu akan bingung setelah tahu jawaban dariku. Itu sebabnya kamu harus mencarinya sendiri agar kamu lebih memahami lawan-lawan mu. Kamu juga bisa memperhitungkan lawan-lawan mu dengan timing yang tepat.Dan seiring dengan perjalanan waktu, kamu akan tegar setelah tahu siapa sebenarnya musuh mu itu," ucap Pendeta Barata.

Bimasena mengangguk paham. Dia menatap pedang bersarung merah yang sekarang ada di tangannya.

"Perguruan Katak Merah...Aku akan meratakan nya," ucapnya dengan mata yang menyorot tajam.

Bab terkait

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    5.Perguruan Katak Merah

    Hari itu juga setelah Pendeta Barata memberikan petunjuk dan warisan pedang, Bimasena pun pamit undur diri kepada gurunya. Tak henti Bima ucapkan terimakasih kepada kakek gurunya tersebut. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya selama tiga tahun belakangan ini. Dalam tiga tahun akhirnya Bimasena berhasil menguasai seluruh jurus dan kesaktian Pendeta Barata yang pernah mendapat julukan sebagai Sang Iblis Gila. Julukan itu bukan tanpa sebab, dulu Pendeta Barata adalah seorang pembunuh yang sangat liar. Itu sebabnya dia mendapatkan julukan tersebut. Mengenai asal-usul orang tua tersebut, Bima belum mengetahui nya. Namun seiring berjalannya waktu, semua orang akan tahu bahwa si Iblis Gila itu mempunyai seorang penerus. Yaitu Bimasena. Dengan pedang yang menggantung di punggung Bima pun meninggalkan tempat dimana dia berlatih dengan perasaan sedih. Pendeta Barata hanya melambaikan tangan saja ke arahnya dengan perasaan yang sedih bercampur bangg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    6.Sayembara

    Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai. "Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras. Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu. Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu. Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah. Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga. Tuk! Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga mer

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    8.Kuda Hitam

    Akhirnya hari yang di tunggu telah tiba. Bimasena segera berkemas dan berangkat menuju gelanggang pertarungan di Perguruan Katak Merah. Sesampainya disana ribuan pengunjung sudah berdatangan untuk melihat jagoan mereka bertarung. Para pendekar kelas bawah dari berbagai penjuru berdatangan untuk ikut meramaikan sayembara. Bima duduk di bangku penonton untuk sementara waktu. Di tempat khusus para tetua perguruan, berjejer beberapa orang yang di anggap paling berpengaruh di perguruan tersebut. Seorang gadis cantik pembawa acara naik ke atas panggung. Dia adalah seorang gadis cantik jelita dengan pakaian minim yang membuat semua mata para penonton terbuka lebar. Para pengunjung bersorak meneriaki gadis tersebut. Si gadis pun mengedipkan sebelah matanya dengan lidah menjulur ke arah penonton. Terdengar suara gemuruh para penonton setelah gadis itu melakukan aksi nya. Bima menutup wajahnya sambil gelengkan kepala. "Gadis aneh," pikir Bima. Si Gadis itu mengambil pengeras suara. "Ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    9.Bukan Lawan Sebanding

    Kirana Dewi pun berteriak dengan lantang. "Pendekar yang akan bertanding melawan Pendekar Merah adalah Cong Wei dari Perguruan Naga Air!" ucap Kirana Dewi keras. Pendekar berambut gimbal tersenyum. "Takdir sudah memilihmu, Cong Wei, kau memang sudah ditakdirkan melawan dia," ucapnya kepada Pendekar ceking yang ternyata bernama Cong Wei dari perguruan Naga Air. "Aku tidak takut! Lihat saja nanti, siapa yang akan berlutut!" ucap Cong Wei dengan penuh percaya diri."Baguslah kalau kau tak takut. Paling tidak kau tidak membuat malu perguruan besarmu itu," Cong Wei tak menanggapi ucapan si gimbal. Dia segera berkelebat ke atas arena. Bima menatap Pendekar ceking itu. Tak ada senyum di bibirnya. Malah Cong Wei lah yang menyunggingkan senyum sinis kepadanya. "Baru mengalahkan para sampah sudah banyak sekali lagak, aku akan membuatmu memohon ampun padaku," ucap Cong Wei lalu memasang kuda-kuda. Bima hanya melirik gerakan kuda-kuda lawan sekilas. Suara lonceng tanda pertandingan di mu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    10.Peraturan Tidak Adil

    Bima kembali berdiri di atas panggung. Kali ini dia akan melawan satu Pendekar dari Perguruan kelas bawah, yaitu Perguruan Kuda Putih. Bima pernah mendengar nama Perguruan itu. Tapi dia tidak begitu paham jurus-jurus mereka. Ini yang membuat Bima merasa tertantang. Pemuda bernama Jinggo itu berdiri dengan gagah. Dia adalah salah satu senior terkuat di Perguruan Kuda Putih. "Aku sudah menyiapkan semuanya untuk bisa bertemu dengan salah satu perwakilan Julang Emas yang katanya jago-jago dalam pertarungan! Tapi sialnya Perguruan lemah itu sudah hancur terlebih dulu sebelum aku menginjak-injak nya! Aku akan jadikan kamu sebagai alat pelampiasan amarahku!" ucap Jinggo berapi-api. Mata Bima berkilat marah. Kedua tinjunya terkepal erat. "Beraninya menghina Perguruan ku... kamu akan tahu akibat dari ucapan mu..." ucap Bima perlahan. Saat lonceng berbunyi, Bima langsung berinisiatif menyerang lebih dulu. Dia berlari cepat. Sangat cepat! Jinggo menatapnya dengan terkejut. Dia segera saol

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    11.Weling Ireng & Jalak Saksono

    Bima menatap kedua pendekar yang sudah berdiri di depannya itu. Matanya yang jeli merasa ada sedikit kejanggalan. Waktu di babak penyisihan tadi dia tidak melihat dua orang tersebut di antara sembilan belas peserta yang lain. Bima mulai curiga ada sesuatu yang tidak beres dengan peraturan kali ini. Dia yakin ada yang disembunyikan oleh penyelenggara sayembara. Tapi Bima tak gentar sedikit pun. Meski dia menyadari dua lawannya bukan pendekar lemah, di tambah jumlah yang tidak seimbang. Yaitu dua lawan satu. Ini adalah pertarungan yang sulit bagi Bima. "Jalak Sasono, jangan biarkan dia banyak bergerak. Lumpuhkan salah satu tangannya," ucap pendekar dari Perguruan Ular Hitam. "Aku paham Weling Ireng, pemuda ini sudah menunjukkan beberapa teknik miliknya, kita bisa dengan mudah memperhitungkan arah serangan dan gerakan jurusnya, jangan khawatir, gerakan lincahku akan menyulitkan pandangan matanya," ucap Jalak Sasono, Pendekar dari Perguruan Jalak Perak. Weling Ireng dari Perguruan Ula

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    12.Hasil Latihan Keras

    Weling Ireng melesat dengan tangan kanannya yang sudah diisi tenaga dalam tinggi. Pukulan Sakti Raja Ular Menyemburkan Racun milik Weling Ireng sangat berbahaya. Jika sampai terkena meskipun itu hanya tersentuh saja, maka kulit orang tersebut akan melepuh seperti terbakar. Dan jika terkena langsung serangan itu, sudah di pastikan tubuhnya akan menjadi sesuatu yang mengerikan. Hanya dengan melihat saja Bimasena bisa merasakan aura bahaya dari serangan Weling Ireng kali ini. Tapi dia sudah mempersiapkan dirinya dengan pukulan tenaga dalam yang dia pelajari selama ini. Meski Bima hanya berada di tingkat Tubuh Besi, tetap saja tinjunya sangat berbahaya dan bukan main-main. Bima berkelit ke kanan saat tubuh Weling Ireng menerjang. Dalam keadaan melayang di udara Bima menggerakkan tangannya beberapa kali. Ini dia lakukan karena dia merasa ada sesuatu yang mengarah ke tubuhnya. Sesuatu itu adalah racun yang menyebar di udara. Racun itu tentu saja berasal dari tangan Weling Ireng. "Bahka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20

Bab terbaru

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    56.Ki Kalam

    Mendengar ucapan di belakangnya, Ki Kalam pun menoleh. Matanya menatap sosok pemuda dengan pakaian serba merah dan tengah menatapnya dengan tajam. "Semua orang Perguruan Ular Hitam itu terlalu sombong, tapi kemampuan tak ada. Seperti Weling Ireng, Manik, Wicaksono... Apakah seseorang yang berada di Ranah Keabadian juga sama? Menindas gadis lemah yang berada jauh di bawahnya, ckckck... Macam taik kau orang tua!" kembali terdengar makian dari Bima. Marah Ki Kalam mendengar makian yang belum pernah dia dapatkan selama hidupnya menjadi Pemimpin Perguruan. "Beraninya kau bajingan! Aku akan robek mulut kotormu itu!" teriaknya kemudian melempar tubuh Arimbi hingga menabrak rumah kayu. Brak! Rumah itu terlihat hampir roboh. Bima dengan cepat bergerak. Namun Ki Kalam menghalanginya. Pedang Bima berkelebat ke arah leher Ki Kalam. Namun Ki Kalam dengan cepat menghindar. Saat itulah, Bima meledakkan tenaga dalamnya hingga tubuh Ki Kalam terpental namun tidak sampai jatuh. Dengan kecepatan

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    55.Arimbi Dalam Bahaya

    Arimbi mendengar derap kaki kuda. Dia segera mengintip dari balik pagar rumah yang hancur sebagian tersebut. Matanya yang indah itu melihat sosok orang tua berkuda. Orang itu sempat berputar-putar di sekitar gapura. Arimbi yakin orang itu adalah musuh yang mengejarnya saat bersama Bima. Orang yang tak lain adalah Ki Kalam turun dari kudanya. Matanya menyapu seantero tempat. Dia menatap kuda yang terparkir di bawah pendopo itu. "Woe, penjahat! Keluar kau!" teriaknya menggema. Ki Kalam melangkah masuk ke dalam Perguruan yang sudah hancur itu. Seketika dia teringat Perguruan tersebut. "Perguruan sampah memang tak layak berada di dunia ini, selalu berbuat curang untuk bisa berada di atas, cuih!" ucap Ki Kalam. Arimbi tak melihat apa yang orang tua itu lakukan. Apalagi ucapannya yang sangat tidak sopan itu. "Dia orang tua tapi sungguh tak bisa menjadi contoh yang baik! Aku akan beri dia pelajaran!" batin Arimbi. Ki Kalam menoleh saat mendengar langkah kaki Arimbi. Dia menatap gadi

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    54.Jurus Ilusi

    Ki Kalam menghentikan kudanya saat dia melihat seekor kuda yang tengah makan rumput di pinggir hutan. Ki Kalam menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan si penunggang kuda. "Aneh... Kenapa kuda ini sendiri? Dimana penunggang kudanya?" batin Ki Kalam. Dia duduk di atas batu untuk menunggu. Setelah cukup lama menunggu dia memutuskan utnuk mencari orang tersebut. "Dia pasti menyadari aku mengejarnya sehingga dia turun dan lebih memilih untuk kabur ke arah hutan... hmmm..."Setelah mempertimbangkan sejenak, Ki Kalam akhirnya memilih ke arah hutan sebelah kiri dimana ada jalan setapak kecil. Dan jalan itu adalah jalan yang tembus ke Perguruan Julang Emas, dimana Arimbi tengah menanti Bima di sana. Ki Sura menangkis semua serangan cepat yang Bima lancarkan. Kali ini Iblis Es di dalam tubuh Bima semakin terlihat. Serangan pun semakin cepat Bima layangkan. Setiap pedangnya mengandung kekuatan ledakan es. Membuat Ki Suta sedikit kelabakan melawan anak muda. "Bagus! Kau sudah

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    53.Bola Iblis & Pemotong Roh

    Ki Sura tertawa puas. Dia berdiri setengah terbungkuk karena efek serangan tenaga dalam Bima. "Bagaimana? Apakah kau bisa membandingkan seranganmu sebelumnya dengan yang baru aku katakan?" tanya Ki Sura. Bima menatap orang tua itu dengan heran. Dia merasa tengah di ajari seorang guru. Tapi dia tak tahu harus bersikap apa karena ini baginya adalah pertarungan. "Nama jurus yang baru kau dapat itu adalah Jurus Menarik Matahari," kata Ki Sura. "Sebenarnya apa maksudmu Ki mengajarkan jurus ini padaku?" tanya Bima. "Hei! Siapa yang mengajarimu! Bahkan muridku butuh waktu enam purnama untuk bisa menguasai jurus itu! Kau hanya dalam kejapan mata saja sudah bisa melakukan nya! Kau terlalu berbakat menjadi muridku!" ucap Ki Sura. Bima masih tak mengerti dengan maksud Ki Sura. Tapi dia tak peduli lagi. Dengan cepat dia menyerang kembali. Ki Sura tak diam saja. Dengan kekuatan yang dia miliki dengan mudah Ki Sura mengumpulkan kekuatan angin di tangannya. "Nah, makan ini!" kata Ki Sura sam

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    52.Saling Membayar

    "Sekarang aku sudah katakan padamu, perkara kamu masih dendam pada Perguruan ku itu bukan masalah lagi. Yang jelas, aku pun mempunyai dendam yang sama dengan dirimu, karena semua muridku kau bunuh secara keji," kata Ki Sura. Bima tersenyum. "Terimakasih Ki, sudah berkata jujur padaku, memberitahu rahasia yang aku tak tahu, tapi apa pun itu alasannya, aku tetap akan memusnahkan semua Perguruan yang ikut andil dalam pembantaian, dan ceritamu tadi tidak akan bisa menghentikan langkahku..." sahut Bima dengan tatapan dingin. Kini tujuannya semakin kuat. Menghancurkan semuanya, bahkan negara Angin Barat sekali pun! Ki Sura tersenyum dengan tekat kuat yang di miliki oleh Bima. Bahkan di dalam Perguruan nya tak ada satu pun murid yang mempunyai jiwa kesatria dan kesetiaan yang begitu besar seperti yang Bima tunjukkan. "Itu terserah kamu anak muda, kamu punya jalan sendiri, begitu juga diriku, kita akan selesai kan semua ini sekarang," kata Ki Sura. Bima menyeringai. "Aku kasih tahu kau

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    51.Ki Sura

    Keesokan harinya, Arimbi menyediakan sarapan untuk Bima. Dia sengaja memasak bersama pemilik penginapan. Dulu sebelum Arimbi turun gunung dari tempat dia menimba ilmu, dia sering memasak nasi bakar yang di campur dengan bumbu ikan dan kemangi. Kata gurunya makanan buatannya itu sangatlah enak. Itu sebabnya pagi itu Arimbi membuatkannya untuk Bima. Itu adalah pertama kalinya dia membuat makanan untuk seorang pria. Bima menatap nasi yang berada di dalam bambu. Melihat sekilas dia merasa nasi itu enak. Arimbi mengambil nasi itu ke dalam piring tanah beralas daun pisang. "Silahkan kakang, ini adalah makanan buatanku..." ucap Arimbi dengan senyum semringah. Bima menyelupkan tangannya ke dalam mangkuk berisi air. Lalu dia pun menyuapi mulutnya dengan nasi bakar buatan Arimbi. Gadis yang masih diam-diam mencintainya. Mata Bima membesar membuat Arimbi panik seketika. "Ada apa kakang? Apakah tidak enak? atau ada sesua

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    50.Iblis Bayangan

    Mata Arimbi pun terpejam setelah merasa nyaman karena tangannya berada dalam genggaman Bima. Pemuda itu menatap wajah Arimbi tanpa berkedip. Ada perasaan yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang. "Ada apa denganku? Kenapa hanya dengan melihat wajahnya saja aku merasa sangat nyaman?" batin Bima. Tangan kirinya bergerak ingin mengelus pipi Arimbi. Namun saat jarinya hampir menyentuh kulit putih gadis itu tangannya terhenti. Dia mendengar sesuatu dari arah luar. "Aura Iblis...?" batin Bima. Dengan perlahan Bima melepaskan pegangan tangannya pada Arimbi. Dia merasa aura itu sangat kuat. "Ini aura yang sama saat aku berada di gubuk kecil malam itu..." batin Bima lalu perlahan berjalan ke arah pintu. Dia teringat pembicaraan dengan Banu sebelum meninggal. Banu sudah siap melepaskan Iblis miliknya dan memberikannya kepada Bima. Karena hanya Bima lah yang sanggup menerima Iblis itu. Dan benar saja, dari balik pintu terdengar suara menggeram. Bima menghunus pedangnya. Dia melihat

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    49.Kisah Pendekar Iblis Gila

    Kuda-kuda itu berlari cukup kencang. Suaranya terdengar dari kejauhan. Saat rombongan kuda itu melewati rumah-rumah penduduk desa, semua orang menatap dengan penuh rasa penasaran. Kuda-kuda itu membawa kantong-kantong berisi sesuatu. Dan cairan berwarna merah pekat berceceran dari kantong itu menebar bau amis yang membuat mual. Rombongan kuda itu masuk ke dalam Perguruan Ular Hitam. Suaranya terdengar hingga ke rumah Ki Kalam dan Ki Sura. Mereka berdua mengira para guru dan muridnya berhasil menangkap Bima. "Luar biasa, Wicaksono bergerak sangat cepat. Sesuai harapanku!" ucap Ki Kalam. Dengan tergopoh-gopoh mereka pun keluar dari rumah dan menghampiri halaman aula tempat berlatih dimana kuda-kuda itu berhenti. Seketika itu juga mata mereka terkejut melihat kuda-kuda itu tanpa ada penunggangnya. Dan yang membuat mereka semakin terkejut adalah buntalan kantong pada pelana kuda-kuda tersebut. Mereka sudah curiga terjadi sesuatu. Namun Ki Sura masih mencoba berpikir tenang. "Mungki

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    48.Lawan Seratus Pun Siapa Takut?

    Bima melesat dengan cepat dengan penuh semangat. Hingga akhirnya dia sampai di rumah terakhir yang sudah hancur akibat serangan Manik dan para pengikutnya di desa itu. Bima berdiri di tengah jalan menghadang rombongan berkuda dengan jumlah yang cukup banyak. Rombongan itu berhenti. Wicaksono menatap tajam, lalu dengan cepat dia cabut pedangnya. "Hei, kisanak, apa yang kau lakukan di tengah jalan! Menyingkir lah atau mati!" hardik Wicaksono. Bima tersenyum kecil. Dia cabut pedangnya. "Waktunya makan pedangku..." ucap Bima dengan seringainya yang membuat para murid itu tegang. Tanpa babibu lagi Bima melesat kearah rombongan itu. Mata kanan nya memancarkan sinar biru. "Hati-hati! Dia akan menyerang!" teriak Wicaksono. Namun terlambat, Bima sudah melompati nya dan langsung mengarah ke para murid yang ada di belakang. "Mengirim bocah Tubuh Besi padaku? Kalian sangat konyol!" ucap Bima masih den

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status