Share

4.Warisan Pedang Darah

Penulis: Gibran
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 09:16:12

Tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Bimasena telah menguasai semua jurus dan kekuatan tenaga dalam yang Pendeta Barata ajarkan. Latihan yang Pendeta Barata berikan cukup berat. Namun dia berhasil lulus setelah menyelesaikan latihan tahap akhir,atau tahap ke tiga.

Bimasena ingat saat dia awal mulai berlatih . Pendeta Barata menyuruhnya memotong kayu, mengisi air, dan mencari batu mulia. Kata Pendeta Barata, batu mulia tersebut bisa menyalurkan tenaga dalam. Dan harga batu mulia itu sangat mahal. Satu batu berwarna merah bisa menghasilkan ratusan tail emas.

Tahap pertama pun dia lalui selama satu tahun, hingga dia bisa memotong seribu potong kayu dengan ukuran yang sama persis. Latihan ini adalah soal keseimbangan. Dan Bima berhasil dengan sempurna.

Dia pun mengisi air dengan cepat bahkan sambil berlari.Kegunaan latihan ini adalah untuk memperkuat otot-otot lengan dan otot bahu serta kakinya yang nantinya akan di jadikan kuda-kuda saat bertarung. Semuanya harus kuat.

Latihan ini bertujuan untuk memperkuat tubuh Bima, karena saat pertarungan terjadi, otot dan kekuatan sangat membantu membuatnya tetap berdiri meski dalam keadaan lelah sekali pun.

Dan saat dia mencari batu mulia di tebing yang curam, dia akhirnya bisa melompat dari sisi tebing ke sisi yang lain dengan mudah tanpa takut terpeleset. Itu artinya Bima telah mampu mengatur keseimbangan tubuhnya dengan baik. Meski di awal latihan dia sering jatuh bahkan terluka. Namun berkat kegigihannya, dia berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya.

Sebenarnya Pendeta Barata hanya beralasan tidak bisa mengambil batu mulia tersebut. Kenyataannya dia malah hanya sekali lompat untuk menggapai batu mulia yang berjarak delapan meter tersebut. Membuat Bima semakin ingin menguasai ilmu meringankan tubuh milik orang tua tersebut.

Setelah setahun berlatih fisik dan berhasil menguasai cara memotong dan melompat, Bima pun mulai berlatih jurus di latihan tahap kedua.

Bima berlatih banyak jurus, baik jurus tangan kosong maupun jurus pedang. Pada tahap ini Bima harus bekerja keras menghafal gerakan cepat gurunya. Karena si kakek berharap daya ingat Bima akan terasah dengan baik. Dengan membaca sekali lalu menguasainya, musuh mana yang akan kuat menghadapinya?

Ditambah sang guru hanya memberinya pedang kayu untuk berlatih. Bukan pedang asli seperti yang di harapkan Bima. Di tambah Bima mempunyai satu tugas yang sangat tidak masuk akal baginya.

Tugas itu adalah memotong sepotong kayu menggunakan pedang kayu.

"Itu sesuatu yang tidak mungkin kakek guru..." ucap Bima waktu itu.

Pendeta Barata tersenyum, lalu langsung memukul kepala muridnya dengan kayu yang dia bawa. Spontan Bima berteriak kesakitan. Kepalanya pun benjol seketika. Entah sudah ada berapa benjolan selama dia menjadi murid orang tua tersebut. Yang jelas hampir setiap hari dia mendapat jatah benjolan.

"Di dunia persilatan ini, hal yang tidak mungkin dan menjadi mungkin itu banyak. Perhatikan ini baik-baik!" ucap Pendeta Barata.

Lelaki tua itu lalu meletakkan satu kayu sebesar lengan. Dia menaruhnya di atas penyangga. Lalu dengan sekali gerak...

Prak!

Kayu patah menjadi dua. Namun hebatnya pedang kayu di tangan Pendeta Barata tidak patah ataupun lecet sedikit pun.

Bima ternganga melihatnya. Dia tidak percaya pedang kayu yang lebih kecil itu bisa memotong kayu sebesar lengan.

"Sekarang apa kau percaya setelah melihat ini? tugasmu adalah mencapai tahap dimana kamu bisa memotong kayu dengan pedang kayu," kata Pendeta Barata.

"Bagaimana kakek guru bisa melakukannya? apakah ada triknya kek?" tanya Bima.

"Tidak ada, aku hanya percaya, bahwa yang aku pegang bukanlah kayu, melainkan pedang. Itu saja," kata Pendeta Barata.

Bima terdiam. Namun sejak saat itu dia mulai berlatih dengan giat. Ribuan kali dia mencoba dan selalu gagal. Bukan kayunya yang patah tapi pedang kayunya yang patah menjadi dua. Dia pun berkali-kali membuat marah gurunya karena mematahkan pedang yang tak terhitung jumlahnya. Padahal semua itu gurunya lah yang membuat. Pantas saja orang tua itu marah dan kesal.

Pendeta Barata juga melatih pikiran Bima agar percaya pada apa yang di yakini nya. Jika sugesti nya mampu membuat sesuatu menjadi kenyataan, maka menjadikan kayu sebagai pedang bukanlah hal yang sulit. Tapi proses itu butuh waktu yang cukup lama.

Oleh sebab itu, Pendeta Barata menyarankan Bima untuk bersemedi dan mendapatkan kekuatan pikiran itu dari semedi tersebut.

Bima pun akhirnya sering melakukan semedi didekat sungai kecil di belakang pohon besar. Hingga akhirnya setelah setahun berlatih dengan keras, dia berhasil mematahkan kayu dengan pedang kayu yang dia gunakan. Bima tersenyum puas.

Pendeta Barata pun tersenyum bangga. Jurus pedang dan tangan kosong sudah, kekuatan pikiran juga sudah, akhirnya Pendeta Barata mulai melatih Bima ilmu tenaga dalam.

Latihan ini tidak mudah. Tapi karena Bima telah menguasai ilmu pikiran, dia bisa lebih cepat mendalami nya. Dalam setahun Bima harus berhasil menghancurkan batu besar dengan tangan kosong. Tugas yang bagi Bima mustahil namun lagi-lagi ditunjukkan oleh gurunya, bagaimana batu itu langsung hancur dalam sekali pukul oleh tangan orang tua tersebut.

"Intinya hampir sama saat kamu berlatih memotong kayu dengan pedang kayu. Kekuatan mu yang kamu keluarkan dari dalam perut kamu gabung dengan kekuatan pikiran. Yakin bahwa kamu bisa menghancurkan batu dengan tinju, maka kamu akan berhasil di tahap yang sempurna," kata Pendeta Barata.

Mendengar itu Bima pun bersemangat dan terus berlatih siang dan malam. Terbayang di kepalanya kehancuran Perguruan Julang Emas di depan matanya. Dan itu dijadikan sebagai acuan dia untuk berhasil menjadi pendekar hebat!

Hingga akhirnya setelah setahun berlatih ilmu tenaga dalam, Bima pun berhasil menghancurkan batu besar dengan tinjunya!

Tinjunya yang sudah dipenuhi dengan luka akibat berlatih sekarang benar-benar berhasil menghancurkan batu sebesar kerbau dengan sekali pukul.

Meski penuh dengan luka, kini tinju kanan dan kirinya sudah bagaikan tinju besi. Bahkan tameng besi pun bisa dia bengkokkan dengan tinjunya.

Hingga akhirnya tibalah saat dimana Pendeta Barata mengatakan tentang rahasia kehancuran Perguruan Julang Emas. Selama ini dia sudah mencari kabar tentang kehancuran Perguruan tersebut. Dia mencari informasi itu saat Bima sedang berlatih.

Setelah tiga tahun, dia berhasil mengumpulkan banyak berita yang baginya cukup mengerikan jika di ceritakan seluruhnya kepada Bimasena. Sang Kesatria Terakhir perguruan tersebut.

Dan Pendeta Barata juga akan mewariskan sebuah pedang milik miliknya yang telah lama dia simpan di dalam tanah. Dia menguburnya di dalam peti besi. Hari itu dia menggalinya lagi setelah berpuluh-puluh tahun lamanya terpendam di sana.

"Ini adalah Pedang Darah milikku yang akan ku wariskan padamu. Bijaksana lah saat memakainya.Karena saat kau mulai membunuh, kau tidak akan pernah berhenti menggunakan pedang ini," ucap Pendeta Barata sambil menyerahkan peti kayu berisi pedang dengan hiasan batu mulia berwarna merah di bagian pangkal pedang.

Bima menerimanya dengan pandangan mata takjub. Matanya tak lepas memandang tubuh pedang tersebut.

"Batu itu mengandung tenaga dalam. Dia cocok dengan tenaga dalam milikmu. Karena aku yang mencocokkannya. Ketika kamu mengaktifkan tenaga dalam mu, batu itu akan memberikan sinyal dengan warnanya yang akan menyala. Saat itulah pedang itu akan menemukan kehebatannya," kata Pendeta Barata lagi.

Bima menarik pedang dari sarungnya. Dia kagum melihat pedang yang terlihat gagah tersebut. Ada aura dingin yang keluar dari tubuh pedang.

"Pedang ini luar biasa..." kata Bima memuji.

Pendeta Barata tersenyum.

"Dia telah memakan lebih dari sepuluh ribu nyawa. Aku ingin tahu, berapa nyawa yang akan kamu tumbal kan untuk Pedang Darah ini." sahut Pendeta Barata.

"Apakah kakek guru sudah tidak ingin terkenal lagi kek? kekuatan kakek masih sangat hebat untuk berhenti menjadi pendekar," kata Bima.

"Aku berbeda denganmu yang masih muda. Kamu punya dendam, aku sudah bebas dari segala kekejian dunia persilatan. Jadi aku ingin hidup tenang. Aku hanya membantumu untuk menumpas kejahatan orang-orang di dunia ini. Itu saja," kata Pendeta Barata lalu menyeruput teh panasnya.

"Lalu, mengenai kabar klan yang menjadi otak di balik kehancuran Perguruan Julang Emas, apakah kakek guru sudah tahu sejak awal?" tanya Bima sambil memasukkan pedang kembali ke sarungnya.

Pendeta Barata mengangguk.

"Musuh mu bukanlah lawan sembarangan. Aku sendiri sangat terkejut setelah tahu kebenarannya, tapi agar kamu tidak terpengaruh oleh jawaban yang aku berikan, kamu bisa menggali sendiri berita dari tempat terbawah. Yaitu Perguruan yang ikut andil dalam mendukung penghapusan Perguruan Julang Emas," kata Pendeta Barata.

"Perguruan apa itu kek? Aku akan mendatanginya, dan mencari tahu kebenarannya," ucap Bima berapi-api.

"Perguruan itu adalah Perguruan Katak Merah. Dari sana kamu akan tahu siapa saja yang ikut andil dalam kejadian tiga tahun yang lalu," kata Pendeta Barata.

"Kenapa kakek guru tidak mengatakan langsung kepadaku siapa saja yang ikut dalam pembantaian itu?" tanya Bima sedikit kecewa. Pendeta Barata menatap sejenak mata muridnya.

"Kamu akan bingung setelah tahu jawaban dariku. Itu sebabnya kamu harus mencarinya sendiri agar kamu lebih memahami lawan-lawan mu. Kamu juga bisa memperhitungkan lawan-lawan mu dengan timing yang tepat.Dan seiring dengan perjalanan waktu, kamu akan tegar setelah tahu siapa sebenarnya musuh mu itu," ucap Pendeta Barata.

Bimasena mengangguk paham. Dia menatap pedang bersarung merah yang sekarang ada di tangannya.

"Perguruan Katak Merah...Aku akan meratakan nya," ucapnya dengan mata yang menyorot tajam.

Bab terkait

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    5.Perguruan Katak Merah

    Hari itu juga setelah Pendeta Barata memberikan petunjuk dan warisan pedang, Bimasena pun pamit undur diri kepada gurunya. Tak henti Bima ucapkan terimakasih kepada kakek gurunya tersebut. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya selama tiga tahun belakangan ini. Dalam tiga tahun akhirnya Bimasena berhasil menguasai seluruh jurus dan kesaktian Pendeta Barata yang pernah mendapat julukan sebagai Sang Iblis Gila. Julukan itu bukan tanpa sebab, dulu Pendeta Barata adalah seorang pembunuh yang sangat liar. Itu sebabnya dia mendapatkan julukan tersebut. Mengenai asal-usul orang tua tersebut, Bima belum mengetahui nya. Namun seiring berjalannya waktu, semua orang akan tahu bahwa si Iblis Gila itu mempunyai seorang penerus. Yaitu Bimasena. Dengan pedang yang menggantung di punggung Bima pun meninggalkan tempat dimana dia berlatih dengan perasaan sedih. Pendeta Barata hanya melambaikan tangan saja ke arahnya dengan perasaan yang sedih bercampur bangg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    6.Sayembara

    Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai. "Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras. Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu. Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu. Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah. Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga. Tuk! Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga mer

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    1.Malam Penuh Darah

    Malam semakin sunyi dan dingin yang semakin menusuk tulang. Rasa dingin membuat orang-orang enggan untuk keluar dari rumahnya. Begitu juga yang terjadi di Perguruan Julang Emas. Sebuah Perguruan tingkat satu di wilayah barat Negara Angin. Semua orang nyaman di balik selimut mereka. Hanya beberapa murid jaga saja yang berpatroli keliling wilayah perguruan. Beberapa lagi berjaga di dua menara pengawas yang ada di gerbang Perguruan. Malam itu di wilayah barat Negara Angin benar-benar terasa sangat dingin tak biasanya. Tanpa di sadari oleh para penjaga, di balik pepohonan terlihat puluhan orang berpakaian hitam mengawasi pergerakan para penjaga itu. Jumlah mereka sangat banyak! Saat empat murid Perguruan Julang Emas melewati pepohonan tersebut, tiba-tiba sebuah belati terbang mengarah salah satu penjaga. Crash! Satu orang tumbang dengan leher menganga. Darah pun mengalir membasahi tanah yang bersalju. Tiga murid yang lain terkejut. Saat salah satu dari mereka akan menembakkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    2.Barata

    Mata Bimasena terbuka perlahan. Apa yang di lihatnya pertama kali adalah sebuah langit-langit yang terbuat dari daun rumbia. Dia masih merasakan punggungnya yang berdenyut sakit. Dengan perlahan dicobanya menggeser tubuhnya agar bisa duduk di atas balai-balai bambu tersebut. Terdengar bunyi berderit dari balai-balai bambu tua itu. Matanya menatap satu cangkir yang terbuat dari bambu berisi entah air apa. Namun air itu masih mengeluarkan uap panas pertanda minuman itu belum lama di seduh. Terdengar suara kayu yang di potong di luar gubuk. Dengan sekuat tenaga sambil menahan sakit, Bima berjalan sambil berpegangan pada dinding gubuk. Wajahnya mengernyit kesakitan. Namun karena penasaran yang tinggi mengalahkan rasa sakitnya, dia tetap berjalan ke arah pintu. Sesampainya di depan pintu, Bima terkejut. Karena gubuk yang dia tempati berada di atas pohon yang tinggi. Matanya menatap ke arah bawah sana, dimana terdengar suara orang yang tengah memotong kayu. Terlihat asap tipis d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    3.Berlatih

    Pendeta Barata tersenyum kepada Bimasena yang sangat berhasrat ingin tahu tentang para penjahat yang membantai satu Perguruan dimana Bima tinggal. "Jika kau tahu, apa yang akan kau perbuat? Kemampuanmu saja sangat lemah. Menghindari lemparan batu kecil saja tidak bisa, apa lagi menahan tebasan Pedang dari pendekar hebat? Sudah tewas kau!" ucap Pendeta Barata membuat wajah Bima memerah karena malu dan kesal. "Lalu, apa yang harus aku lakukan kakek?" tanya Bima. "Kau harus melatih dirimu sendiri. Jika kau mau berlatih padaku, ada tiga tahap yang harus kau lalui untuk menjadi pendekar kelas tengah. Itu saja masih belum cukup untukmu bisa melawan mereka," kata Pendeta Barata sambil mengelus jenggot putihnya yang tidak begitu panjang. "Apakah kakek benar-benar mau mengajariku?" tanya Bima penuh harap. Mata si kakek itu melotot membuat Bima merasa ngeri. "Sudah di tolong, sudah di kasih obat, sudah di beri makan, malah sekarang minta di ajari ilmu! Anak siapa kau cah lanang!? Bisa-bis

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    6.Sayembara

    Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai. "Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras. Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu. Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu. Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah. Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga. Tuk! Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga mer

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    5.Perguruan Katak Merah

    Hari itu juga setelah Pendeta Barata memberikan petunjuk dan warisan pedang, Bimasena pun pamit undur diri kepada gurunya. Tak henti Bima ucapkan terimakasih kepada kakek gurunya tersebut. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya selama tiga tahun belakangan ini. Dalam tiga tahun akhirnya Bimasena berhasil menguasai seluruh jurus dan kesaktian Pendeta Barata yang pernah mendapat julukan sebagai Sang Iblis Gila. Julukan itu bukan tanpa sebab, dulu Pendeta Barata adalah seorang pembunuh yang sangat liar. Itu sebabnya dia mendapatkan julukan tersebut. Mengenai asal-usul orang tua tersebut, Bima belum mengetahui nya. Namun seiring berjalannya waktu, semua orang akan tahu bahwa si Iblis Gila itu mempunyai seorang penerus. Yaitu Bimasena. Dengan pedang yang menggantung di punggung Bima pun meninggalkan tempat dimana dia berlatih dengan perasaan sedih. Pendeta Barata hanya melambaikan tangan saja ke arahnya dengan perasaan yang sedih bercampur bangg

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    4.Warisan Pedang Darah

    Tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Bimasena telah menguasai semua jurus dan kekuatan tenaga dalam yang Pendeta Barata ajarkan. Latihan yang Pendeta Barata berikan cukup berat. Namun dia berhasil lulus setelah menyelesaikan latihan tahap akhir,atau tahap ke tiga. Bimasena ingat saat dia awal mulai berlatih . Pendeta Barata menyuruhnya memotong kayu, mengisi air, dan mencari batu mulia. Kata Pendeta Barata, batu mulia tersebut bisa menyalurkan tenaga dalam. Dan harga batu mulia itu sangat mahal. Satu batu berwarna merah bisa menghasilkan ratusan tail emas. Tahap pertama pun dia lalui selama satu tahun, hingga dia bisa memotong seribu potong kayu dengan ukuran yang sama persis. Latihan ini adalah soal keseimbangan. Dan Bima berhasil dengan sempurna. Dia pun mengisi air dengan cepat bahkan sambil berlari.Kegunaan latihan ini adalah untuk memperkuat otot-otot lengan dan otot bahu serta kakinya yang nantinya akan di jadikan kuda-kuda saat bertarung. Semuanya harus kuat. Latihan ini be

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    3.Berlatih

    Pendeta Barata tersenyum kepada Bimasena yang sangat berhasrat ingin tahu tentang para penjahat yang membantai satu Perguruan dimana Bima tinggal. "Jika kau tahu, apa yang akan kau perbuat? Kemampuanmu saja sangat lemah. Menghindari lemparan batu kecil saja tidak bisa, apa lagi menahan tebasan Pedang dari pendekar hebat? Sudah tewas kau!" ucap Pendeta Barata membuat wajah Bima memerah karena malu dan kesal. "Lalu, apa yang harus aku lakukan kakek?" tanya Bima. "Kau harus melatih dirimu sendiri. Jika kau mau berlatih padaku, ada tiga tahap yang harus kau lalui untuk menjadi pendekar kelas tengah. Itu saja masih belum cukup untukmu bisa melawan mereka," kata Pendeta Barata sambil mengelus jenggot putihnya yang tidak begitu panjang. "Apakah kakek benar-benar mau mengajariku?" tanya Bima penuh harap. Mata si kakek itu melotot membuat Bima merasa ngeri. "Sudah di tolong, sudah di kasih obat, sudah di beri makan, malah sekarang minta di ajari ilmu! Anak siapa kau cah lanang!? Bisa-bis

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    2.Barata

    Mata Bimasena terbuka perlahan. Apa yang di lihatnya pertama kali adalah sebuah langit-langit yang terbuat dari daun rumbia. Dia masih merasakan punggungnya yang berdenyut sakit. Dengan perlahan dicobanya menggeser tubuhnya agar bisa duduk di atas balai-balai bambu tersebut. Terdengar bunyi berderit dari balai-balai bambu tua itu. Matanya menatap satu cangkir yang terbuat dari bambu berisi entah air apa. Namun air itu masih mengeluarkan uap panas pertanda minuman itu belum lama di seduh. Terdengar suara kayu yang di potong di luar gubuk. Dengan sekuat tenaga sambil menahan sakit, Bima berjalan sambil berpegangan pada dinding gubuk. Wajahnya mengernyit kesakitan. Namun karena penasaran yang tinggi mengalahkan rasa sakitnya, dia tetap berjalan ke arah pintu. Sesampainya di depan pintu, Bima terkejut. Karena gubuk yang dia tempati berada di atas pohon yang tinggi. Matanya menatap ke arah bawah sana, dimana terdengar suara orang yang tengah memotong kayu. Terlihat asap tipis d

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    1.Malam Penuh Darah

    Malam semakin sunyi dan dingin yang semakin menusuk tulang. Rasa dingin membuat orang-orang enggan untuk keluar dari rumahnya. Begitu juga yang terjadi di Perguruan Julang Emas. Sebuah Perguruan tingkat satu di wilayah barat Negara Angin. Semua orang nyaman di balik selimut mereka. Hanya beberapa murid jaga saja yang berpatroli keliling wilayah perguruan. Beberapa lagi berjaga di dua menara pengawas yang ada di gerbang Perguruan. Malam itu di wilayah barat Negara Angin benar-benar terasa sangat dingin tak biasanya. Tanpa di sadari oleh para penjaga, di balik pepohonan terlihat puluhan orang berpakaian hitam mengawasi pergerakan para penjaga itu. Jumlah mereka sangat banyak! Saat empat murid Perguruan Julang Emas melewati pepohonan tersebut, tiba-tiba sebuah belati terbang mengarah salah satu penjaga. Crash! Satu orang tumbang dengan leher menganga. Darah pun mengalir membasahi tanah yang bersalju. Tiga murid yang lain terkejut. Saat salah satu dari mereka akan menembakkan

DMCA.com Protection Status