Keesokan harinya Bimasena membuka matanya. Saat dia membuka mata, yang di lihat pertama adalah Kirana Dewi yang sedang memakai pakaian.Karena gadis itu belum mengenakan pakaiannya, Bima dengan jelas bisa melihat seluruh tubuh polos Kirana tanpa selembar benang pun. Wajah nya memanas. Dia membuang muka ke arah lain. "Kau, bagaimana kau bisa ada di kamarku?" tanya Bima tanpa menoleh kearah Kirana. Gadis itu terkejut. Dia tak menyangka Bima akan terbangun di saat dia sedang memakai pakaian. Buru-buru Kirana memakai pakaiannya. Wajahnya merah merona. "Maaf, aku menumpang mandi di kamar mu, pakaian ku penuh dengan darah dari luka di tubuhmu," ucap Kirana selesai memakai pakaian. Bima segera bangun meski sambil menahan nyeri. "Kamu yang menyelamatkanku semalam..." ucap Bima sambil menatap wajah gadis itu. Kirana tersenyum. "Salah, justru kamu yang sudah menyelamatkan diriku, kakang Bima. Jika bukan karena kamu yang melindungiku, sudah pasti aku yang mati di sana," kata Kirana dengan
Bima berdiri dengan tegap di tengah arena. Para Ketua Perguruan Katak Merah menatap dengan geram. "Rencana mu gagal Ketua kedua?" tanya Ketua Perguruan. "Belum Ketua pertama, kita lihat saja, bisa berapa lama dia bertahan dalam keadaan terluka," ucap Ketua Kedua. "Baiklah, aku hanya bisa berharap rencana mu kali ini berhasil," ucap Ketua Perguruan. Di dalam tubuh Perguruan Katak Merah ada sepuluh Ketua. Ayah Kirana Dewi yang bernama Rekso Atmoko adalah Ketua Perguruan atau pemimpin dari semua Ketua yang ada di Perguruan tersebut. Sembilan Ketua masing-masing mempunyai tugas memimpin kesatuan mereka. Ketua Kedua adalah teman lama Rekso Atmoko. Dia bernama Ningrat Penjalu. Dua orang itu mempunyai keturunan. Rekso mempunyai anak gadis cantik bernama Kirana Dewi dan Ningrat mempunyai anak lelaki bernama Bayu Sakti. Dua muda mudi itu telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya sejak masih bocah. Namun seiring berjalannya usia, Kirana Dewi justru semakin tidak menyukai kelakuan Bayu kar
Setelah kemenangan Bima di pertarungan melawan Aji dari Perguruan Kelelawar Darah, sisa peserta yang lain menjadi kecut. Pasalnya mereka tahu bahwa Aji adalah pendekar terkuat di antara para peserta selain Bima. Akhirnya mereka yang takut mati di tangan Bima mengangkat tangan tanda menyerah. Hal ini di luar dugaan sama sekali. Dan banyak para penonton yang kecewa karena mereka telah membeli tiket dengan beberapa biji tail perak. Untuk meredakan kekesalan penonton, Ketua Perguruan Rekso Atmoko mengutus salah satu ketua untuk menjadi penantang Bima di arena. Keputusan itu sempat di tentang oleh Kirana Dewi, namun ayahnya tetap mengijinkan Ketua ke Sepuluh turun ke arena. "Wongso, jangan mempermalukan perguruan," pesan Rekso Atmoko pada Ketua ke sepuluh. Lelaki paruh baya bernama Wongso itu memberi hormat. Dia segera turun ke arena pertarungan. Para penonton yang melihat Ketua Perguruan turun di arena cukup terkejut. "Saya datang ke sini untuk menantang anda, pendekar
Bimasena menatap tajam ke arah serangan Wongso. Dia langsung bergerak cepat ke arah samping. Laku dengan pedangnya dia menangkis dua senjata berbentuk belati tersebut. Trang! Trang! Di kejap berikutnya Bima telah menyarungkan pedangnya kembali. Semua terkagum-kagum melihat aksi Bima menangkis serangan. Jika dua belati itu tidak di tangkis, sudah pasti akan mengenai penonton. "Hebat juga kau bisa melihat serangan yang sudah aku gabung dengan tenaga dalam, aku salut," ucap Wongso. Sekilas dia melihat pedang milik Bima tadi. Ada perasaan ingin memiliki senjata tersebut. "Kenapa kau masukkan kembali pedangmu? Seharusnya kau tetap mengeluarkan nya bukan? Serangan tadi bukanlah serangan satu-satunya. Aku masih mempunyai banyak belati," ucap Wongso. Benar saja di tangannya saat ini telah siap empat belati beracun. Bima tak menanggapi semua ocehan Wongso. Dia sangat waspada dengan belati dan serangan orang itu. Selain waspada untuk dirinya, dia takut senjata itu melukai or
Merasa geram dengan tantangan Bimasena, Ningrat Penjalu alias Ketua Kedua meminta ijin pada Rekso Atmoko. "Aku akan berikan dia pelajaran yang setimpal," ucap Ningrat. "Bunuh saja, jangan biarkan dia hidup, aku yakin dia ingin mempermalukan perguruan ini," kata Rekso. Ningrat mengangguk. Lalu dia segera melompat ke udara. Tubuhnya sangat ringan sehingga dengan lincah dia melewati puluhan penonton. Bima menatapnya dengan tatapan tajam. Dia cukup kagum dengan ilmu meringankan tubuh Ketua Kedua tersebut. Ningrat mendarat di arena pertandingan dengan tanpa suara. Itu pertanda dia sudah mencapai tahap sempurna dalam ilmu meringankan tubuhnya. "Aku akui kamu adalah pendekar kelas bawah yang cukup berani karena ini pertama kalinya ada pendekar dari kelas Tubuh Besi menantang ku, aku tidak tahu harus berkata kamu hebat atau kamu tolol?" ucap Ningrat dengan wajahnya yang terlihat menyeramkan. Bima tersenyum. "Kau bisa menyebutku tolol atau apa, terserah. Aku sudah mengalahkan salah sat
Cakar Hantu Ningrat berhasil merobek punggung Bima hingga luka yang Bima dapat semalam kembali terbuka!Bima berteriak keras. Rasa panas menjalar dari luka cakaran itu. Keringat mulai menetes di keningnya. Ningrat tertawa panjang melihat Bima yang mulai tersudut. "Kamu awalnya seseorang harimau yang ganas dan menerkam tanpa ampun, tapi lihatlah dirimu sekarang, hengh, bagaikan kucing yang ketakutan di hadapan Singa yang tengah lapar... hahaha!" ucap Ningrat menghina. Bima mendengus marah. Tapi dia harus waspada pada serangan Ningrat yang sangat berbahaya. Dia memperhitungkan serangan berikutnya. Pedang Darah di tangan kirinya bergetar. Bima menoleh. "Ada apa dengan pedang ini?" batin Bima. Dia merasakan hawa dingin masuk ke dalam tubuhnya membuat luka yang terasa panas membakar menjadi sedikit tak terasa. "Pedang ini mencoba melindungi ku..." batin Bima lalu tersenyum. Dia genggam erat pedangnya. "Pedang Darah, bantu aku melawan musuh ini," ucap Bima perlahan. Seolah tahu apa y
Ningrat Penjalu tersenyum pahit. Setelah selama ini dia menikmati hidup di perguruan dengan tenang, kini semua nya hancur karena kesombongan dia sendiri. "Kamu memang hebat, bahkan pendekar sekelas diriku masih tak mampu membendung kekuatan yang kau miliki, kalau boleh aku tahu, siapa nama guru mu anak muda?" tanya Ningrat sambil mengumpulkan kekuatan. Ningrat berharap Bima bisa di ajak bicara sebentar sehingga dia bisa menyembuhkan dirinya. Ternyata lelaki bernama Ningrat itu mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan luka. Namun Bima bukan orang yang suka bicara. Dia hanya bicara hal-hal penting saja. Setelah mendengar pertanyaan Ningrat, Bima justru melesat dengan cepat ke arah lelaki tua itu. Tanpa di sangka oleh Ningrat, Bima tahu apa yang di rencanakan lelaki itu. "Kau pikir aku bodoh?" ucapnya seraya menebas tangan kiri Ningrat yang sudah terluka parah. Cras! Tangan itu putus dan jatuh di atas lantai. Ningrat melenguh setinggi langit. Rasa sakit nya luar biasa hingga membuat
Lastri menaruh nampan yang telah berisi nasi dan lauk pauk. Bima duduk di tempat lesehan seperti biasa. "Lastri, makanlah bersamaku," kata Bima menawarkan. "Saya temani tuan saja disini, saya sudah makan tuan," ucap Lastri kalem. Bima mengambil nasi dengan centong. Entah kenapa dia merasa sangat lapar. Di tambah melihat berbagai lauk yang terlihat sangat nikmat itu membuatnya ingin makan banyak. "Ini adalah ikan bakar sambal ijo, dan ini adalah jengkol semur serta di tambah beberapa lalapan dan sambel terasi, semoga tuan menyukainya," ucap gadis cantik itu menerangkan masakan apa saja yang dia sajikan. Bima mengangguk. Dia makan dengan lahap. Bahkan nasi satu bakul itu dia sikat habis tak tersisa beserta lauk pauknya. Lastri menuangkan air minum dan menyodorkan nya kepada Bima. Dengan satu tenggakan air dalam gelas itu habis seketika. "Haaah, ini sangat nikmat! kamu sangat pandai memasak Lastri," ucap Bima memuji. Merah wajah Lastri mendapat pujian itu. Senyumnya mengembang ba
Lingxia melompat ke dalam air di susul oleh Bima. Setelah Lingxia memberi ijin, Bima bisa dengan mudah masuk ke dalam teritori Tongkat Naga Emas tanpa perlu bersusah payah. Sementara itu Gerbang Hitam dan Biru yang berada di Perguruan Harimau Perak tengah menyelidiki pengguna pedang yang Gerbang Hitam bawa. Ki Cokro menggenggam pedang tersebut. Ada hawa dingin yang menyakitkan merasuk ke dalam tubuhnya. "Pedang celaka ini sebaiknya jangan di bawa, hanya dengan menggenggam nya saja, bisa membuat kita keracunan racun dingin," kata Ki Cokro. Gerbang Hitam memasukkan pedang Darah ke dalam cincin ruang penyimpanan miliknya. "Benar, pendekar ini sangat kuat. Hanya pedangnya saja sudah membekukan semua benda di dalam cincin milikku," kata Gerbang Hitam. "Ki Cokro, apakah kau benar-benar tidak tahu mengenai pemilik pedang ini?" tanya Gerbang Biru. Ki Cokro menggeleng kan kepala. "Tidak ada murid kami yang sekuat itu. Terus kami pun hanya Ki Kalam seorang dan Nyai Anjani yang berada di
Bima melihat gadis bernama Lingxia itu masuk ke dalam air. Tak berapa lama air itu bersinar merah muda. Namun hanya sesaat. Setelah merasa gadis itu tidak akan muncul lagi, Bima melompat ke arah tanah dimana pedangnya tadi tertancap. "Bahkan bayangan ganda pun tidak bisa menghentikan. Aku tidak merasa ada aura pertempuran..." Tiba-tiba Bima teringat saat gadis bernama Lingxia itu menari lalu mendadak berhenti. Mungkinkah dia merasakan pertempuran dua bayangan melawan salah satu anak buahnya itu?" batin Bima. Bima garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Sekarang dia bingung sendiri mau kemana. Dia tahu Gerbang Hitam dan Gerbang Biru itu menuju ke Perguruan Harimau Perak. Akan tetapi, dia di suruh berada di hutan itu selama tujuh hari, jika dia nampak di Perguruan dan menyelidiki pedangnya, bukankah dia akan di curigai. Ki Cokro bukanlah musuh. Namun dia sendiri kurang tahu seberapa kuat lelaki tua tersebut. Yang jelas Ki Kalam masih segan kepadanya itu menandakan Ki Cokro punya k
Bima melesat ke samping saat Api Biru panas itu kembali menghantam dinding es miliknya. Seolah tahu Bima bergerak ke arah mana, Naga Hitam bermata merah itu menoleh ke arah Bima lalu menyemburkan kembali api biru miliknya. Bima kertakkan rahang lalu melesat dengan cepat menghindari serangan api biru milik naga tersebut. Namun ternyata naga itu tidak melepas Bima begitu saja, dia kembali menyerang. Kali ini dengan semburan bertubi-tubi ke arah Bima. "Binatang sialan! Di dalam air ini aku tidak bisa banyak berkutik, jika berlama-lama aku yang akan dirugikan!" batin Bima. "Bima, keluarkan saja Qinglong untuk melawannya!" seru Iblis Es. "Tidak bisa, naga hitam ini sudah berada di ranah Tulang Dewa, Qinglong bisa tewas terbunuh!" kata Bima dalam hati. Naga Hitam meluncur ke arah Bima. Tubuhnya ternyata sangat besar. Dengan panjang lebih dari sepuluh tombak. Bima nenghindari serangan mulut Naga hitam yang hampir saja menyambar nya. Meski sayap es cukup membantu dirinya bergerak cepa
Bima mengikuti kemana Ki Cokro pergi. Mereka melesat dengan cepat membelah hutan yang rimbun. Akhirnya Ki Cokro berhenti tepat di depan sebuah air terjun. Dia menoleh ke arah Bima dan melihat pemuda itu sudah menyusul nya. "Dia cepat juga, padahal aku sudah menggunakan kecepatan tertinggi," batin Ki Cokro. Tanpa sadar saat Bima mengikuti Ki Cokro, Bima telah mengeluarkan kekuatan aslinya. Untungnya di tengah jalan dia sadar dan segera menekan kekuatannya kembali. Bima melihat Ki Cokro yang tengah memandang air terjun. Sesampainya dia disana, Bima bisa merasakan ada hawa hangat yang menyapa tubuhnya. Hawa hangat itu berasal dari air terjun di depan mereka. "Kamu harus bersemedi disini, dalam beberapa hari kamu akan merasakan kekuatan mu bertambah sangat cepat. Ini hanya bisa dirasakan bagi mereka yang berada di ranah Pukulan Sakti dan Keabadian. Lebih dari itu tak akan banyak membantu," kata Ki Cokro. "Sebenarnya aura apa yang keluar dari dalam air itu Ki?" tanya Bima. "Hm, aur
Tiga bulan pun berlalu semenjak Bima dan Ratu Azalea masuk ke dalam perguruan Harimau Perak. Selama tiga bulan itu Bima dan Ratu membuat kejutan para guru yang melatihnya. Pasalnya apa yang di ajarkan hanya dengan sekali lihat langsung bisa memperagakannya dengan sempurna.. Kedua pasangan itu semakin terkenal dan disegani di kalangan murid pertengahan dan murid baru. Setiap ada murid yang menantang Bima untuk berduel latihan, semua di hajar hingga babak belur. Lucunya mereka meminta Bima memberikan Ratu Azalea kepada mereka jika mereka menang. Taruhan yang mengantar nyawa sendiri. Bahkan Bima tak segan-segan mematahkan tulang lawan karena marah. Kabar sepak terjang kedua orang itu pun di dengar Ki Kalam yang juga seorang tetua di perguruan tersebut. Hanya saja dia sering pergi bersama dua muridnya. "Sepasang kakak beradik? Murid jenius,hmmm..." batin Ki Kalam mendapatkan laporan peningkatan murid-murid perguruan Harimau Perak dari muridnya. Namun karena Bima berada di bawah bimb
Dua puluh peserta yang akan melewati tes tahap kedua itu duduk melingkari arena. Bima dan Ratu Azalea duduk berdampingan. Satu persatu peserta tes menjalani tesnya melawan pelatih Aryo. Namun, beberapa peserta tumbang hanya dengan satu jurus saja. "Sampah-sampah tak berguna ini..." batin Aryo. Akan tetapi, ada juga beberapa yang berhasil lolos tes itu meski harus berusaha sekuat tenaga. Hingga akhirnya Ratu pun maju setelah semua peserta melewati tes dengan susah payah. Bima duduk menanti giliran nya yang terakhir. Dia melihat Ratu yang berdiri tegap menatap pelatih Aryo. Aryo bergerak cepat memukul dengan jurus yang biasa di pakai untuk mengetes murid. Ratu dengan mudah menghindari serangan lelaki itu dengan gerakan gemulai. Satu jurus pun berhasil, lalu dua jurus hingga akhirnya tiga jurus Ratu berhasil melewatinya dengan aman. Dia menghindari semua pukulan dengan baik. Para peserta yang sebelumnya sempat menertawai Ratu di test pertama semua melongo tak percaya. Apalagi mer
Malam itu Bima dan Ratu Azalea beristirahat dengan nyaman di kamar mereka. "Apakah sore tadi kakang menekan pemilik kedai dengan ilusi?" tanya Ratu sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang empuk. "Iya, dia ingin berbuat curang. Masa penginapan seperti ini lima tail emas, yang benar saja," kata Bima sambil membelai rambut Ratu yang tergerai. Malam itu Ratu Azalea terlihat semakin cantik. Rambutnya yang biasa di ikat kini di biarkan lepas tergerai. Membuatnya semakin terlihat mempesona. "Ratu... Kamu sangat cantik..." bisik Bima. "Aaah, kamu selalu memujiku seperti itu, aku malu mendengarnya," ucap Ratu sambil menutup kedua mata Bima dengan telapak tangannya. Bima tersenyum. Dia menggenggam tangan Ratu dengan lembur. Di ciumnya tangan itu lalu dia menatap mata wanita yang sekarang adalah istrinya tersebut. "Aku tak akan pernah lelah memuji, kamulah keindahan yang tak ada duanya, Ratu ku..." ucap Bima sambil menarik tubuh Ratu agar lebih dekat dengannya. "Kakang... Kamu sa
Kalabunta dan anak buahnya berdiri lalu membungkuk hormat kepada Bima. Lalu pamit pergi. Bima tersenyum. Apa yang dia rencanakan sudah dia mulai dari sekarang. "Sepertinya kau senang bermain catur anak nakal," kata Iblis Bayangan sambil bermain catur melawan Iblis Tanduk Emas. Bima tertawa keras. "Aku baru mau mencobanya, sepertinya seru juga bermain menjadi dalang," kata Bima. Ratu Azalea memegang tangan suaminya. "Kakang, apakah itu akan baik-baik saja?" tanya Ratu dengan wajah yang tidak begitu setuju dengan keputusan Bima. Bima tersenyum. "Tenang saja istriku, aku hanya memanfaatkan Kalabunta untuk menyingkirkan Ki Kalam. Kalau aku turun langsung membunuh orang tua tersebut, namaku akan tersebar di Kerajaan Angin Timur. Kamu tahu kan, apa jadinya jika pendekar-pendekar sakti dari Kerajaan tahu? Aku akan menjadi buronan, rencana balas dendam ku juga menjadi sia-sia," kata Bima. Ratu Azalea mengangguk. Bagaimana pun, itu adalah keputusan suaminya. Yang dia inginkan sebenarn
Bima tersenyum sinis. "Sampah-sampah ini selalu ada di mana-mana. Harus di bersihkan hingga ke akar-akarnya," ucap Bima lalu melesat ke arah puluhan perampok yang menerjang ke arahnya. Dengan satu gerakan cepat Bima menghajar perampok paling dengan menggunakan tinjunya. Tubuh perampok itu terpental dengan dada remuk. Dia tewas seketika. Para perampok yang lain terkejut. Mereka segera mencabut golok mereka dan kembali menyerang. Kali ini serangan mereka lebih terarah dengan membentuk formasi kurungan. Bima tak peduli dengan formasi mereka, yang dia incar, tetap saja tumbang dan tewas dalam keadaan mengenaskan. Kalabunta yang melihat keadaan itu segera ambil tindakan. Dengan cepat tubuhnya melesat menggunakan senjata roh miliknya berupa sepasang cakar merah. Bima terkejut melihat kecepatan Kalabunta. "Meski berada di ranah Keabadian, gerakannya sangat cepat!" batin Bima. "Dia sepertinya fokus melatih kecepatan nya. Berbeda denganmu yang lebih fokus ke elemen milikmu," Sahut Ib