Share

2.Barata

Author: Gibran
last update Last Updated: 2024-10-24 13:35:18

Mata Bimasena terbuka perlahan. Apa yang di lihatnya pertama kali adalah sebuah langit-langit yang terbuat dari daun rumbia.

Dia masih merasakan punggungnya yang berdenyut sakit. Dengan perlahan dicobanya menggeser tubuhnya agar bisa duduk di atas balai-balai bambu tersebut. Terdengar bunyi berderit dari balai-balai bambu tua itu.

Matanya menatap satu cangkir yang terbuat dari bambu berisi entah air apa. Namun air itu masih mengeluarkan uap panas pertanda minuman itu belum lama di seduh.

Terdengar suara kayu yang di potong di luar gubuk. Dengan sekuat tenaga sambil menahan sakit, Bima berjalan sambil berpegangan pada dinding gubuk.

Wajahnya mengernyit kesakitan. Namun karena penasaran yang tinggi mengalahkan rasa sakitnya, dia tetap berjalan ke arah pintu.

Sesampainya di depan pintu, Bima terkejut. Karena gubuk yang dia tempati berada di atas pohon yang tinggi. Matanya menatap ke arah bawah sana, dimana terdengar suara orang yang tengah memotong kayu.

Terlihat asap tipis di samping orang berkepala plontos yang tengah asik memotong kayu bakar.

Asap tipis itu adalah masakan yang tengah dimasak oleh orang plontos itu.

"Siapa dia... Apakah dia orang yang menolongku semalam?" batin Bima bertanya-tanya.

Lelaki plontos dan sudah tua itu menoleh ke arah gubuk. Seketika Bima merunduk agar tak kelihatan dirinya sedang memantau orang tua tersebut. Namun karena tiba-tiba merunduk itu membuat lukanya bergesekan dengan dinding bambu. Bima menjerit lirih kesakitan.

"Hehehe, anak muda... Kau kira aku tidak tahu kalau dirimu sudah bangun!?" ucap lelaki tua itu sambil melanjutkan pekerjaannya.

Bimasena tersentak kaget si orang plontos itu mengetahui dirinya tengah memantaunya.

"Hebat, siapa dia sebenarnya...?" batin Bima sambil kembali berdiri. Wajahnya mengernyit menahan sakit saat punggungnya terasa kencang akibat dia berjongkok tadi.

"Kalau sudah bangun, minum air di cangkir itu agar lukamu lekas membaik!" ucap orang tua itu sambil terus memotong kayu.

Dia taruh kapaknya lalu mengaduk masakan jamur dan sayuran yang hampir matang tersebut. Sesaat mata si kakek tua ini melirik ke arah gubuk yang berada di atas sana. Lalu tanpa menggunakan pelindung tangan, dia angkat wajan dari besi yang selalu dipakainya untuk memasak.

Tanpa merasakan panas sama sekali, dia taruh wajan itu di atas meja bambu. Lalu dengan cekatan kakek ini menuang masakan itu di sebuah mangkuk yang terbuat dari batok kelapa besar.

Nasi sudah siap tersaji di atas daun pisang. Si kakek segera berseru memanggil Bimasena.

"Cah lanang! Turun! Sarapan dulu!"

Bimasena yang baru saja selesai meminum cairan pahit di dalam cangkir segera keluar dengan perlahan. Dia menatap ke bawah.

"Bagaimana caraku turun dari sini kakek?" tanya Bima sambil celingukan.

"Lompat!" jawab si kakek enteng sambil menyuapi mulutnya dengan sendok kayu yang dia buat sendiri.

"Hah!? Lompat!? Yang benar saja kek!? Kau mau membunuhku!?" ucap Bima kesal.

Si kakek tak menjawab dan malah asik makan.

"Kalau kamu tidak buruan turun, makanan ini akan habis aku makan sendiri. Cepat turun!" jawab si Kakek tak pedulikan Bima yang sedang kalut mencari sesuatu untuk turun ke bawah.

Dan, mata Bima yang jeli menatap sesuatu di sudut teras gubuk tersebut. Dia melihat seutas tali. Lalu di tariknya tali itu.

Dari bawah meluncur sebuah kurungan kayu yang cukup muat satu orang. Bima tersenyum kecil.

"Si kakek ini orang cerdas juga," batin Bima sambil berjalan menuju kurungan kayu yang ada di sebelah gubuk. Ternyata memang sudah ada di sana sejak tadi. Mata Bimasena kurang awas karena panik. Makanya tidak tahu itu pintu untuk apa.

Bima membuka pintu lalu masuk ke dalam kurungan kayu. Dia tarik tali itu secara perlahan hingga secara perlahan dia turun ke bawah sana.~

Bima duduk di hadapan si kakek yang sudah selesai makan. Setelah minum menggunakan gayung batok, kakek ini melanjutkan memotong kayu.

Bima makan sambil memperhatikan apa yang kakek kerjakan. Saat dia memakan nasi yang dicampur dengan sayuran jamur itu, dia terdiam sejenak.

"Hm, ini enak sekali!" batin Bima lalu dia segera melahap makanannya itu dengan cepat.

Selesai makan Bima menghampiri si kakek. Dan kakek itu menoleh ke arah Bima. Wajahnya tidak bersahabat sama sekali.

"Heh, cah lanang! Kalau habis makan cuci peralatan makannya! Sudah tidak bayar, sekarang dengan santainya kau datang padaku." ucap si Kakek itu membuat Bima berhenti melangkah.

Dengan wajah kesal Bima mengambil semua peralatan makan tadi dan membawanya ke sungai kecil di belakang pohon besar tempat tinggal si kakek. Langkahnya masih terpincang-pincang karena sakitnya masih terasa.

Bima melihat bahwa tempat di sekelilingnya itu adalah hutan lebat. Dia merasa bingung dengan tempat tinggal kakek tersebut.

"Sebenarnya dimana aku ini... Apakah ada yang selamat orang-orang dari Perguruan Julang Emas selain diriku? Kinanti...Aku tak kabar dia bagaimana..." batin Bima sambil mencuci peralatan makannya.

Setelah selesai, dia segera beranjak dan kembali ke tempat si kakek memotong kayu. Sesampainya di sana dia tidak melihat kakek plontos tadi. Bima mengarahkan pandangannya ke berbagai arah. Kakek itu seperti hilang di telan bumi.

Tiba-tiba satu batu kecil melesat ke arah kepala Bimasena. Dan...

Tuk!

Kepala pemuda itu terkena lemparan batu kecil. Seketika bekas lemparan itu menjadi benjol kecil di kepala Bima.

"Aduh! Sialan!" pekik Bima menahan sakit di kepalanya. Meski batu itu mengenai kepalanya dengan keras, tapi tidak ada darah yang keluar dari lukanya.

"Respon-mu sangat lambat, bahkan kau tidak menyadari adanya serangan! Apa kau benar-benar seorang murid Perguruan Julang Emas!?" sebuah suara muncul tepat di belakang Bima. Pemuda itu menoleh.

"Kakek! Apa yang kamu lakukan!? Sakit tahu!" teriak Bima kesal.

Si kakek tertawa saja tanpa dosa.

"Huh, ternyata murid Julang Emas hanya segini saja! Memalukan! Katanya Perguruan tingkat Satu di Negara Angin!? tapi hanya lemparan kecil saja sudah berteriak macam bayi minta susu hikhikhik! Pantas saja dalam semalam kalian keteteran oleh musuh!" ucap si kakek membuat Bima semakin kesal.

Tapi dia tak berani memaki. Takutnya, si kakek marah dan dia akan di lempari pakai kerikil lagi.

"Aku memang murid dari Perguruan Julang Emas. Mengenai tingkat pertama di Negara Angin ini aku kurang paham kek. Karena di Perguruan itu sendiri aku masih berada di tingkat dasar ayunan pedang selama dua tahun..." ucap Bima sambil mengelus kepalanya yang benjol.

Mata si kakek melotot besar.

"Hah!? Ayunan Pedang tingkat Dasar selama dua tahun!? Sampah macam apa yang di pelihara Julang Emas ini!? Pantas saja Perguruan itu musnah dalam semalam. Murid-muridnya dungu semua sepertimu!" ucap si Kakek terdengar pedas di telinga Bimasena.

"Apakah tidak ada yang lolos atau selamat seperti diriku kek? Aku masih sedikit ingat kejadian semalam..."

Tiba-tiba kakek plontos itu berdiri dari duduknya. Matanya membesar.

Bima merinding melihat tatapan mata kakek itu.

"Semalam gundul-mu! Aku merawat tubuhmu sudah lebih dari tujuh hari dan kau bilang kejadian semalam!? Benar-benar gundul-mu mau aku lempari batu lagi!?" ucap kakek tidak terima.

"Tujuh hari!?" tanya Bima tak percaya. Kakek itu melotot lagi ke arahnya membuat Bima nyengir tak bisa berbuat apa-apa.

"Bagaimana aku bisa pingsan selama itu kek!?" tanya Bima akhirnya karena sangat penasaran.

"Waktu aku temukan, kamu telah kehabisan banyak darah. Aku meramu obat yang di minum dan di tabur pada lukamu agar kau bisa sedikit bertahan dari masa sekarat-mu. Tujuh hari ini, kau berhasil melewati sekarat dan kembali hidup. Ini berkat obat yang aku minum-kan padamu. Berterimakasih-lah kepada orang tua ini anak muda, berkat diriku kau masih bisa menghirup udara segar! hahaha" ucap kakek tua itu lalu tertawa.

Bima tersenyum dengan perasaan bingung. Entah dia harus senang atau malah justru kesal denga tingkah kakek itu.

"Aku Bimasena, berterimakasih kepadamu kek. Kalau boleh tahu, siapa nama kakek penolongku ini?" tanya Bima sambil membungkuk hormat.

Si kakek tersenyum lebar.

"Aku mempunyai julukan tersendiri di dunia persilatan ini. Panggil saja aku Pendeta Barata Kala, Bimasena." jawab si kakek yang bernama Barata Kala tersebut.

"Apakah kakek Barata tahu, siapa penjahat yang menyerang Perguruan Julang Emas?" tanya Bima penasaran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    3.Berlatih

    Pendeta Barata tersenyum kepada Bimasena yang sangat berhasrat ingin tahu tentang para penjahat yang membantai satu Perguruan dimana Bima tinggal. "Jika kau tahu, apa yang akan kau perbuat? Kemampuanmu saja sangat lemah. Menghindari lemparan batu kecil saja tidak bisa, apa lagi menahan tebasan Pedang dari pendekar hebat? Sudah tewas kau!" ucap Pendeta Barata membuat wajah Bima memerah karena malu dan kesal. "Lalu, apa yang harus aku lakukan kakek?" tanya Bima. "Kau harus melatih dirimu sendiri. Jika kau mau berlatih padaku, ada tiga tahap yang harus kau lalui untuk menjadi pendekar kelas tengah. Itu saja masih belum cukup untukmu bisa melawan mereka," kata Pendeta Barata sambil mengelus jenggot putihnya yang tidak begitu panjang. "Apakah kakek benar-benar mau mengajariku?" tanya Bima penuh harap. Mata si kakek itu melotot membuat Bima merasa ngeri. "Sudah di tolong, sudah di kasih obat, sudah di beri makan, malah sekarang minta di ajari ilmu! Anak siapa kau cah lanang!? Bisa-bis

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    4.Warisan Pedang Darah

    Tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Bimasena telah menguasai semua jurus dan kekuatan tenaga dalam yang Pendeta Barata ajarkan. Latihan yang Pendeta Barata berikan cukup berat. Namun dia berhasil lulus setelah menyelesaikan latihan tahap akhir,atau tahap ke tiga. Bimasena ingat saat dia awal mulai berlatih . Pendeta Barata menyuruhnya memotong kayu, mengisi air, dan mencari batu mulia. Kata Pendeta Barata, batu mulia tersebut bisa menyalurkan tenaga dalam. Dan harga batu mulia itu sangat mahal. Satu batu berwarna merah bisa menghasilkan ratusan tail emas. Tahap pertama pun dia lalui selama satu tahun, hingga dia bisa memotong seribu potong kayu dengan ukuran yang sama persis. Latihan ini adalah soal keseimbangan. Dan Bima berhasil dengan sempurna. Dia pun mengisi air dengan cepat bahkan sambil berlari.Kegunaan latihan ini adalah untuk memperkuat otot-otot lengan dan otot bahu serta kakinya yang nantinya akan di jadikan kuda-kuda saat bertarung. Semuanya harus kuat. Latihan ini be

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    5.Perguruan Katak Merah

    Hari itu juga setelah Pendeta Barata memberikan petunjuk dan warisan pedang, Bimasena pun pamit undur diri kepada gurunya. Tak henti Bima ucapkan terimakasih kepada kakek gurunya tersebut. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya selama tiga tahun belakangan ini. Dalam tiga tahun akhirnya Bimasena berhasil menguasai seluruh jurus dan kesaktian Pendeta Barata yang pernah mendapat julukan sebagai Sang Iblis Gila. Julukan itu bukan tanpa sebab, dulu Pendeta Barata adalah seorang pembunuh yang sangat liar. Itu sebabnya dia mendapatkan julukan tersebut. Mengenai asal-usul orang tua tersebut, Bima belum mengetahui nya. Namun seiring berjalannya waktu, semua orang akan tahu bahwa si Iblis Gila itu mempunyai seorang penerus. Yaitu Bimasena. Dengan pedang yang menggantung di punggung Bima pun meninggalkan tempat dimana dia berlatih dengan perasaan sedih. Pendeta Barata hanya melambaikan tangan saja ke arahnya dengan perasaan yang sedih bercampur bangg

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    6.Sayembara

    Bimasena menatap orang yang baru saja datang itu. Dia merasakan hawa yang berbeda. Lelaki bernama Marga itu sedikit lebih kuat dari pada rombongan pecundang yang dia temui sebelumnya di dalam kedai. "Siapa kau sebenarnya!?" hardik Marga keras. Bimasena hanya menghela nafas menatap orang bertubuh cukup tegap itu. Hanya dengan melihat tubuh Marga, Bimasena langsung tahu beberapa titik lemah di tubuh orang itu. Merasa pertanyaannya tak di hiraukan oleh Bima, Marga pun langsung menyerang dengan cepat ke arah pemuda berikat kepala merah itu. Tinju kanannya melayang dengan kekuatan yang tidak main-main. Jika mengenai tubuh, bisa jadi tulangnya akan langsung patah. Namun dengan mudah Bima mengelak dari serangan tersebut. Dia mengelak ke kanan lalu tangan kirinya bergerak cepat ke arah bahu Marga. Tuk! Dua jari Bimasena bersarang di bahu kanan Marga yang baru saja dia gunakan untuk menyerang. Saat itu juga Marga mer

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    7.Kerusuhan

    Bimasena melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat pendaftaran peserta sayembara. Ternyata disana sudah di penuhi banyak orang yang mengantri. "Ramai sekali," batin Bima sambil mengamati sekitar. Tiba-tiba ada seorang lelaki berbadan besar menyerobot antrian. Tubuh Bima di tarik keluar dari antrian. "Sampah belakangan! biar aku dulu yang di depan!" teriak lelaki itu. Banyak orang menyingkir karena takut melihat wajahnya yang besar. Lelaki berbadan besar itu akhirnya sampai di urutan pertama. Banyak peserta yang marah karena kejadian itu. Tapi mereka enggan berurusan dengan orang berbadan kekar tersebut. Agaknya mereka tahu siapa lelaki besar itu. Tapi tidak bagi Bimasena. Dia merasa kesal antriannya di serobot di tambah tubuhnya juga di tarik, di tambah lagi lelaki itu menyebutnya sampah. Lelaki besar itu tengah mendaftar kan dirinya untuk mengikuti sayembara. Tiba-tiba satu tangan mencengkram bahu kanannya. Lelaki itu menoleh dan melihat seorang pemuda tampan berpakaian merah

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    8.Kuda Hitam

    Akhirnya hari yang di tunggu telah tiba. Bimasena segera berkemas dan berangkat menuju gelanggang pertarungan di Perguruan Katak Merah. Sesampainya disana ribuan pengunjung sudah berdatangan untuk melihat jagoan mereka bertarung. Para pendekar kelas bawah dari berbagai penjuru berdatangan untuk ikut meramaikan sayembara. Bima duduk di bangku penonton untuk sementara waktu. Di tempat khusus para tetua perguruan, berjejer beberapa orang yang di anggap paling berpengaruh di perguruan tersebut. Seorang gadis cantik pembawa acara naik ke atas panggung. Dia adalah seorang gadis cantik jelita dengan pakaian minim yang membuat semua mata para penonton terbuka lebar. Para pengunjung bersorak meneriaki gadis tersebut. Si gadis pun mengedipkan sebelah matanya dengan lidah menjulur ke arah penonton. Terdengar suara gemuruh para penonton setelah gadis itu melakukan aksi nya. Bima menutup wajahnya sambil gelengkan kepala. "Gadis aneh," pikir Bima. Si Gadis itu mengambil pengeras suara. "Ha

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    9.Bukan Lawan Sebanding

    Kirana Dewi pun berteriak dengan lantang. "Pendekar yang akan bertanding melawan Pendekar Merah adalah Cong Wei dari Perguruan Naga Air!" ucap Kirana Dewi keras. Pendekar berambut gimbal tersenyum. "Takdir sudah memilihmu, Cong Wei, kau memang sudah ditakdirkan melawan dia," ucapnya kepada Pendekar ceking yang ternyata bernama Cong Wei dari perguruan Naga Air. "Aku tidak takut! Lihat saja nanti, siapa yang akan berlutut!" ucap Cong Wei dengan penuh percaya diri."Baguslah kalau kau tak takut. Paling tidak kau tidak membuat malu perguruan besarmu itu," Cong Wei tak menanggapi ucapan si gimbal. Dia segera berkelebat ke atas arena. Bima menatap Pendekar ceking itu. Tak ada senyum di bibirnya. Malah Cong Wei lah yang menyunggingkan senyum sinis kepadanya. "Baru mengalahkan para sampah sudah banyak sekali lagak, aku akan membuatmu memohon ampun padaku," ucap Cong Wei lalu memasang kuda-kuda. Bima hanya melirik gerakan kuda-kuda lawan sekilas. Suara lonceng tanda pertandingan di mu

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    10.Peraturan Tidak Adil

    Bima kembali berdiri di atas panggung. Kali ini dia akan melawan satu Pendekar dari Perguruan kelas bawah, yaitu Perguruan Kuda Putih. Bima pernah mendengar nama Perguruan itu. Tapi dia tidak begitu paham jurus-jurus mereka. Ini yang membuat Bima merasa tertantang. Pemuda bernama Jinggo itu berdiri dengan gagah. Dia adalah salah satu senior terkuat di Perguruan Kuda Putih. "Aku sudah menyiapkan semuanya untuk bisa bertemu dengan salah satu perwakilan Julang Emas yang katanya jago-jago dalam pertarungan! Tapi sialnya Perguruan lemah itu sudah hancur terlebih dulu sebelum aku menginjak-injak nya! Aku akan jadikan kamu sebagai alat pelampiasan amarahku!" ucap Jinggo berapi-api. Mata Bima berkilat marah. Kedua tinjunya terkepal erat. "Beraninya menghina Perguruan ku... kamu akan tahu akibat dari ucapan mu..." ucap Bima perlahan. Saat lonceng berbunyi, Bima langsung berinisiatif menyerang lebih dulu. Dia berlari cepat. Sangat cepat! Jinggo menatapnya dengan terkejut. Dia segera saol

    Last Updated : 2024-12-19

Latest chapter

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    166.Melatih Elemen Es

    Bima terpaku melihat pedang yang menancap di atas tanah. Pedang yang sangat tidak asing baginya. "Pedang Shang Widi...!?" dengan cepat Bima mendekati pedang tersebut. Bima mencabut pedang itu dan melihat bercak darah di pinggiran pedang. "Darah ini masih baru, mungkin belum jauh dari sini, siapa orang yang membawa pedang ini, apa maksudnya dia menancapkan pedang ini di sini!" Bima menatap tembok pedang es raksasa. "Aku terlalu sering menggunakan kekuatan Iblis Tanduk Api. Hanya dua kali saja sudah membuat beberapa tubuh bagian dalamku sakit, apa yang harus aku lakukan?" batin Bima. Ratu Azalea keluar dari dalam goa bersama Long. Mereka melihat Bima yang terlihat gelisah sambil membawa pedang. "Ada apa kakang?" tanya Ratu Azalea sambil memegang lengan Bima dengan lembut. "Pedang ini adalah pedang yang selalu dibawa Arimbi. Aku meminjamkannya saat kami berpetualang bersama ke Hutan Awan Hitam. Dan setelah pedang ini hilang bersama Arimbi, tiba-tiba dia sudah ada di sini," kata Bi

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    165.Asmara Dua Ratu

    Bima dan Long masuk ke dalam goa. Sekarang mereka telah aman dari ancaman Klan Elang Dewa. "Mengenai telur naga itu, apakah kamu masih ingin memberikannya padaku?" tanya Bima. Long menoleh lalu tersenyum. "Setelah melihatmu bertarung dengan kekuatan sehebat itu, aku menjadi lega telah menitipkan nya padamu, kelak, Qinglong akan menjadi pendekar yang hebat juga di bawah bimbingan mu," kata Long. Bima menepuk jidatnya. Dia pikir setelah masalah Klan Elang Dewa selesai, maka telur itu juga aman berada di pulau itu. "Setelah Canglong lahir, aku juga akan mendidiknya dan mengenalkan tentang dirimu padanya," kata Long lagi. "Yah, terserah apa yang kamu mau saja," sahut Bima. Ratu Azalea keluar dari dalam goa. Long terpaku setelah melihat sosok Ratu Azalea. "Kau... Bukankah kau yang menolong diriku dan Yin Long seratus tahun yang lalu?" tanya Long dengan bibir bergetar. Ratu Azalea memejamka

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    164.Tarian Seribu Pedang

    Tangan Iblis Es mengarah ke depan. Dengan teriakan keras dia melancarkan serangan pertamanya ke arah Raja Elang. Ribuan Pedang Es dari belakang tubuhnya melesat ke arah Raja Elang dengan cepat. Raja Elang tidak diam saja. Meski dia masih terkejut perihal Iblis Es yang mengetahui kisah leluhurnya si Elang Dewa yang sekarat dan bersembunyi di gunung tersebut. Kedua tangannya menyilang di depan dada. Mata nya menyorot tajam. "Ajian Angin Guntur...!" teriak Raja Elang. Dari dalam tubuhnya keluar cahaya putih kebiruan yang melesat ke langit hingga menembus awan. Seketika langit pun menjadi gelap. Awan putih itu bergulung menjadi satu berputar dengan cepat. Semakin lama semakin cepat. Perlahan tanah, kerikil dan debu terangkat ke udara lalu tersedot oleh angin tersebut. Cahaya petir menyambar beberapa kali di dalam tubuh pusara angin raksasa tersebut. Ribuan Pedang Es milik Iblis Es melesat dengan ce

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    163.Raja Elang(2)

    Raja Elang segera melesat terbang mengepakkan sayapnya. Dia tidak begitu terpengaruh oleh tekanan danau kutukan karena sudah mencapai tahap bentuk sempurna. Di tambah dia telah berada di Ranah Tulang Dewa tahap akhir. Para Tetua Klan pun ikut menyusul terbang ke langit di atas danau kutukan. Mereka sudah cukup mampu menahan tarikan dari dalam danau. Sembilan tetua itu terbang di atas danau. Meski mereka sudah berada di ranah Tulang Dewa, namun mereka masih belum mendapat wujud sempurna seperti Raja Elang. Namun mereka sudah cukup mampu untuk terbang di atas danau, meski mereka tak yakin semuanya akan selamat hingga pulau kecil tersebut. Para bawahannya yang masih berwujud siluman setengah Elang setengah manusia hanya bisa melihat dengan perasaan bimbang.Mereka masih berada di ranah Keabadian sehingga kekuatan mereka belum cukup untuk menahan tekanan dari dalam danau tersebut. Namun dengan nekat mereka mengikuti langkah para tetua. Mencoba sekuat tenaga meski nyawa menjadi taruh

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    162.Raja Elang

    Long berjalan mendekati goa dimana dua telur Naga itu berada. Bima mengikutinya dari belakang. "Telur ini akan menetas dalam waktu kurang lebih satu purnama," kata Long. "Kenapa kamu ingin aku membawa satu telur ini? Bukankah mereka lebih baik pulang ke Klan Naga bersama-sama?" tanya Bima. "Tidak semudah itu pendekar. Kaisar Azure akan menilai dua anak ini dan menyingkirkan salah satu dari mereka yang terlihat lemah. Hanya boleh ada satu pewaris. Aku sengaja memberikan Qinglong padamu adalah karena dia Naga terkuat. Aura nya sangat kuat, bahkan bisa menekan aura milikku." kata Long. Lalu dia melanjutkan. "Dengan Qinglong tidak bersama Canglong, maka keduanya akan aman. Canglong bisa diterima dengan baik di sisi kakeknya," Bima menganggukkan kepalanya. "Aku tidak keberatan dengan Naga ini, tapi, apakah Naga yang satunya akan baik-baik saja di tangan kakeknya?" "Qinglong mempunyai kekuatan semesta. Sedangkan Canglong mempunyai kekuatan Api dan Petir. Kurasa, Canglong lebih cocok

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    161.Kekaisaran Naga Azure

    Long mengajak Bima untuk duduk dan berbincang. "Aku akan menceritakan dulu asal usul telur naga itu dan juga darimana aku berasal," kata Long. "Baiklah, aku akan mendengar kan dengan seksama." sahut Bima. "Aku berasal dari satu daerah di tempat yang sangat jauh dari tempat ini, nama daerah itu adalah negri Shang." ucap Long membuat Bima mengernyitkan dahi. "Negri Shang? Apa hubungannya dengan ketua Shang Widi?" batin Bima. "Negri Shang di pimpin seorang kaisar bernama Shang Liong To. Dia adalah Kaisar yang membawahi empat negara yang dipimpin empat Raja. Kaisar Shang sangat bijak, sehingga memberi jabatan khusus kepada pendiri Klan Naga kami, yaitu Kaisar Azure.""Kaisar Azure ini adalah Kakek dari dua telur naga yang ada di dalam goa itu. Dia adalah ayah dari istriku, Yin Azure.""Hubungan kami awalnya di mulai saat aku bertemu Yin di halaman aula besar. Dia sedang menanam pohon dewa yang katanya bisa mempercepat pertapaan pendekar.""Pohon Dewa?" tanya Bima. "Benar, pohon dewa

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    160.Naga Api

    Naga Api dengan tubuhnya yang panjang bergerak cepat mengepung Bima. Matanya melotot ke arah Bima. "Balas dendam? Apakah kau yakin aku telah membunuh wanitamu!?" tanya Naga Api dengan mata mulai membara. Bima tak pedulikan apa ucapan Naga itu. Dia mengangkat tangan kanannya lalu menghantam ke tanah dengan keras. "Ledakan Es!" teriak Bima keras. Blarrrr! Dari tubuh Bima memancar kekuatan dahsyat yang meledak dengan keras. Ledakan beraura biru itu membekukan segalanya yang terkena ledakan. Naga Api yang sudah tahu akan ada serangan kuat telah bergerak lebih cepat nenghindari serangan. Dia melayang ke arah sebuah batu besar. Dari atas batu,mulutnya menganga lalu menyembur ke arah Bima. Bola api raksasa menderu ke arah Bima. "Dinding Es!" teriak Bima. Dari dalam tanah muncul dinding tebal yang terbuat dari es melindungi Bima dari serangan Naga Api. Blaaarrr! Bola api itu tertahan oleh es. Sama sekali tidak merusak dinding es tersebut. "Kekuatan milikku sudah meningkat pesat, di

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    159.Penghuni Danau Kutukan

    Bima berdiri di depan danau yang cukup luas itu. Tetua yang membawanya menunjuk ke arah sebuah pulau kecil di tengah danau. "Naga itu ada di sana, air ini sangat panas dan berbahaya," kata tetua tersebut. Ratu Agung merasa khawatir pada keselamatan Bima. Dia sedikit menyesal mengatakan bahwa dia telah tewas melawan Naga Api. Ratu berpikir Bima akan melepas kan begitu saja. Ternyata dia salah, Bima bukan orang yang akan menyerah pada sesuatu dengan mudah. "Naga itu sangat kuat, hampir tidak ada dari kami yang berani mengusiknya, bahkan Raja Elang tidak berani mengganggu nya. Apakah kamu masih ingin ke sana? Dengan kekuatanmu yang masih berada di ranah Keabadian tahap akhir, seperti nya akan kesulitan melawan nya," kata Ratu Agung mengingatkan. Dia berharap Bima menyerah agar selamat. Namun Bima tidak menggubris. "Sekuat apa pun dia, siapa pun yang telah membuat Arimbi meninggalkan diriku, aku akan mendatanginya. Meski itu adalah Dewa Kematian sekali pun!" kata Bima membuat Ratu A

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    158.Rahasia Ratu Agung

    Melalui pertarungan yang sengit, akhirnya Bima berhasil mengalahkan Wesi Tuo yang berada di Ranah Tulang Dewa berkat kerjasama Bima dengan Iblis Es. Setelah kemenangan itu, moderator yang membawa jalannya pertandingan malah menyuruh para siluman Elang tersebut menyerang Bima bersama-sama karena merasa geram dengan kematian tetua mereka. Bima yang sudah merasa marah, ingin menghabisi mereka semua dengan kekuatan Iblis Tanduk Api yang dia miliki. Saat keadaan mulai genting itu, Ratu Agung bangkit berdiri dan berseru. "Kalah tetap saja kalah! Jangan menjadi makhluk yang pengecut!" ucap Ratu Agung keras. Moderator yang masih melayang di langit terkejut. Para penonton yang mulai bergerak pun terdiam mendengar Ratu Agung berkata seperti itu. "Pendekar ini sudah menang, berikan apa yang telah di janjikan, jangan mempermalukan Klan Elang Dewa!" kata Ratu Agung lagi. Tinjunya terlihat mengepal. Ada perasaan yang seolah merasa puas dengan kematian Tetua Wesi Tuo. Bima memperhatikan Ratu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status