Share

Pembalasan untuk Mantan
Pembalasan untuk Mantan
Penulis: KimJie

1. Hamil

“Sayang, aku gak mau setelah ini kamu ninggalin aku!” ujar si gadis cantik ketika merapikan penampilannya.

Dialah Dianara Wiratama, putri dari pasangan Ismawan Wiratama dan Asmarini Hermawan. Papanya seorang pengusaha sukses di Surabaya. Saat ini dia bersama sang kekasih hatinya, di dalam sebuah kamar hotel. Permukaan kasur sudah tak beraturan, terdapat noda di atasnya.

Ya, gadis itu baru saja memberikan mahkota berharganya kepada sang kekasih, Natan. Pria yang telah bersamanya selama tiga tahun. Hari ini adalah anniversary hubungan mereka dan Dianara memberikan hadiah berharga ini kepada sang kekasih. Sangat disayangkan, ternoda hanya demi sebuah kado. Bujukan Natan berhasil membawanya ke dalam jurang dosa.

"Baby, aku berjanji. Setelah bisnisku kali ini berhasil, kita akan menikah," jawab pria itu santai mendekati gadis kesayangannya.

Dianara menengadah, menatap wajah sang kekasih di hadapan, matanya terlihat berbinar. "Bener ya, Sayang. Papa dan Mama sangat berharap banyak sama kamu."

Natan menangkupkan telapak tangannya di pipi gadis itu. "Iya, cantik." Lalu mengecup kening kekasihnya sangat lembut.

Janji dari seorang pria mulai terucap. Mulai membuka asa, memberikan suatu rasa yang semakin bertambah dalam hati Dianara. Dia sangat mencintai Natan, hubungan mereka selama tiga tahun inilah yang membuatnya berani memberikan keperawanan kepada sang kekasih. Dia menanam harapan pada pria ini.

Dianara adalah seorang gadis yang periang. Usianya baru dua puluh tahun. Dia menempuh pendidikan di Universitas ternama di kota itu. Gadis sedang mempelajari hukum, sesuai dengan cita-citanya selama ini.

Meski Natan hanya berasal dari keluarga biasa, namun dia telah membuktikan bahwa dia mampu bersaing dengan para pria yang berasal dari kasta setara dengan Dianara. Untuk memperebutkan hati pemilik bola mata indah nan meneduhkan itu. Kini dia berhasil mengambil hati kedua orang tua si gadis. Bahkan mereka sudah memperkenalkan keluarga masing-masing.

Natan berhasil membuktikan, jika dia layak menjadi pasangan si anak konglomerat. Layak untuk masuk ke dalam jajaran manajemen perusahaan milik keluarga Wiratama.

Beberapa bulan setelah itu. Pada pagi hari, Dianara kini sedang berjuang di kamar mandi menguras isi perutnya. Entah kenapa dia ingin memuntahkan semua makanan semalam. Dianara tampak terengah-engah menunduk di depan toilet dalam posisi berlutut. Perut terasa sangat mual, semua keluar, lambung telah kosong, matanya memerah dan berair. Perasaan aneh begitu menyatu dalam dirinya pagi ini.

“Apa yang terjadi denganku?”

Ketika selesai Dianara terduduk memeluk lututnya di lantai marmer. Dia terlihat berpikir, apa yang barusan terjadi padanya. Seketika wanita itu terkejut dengan apa yang diingatnya, dia berlari ke dalam mengambil kalender yang ada di meja rias. Dianara mengecek tiap deretan angka dan menghitung hari-hari yang terlewat. Raut wajahnya memucat, matanya membias melihat hitungannya telah lewat tiga minggu, dan teman bulanannya belum juga datang.

Dengan jantung yang berdegup kencang, Dianara bergegas mengambil ponsel di nakas. Segera menghubungi sang pacar yang mungkin sudah bekerja sekarang. Gadis itu melirik jam pada layar sesaat, lalu langsung menekan tombol panggil pada nomor Natan. Panggilan pertama gagal, hingga dia mencoba untuk yang ketiga kali, barulah Natan mengangkat teleponnya.

"Ha--"

"Halo … aku sedang ada rapat, nanti aku hubungi lagi."

Dianara bahkan tidak ada kesempatan untuk berbicara. Dia luruh seketika terduduk di pinggiran ranjang, kakinya terasa lemas bahkan hanya untuk menopang tubuhnya. Di saat itulah air matanya jatuh membasahi layar ponsel di tangannya. Dia termenung, khawatir dengan apa yang akan terjadi dengannya nanti.

Dianara bangkit dan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Entah yang di pikirannya benar atau salah. Jika ketakutannya terbukti maka ia harus segera meminta pertanggung jawaban Natan secepatnya. Dia tau pria itu pasti mau, karena mereka saling mencintai. Dianara pun mencoba tersenyum meyakinkan dirinya bahwa Natan pasti akan bertanggung jawab. Sekarang dia harus memastikan dulu apakah perkiraannya benar.

Dianara mengurungkan niatnya untuk ke kampus hari itu. Mobil sport merah kini telah terparkir di depan sebuah apotek. Jarak apotek itu cukup jauh dari rumahnya. Dianara mengenakan Hoodie merah muda dan menutupi kepalanya.

"Mba, berikan aku ini." Dianara menyodorkan secarik kertas pada apoteker yang sedang bertugas.

Kertas itu diambil, alis si apoteker menyatu. "Maaf, Mbak. Mau yang jenis apa?"

"Terserahlah, yang bagus pokoknya."

Setelah urusannya selesai, Dianara berbalik dan berjalan beberapa langkah. Dia tampak tergesa-gesa tanpa melihat sekitarnya. Sampai akhirnya tubuhnya menabrak seseorang. Barang bawaannya berhamburan di lantai. Dia pun berada dalam dekapan orang itu, tanpa sengaja. Jika dia tidak ditangkap tepat waktu, Dianara bisa saja jatuh dan terluka.

"Kamu nggak apa-apa?"

Namun, Dianara diam terpaku menatap wajah orang itu. Matanya berbinar, mulutnya sedikit menganga. Tangannya melingkar di leher si pria tampan. “Woowww … ganteng banget. Mirip Oppa Korea. Oh my God, It's real?” ucapnya dalam hati.

Pria itu menjentikkan jarinya. "Halo … Nona. Kamu baik-baik saja?"

"Hah? Iya … baik-baik, Oppa."

Si pria menautkan alisnya. "Eermm … Nona?" Dia menjentikkan jarinya lagi. "Maaf, kamu udah bisa bagun?”

"Haah. Ma–maaf." Dianara segera menegakkan badannya kembali, terlihat salah tingkah.

Pria tampan itu berjongkok mengambilkan barang yang berserakan. Saat memungut sebuah benda, dia terdiam sejenak. Dianara menyadarinya, dengan cepat dia meraih benda itu dan menutupnya. Pria itu tersenyum tipis di bawah sana. Setelah selesai dia pun bangkit dan menyerahkan kantong plastik Dianara.

"Terima kasih. Maaf tadi tidak sengaja."

"Tidak masalah. Saya permisi dulu," balas si pria santai.

Pria itu pergi meninggalkan Dianara yang masih terpaku. Sepertinya dia masih terpesona melihat ketampanan si pria. Sangat sempurna, tubuh yang tinggi, tegap, berotot, kulitnya bersih. Saat berjalan pun tampak seperti model di atas catwalk. Sungguh sosok pria idaman wanita. Saat tersadar, pria itu telah jauh dari hadapannya.

***

Dianara sudah berusaha memberitahu tentang kehamilannya pada sang kekasih. Namun, pria itu sudah menghilang lebih dari seminggu. Orangtua Dianara masih belum mengetahui tentang kehamilannya ini. Dia masih berharap Natan akan muncul dan bersedia bertanggung jawab. Tapi hari-demi hari wanita itu merasa harapannya menjadi semakin tipis.

Setelah Dianara memberanikan diri untuk ke dokter, dia baru mengetahui ternyata janinnya sudah berusia delapan minggu. Dalam perjalanan pulang, Dianara merasa sangat pusing. Ini pertama kalinya dia merasa seperti ini. Merasa tidak sanggup untuk menyetir lagi, Dianara pun menepi. Pandangannya mulai kabur, perutnya terasa sangat mual. Namun, ketika makanan di perutnya telah mencapai tenggorokan. Dianara bergegas membuka pintu mobil dan bergegas keluar mobil.

"Weeekk … weeekk …."

Akhirnya keluar sudah semua yang sempat tertahan. Isi perutnya telah berpindah ke tanah.

Calon ibu muda itu terduduk di trotoar jalan, setelah puas memuntahkan isi perutnya. Dia pun mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat itu, dan dia baru sadar ternyata mobilnya berhenti di dekat lahan kosong. Tidak banyak kendaraan yang lewat di sana. Dianara tidak tau sekarang dia ada di mana. Tempat ini sangat asing, berbeda dengan jalan yang biasa dilewati ketika pulang ke rumah.

Semua karena terlalu banyak kekacauan dalam pikirannya.

"Ini di mana?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status