Gadis itu sudah hilang akal. Kenapa pula Dianara sampai berpikiran pendek karena kenekatannya. Kini setelah melihat dan merasakan sendiri akibat perbuatannya, barulah dia sadar. Semua orang yang mengelilinginya tampak sangat cemas dan takut dia akan celaka.
Rasa bersalah pun datang. Melihat wajah sang mama, membuatnya takut. Dia belum siap, menyaksikan raut kesedihan di wajah teduh itu. Tanggisan penyesalah Dianara lepaskan. Terisak dalam pelukan Asmarini yang nyaman.
"Gak apa-apa, Sayang … gak papa." Asmarini mengelus punggung sang putri dengan lembut.
"Sudah, sudah. Kita masuk ke dalam rumah saja, Kak," ucap Gunawan. Melihat keduanya, dia pun tak lagi bisa menyalahkan. Dianara belum dewasa, dan impulsif akan sikapnya.
"Iya, iya … ayo masuk, Sayang," ajak Asmarini.
Di ruang keluarga rumah itu. Dianara pun duduk diapit oleh mama dan bibinya. Merangkul pundak gadis itu, supaya perasaan syoknya bisa hilang. Sedangkan sang paman, duduk di kursi single bersebelahan dengan para wanita. Setelah melihat Dianara cukup tenang, dia pun memulai pembicaraan.
"Dianara, apa yang membuat kamu melakukan hal nekat seperti tadi?" tanya Gunawan dengan wajah tegasnya. Dia tak dapat lagi menyembunyikan kemarahan. Namun begitu, intonasi ucapan tetap dijaga agar Dianara tidak merasa takut.
Gadis itu hanya menunduk. Tak berani menatap wajah pamannya yang sedang marah. Dia tau jelas, bagaimana ketika pria itu sudah emosi. "Maaf, Paman. Nara …."
"Kamu berniat kabur? Kenapa? Apa karena laki-laki itu?"
"Nara … Nara gak mau pergi ke Italia," jawabnya pelan, suaranya hampir tak terdengar.
Gunawan memeluk tubuhnya sendiri. Dia bersandar pada punggung sofa dan mencoba lebih santai. Dia harus menghadapi ini dengan kepala dingin. "Kamu menguping pembicaraan kami? Apa saja yang kamu dengar?"
Pertanyaan itu tak lantas dijawab oleh gadis yang baru berusia dua puluh tahun itu. Hingga terdengar pamannya berdehem, dia pun tersentak.
Dianara mengangkat wajahnya, memberanikan diri untuk menjawab. "Kenapa? Mama dan Paman mau misahin Nara dan kak Natan? Nara cinta sama kak Natan, Nara gak mau pergi!"
Perkataan Dianara tersebut lantas mendapat lirikan tajam dari kedua wanita di sampingnya.
"Dianara! Kamu bahkan gak mikirin papa kamu di Jakarta. Malah mau kabur cari laki-laki itu?" Gunawan naik pitam, emosi yang ditahan sedari tadi, kini pun lepas.
Dianara kembali tertunduk dan terdiam. Benar apa yang pamannya katakan. Dia terlalu egois, hanya memikirkan diri sendiri.
"Sudah sadar akan kesalahanmu? Sekarang masuk kamar, jangan berharap untuk bisa keluar dari rumah ini!"
Gunawan bangkit dari duduknya. Dia berbalik dan hendak pergi dari ruangan itu. Jika dia tetap lebih lama di sana, mungkin pria itu tak sanggup lagi menahan amarahnya.
Dianara mendongak memandangi pamannya yang berlalu pergi. "Ta–tapi, Paman?"
"Masuk sekarang!" Teriakan itu menggelegar. Walau mereka tak saling berhadapan, kemarahannya itu cukup membuat wajah Dianara pucat ketakutan.
Dua wanita di samping Dianara pun tak kalah terkejut dengan kemarahan seorang Gunawan. Pria yang hampir berumur setengah abad, yang telah banyak melalui masa-masa sulit dalam hidupnya.
Asmarini mencoba menasehati sang putri. "Sudahlah sayang. Sebaiknya kamu dengar apa kata pamanmu."
Dianara pun tak dapat berbuat apa-apa lagi. Dia terpaksa ikut apa yang orang tuanya minta. Setidaknya untuk saat ini, dia patuh. Bagaimanapun juga dia juga punya rahasia yang tak sanggup dia ungkap saat ini. Dianara terlalu takut untuk mengakui semua di hadapan keluarganya. Setidaknya itu yang dia pikirkan sekarang.
***
Selama dua hari Dianara hanya berdiam diri di kamar. Tak banyak bicara, dan makan minum pun dia di dalam kamar. Gunawan tak mengizinkan Dianara untuk keluar dari ruangan itu. Gadis itu tak mampu melawan, watak sang paman sangat keras, dia sudah hafal selama ini. Semakin dilawan maka semakin berat hukuman yang akan dia dapatkan.
Siang itu Dianara mencoba menghubungi teman terdekatnya. Dia sudah terlalu bosan di dalam kamar sendirian. Pertama dia menghubungi Widya, tapi ponsel sahabatnya itu tak aktif sejak tiga hari yang lalu. Lalu dia menghubungi Bayu, yang terakhir kali dia jumpai.
Sedangkan Natan sama halnya dengan kemarin, sibuk dan susah di hubungi. Dia hanya menerima pesan singkat dari kekasihnya itu. Dia maklum, perusahaan papanya sedang mengalami masa kritis sekarang. Sang paman juga tak ada di rumah, sudah berangkat ke Jakarta untuk mengurus masalah papanya di sana.
Tampaknya Dianara masih belum sadar apa yang telah terjadi. Dia tak tau seberapa besar masalah ini. Walaupun sebelumnya dia sempat sedih, tapi kegelisahan hatinya telah menutupi apa yang seharusnya dia khawatirkan saat ini. Dianara malah lebih cenderung memikirkan hubungannya dengan Natan–sang pacar. Di kala cinta menutupi hati seseorang, dia saat itulah dia akan sangat egois.
Saat ini Bayu dan Dianara sudah berhadapan. Saling pandang dan diam sejenak. Apa yang telah terjadi? Pikiran Bayu yang terpaku di depan ranjang gadis itu.
Dianara melempar bantal pada teman sekelasnya itu. "Bay, bengong aja sih, Lo?"
Bayu lantas menepis dengan cepat. Dia mendekat, dan satu jitakan ringan mendarat di kepala gadis itu. "Bandel!"
"Auuu, Bay! Apa apaan sih, sakit tau." Dianara meringis seraya mengusap puncak kepalanya.
"Lo itu yang apa-apaan! Gue suruh tunggu sebentar, malah main kabur aja?" Bayu bersungut sambil berkacak pinggang pada gadis itu.
"Habisnya sih Lo. Gue nungguin lama, gak datang juga."
Bayu menggeleng kepala, melihat gadis itu merenggut saat ini, membuat pria itu tak paham dengan jalan pikiran Dianara.
"Kenapa Lo lama?" tanya Dianara kemudian.
Bayu mengambil bantal yang tadi tak sempat mengenai dirinya. Lalu melempar kembali pada gadis itu. "Gue Nebus obat Lo, bego!"
"Hiihhh, Bayu!"
"Gimana keadaan Lo sekarang? Orang tua lo udah tau soal kondisi lo saat ini?"
"Belum."
Bayu menghela napasnya berat. "Sampai kapan Lo mau rahasiakan semua?"
"Tunggu waktu yang pas, Bay. Gue juga mau terus terang, tapi Mama dan Paman malah mau bawa gue ke Italia."
"Italia? Tempat tinggal Paman dan Bibi Lo?" Bayu yang telah duduk di hadapan Dianara pun menjadi penasaran.
"Iya"
"Kenapa?"
"Mereka mau misahin gue dari kak Natan."
"Trus?"
"Ahhh, malas gue mikirin. Gue hampir celaka pas mau kabur kemarin," balasnya bersandar dan memeluk bantal.
Bayu pun menyentil kening gadis itu.
"Auuu, Bayu! Apaan lagi sih?"
"Itu hukuman buat anak bandel kaya Lo."
"Hissss."
Bayu diam sesaat. Lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Ini obat Lo. Minum sesuai anjuran. Gue juga udah ketemu sama orang yang nyelamatin Lo, dia ternyata dokter di sana," ucapnya seraya menyerahkan sekantong obat gadis itu.
"Oya? Cowok yang nolongin gue itu dokter?"
"Iya, dan lo tau apa yang gue dengar dari dia?"
Dalam keadaan seperti ini. Pikiran dan hatinya masih dibutakan oleh cinta. Tentu saja dia tidak akan peduli dengan hal lain selain Natan. Gadis itu lebih memilih memilih mengutak-atik ponselnya. Kembali mencoba menghubungi sang kekasih."Apa?" tanyanya seperti malas untuk mendengarkan."Jutek amat sih? Gak penasaran dia bilang apa? Dia lumayan ganteng Lo, mirip Oppa yang lo suka." Bayu mendengus memeluk tubuhnya sendiri."Gak … gue lagi mikirin kak Natan, susah banget dihubungi."Bayu pun menepuk jidatnya sendiri, tak habis pikir dengan temannya itu. "Hadehhh, bukannya mikirin bokap, lo malah mikirin pacar?""Ya gue mikirin bokap lah. Tapi gue lebih kepikiran pacar gue, nasib hubungan gue sama dia itu gimana? Apalagi Mama dan Paman berencana mau bawa gue ke luar negeri. Trus anak ini gimana?"Pada usianya yang masih muda. Dianarasudah didatangkan
Dianara punterpaksa membuka matanya. Sebuah benda yang tidak asing tampakdi depan wajahnya. Seketika itu dia terbelalak. Tangan mamanya tampak bergetar memegang benda itu."I–ini?""Iya, ini punya kamu!Jelaskan, kenapa kamu melakukan hal kotor seperti itu? Dan lihat hasil perbuatan kamu!"Gadis itu tak dapat berkata-kata. Dia diam terpaku melihat kemurkaan sang mama. Melihat wajah wanita kesayangannya itu pun, Dianarasudah tak berani. Rahasia yang disimpan akhirnya terkuak sebelum dia ungkapkan. Dalam benaknya, kenapa mamanya bisa tau hal ini? Dia pun akhirnyasadar, buang air kecil yang dia lakukan tadi adalah untuk hal ini."Kak Asma?"Tubuh Asma kembali goyah. Clarissa yang bersiaga di samping, dengan cepat menopang tubuh itu. Dianaramelihat hal itu dan ikut menahan mamanya agar tidak jatuh."Mama!"D
Malam harinya.Dianarabenar-benar berencana untuk kembali kabur dari rumah. Mumpung pengawasan sedang longgar, dan paman juga tidak ada di rumah. Di akan nekat untuk datang langsung ke apartemen Natan, kekasihnya. Sudah beberapa hari dia tak dapat kabar. Terlebih lagi sekarang mereka dipaksa untuk berpisah. Dianaratak dapat menahan lagi keinginannya untuk segera pergi.Dia harus meminta Natan untuk mengasi masalah ini.Diam-diam Dianaramenyelinap dari pintu belakang. Bibinya sendang lengah, dan para penjaga hanya berjaga di pintu depan. Diapunpunya kesempatan untuk kabur.Dianarapun baru tau, ternyata Gunawan telah pulang dari Jakarta. Melihat mobil pria yang dia panggil paman Igun itu ada di garasi. Dianaratak peduli, dia langsung meraih kunci, membuka pintu mobilnya dan masuk. Beruntung, pintu garasi masih terbuka, jadi dia tak perlu membuat orang dalam rumah menyadari kep
Di kediaman Gunawan.Kepergian Dianara menjadi masalah besar dan penyebab kekhawatiran semua orang. Gadis keras kepala itu lagi-lagi membuat ulah. Seperti tidak pernah sadar sikap egoisnya itu telah menyusahkan semua orang. Dia selalu bertindak sesuka hati tanpa berpikir panjang. Terkadang dia tau salah, tapi tidak belajar dari kesalahan. Keyakinannya sendiri telah menutupi kepintaran yang dia miliki selama ini. Dia terlalu dibutakan oleh cinta yang ternyata telah merusak segalanya.Bayu kini sudah duduk berhadapan dengan keluarga Dianara. Dia diminta datang untuk menceritakan semua yang dia tau tentang gadis itu. Mendengar Dianara kembali nekat untuk kabur, Bayu merasa harus berterus terang kali ini. Toh, keluarga Dianara sudah tahu akan rahasia itu."Maaf, Om, Tante. Saya tidak begitu mengenal Natan, Dianara hanya sesekali bercerita tentang kedekatan mereka. Dianara tidak pernah memberitahu lebih dari itu," akunya setelah ditanyai mengenai Natan."Lalu, apa kamu tau siapa yang sela
“Apa yang telah terjadi, siapa yang melakukan ini?”Dianara benar-benar ketakutan. Beberapa waktu lalu dia masih bersama Natan, lalu sekarang sudah seperti ini.Meski berteriak sekuat apa pun, tidak akan ada yang bisa mendengarnya. Tubuh gadis malang itu hanya bisa meronta. Dia bergerak sekuat tenaga agar terlepas dari tali-tali yang membelenggunya. Namun, semua usahanya itu sia-sia karena sekeras apa pun dia mencoba tali itu terlalu erat melingkar di badannya.Kap depan mobil tertutup, memperlihatkan sebuah sosok yang sangat dia kenal. Mata Dianara pun terbuka lebar, membelalak tidak percaya. Seketika tubuhnya bergetar melihat sosok yang ada di depan sana.Pria itu menatap lurus pada Dianara yang ketakutan melihat dirinya. Lalu menyeringai tersenyum pada gadis itu. Dengan langkah yang pelan pria itu mendekat. Membuka pintu mobil dan memasukkan setengah badannya.Dianara ingin berteriak, tapi tidak bisa mengeluarkan suaranya sama sekali. Dengan menggerakkan kakinya dia berusaha untuk m
Di bibir jurang maut itu.Natan berdiri dengan santai memasukkan sebelah tangannya ke kantong celana. Sementara tangan satu lagi menggenggam tali yang tadi digunakan untuk mengikat Dianara. Kobaran api besar yang dia lihat di dasar jurang, membuatnya tersenyum puas. Natan punberbalik dan meninggalkan tempat itu.Tak jauh dari tepatnya berada, sebuah mobil terparkir. Ada seseorang di dalam sana, entah sudah berapa lama. Mungkin orang itu telah menjadi saksi atas apa yang Natan lakukan. Pria itu kembali menyeringai, jelas orang itu pasti ada di pihaknya.Natanmelangkah menghampiri mobilmiliknya. Mengetukbagasi belakang, memerintahkan orang pihaknya untuk membuka. Tali di tangan dia simpan di bagasi, lalu berjalan ke pintu sisi penumpang, membuka pintu dan membungkuk. Pria itu tampak santai, seolah kejahatan yang baru saja dia lakukan bukanlah apa-apa. Justru dia tersenyum pada wanita yang menj
'Kecelakaan tragis terjadi di Kota Batu Jawa Timur ( Jatim ). Sebuah mobil sport dengan nomor polisi L-XXXX-DN terjun masuk ke dalam jurang. Sopir yang diduga adalah seorang wanita dari Surabaya, telah dilaporkan meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi di kawasan Hutan Kota Batu Jawa Timur. Identitas korban belum diketahui hingga saat ini.''Seperti dikatakan Kapolres Batu AKBP I Nyoman Budi Irawan melalui Kasat Lantas AKP Bambang Yudhoyono di Kota Batu, Jumat (19/04/2023). Ia mengatakan mobil yang dikemudikan korban tersebut masuk ke jurang dengan kedalaman kurang lebih 50 meter.''Kecelakaan lalu lintas di jalan Raya Payung. Kendaraan jenis sport masuk jurang dengan kedalaman kurang lebih 50 meter. Kejadian kurang lebih pukul 23.30 WIB. Setelah masuk ke dalam jurang, mobil itu meledak dan terbakar.''Mobil itu diduga melaju di Jalan Raya Payung, Kelurahan Songgokerto, Kecamatan Batu, dengan kecepatan tinggi. Kemudian, pada saat melalui jalanan yang sedikit menurun dan berliku, diduga
Hinggasiang hari, proses identifikasi pun terusberlanjut. Dokter forensik menyatakan bahwa korban telah hangus terbakar dan sulit untuk dikenali. Namun, mereka tak perlu banyak bekerja. Asmarini telah mengklaim terlebih dahulu bahwa mayat yang bersangkutan memang adalah Dianara. Dengan alasan dia tak sanggup membiarkan jasad anaknya di bedah lebih lanjut. Polisi pun akhirnya menyetujui permintaan keluarga korban.Setelah pihak polisi dan rumah sakit mengizinkan keluarga untuk membawa jasad pulang. Pemakaman palsu untuk Dianarapun segera dilakukan. Asmarini mengantar kepergian jasad putri palsunya. Dengan tangisan dia melihat peti jenazah dimasukkan ke liang lahat. Dia hanya ditemani Bayudan Clarissa, sedangkan Gunawan sudah sibuk mengurus Dianara yang asli.Sebenarnya, hatiwanita paruh baya juga sangat teriris. Mengumumkan pada dunia bahwa Dianaratelah meninggal juga merupakan beban berat untuknya. Menerim