Share

7. Kecurigaan

Dalam keadaan seperti ini. Pikiran dan hatinya masih dibutakan oleh cinta. Tentu saja dia tidak akan peduli dengan hal lain selain Natan. Gadis itu lebih memilih memilih mengutak-atik ponselnya. Kembali mencoba menghubungi sang kekasih.

"Apa?" tanyanya seperti malas untuk mendengarkan.

"Jutek amat sih? Gak penasaran dia bilang apa? Dia lumayan ganteng Lo, mirip Oppa yang lo suka." Bayu mendengus memeluk tubuhnya sendiri.

"Gak … gue lagi mikirin kak Natan, susah banget dihubungi."

Bayu pun menepuk jidatnya sendiri, tak habis pikir dengan temannya itu. "Hadehhh, bukannya mikirin bokap, lo malah mikirin pacar?"

"Ya gue mikirin bokap lah. Tapi gue lebih kepikiran pacar gue, nasib hubungan gue sama dia itu gimana? Apalagi Mama dan Paman berencana mau bawa gue ke luar negeri. Trus anak ini gimana?"

Pada usianya yang masih muda. Dianara sudah didatangkan dengan banyak masalah dalam hidupnya. Namun, semua itu juga tak lepas dari kesalahannya sendiri, karena dia yang ingin selalu bebas.

"Bener juga. Gue pikir, Lo harus kasih tau secepatnya deh Nara. Jangan biarkan masalah ini berlarut-larut. Kalau lo butuh bantuan, bilang aja."

"Iya, makasih ya Bay.” Raut wajahnya tampak sendu. “Gue seneng lo udah mau datang dukung gue. Gue nungguin kak Natan buat terus terang ke keluarga gue. Tapi gue sekarang gak tau dia ada di mana, gue gak tau harus gimana. Gue pasrah gimana nantinya aja. Kalau mama bener mau misahin gue dan kak Natan, gue mau kabur aja."

Bayu menegakkan tubuhnya. "Nekat amat sih, Lo? Pikirin dulu Nara, jangan gegabah ambil keputusan."

"Iya, gue tau. Tapi kalau keluarga gue tetap menentang hubungan kami. Gue terpaksa Bay."

"Jangan macam-macam! Ingat loh. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya."

Akankah Dianara mendengarkan nasihat Bayu. Dilihat dari karakternya yang keras kepala, Bayu menjadi tidak yakin bahwa Dianara akan patuh. Mengingat dengan kejadian yang sudah terjadi.

Bayu sebenarnya datang untuk menyampaikan sesuatu yang dia dapat dua hari lalu di rumah sakit. Ketika dia pergi menebus obat dan menyelesaikan biaya administrasi Dianara tempo hari. Dia didatangi seorang dokter, yang ternyata adalah orang yang membawa Dianara ke rumah sakit saat gadis itu pingsan di jalan.

Dokter itu menanyakan tentang Dianara. Lebih ke meminta informasi tentang gadis itu. Bayu merasa tidak berhak untuk memberikan identitas Dianara secara detail. Hanya mengatakan sebatas gadis itu adalah teman sekampusnya. Namun, dokter itu mengatakan pernah bertemu dengan Dianara sehari sebelum kejadian, saat di apotik. Dokter itu kelihatannya tertarik pada Dianara. Sebab itulah dia merasa perlu bicara langsung pada gadis itu. Tetapi, sepertinya Dianara tak berniat untuk mendengarkan.

Semua itu dapat dimaklumi. Dianara dihadapi dengan brbagao masaah. Dan kini Dianara tampak enggan untuk membahas hal itu. Bayu juga tak dapat banyak membantu. Dianara juga dikendalikan oleh keluarganya. Yang dapat dia lakukan sekarang hanyalah menjadi teman bicara gadis itu saja.

***

Sementara itu, di lantai bawah tempat Mama dan Tante Dianara berada. Kecurigaan mulai terlihat. Clarissa mulai melihat sesuatu yang beda dari diri Dianara. Hal ini pun langsung dibicarakan pada sang kakak ipar– Asmarini.

"Maksud kamu apa, Rissa?"

Clarissa mengatakan bahwa dia curiga dengan tubuh Dianara yang seperti orang hamil. Asma sempat marah sesaat, walau itu tak dia tunjukkan, tapi dia sudah sedikit emosi dalam batinnya.

"Kakak perhatikan tubuh Dianara. Kelihatan beda kak," ucap wanita keturunan Italia itu dengan aksen yang beda.

"Dia memang sedang bernafsu makan. Tapi itu kan karena dia masih dalam masa pertumbuhan," bantah Asma berusaha sabar.

Dalam hatinya, kenapa Clarissa bisa lancang mengatakan hal itu. Apakah karena pergaulan putrinya sudah melampaui batas? Dia tidak pernah tau selama ini, bagaimana sang putri di luar sana. Dia juga sibuk dengan urusan organisasi dan yayasan yang dijalankan.

"Tidak kak, lihatlah di bagian-bagian tertentu. Seperti bagian dada dan belakangnya." Clarissa tetap pada pendiriannya, matanya tak salah menilai.

Asmarini jadi berpikir. Dua hari ini Dianara memang hanya di kamar saja. Yang mengantar makanan juga selalu ART rumah itu. Namun, setiap pagi dan malam dia masuk untuk melihat putri sematawayangnya itu. Dia memang melihat tubuh putrinya itu terlihat semakin subur. Pertumbuhannya sangat berbeda dari dua bulan yang lalu. Tapi Asma tak merasa curiga sama sekali, dia berpikir itu adalah hal yang wajar.

Setelah Clarissa berkata demikian. Asma akan kembali memastikan bahwa apa yang dimaksud oleh adik iparnya itu, salah. Tidak mungkin kan? Dianara sampai seperti itu. Jika memang benar, berarti dia sudah sangat gagal menjadi seorang ibu yang tak mampu menjaga anak gadisnya.

"Kak … kak Asma?" Clarissa menepuk pelan bahu sang kakak ipar.

Lamunannya buyar seketika. "Hmmm, iya Rissa?"

"Kakak baik-baik saja?" Clarissa sedikit khawatir. Asma memiliki riwayat penyakit jantung. Dia harus waspada setiap saat.

"Kakak gak kenapa-kenapa," jawabnya lirih.

"Maaf, kak. Saya tidak bermaksud lancang. Saya hanya menyampaikan apa yang saya lihat."

"Gak apa-apa, Riss. Kamu gak salah, kakak yang kurang perhatian selama ini. Kita lihat nanti, mungkin kita harus melakukan tes secara diam-diam."

"Iya, kak. Lebih baik seperti itu."

Terlalu banyak kejutan akhir-akhir ini. Belum selesai dengan masalah suaminya yang sangat rumit. Setelah berita penangkapan sang suami dia juga mendapat masalah di yayasan. Sekarang Dianara juga membawa masalah baru. Entah bagaimana nasib keluarganya kelak?

***

Keesokan harinya, Dianara di bangunkan secara paksa oleh Asmarini dan Clarissa. Waktu yang tepat untuk melakukan tes kehamilan adalah di pagi hari. Hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat. Dalam keadaan setengah sadar, Dianara dibawa ke kamar mandi dan di suruh buang air kecil pada sebuah wadah kecil. Gadis itu menurut, matanya terlalu mengantuk untuk paham dengan apa yang dia lakukan. Kesadarannya belum bekerja dalam keadaan seperti itu.

Setelah selesai, Dianara meninggalkan kamar mandi dan menyerahkan wadah kecil itu pada sang Mama. Lalu dia kembali berbaring dan kembali hanyut dalam mimpinya. Kedua wanita itu pun melakukan niatnya semula.

Beberapa menit kemudian….

"Astaga … Dianara!" teriak Asma tiba-tiba. Terdapat dua garis di alat tes itu. Asma langsung syok dan terduduk lemas di lantai.

"Kak?" Clarissa ikut berjongkok di samping kakak iparnya.

Wanita paruh baya itu hampir pingsan akibat kenyataan di depan matanya. Sementara Dianara masih terbuai dalam mimpinya. Asma memegangi dadanya yang terasa sedikit sesak. Matanya menatap nanar anak perempuannya di atas kasur sana. Marah, tentu saja dia marah! Hal memalukan seperti ini kenapa bisa terjadi?

Asmarini bangkit. Dengan marah dia menghampiri Dianara. "Dianara! Bangun …!" teriaknya lagi.

Teriakan yang pertama tak berhasil membangunkan gadis itu. Kali ini gadis itu hanya mengeliat kecil. Asmarini kemudian mengguncangkan tubuh gadis itu dengan kasar.

"Dianara! Bangun!"

"Emm, ada apa sih, Ma?"

"Cepat bangun! Jelaskan apa ini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status