Beranda / Pernikahan / Pembalasan Dendam Istri Lugu / BAB 1| DONGENG YANG PUDAR

Share

Pembalasan Dendam Istri Lugu
Pembalasan Dendam Istri Lugu
Penulis: Wini Latte

BAB 1| DONGENG YANG PUDAR

Penulis: Wini Latte
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-20 10:59:51

“Ini aku sedang bersiap-siap pulang, Flo. Sebentar lagi check out dari hotel.”

Ponsel yang tertempel di telinga Sakha menyalurkan suara istrinya di seberang sana. Sesekali Sakha mengangguk—meski istrinya tidak bisa melihat gerakannya, dua-tiga kali menyahut pendek.

“Hm? Tentu saja aku sudah membelikannya. Keripik belimbing dan puding nasi hitam—heuk.” Sakha tersentak kaget saat dasinya dinaikkan dengan kasar, seperti ingin mencekiknya. Dia meneguk saliva pelan, sebelum tangannya terangkat untuk mengusap rambut seseorang di depannya.

Seseorang berambut sepunggung itu memutar kedua bola matanya, lantas menyentakkan tangannya dari dasi sembari mendorong dada Sakha pelan, mengurungkan niat untuk menyelesaikan ikatan dasi. Wajahnya tertekuk, sorot matanya sarat akan kekesalan.  Situasi ini benar-benar terasa begitu menyebalkan baginya.

“Bersabarlah sebentar lagi.” Sakha berucap tanpa suara, menatap memelas pada wanita di depannya, sementara istrinya di seberang sana masih bicara tentang memastikan tidak ada barang yang tertinggal di hotel.

Wanita berambut sepunggung itu mendengus, melipat tangan di depan dada.

“Ah ....” Sakha mengusap tengkuknya, saat istrinya mengucapkan ‘I love you’, menimbang tentang bagaimana sebaiknya tanggapannya. Wanita di depannya ini jelas tidak akan senang jika Sakha membalas perkataan sayang dari istrinya.

Dua detik tidak kunjung membalas istrinya, Sakha memantapkan hati, melemparkan tatapan permohonan maaf pada wanita di depannya, sebelum membalas istrinya dengan suara pelan, “I love you too, Flo.”

Seperti yang diperkirakan, wanita itu beringsut menjauh dengan wajah masam saat Sakha menutup panggilan, menghempaskan diri di tempat tidur hotel.

“Luna ....” Sakha mendekat, duduk di sampingnya dengan ekspresi serba salah. “Aku tidak bisa tidak membalas ucapan Flora. Dia mungkin akan berpikir macam-macam.” Sakha berusaha membujuk.

“Aku benar-benar sudah muak. Sebaiknya kamu tentukan pilihan sekarang. Aku atau istrimu!” Luna menantang, melirik tajam.

Sakha menghela napas berat, mengusap wajah. Urusan ini menjadi kapiran. Dia seperti berjalan di atas tali yang membentang di antara dua jurang, tiupan angin sekecil apa pun bisa membuatnya terempas jatuh.

“Baik, aku akan menceraikan Flora,” ucap Sakha kemudian. Tangannya diam-diam mencengkeram sprai di belakangnya. “Tapi aku perlu waktu untuk mempersiapkan segalanya.”

Perlahan, senyum cerah terbit di wajah Luna. Air mukanya berubah dalam sekejap mata. Dia mengangguk senang, lantas memeluk Sakha dengan erat sebagai tanda terima kasihnya.

“Sial, kita terlambat, Luna. Bergegas masukkan baju ke koper. Pesawat kita akan berangkat sebentar lagi.”

***

“Aduh, melihatnya saja sudah terasa melelahkan.”

Flora mengesah berlebihan saat baju-baju yang berantakan pertama kali menyambutnya setelah membuka koper Sakha, saksi perjalanan bisnisnya selama ini. Baju-baju itu seperti gumpalan-gumpalan mimpi buruk. Entah karena ada hal mendesak apa, Sakha seperti terburu-buru membereskan barang-barangnya, memasukkan secara sembarangan ke dalam koper.

Flora menyeret keranjang baju di sampingnya, memasukkan satu persatu pakaian suaminya sembari memeriksa apa ada barang yang tertinggal di saku atau noda yang menyedihkan.

Saat tangannya hendak memastikan saku jas suaminya telah bersih benda meluncur jatuh dari saku jas, berdenting mengenai lantai. Flora mengedarkan pandangannya ke lantai, menemukan sebuah benda mungil dengan setitik permata yang tampak berkilau ditimpa selarik cahaya dari sela jendela.

Sebuah cincin.

Flora memeriksa cincin itu sebentar, untuk kemudian senyum merekah di bibirnya seiring rona merah menjalar di pipinya.

“Tiga tahun menikah, di tetap saja masih romantis. Aduh ....”

Tangan Flora kembali cekatan memeriksa baju Sakha, memasukkan ke keranjang. Dan ketika Flora tengah menggerutu karena menemukan noda air kopi di kemeja putih Sakha, dia menemukan sesuatu yang membuat gerutuannya terhenti, tubuhnya membeku dalam sekejap mata. Mimpi buruk yang sebenarnya baru saja datang.

Sekitar Flora terasa menggelap, kicau burung lenyap. Hanya ada satu warna yang menjadi pusat dunianya sekarang. Merah. Melekat pada pakaian tipis yang terlihat mencolok di antara baju-baju Sakha yang berwarna gelap.

Lesakan dari perut dan dadanya seperti mencekik kerongkongan Flora seiring tangannya yang terulur gentar ke arah benda itu. Waktu seperti bergerak jauh lebih lambat. Dan ketika akhirnya ujung jari Flora menyentuhnya, hal pertama yang dia rasakan adalah kelembutan yang menawarkan luka.

Lingerie merah.

Dengan gemetar Flora meraih pakaian itu, menariknya dengan hati yang mulai runtuh. Jelas lingerie itu bukan miliknya. Aroma parfum yang menguar dari sana pun sama sekali berbeda dengannya. Segala pikiran buruk mulai berkelebat. Diamnya berubah menjadi bulir air yang mengalir membasahi pipi. Tubuh Flora luruh, tangannya terkulai.

Langit-langit ruangan terasa mencekam, dinding-dinding sekan mengimpitnya. Di tengah kelam pikirannya, Flora teringat satu hal. Dia segera merogoh saku celananya, meraih cincin yang baru saja jatuh dari jas Sakha.

Flora pandangi lekat-lekat cincin itu, untuk kemudian mencoba memasangkannya di jari manisnya. Tersendat di tengah jari, cincin itu terlalu kecil. Dengan gerakan gusar, Flora memasangkannya di jari telunjuk. Cincin itu tetap terlalu kecil. Jari tengah apalagi.

Isakan Flora menyusul air mata yang tak henti turun. Dia melemparkan cincin itu, membuat benda itu bergulir, berhenti di sudut ruangan bersamaan dengan denting pelan. Flora mengacak rambutnya frustrasi seiring ribuan sembilu yang menghunjam hatinya.

Dan di tengah tangis memilukan itu, Flora bertanya pada keheningan: inikah akhir dari dongengnya?

***

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 2| PANGGILAN BERSELIMUT LUKA

    Tangan Sakha meraba dinding, mencari sakelar lampu setibanya di rumah. Sedetik, ruang tamu memperlihatkan wujudnya ketika lampu besar yang menggantung di langit-langit ruangan memancarkan sinarnya. Mata Sakha menyapu ke segala penjuru, kesunyian di rumah itu memberi kesan tidak adanya tanda-tanda kehidupan di sana. Berapa kali pun dia memanggil nama istrinya, tetap tidak ada jawaban. Menyerah, menerka jika Flora sedang ada urusan di luar, Sakha dengan langkah gontai mulai menaiki anak tangga. Di lantai dua, sekali lagi Sakha menekan sakelar lampu. Byar! Ruangan terang seketika, juga Sakha yang terlonjak dari tempatnya berdiri, berseru tertahan. Lihatlah, di pojok ruangan, Flora berjongkok dengan kepala tertunduk dalam. Lengannya menopang kepalanya yang seakan tenggelam. Tidak bergerak, pun terlihat amat suram. “Flo ...? Hei, ada apa?” Perlahan Sakha mendekati istrinya, berusaha menyentuh pundaknya hingga sebuah pergerakan dari Flora membuatnya tersentak. Flora menghindari sentuhan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 3| PERI KECIL ITU PERGI

    “Flo, ayo makan lebih banyak. Wajahmu pucat sekali.” Sakha menghela napas, menatap Flora khawatir. “Sudah seminggu kamu seperti ini. Sebenarnya bibimu mengatakan apa hingga membuatmu begini, Flo?” Pertanyaan Sakha sama sekali tidak mengalihkan pandangan Flora dari bubur ayam yang sejak tadi terus diaduknya tanpa minat. Sorot mata, raut wajah, semuanya terlihat hampa. Setengah nyawa Flora seperti dicerabut dengan paksa. “Apa ... eh, apa bibimu mengatakan yang tidak-tidak mengenai ayahmu? Atau ibumu?” Hati-hati Sakha melontarkan pertanyaan sensitif itu, khawatir menyinggung perasaan istrinya. Flora mengangkat wajahnya sedikit, menatap Sakha tanpa ekspresi, lantas berucap, “Bukan apa-apa. Aku hanya sedikit kurang enak badan.” Selain seperti kehilangan semangat, yang membuat Sakha semakin khawatir adalah perubahan sikap Flora yang menjadi dingin terhadapnya. “Ayo kita ke dokter kalau begitu.” “Kamu mau membawaku ke dokter terbaik?” Flora melemparkan pertanyaan disertai seringan tipis.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 4| IBLIS TERBAIK

    “Ikuti mobil itu, Pak.” Flora berucap pelan pada supir taksi ketika melihat mobil Sakha melintasi jalan keluar restoran. Sejak keluar dari rumah sakit setengah jam yang lalu, Flora langsung menghubungi sekretaris Sakha, Briana, untuk menanyakan keberadaan suaminya. Briana mengatakan Sakha sedang makan di sebuah restoran setelah seharian berkutat dengan dokumen dan berkas. Dan kini Flora yang telah sampai di restoran yang dimaksud Briana, melihat mobil Sakha yang tidak menuju kembali ke perusahaannya, melainkan berbelok ke arah yang berlawanan. “Jangan sampai kehilangan jejak, Pak. Saya akan bayar lebih.” “Siap, Mbak!” Supir taksi berseru bersemangat, semakin dalam menekan gas mobilnya. Meskipun terpaut tiga mobil dari mobil Sakha, ditambah jalanan yang merayap, supir taksi itu benar-benar bisa diandalkan. Lima puluh menit yang mendebarkan bagi Flora, mobil Sakha terlihat berbelok ke sebuah taman hiburan. Supir taksi ikut berbelok beberapa saat setelahnya, mencoba mengambil jarak a

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 5| KAIL PERTAMA

    “Flora! Astaga, aku menghubungimu puluhan kali.” Raut cemas Sakha menjadi pemandangan pertama Flora ketika pria itu menginjakkan kaki di rumah, masih dengan pakaian kerja. Dia buru-buru berjalan mendekat hingga tampak jelas wajah kusutnya. Flora menyunggingkan senyum tipis, sebelum berucap, “Maaf membuatmu khawatir. Aku tadi kurang enak badan sehingga pergi ke klinik terdekat.” “Eh, sekarang bagaimana? Masih sakit?” “Tidak, aku tidak apa-apa sekarang.” Flora menutup mulutnya dengan punggung tangan. Dia tiba-tiba merasa mual. Tingkah Sakha, wajahnya, pun aroma parfumnya membuat Flora muak setengah mati. “Kamu kelihatan lelah, Mas. Ayo biar aku buatkan kopi.” “Ide bagus!” Melangkah menuju dapur, Flora menyembunyikan tangannya yang bergetar. Begitu pun saat dia mengambil gelas, menuangkan kopi, Flora mati-matian menjaga agar tangannya terlihat stabil sembari melemparkan pertanyaan, “Ah, Ayah bagaimana?” “Tidak parah. Dokter bilang dua-tiga hari lagi sudah boleh pulang.” Sakha memej

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 6| ABRAHAM AND THREE CRAZY RULES

    Angin berembus lembut saat Flora berjalan melewati jendela-jendela yang dibiarkan terbuka, memberikan secuil kesejukan dalam tempat itu. Heels-nya yang beradu dengan lantai menimbulkan bunyi ketukan yang seirama. Sesekali Flora tersenyum sopan dan sedikit menundukkan kepalanya ketika berpapasan dengan orang lain. Matanya menjelahi setiap kesibukan di sana, lantas senyum tipis terbit di wajahnya yang terlihat berseri pagi ini. Resmi sudah Flora diterima sebagai sekretaris di Gane Brown Corporation. Sebulan lebih dia mencari cara untuk masuk ke perusahaan ini, bahkan sempat berniat untuk melamar sebagai petugas kebersihan. Namun akhirnya kesempatan emas itu datang, posisi untuk sekretaris CEO kosong. Hanya karena Flora memiliki pengalaman sebagai sekretaris eksekutif di perusahaan lamanya, tidak lantas membuatnya langsung diterima. Ada serangkaian tes yang terasa amat panjang, Flora harus bersaing dengan ribuan pelamar. Keinginan balas dendam yang membara, membuat Flora berhasil memunc

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-21
  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 7| TAKDIR MENCOBA BERDAMAI

    “Bagaimana, Flo? Kamu suka pekerjaan baru kamu?”Gerakan tangan Flora yang hendak menuangkan air putih ke gelas sedikit tersendat karena pertanyaan Sakha. Bayangan tentang pekerjaannya hari ini kembali hinggap di pikirannya, membawanya kembali mengumpat dalam hati kepada Abraham yang telah membuat peraturan konyol tidak berperikemanusiaan itu. Tidak ada yang menarik di perusahaan selain fasilitas mewah dan tentu saja raut pucat Luna ketika Flora sengaja mempermainkannya.“Suka sekali, Mas. Aku menemukan kesenangan baru di sana.” Tidak ada gunanya bagi Flora untuk berkata jujur. Susah payah dia mendapatkan izin dari Sakha untuk kembali bekerja setelah hampir tiga tahun mengabdikan diri sebagai ibu rumah tangga secara penuh.“Syukurlah ....” Air muka Sakha tampak sedikit berubah ketika meraih cangkir kopinya. Dia mencuri pandang Flora beberapa kali sebelum bertanya dengan suara sedikit serak, “CEO di sana ... bagaimana? Apa dia memang sehebat yang dibicarakan orang-orang?”Sejenak, Flor

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-28
  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 8| BOS KERABAT IBLIS

    “Hentikan helaan napasmu itu, Flora. Kamu menganggu makan siang saya.”Suara yang lebih terdengar seperti menghardik itu membuat Flora melipat bibirnya seketika. Ia diam-diam melirik sinis Abraham yang tengah menikmati steiknya. Ah, lihat itu. Setelah mempermalukannya, bisa-bisanya Abraham makan dengan damai, sementara Flora harus merasa khawatir tentang masa depannya.Bertepatan dengan pelayan yang selesai menyajikan dessert, Flora meletakkan sendoknya. Bulat sudah tekadnya untuk meminta pertanggungjawaban Abraham. Dia sudah terlanjur terjerembab ke kubangan lumpur, maka Flora memutuskan sekalian mandi di sana.“Maaf jika saya lancang mengatakan ini, Pak. Tapi untuk selanjutnya, mohon sekali Bapak memberikan instruksi yang jelas dan lengkap sehingga kejadian seperti hari ini tidak terjadi di masa depan.” Flora mencoba menekan kekesalan yang sudah mengendap di hatinya sejak hari pertama menjadi sekretaris Abraham, sehingga suaranya menjadi sedikit bergetar. Kalau menuruti kata hatinya

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29
  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 9| SEMBILU PESTA PERNIKAHAN

    Akhir pekan. Terasa seperti surga bagi Flora setelah hari-harinya dipenuhi dengan omelan dan tingkah semena-mena Abraham. Malam ini, keriuhan memenuhi telinga Flora, banyak orang berpakaian formal hilir-mudik, musik romantis mengalun sejak acara dimulai. Sembari memeluk lengan suaminya, Flora banyak tertawa, mengobrol ringan dengan kenalan. Mereka kini tengah menghadiri pesta pernikahan sahabat baik Sakha, bergabung dengan para tamu undangan. “Akhir-akhir ini Flora tampak cantik sekali, bukan? Badannya semakin bagus. Kamu melakukan diet, Flo?” Salah satu teman Sakha, Arina, bertanya ringan. Flora membalasnya dengan tawa kecil yang sedikit hambar. Ya, berat badannya memang sedikit turun, namun bukan karena melakukan diet, olahraga, atau semacamnya. Pengkhianatan, kehilangan, dendam kesumat, membuatnya kehilangan selera untuk menyantap makanan. Ditambah seminggu terakhir, menjadi sekretaris Abraham benar-benar menguras tenaganya dan pikirannya penuh dengan segala hal yang membuat stres

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-03

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 35| PENGHAKIMAN DALAM SENYAP

    “Untuk makan siang.” Flora meletakkan paper bag di meja Abraham. “Sama seperti Bapak, saya juga tidak suka berutang budi.”Abraham mengalihkan pandangan dari layar komputer, melirik paper bag. “Ini bukan rendang varian depresi, kan? Saya sedang tidak berminat memakan sesuatu yang dibumbui keputusasaan.”Flora membalasnya dengan cibiran tanpa suara. “Tahu tidak, demi memasak ini saya bangun pagi-pagi buta sekali, tidur hanya beberapa jam saja. Dan setelah ini harus mengerjakan tugas yang seperti tumpukan dosa itu. Setidaknya beri saya ucapan terima kasih.”Salah satu alis Abraham terangkat, menilai penampilan Flora. “Tapi kamu tidak terlihat seperti orang yang kurang tidur.”Oh, tentu saja Abraham tidak akan menemukan kesuraman di wajah Flora. Pesta besar baru saja ia gelar dengan meriah, mana mungkin ia akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk murung dan meratapi nasib.“Yah, tidak ada gunanya juga bertingkah menyedihkan. Saya tidak ingin menjadi pecundang yang pantas dikasihani.” Flo

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 34| PERMAINAN DALAM SAMBUNGAN TELEPON

    Mobil sedan hitam Abraham merapat taman depan rumah Flora. Sunyi mengungkung sekitar, hanya derik samar serangga dari kejauhan yang terdengar. Lampu penerangan di jalan setapak yang membelah taman sudah menyala, tanda Sakha sudah pulang. Tanpa sadar Flora mendengus masam, sejujurnya ia sedang tidak ingin berhadapan dengan wajah memuakkan pria itu.“Jangan lakukan hal bodoh. Kalau tiba-tiba kamu ingin sekali memukul kepalanya, bergegas pergi ke ruangan lain dan tenangkan diri kamu.”Wejangan dari Abraham itu akhirnya membuat Flora tertawa, sebagian kekesalannya mulai mencair. “Tenang saja, malam ini saya menjadi anak baik. Mereka tidak boleh mati semudah itu.” Ia mengerlingkan matanya. “Mau masuk dulu? Saya cukup pandai membuat teh yang enak.”“Sudah cukup ‘karma’ yang harus saya terima hari ini. Terlalu lama bersama kamu akan membuat saya ikut tidak waras.” Abraham menyugar singkat rambutnya. “Masuklah. Istirahat dengan baik.”Flora menarik napas panjang, mengangguk. “Terima kasih unt

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 33| MENARI SEPERTI IBLIS

    Dingin yang disalurkan lantai butik terasa lebih menggigit, keheningan pekat menyelimuti Abraham dan Flora yang masih bersembunyi di balik punggung sofa. Suara Sakha sudah tidak lagi terdengar, sepertinya dia sudah selesai memilih sepatu dan sekarang sedang menuju kasir.Sudut mata Abraham menangkap seorang pegawai yang tampak terkejut melihat mereka duduk di lantai, hendak berjalan mendekat. Namun, baru selangkah, tangan Abraham terangkat untuk menghentikannya. Pegawai itu sedikit membungkuk, sebelum menjauh dari sana.Flora masih menunduk muram, bergeming seolah satu-satunya hal yang paling menarik baginya hanya lantai marmer butik. Abraham memandangnya lama, bertahan tidak bersuara. Sejujurnya, ia tidak pandai menghibur orang lain. Abraham selalu merasa canggung tiap kali mencoba berinteraksi layaknya orang awam, ia kurang mengerti caranya.“Mereka sudah kembali bersama rupanya ....”Gumaman Flora membuat Abraham mengerjap beberapa kali. Ia baru ingin mengajak Flora pergi dari sana

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 32| HARI DI MANA DIA TAHU

    “Apa ini semacam Ibu Peri dan Cinderella?” Sebelum masuk ke ruang ganti, Flora menoleh ke arah Abraham yang berdiri bersedekap dengan tampang tanpa minat.“Kamu mulai melantur.” Abraham menjawab dengan nada tak acuh.Flora berdecak masam. “Pasti di mata Bapak saya terlihat seperti upik abu kumal yang perlu sihir modern agar layak dilihat. Saya juga punya baju bagus di rumah, tidak perlu buang-buang uang seperti ini.”Mereka sedang ada di butik—tempat yang sama seperti saat Flora bereksperimen dengan melakukan kombinasi aneh terhadap pakaian Abraham, bahkan pegawai yang melayani mereka juga masih sama. Awalnya Flora berpikir ini semacam pembalasan dendam, namun dress yang diberikan padanya sekarang tampak sangat menawan.“Anggap saja sebagai investasi untuk setidaknya tiga tahun ke depan. Setiap kali saya butuh bantuan kamu lagi, pakai itu saja. Kamu mendapat baju baru, saya juga mendapat keuntungan karena jasa kamu. Kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.”Mulut Flora terbuka sepa

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 31| SKOR KEMENANGAN

    “Kairo?”Dahi Flora mengernyit dalam saat melihat nama ‘Kairo’ yang tercantum sebagai nama pengirim paket yang baru ia terima. Ia meletakkan kardus kecil itu di meja, lalu mulai membukanya.Kebingungan Flora semakin menjadi-jadi saat menemukan sebuah sendok bayi berwarna biru di dalam plastik penyimpanan barang bukti seperti yang sering polisi gunakan. Oh, dan ada secarik kertas di dalam kardus itu. Isinya singkat saja: Lakukan tes DNA dengan ini.“Sendok bayi? Tes DNA? Tes DNA dengan siapa? Apa-apaan dia—oh ....”Mendadak, Flora membeku, jantungnya terasa berhenti berdetak untuk sesaat. Jangan bilang sendok bayi ini milik ... putra Luna.Jantung Flora berdentam keras. Ia tahu apa yang Kairo inginkan. Pria itu menyuruh Flora melakukan tes DNA putra Luna dengan Sakha.Bagaimana bisa Kairo mendapatkan sendok ini? Lalu, bukankah sudah jelas jika Sakha adalah ayah biologis anak Luna? Tidak mungkin Sakha mau mengurus anak orang lain dan terlihat sangat tulus jika anak itu bukan darah dagin

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 30| SUARA PENGANTAR TIDUR

    Luna menatap alamat di buku catatannya dan bangunan di depannya secara bergantian, memastikan ia tidak salah. Ia kemudian menengadah untuk menatap hamparan langit malam tanpa bintang, mencoba menguatkan tekad. Mengembuskan napas sekali, ia akhirnya melangkah menuju pintu, menekan bel.Jantungnya berpacu selagi menunggu seseorang dari dalam sana membukakan pintu. Untuk mengalihkan kegugupan, ia merapikan penampilan sembari tarik-buang napas berkali-kali.Derak halus pintu yang perlahan terbuka membuat kegugupan menyerang dua kali lebih cepat. Ia menahan napas demi menemukan seseorang dari balik pintu yang mengenakan pakaian santai—celana panjang dan kaus lengan pendek.“Se-selamat malam, Tuan Kairo.” Luna sudah mencoba mengendalikan suaranya, namun ia masih tetap terbata.Kairo mengernyit, menelengkan kepalanya. “Ya?”“Ah, maaf mengganggu malam-malam.” Luna berdeham, mengambil napas. Tidak ada yang perlu ditakutkan, ia sudah berlatih. “Saya berencana membuat paspor. Mengenai foto, saya

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 29| KESIMPULAN DI MEJA MAKAN

    Sebenarnya situasi macam apa ini? Flora mengitarkan pandangan pada orang-orang yang mengelilingi meja. Kairo, Abraham, dan Luna. Lalu ia mendesah samar menyadari keabsurdan yang sedang terhampar di depannya. Kairo, yang telah membangkitkan iblis dalam dirinya. Abraham, yang menjadi penentu keberhasilan balas dendamnya. Dan Luna, yang meluluhlantakkan dunianya sekaligus menjadi target balas dendam. Ketiga orang itu sedang berada di meja yang sama, duduk melingkari meja dengan Flora yang menjadi bagian dari mereka. Bahkan dalam mimpi terliarnya sekalipun, hal semacam ini tidak pernah tergambar. “Flo? Flo ....” Panggilan dari Luna itu membuat lamunan Flora buyar. Ia menoleh ke arah kirinya. “Ya?” “Kenapa tidak langsung dimakan? Nanti pastanya keburu dingin.” “Ah, ya ....” Tiba-tiba Flora merasa kikuk, melirik Kairo yang duduk di sebelah kanannya. Pria itu tampak santai menyesap air putihnya. “Oh, ratatouille? Restoran ini menyediakan makanan seperti ini juga, ya? Pak Abra sering ma

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 28| FLORA, KAIRO, DAN ABRAHAM

    Kemarin Flora tidak terlalu menyadari, namun saat jam makan siang ini semuanya jadi terlihat gamblang. Setiap Luna lewat, beberapa karyawan akan meliriknya dengan tatapan yang ... entahlah, Flora merasa orang-orang itu sedang melakukan penghakiman kecil. Bisik-bisik yang jelas sedang menggosipkan juga menyusul, Flora menghabiskan setiap langkah menuju kantin perusahaan sambil menilai situasi.Rupanya kabar Luna sebagai pelaku perundungan ketika SMA itu sudah menjadi rahasia umum.“Perutku sedang tidak enak, rasa-rasanya aku tidak bisa makan nasi.”Ucapan yang datang dari arah kanannya membuat Flora mengejap, memutus atensi pada desas-desus bervolume rendah di sekitar mereka. Ia menoleh ke arah Luna yang berjalan di sampingnya. “Mau aku belikan bubur kalau begitu? Kamu bisa menunggu di kantin, aku akan keluar sebentar.”Luna menggeleng. “Tidak perlu. Aku baik-baik saja, hanya perlu memaksakan diri sedikit.”Flora memasang wajah prihatin. “Jangan begini. Ayo kita periksa ke dokter lagi.

  • Pembalasan Dendam Istri Lugu   BAB 27| GULAI AYAM SANG PENYELAMAT

    Hangat dan nyaman. Ketika terjaga dari mimpi yang terasa panjang itu, tubuh Flora terasa ringan. Kelopak matanya perlahan terbuka, mendapati selimut tebal yang membungkus sekujur tubuhnya, dan tempat tidur empuk yang membuat punggungnya luar biasa nyaman.Butuh dua detik bagi Flora untuk menyadari jika ia tertidur di kamar tamu Abraham—tunggu. Flora bergegas memutar ingatan. Terakhir, ia hanya ingat menangis dengan Abraham yang duduk di sampingnya, lalu ... lalu—sial, sepertinya Flora ketiduran di sana. Terlalu banyak menangis, tubuh lelah, dan merasa beban tekanan antara harus melanjutkan balas dendam atau berhenti itu lenyap. Lengkap sudah. Ia ketiduran dengan perasaan lega.Oh, apa itu artinya ... Abraham yang membawanya kemari? Abraham yang itu? Wah, cukup mengerikan kalau dibayangkan.Flora terlonjak saat melihat terik yang menerobos lewat tirai yang tidak tertutup sempurna, matahari sudah cukup tinggi. Ia melompat dari selimut, bergegas keluar dari kamar. Flora sedikit tersentak

DMCA.com Protection Status