Deadline menikah diberikan orangtuanya saat sang adik telah lebih dulu dilamar seorang pria. Kinar yang telah menutup hati karena sering tersakiti oleh cinta masa lalunya, nasib mempertemukannya dengan Galang. Perkenalan singkat membawa hubungan Kinar dan Galang ke jenjang pernikahan. Bagaimana keduanya menjalani biduk rumah tangga akibat deadline menikah dan perkenalan singkat tersebut?
Lihat lebih banyak"Kinar! Pokoknya, Ibu gak mau tau! Kamu harus cepetan cari jodoh. Adikmu itu udah dilamar, Kinar ...!" ujar Widya begitu memasuki kamar anak gadisnya. Wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu baru saja menerima calon besan dari adiknya Kinar.
"Kenapa, Ibu jadi sewot gini, sih, Bu? Lah, biarin aja Dayu menikah duluan, orang dia udah dapet jodoh, kok," sahut Kinar yang merasa kesal karena ibunya terus saja mengintimidasi dirinya.
"Gak begitu, Kinar! Pamali kalau kamu sampe dilangkahi sama adikmu. Apalagi, Ibu, tuh, ya ... pusing dengerin tetangga yang bilang kamu perawan tak laku-laku," jelas sang ibu membuat Kinar diam-diam semakin kesal.
"Ibu gak usah gubris omongan orang, Bu. Nanti kalau waktunya udah tepat, pasti Kinar juga dapat jodoh, Bu. Ibu, tenang aja, deh!"
"Pokoknya Ibu pengen kudu kamu yang duluan nikah. Jangan sampe kamu dilangkahi adikmu, Kinar!" pekik ibunya lagi. Sesaat kemudian Widya keluar dari kamar Kinar dengan wajah bersungut-sungut.
Kinar merebahkan badan di ranjang, meringkuk. Diam-diam dirinya juga merasa kesal. Ocehan tetangga yang menganggapnya perawan tak laku hingga kerisauan hati sang ibu, membuatnya jengah.
Sementara di ruang tamu, suara berisik terdengar hingga ke telinga Kinar. Ia lantas bangun dari rebahan untuk mengintip siapa yang datang ke rumahnya.
"Bukannya calon besan Ibu tadi udah pulang, ya? Siapa lagi, sih yang datang, berisik amat?" gumam Kinar dalam batin sambil berdiri di bibir pintu kamarnya.
Rupanya orang yang datang ke rumah Kinar adalah sang paman dan istrinya. Kinar pun menutup pintu kamarnya sedikit, kemudian ia menguping pembicaraan sang ibu dengan paman beserta istrinya tersebut.
Sayup-sayup terdengar di telinga Kinar, jika sang paman dan istrinya akan menggelar resepsi pernikahan untuk sepupu Kinar yang bernama Kayla. Mendengar kabar tersebut, Kinar menelan ludah seakan-akan ancaman agar dirinya segera mencari jodoh bertambah saja.
"Ah, gimana dong ini? Masak iya, aku harus ngerayu-rayu cowok terus aku jadikan pacar, gitu? Oh, my God, gak gitu kali! Astaga!" sungutnya saat di dalam kamar.
Kinar mondar-mandir sambil sebelah tangannya bertolak pinggang. Jantungnya berdegup kencang, seakan-akan sebentar lagi mendapat intimidasi bertubi-tubi dari orangtuanya, terutama sang ibu. Bagaimana tidak? Sepupunya yang notabenenya usianya lebih muda dari Kinar, sebentar lagi juga akan melangsungkan pernikahan.
Kesal. Kinar menghela napas dalam kemudian menuju ranjang untuk merebahkan badan lagi di sana. Kinar ingin tidak peduli dengan semua keadaan yang menimpanya itu. Ia pun tak ingin ambil pusing, karena baginya jodoh, rezeki dan kematian sudah diatur oleh Sang Kuasa.
Ia menatap langit-langit kamar dengan tatapan nanar. Kemudian di pikirannya terlintas mitos yang selalu dipegang erat oleh keluarga besarnya, jika anak perempuan yang usianya lebih tua tidak boleh dilangkahi menikah oleh sang adik perempuan. Hal yang dipercaya itu, katanya akan membuat seorang perempuan yang dilangkahi menikah akan justru semakin dijauhkan oleh jodoh.
Kinar bergidik ngeri, batinnya menjadi bimbang. Meskipun dia belum mendapatkan jodoh, sebenarnya banyak cowok yang ingin mendekati dirinya. Namun, trauma cinta masa lalu membuat Kinar lebih menutup hati untuk saat ini. Ia belum sepenuhnya bisa melupakan mantan kekasihnya.
Setelah beberapa lamanya berada di kamar dan pamannya telah pulang, Kinar lantas keluar kamar menuju ruang keluarga. Di sana terdengar obrolan antara orangtuanya dan sang adik. Sebenarnya, Kinar enggan berkumpul akhir-akhir ini karena selalu didesak untuk segera menikah. Namun, tidak mungkin juga ia terus menghindar dalam satu rumah. Mau tak mau, Kinar harus menjaga kewarasan untuk tetap tenang.
"Kinar! Dayu! Besok malam, siap-siap ikut Bapak sama Ibu ke acara pertunangan anaknya teman Bapak. Kita semua diundang ke sana!" Ridwan saat berada di ruang keluarga.
Batin Kinar seketika ciut mendengar ajakan ayahnya itu. Berbeda sekali dengan wajah Dayu yang begitu semringah, seakan-akan antusias sekali untuk menghadiri acara tersebut.
"Acaranya di rumah atau di gedung, sih, Pak?" tanya Dayu kemudian.
"Coba, liat di undangan, deh! Denger-denger, sih, di rumahnya. Tapi, nanti pas resepsi pernikahan baru di gedung," balas sang ayah membuat Kinar semakin tak nyaman berada di ruang keluarga.
Kinar beringsut meninggalkan ruang keluarga. Namun, gelagat tak nyamannya diketahui sang ibu yang segera membuntuti langkahnya menuju kamar.
"Tuh, Nar! Anaknya Pak Dibyo, terus sepupumu sendiri juga udah mau nikah. Kamu kapan?"
Kinar menoleh ke arah sang ibu begitu tiba di kamar. Widya yang berdiri di bibir pintu tampak menatap sang anak dengan geram. Batin ibu mana yang tidak risau melihat anak sulungnya tak kunjung mendapatkan jodoh di saat usianya telah wajar untuk menikah?
"Biarin aja, Ibu! Ibu tenang saja, kalau perlu bantu doain Kinar biar cepat dapat jodoh yang baik, ganteng, setia dan kaya. Itu yang Kinar cari, Bu. Kalo harus sembarangan, sih, banyak, Bu!" balas Kinar semakin menaikkan volume suaranya karena merasa kesal.
"Ibu juga berdoa tiap saat, Nar. Tapi, Ibu itu risih kalau ditanya-tanya tetangga, kok gak Kinar duluan yang nikah!" ujar sang ibu dengan tatapan merajuk.
"Coba Ibu pikirkan! Ibu gak mau, kan, anak kesayangan Ibu ini mendapat suami sembarangan? Ibu, gak mau, kan? Makanya, Kinar minta, Ibu tenang," sahut Kinar sembari merangkul lengan sang ibu.
"Ya udah. Besok malam siap-siap ikut Bapak sama Ibu. Dandan yang cantik, siapa tau anak Ibu ini dapat arjuna di sana, nanti!" ujar sang ibu sembari tersenyum. Sesaat kemudian wanita paruh baya itu keluar dari kamar Kinar, kembali menuju ruang keluarga.
Kinar menggeleng pelan saat menatap punggung ibunya berlalu. Setidaknya, ia merasa sedikit lega telah berusaha memberikan pengertian pada ibunya. Ia lantas membaringkan badan di ranjang karena lelah fisik dan pikiran.
Pikiran Kinar mengembara ke masa lalunya saat menjalin hubungan dengan Haykal. Cintanya dikhianati saat baru mekar-mekarnya. Alasannya hanya karena saat itu, ia harus melanjutkan kuliah di Bandung. Jarak antara Jakarta dan Bandung nyatanya memutus hubungannya dengan Haykal. Namun, dalam batin Kinar saat itu, bukan jarak penyebabnya. Melainkan Haykal terpikat hati pada adik kelas Kinar saat masih SMP.
Trauma cinta itu yang menyebabkan Kinar malas membuka pintu hatinya. Ada ketakutan jika akan terjadi hal yang sama menerpanya. Putus cinta saat telah merasakan nyaman dan sayang itu rasanya begitu menyakitkan. Kinar tidak ingin itu terjadi.
***
Malam pertunangan anak rekan kerja ayahnya berlangsung meriah. Namun, batin Kinar tidak merasakan euforia dalam acara tersebut. Dia justru merasakan sepi yang menggerogoti batinnya.
"Mbak Kinar ada salam dari Mas yang berkemeja marun di sana itu, Mbak!" ujar Marisa, anak Pak Dibyo saat menghampiri Kinar mengajak bersalaman.
Kinar mengarahkan pandangannya mengikuti arah telunjuk Marisa. Seorang laki-laki tampan sedang duduk mengobrol dengan tunangan Marisa begitu acara berakhir.
"Terima kasih, Mbak Marisa. Salamnya sudah saya terima, ya. Tolong sampaikan salam saya kembali kepada dia," sahut Kinar kemudian di sela-sela musik yang mengalun indah di ruangan itu.
"Mbak Kinar, gak pengen tau nama dia?" tanya Marisa sambil tersenyum.
"Oh iya, lupa. Siapa namanya?"
"Mas Galang namanya, Mbak."
Kinar lantas tersenyum padahal dalam batinnya kesal. Lagi-lagi ia merasa minder jika ada laki-laki yang berusaha mendekat, meskipun itu hanya sekedar memberikan salam.
"Oh ya, Mbak Kinar, terima kasih udah datang. Jangan lupa saat resepsi nanti juga datang, ya," ucap Marisa kemudian. "Moga-moga Mbak Kinar berjodoh dengan Mas Galang. Dia tadi sepertinya naksir pada pandangan pertama, lho, Mbak," imbuh Marisa berbisik di telinga Kinar.
Kinar menatap Marisa dengan kedua alis berkerut hampir saja saling menempel. Ia kemudian mengedarkan pandangan mengarah pada laki-laki yang dimaksud.
"Ganteng. Boleh juga deh, kayaknya?" gumam Kinar masih menatap dari kejauhan laki-laki bernama Galang itu.
Kinar tak menjawab sepatah kata pun, ketika sang bapak memberikan pilihan agar berpisah dari Galang. Terbesit di pikiran Kinar, ketakutan jika melahirkan tanpa suami serta menjanda di usia muda. Meskipun kedua orangtuanya itu memberikan jaminan untuk mengasuh buah hati yang dilahirkan Kinar, kelak.Hampir tiap hari buliran bening selalu menghiasi wajah Kinar. Bayang-bayang hidup tanpa suami dan cemoohan orang tentang figur seorang janda, datang silih berganti di kepalanya.Kinar menghela napas dalam, kemudian meraih air putih di gelas dan meneguknya tanpa sisa. Kemudian merebahkan tubuh lagi menghadap dinding kamar. Hampir tiap malam, ia sulit memejamkan mata. Sejak Galang selalu datang menjemput paksa dalam keadaan mabuk dan mengendarai motor yang knalpotnya bersuara cempreng memekakkan telinga, Kinar merasa trauma.Hening. Hanya suara gesekan dedaunan yang tertiup angin terdengar risau. Jam di dinding menunjukkan malam semakin merangkak naik. Kinar bangkit dari kasur dan melangkah k
Galang kemudian mendekat, lantas memeluk Kinar dengan erat sembari mengucap maaf berkali-kali.Mendengar itu, Kinar lantas merasa tersentuh dan berusaha memaafkan, meskipun itu hanya terucap dalam batinnya. Galang melepaskan pelukan, kemudian masih saja tak bergeser ke mana-mana sambil duduk meringkuk.Perlahan Kinar menarik lengan Galang dan mengajaknya tidur di kasur. Laki-laki itupun menurut saja dan segera membaringkan tubuh di samping Kinar.Keduanya lantas terlelap dengan posisi lengan Galang melingkar di pinggang Kinar hingga pagi.***Kinar berusaha membangunkan suaminya dengan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap tebal."Mas, bangun! Aku sudah bikinkan kopi buat kamu," ujar Kinar sembari menepuk pelan lengan Galang.Galang mengucek kemudian memicingkan mata ke arah Kinar. Sejurus kemudian, ia juga mengulas senyum."Makasih, ya, Sayang ...," ucap Galang dengan lembut membuat batin Kinar meleleh seketika.Kinar membalas dengan senyuman, sembari mengalunkan doa dalam hati,
Kinar ikut-ikutan menonton dan kelakuan pemeran antagonis di tayangan yang ditontonnya mirip sekali dengan kelakuan sang suami."Andai saja, Ibu tahu Mas Galang seperti itu, bagaimana lagi sikap Ibu, ya?" Kinar bertanya-tanya dalam batin. Ia lantas mengangkat sebelah tangan, memijit bagian pelipisnya yang menegang.Pandangan Kinar kabur, hingga layar televisi terlihat tak jelas. Lamunannya mengembara, mengenang betapa bencinya ia saat itu pada Galang. Anehnya, selang beberapa kali laki-laki itu datang ke rumahnya, bayangan Galang selalu hadir di pelupuk mata Kinar. Lambat laun ia merindukan laki-laki itu, seolah-olah tiap waktu Kinar ingin menatap wajah Galang."Coba kalau Galang kayak laki-laki di tipi itu, Nar, udah Ibu tampar-tampar mukanya. Masak istri sebaik itu, kok, disakiti mulu? Hei, Nar! Walah, malah ngelamun!" seru Widya sembari menyentuh lengan Kinar. Seketika Kinar tersentak dan lamunannya buyar begitu saja."Em ... iya. Apa, Bu?" jawab Kinar terbata, karena tak mendengar
"Kinar ...?" sapa Widya yang tersentak kaget melihat Kinar berdiri di depan pintu. Sesaat, keheningan tercipta, kemudian Kinar dan sang ibu sama-sama mengulas senyum."Tumben, Ibu baru buka pintu?" tanya Kinar sembari menggandeng lengan dan bergelayut manja di pundak ibunya itu, saat memasuki rumah.Meskipun Widya telah melihat guratan jejak kesedihan di mata Kinar, wanita paruh baya itu sama sekali belum bertanya."Aku mau tiduran dulu di kamar ya, Bu. Kangen, udah lama," pamit Kinar begitu tiba di ruang keluarga.Widya menatap wajah Kinar dan mengangguk, lantas mengelus lengan anaknya itu dengan lembut. Seolah-olah wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu, merasakan ada sesuatu yang terjadi dengan Kinar.Kinar lantas melangkah menuju kamar, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan berukuran 3×4 meter itu. Kinar tak luput membuka jendela dan kain gorden bermotif kupu-kupu warna-warni. Sejenak ia menghirup udara dari luar kamar, kemudian merebahkan badan di kasur sembari men
Malam beranjak naik, Kinar dan Galang terbaring di kasur saling berhadapan. Kinar berancang-ancang untuk mengeluarkan amunisi pertanyaan yang telah memenuhi rongga dadanya."Kenapa melototin aku kayak gini, Nar?" tanya Galang tanpa merasa bersalah sedikit pun terhadap Kinar."Banyak yang ingin kutanyakan sejak tadi. Tolong jawab yang jujur, jangan ada kebohongan lagi. Aku udah muak selama ini, Mas!" cetus Kinar tanpa basa-basi.Galang tampak mengernyitkan dahi, seolah-olah heran dengan sikap istrinya. Bagaimana tidak heran? Kinar yang selama ini dikenalnya begitu pendiam dan penurut, kini tiba-tiba mengeluarkan tanduk. Tampak marah dan berani melawan."Apa yang pengen kamu tanyakan sama aku, Nar? Apa?!" bentak Galang yang merasa terintimidasi.Plak!Satu tamparan dari Kinar melayang ke sebelah pipi Galang saat keduanya telah sama-sama duduk tegak saling berhadapan. Kinar lantas memutar badan menghadap dinding. Hati istri mana yang tidak terguncang hebat, mendengar sang suami pergi ber
Kinar lantas melirik ke arah satu buku tulis usang milik Galang. Satu-satunya harapan yang masih tertinggal untuk menemukan uang miliknya yang disimpannya beberapa hari yang lalu itu.Halaman pertama dan seterusnya, kosong tak ada tulisan, pun tak ada lembaran uang terselip di sana. Masih penasaran, tangan Kinar sigap membuka lembar selanjutnya. Ia tercengang, ada sejumlah nama wanita yang tertulis di lembaran buku tersebut. Dan nama Kinar Mayangsari ada di urutan nomor 34."Apa maksudnya?" gumam Kinar sambil menatap deretan nama tersebut. "Ada nama Mbak Astuti juga?" lanjutnya.Dari sekian nama wanita tersebut, Kinar hanya mengenal nama Astuti sebagai mantan istrinya Galang, serta Lisa dan Siti sebagai mantan pacar yang pernah diceritakan suaminya tersebut. Sedangkan selain ketiga nama tersebut, Kinar sungguh-sungguh tak mengenalnya.Kinar yang syok dan bertanya-tanya itu, lantas duduk di sisi kasur sembari memegang buku tulis usang itu."Kenapa, sebagian diberi tanda centang, begini
"Dari mana, Nar?" tanya Galang sambil mengunyah makanan, hingga seperti terdengar orang bergumam."Dipanggil Bude depan rumah, tuh!" sahut Kinar kemudian."Pasti, dia cerita tentang aku, ya, Nar?" selidik Galang."Ngapain cerita tentang kamu, Mas? Toh, aku sendiri udah mulai tau siapa, Mas, kok!" sergah Kinar."Gak percaya! Gak mungkin dia gak cerita, mulutnya itu suka nyinyir," sanggah Galang sembari beranjak dari duduk, kemudian melangkah menuju dapur.Kinar melangkah ke kamar, membaringkan tubuhnya sejenak. Seketika terlintas di pikirannya wajah sang ibu, membuat getaran rindu datang menyergap batinnya.Hampir dua bulan Kinar tidak bertemu dengan orangtuanya sendiri, membuat batinnya makin tersiksa. Wajah-wajah keluarganya seolah-olah di pelupuk matanya sedang melambaikan tangan, memanggil Kinar.Ia lantas mengelus pelan perutnya sembari mulutnya komat-kamit berdoa. Kinar menangis, tetesan air matanya tak terasa membasahi bantal. Batinnya ingin sekali mengajak Galang, mengunjungi b
Setelah bersusah payah memasak di dapur akhirnya Kinar benar-benar lega karena masakannya matang juga. Meskipun, ia merasakan matanya berair menahan asap kayu bakar yang menguar.Dia yang terbiasa dengan peralatan modern di rumahnya, dihadapkan pada situasi yang benar-benar berbeda. Kinar ingin sekali mengeluh, akan tetapi dirinya merasa malu karena telah menjadi konsekwensinya menikah dengan Galang yang keadaannya serba kekurangan."Sabar, Kinar! Sabar!" gumam Kinar dalam batin sambil tangannya mengusap dada.Kinar terpaku seakan-akan menajamkan indera pendengarannya. Dengkuran keras dari dalam kamar terdengar hingga ke dapur. Lelaki yang disebutnya suami itu rupanya telah tertidur pulas.***Wajah Kinar tampak segar usai mandi. Ia lantas termenung sendirian di ruang tamu. Maklum, jarak antara rumah tetangga atau pun saudara iparnya lumayan jauh, terpisah oleh kebun-kebun yang lumayan luas.Sang ibu mertua beraktivitas di sawah miliknya. Meskipun lanjut usia, ibu mertuanya itupun m
Kinar menahan geram selama dalam perjalanan pulang. Namun, ia telah mempersiapkan amunisi untuk menyerang suaminya. Dadanya serasa ingin meledak, menyadari sikap Galang yang nyatanya jauh di luar perkiraannya.Dia memilih terdiam di teras untuk melepas lelah, ketimbang menyusul suaminya masuk rumah begitu turun dari kendaraan. Kinar duduk menyandarkan punggung sambil melipat lengan di depan dada.Tak berselang lama, Galang muncul dari dalam rumah. Rupanya, laki-laki itu telah berganti baju dengan mengenakan kaus bergambar tengkorak dan bawahan celana pendek yang sengaja dirobek, khas anak muda. Kinar menatap heran sambil menggeleng pelan."Cepet dikembalikan motor orang, Mas!" seru Kinar dengan menatap jengah. Bola matanya naik turun memerhatikan gelagat suaminya itu."Biarin! Mau aku bawa dulu. Aku mau cari angin!" tukas Galang."Brengsek! Dia malah mau pergi? Aku, kan, mau tanya sejak tadi. Oalah, Setan!" Batin Kinar mengumpat kesal."Oh ya, Mas, mana uang yang dikasih Bapak buat be
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen