Galang kemudian mendekat, lantas memeluk Kinar dengan erat sembari mengucap maaf berkali-kali.Mendengar itu, Kinar lantas merasa tersentuh dan berusaha memaafkan, meskipun itu hanya terucap dalam batinnya. Galang melepaskan pelukan, kemudian masih saja tak bergeser ke mana-mana sambil duduk meringkuk.Perlahan Kinar menarik lengan Galang dan mengajaknya tidur di kasur. Laki-laki itupun menurut saja dan segera membaringkan tubuh di samping Kinar.Keduanya lantas terlelap dengan posisi lengan Galang melingkar di pinggang Kinar hingga pagi.***Kinar berusaha membangunkan suaminya dengan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap tebal."Mas, bangun! Aku sudah bikinkan kopi buat kamu," ujar Kinar sembari menepuk pelan lengan Galang.Galang mengucek kemudian memicingkan mata ke arah Kinar. Sejurus kemudian, ia juga mengulas senyum."Makasih, ya, Sayang ...," ucap Galang dengan lembut membuat batin Kinar meleleh seketika.Kinar membalas dengan senyuman, sembari mengalunkan doa dalam hati,
Kinar tak menjawab sepatah kata pun, ketika sang bapak memberikan pilihan agar berpisah dari Galang. Terbesit di pikiran Kinar, ketakutan jika melahirkan tanpa suami serta menjanda di usia muda. Meskipun kedua orangtuanya itu memberikan jaminan untuk mengasuh buah hati yang dilahirkan Kinar, kelak.Hampir tiap hari buliran bening selalu menghiasi wajah Kinar. Bayang-bayang hidup tanpa suami dan cemoohan orang tentang figur seorang janda, datang silih berganti di kepalanya.Kinar menghela napas dalam, kemudian meraih air putih di gelas dan meneguknya tanpa sisa. Kemudian merebahkan tubuh lagi menghadap dinding kamar. Hampir tiap malam, ia sulit memejamkan mata. Sejak Galang selalu datang menjemput paksa dalam keadaan mabuk dan mengendarai motor yang knalpotnya bersuara cempreng memekakkan telinga, Kinar merasa trauma.Hening. Hanya suara gesekan dedaunan yang tertiup angin terdengar risau. Jam di dinding menunjukkan malam semakin merangkak naik. Kinar bangkit dari kasur dan melangkah k
"Kinar! Pokoknya, Ibu gak mau tau! Kamu harus cepetan cari jodoh. Adikmu itu udah dilamar, Kinar ...!" ujar Widya begitu memasuki kamar anak gadisnya. Wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu baru saja menerima calon besan dari adiknya Kinar."Kenapa, Ibu jadi sewot gini, sih, Bu? Lah, biarin aja Dayu menikah duluan, orang dia udah dapet jodoh, kok," sahut Kinar yang merasa kesal karena ibunya terus saja mengintimidasi dirinya."Gak begitu, Kinar! Pamali kalau kamu sampe dilangkahi sama adikmu. Apalagi, Ibu, tuh, ya ... pusing dengerin tetangga yang bilang kamu perawan tak laku-laku," jelas sang ibu membuat Kinar diam-diam semakin kesal."Ibu gak usah gubris omongan orang, Bu. Nanti kalau waktunya udah tepat, pasti Kinar juga dapat jodoh, Bu. Ibu, tenang aja, deh!""Pokoknya Ibu pengen kudu kamu yang duluan nikah. Jangan sampe kamu dilangkahi adikmu, Kinar!" pekik ibunya lagi. Sesaat kemudian Widya keluar dari kamar Kinar dengan wajah bersungut-sungut.Kinar merebahkan badan di
Sejak mendapat salam dari laki-laki bernama Galang, Kinar memang suka senyum-senyum sendiri. Namun, bukan berarti dia telah merasakan jatuh cinta. Lebih tepatnya ia hanya mengagumi sosok tampan itu.Jengah. Hampir tiap hari ia menghadiri acara resepsi pernikahan. Dari teman semasa sekolah, teman kerja hingga anak dari rekan kerja ayahnya. Hal itu membuat Kinar menjadi bumerang.Kinar masih berdiri di depan cermin untuk memastikan tampilannya agar terlihat sempurna. Kali ini, atasan kebaya berbahan brokat warna merah marun dipadu padankan dengan bawahan rok batik belahan samping, membalut tubuh rampingnya. Fix! Tampilan Kinar telah paripurna saat akan menghadiri resepsi pernikahan sepupunya."Ish, males sebenarnya! Mana besok mesti meeting sama Pak Ghani, lagi!" dengus Kinar kesal.Kinar lantas kembali menatap cermin, menyelipkan rambut yang ia biarkan terurai itu ke belakang telinga, agar tidak menutupi sebagian wajahnya. Sesaat kemudian melangkah ke luar kamar, menemui bapak, ibu dan
Kinar dengan cepat menemui Galang lagi yang masih berada di tepi jalan depan tempat resepsi. Laki-laki itu tersenyum menatap Kinar yang makin mendekat."Tebakanku pasti bener, kan?" "Ternyata iya, Mas. Bapakku yang tadi meminta tolong sama suaminya Kayla.""Ya udah. Sekarang kamu tunggu di sini, aku mau ambil motor dulu. Oke?""Siap."Kinar mengangguk, kemudian tersenyum menatap punggung atletis milik Galang yang terbalut kemeja lengan panjang itu. Tempat parkir yang lumayan dekat dari tempat resepsi, membuat Galang yang telah mengendarai motor dengan cepat menghampiri Kinar lagi."Ayo naik!"Kinar masih terpaku sambil salah tingkah menatap motor sport yang dikendarai Galang. Gadis itu merasa kikuk, karena kebingungan untuk naik dengan keadaan jok belakang yang menungging. Padahal Kinar mengenakan rok panjang dengan belahan samping."Gimana naiknya, ya, Mas?""Bonceng cewek aja!" seru Galang sambil tersenyum ke arah Kinar yang masih tampak bingung.Kinar lantas berusaha untuk naik di
Flashback 4 tahun yang laluHaykal membuat kesepakatan untuk tidak saling telponan atau mengirimkan pesan saat Kinar ke Bandung, dengan dalih agar gadis itu konsentrasi memilih kampus yang tepat. Selain itu, Haykal juga bilang pada Kinar agar perjumpaannya saat Kinar pulang ke Jakarta jadi lebih seru. Apalagi, perpisahan itu baru pertama kalinya dijalani keduanya. Satu bulan tidaklah lama.Cowok itu memang ada-ada saja, membuat ide seperti itu membuat Kinar semakin tergila-gila padanya. Kinar berharap begitu tiba di Jakarta, ia ingin segera bertemu dengan kekasihnya itu. Rasa rindunya telah tertumpuk selama dua puluh sembilan hari dan harus segera ditukar dengan perjumpaan yang indah.Kinar benar-benar tiba di rumahnya. Rasa lelah usai perjalanan kurang lebih enam jam lamanya tidak ia rasakan, saking inginnya segera berjumpa dengan Haykal. Setelah mandi dan mengobrol dengan sang adik, Kinar melangkah menuju teras.Dengan menggenggam segelas es jeruk, ia mengawasi dan menyapa warga kom
Hari-hari berlalu, Kinar masih pada aktivitas rutinnya bekerja. Jam dinding kantor hampir mendekatinya jam pulang. Beruntung, laporan harian telah selesai dikerjakan Kinar, dan tinggal menghadap pimpinan saja. Kinar juga menatap sang teman yang juga telah selesai membuat laporan. Jadi nanti keduanya bisa menghadap sang pimpinan secara bersamaan.Kinar beranjak dari ruangan menuju toilet untuk merapikan wajah, berdandan sebelum menuju ruangan sang pimpinan. Dengan cepat, ia pun kembali ke ruangannya lagi."Wah, udah cantik aja. Kamu ini sempat-sempatnya, mau pulang aja, dandan dulu?" celetuk Linda."Iya dong.""Tapi menurutku, Mbak Kinar tuh, gak guna dandan, kalau ada cowok yang dekat-dekat tapi malah ditolak tanpa ba-bi-bu," ujar Linda kemudian terkekeh.Kinar tak menyahut. Keduanya lantas menuju ruang pimpinan. Usai menyerahkan laporan harian tentang kinerja promosi beberapa tujuan wisata yang diadakan di kantor tour and travel tempatnya bekerja, Kinar keluar ruangan. Tentu saja ber
Dengan langkah terburu-buru Kinar melenggang menuju rumah, begitu turun dari bis. Berjalan sendirian karena Linda tidak masuk kerja. Rasa lelah dan lapar yang mendera membuat Kinar ngin segera sampai rumah. Ia begitu kelelahan di kantor karena banyak berkas proposal yang harus diperiksanya sebelum dilaporkan pada pimpinan."Oalah ... Mbak Kinar baru pulang? Ada tamu cowok di rumahnya, lho, Mbak!" seru seorang tetangga, saat Kinar sampai di depan rumah tetangga tersebut, yang berselang tiga rumah dari rumahnya. Kinar lantas menanggapinya hanya dengan tersenyum tipis. "Siapa sih?" batin Kinar sambil berjalan menuju rumah.Rasa penasaran seketika menelusup dalam dada Kinar, menggantikan rasa lapar yang menderanya.Kendaraan roda dua model sport telah terparkir di halaman rumah dan sepasang sendal juga terlihat di depan teras. "Dia lagi, dia lagi! Nyebelin banget nih orang. Mau apa sih, dia?" gerutu Kinar dalam batin karena tahu jika yang bertamu di rumahnya adalah Galang. Laki-laki ya
Kinar tak menjawab sepatah kata pun, ketika sang bapak memberikan pilihan agar berpisah dari Galang. Terbesit di pikiran Kinar, ketakutan jika melahirkan tanpa suami serta menjanda di usia muda. Meskipun kedua orangtuanya itu memberikan jaminan untuk mengasuh buah hati yang dilahirkan Kinar, kelak.Hampir tiap hari buliran bening selalu menghiasi wajah Kinar. Bayang-bayang hidup tanpa suami dan cemoohan orang tentang figur seorang janda, datang silih berganti di kepalanya.Kinar menghela napas dalam, kemudian meraih air putih di gelas dan meneguknya tanpa sisa. Kemudian merebahkan tubuh lagi menghadap dinding kamar. Hampir tiap malam, ia sulit memejamkan mata. Sejak Galang selalu datang menjemput paksa dalam keadaan mabuk dan mengendarai motor yang knalpotnya bersuara cempreng memekakkan telinga, Kinar merasa trauma.Hening. Hanya suara gesekan dedaunan yang tertiup angin terdengar risau. Jam di dinding menunjukkan malam semakin merangkak naik. Kinar bangkit dari kasur dan melangkah k
Galang kemudian mendekat, lantas memeluk Kinar dengan erat sembari mengucap maaf berkali-kali.Mendengar itu, Kinar lantas merasa tersentuh dan berusaha memaafkan, meskipun itu hanya terucap dalam batinnya. Galang melepaskan pelukan, kemudian masih saja tak bergeser ke mana-mana sambil duduk meringkuk.Perlahan Kinar menarik lengan Galang dan mengajaknya tidur di kasur. Laki-laki itupun menurut saja dan segera membaringkan tubuh di samping Kinar.Keduanya lantas terlelap dengan posisi lengan Galang melingkar di pinggang Kinar hingga pagi.***Kinar berusaha membangunkan suaminya dengan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap tebal."Mas, bangun! Aku sudah bikinkan kopi buat kamu," ujar Kinar sembari menepuk pelan lengan Galang.Galang mengucek kemudian memicingkan mata ke arah Kinar. Sejurus kemudian, ia juga mengulas senyum."Makasih, ya, Sayang ...," ucap Galang dengan lembut membuat batin Kinar meleleh seketika.Kinar membalas dengan senyuman, sembari mengalunkan doa dalam hati,
Kinar ikut-ikutan menonton dan kelakuan pemeran antagonis di tayangan yang ditontonnya mirip sekali dengan kelakuan sang suami."Andai saja, Ibu tahu Mas Galang seperti itu, bagaimana lagi sikap Ibu, ya?" Kinar bertanya-tanya dalam batin. Ia lantas mengangkat sebelah tangan, memijit bagian pelipisnya yang menegang.Pandangan Kinar kabur, hingga layar televisi terlihat tak jelas. Lamunannya mengembara, mengenang betapa bencinya ia saat itu pada Galang. Anehnya, selang beberapa kali laki-laki itu datang ke rumahnya, bayangan Galang selalu hadir di pelupuk mata Kinar. Lambat laun ia merindukan laki-laki itu, seolah-olah tiap waktu Kinar ingin menatap wajah Galang."Coba kalau Galang kayak laki-laki di tipi itu, Nar, udah Ibu tampar-tampar mukanya. Masak istri sebaik itu, kok, disakiti mulu? Hei, Nar! Walah, malah ngelamun!" seru Widya sembari menyentuh lengan Kinar. Seketika Kinar tersentak dan lamunannya buyar begitu saja."Em ... iya. Apa, Bu?" jawab Kinar terbata, karena tak mendengar
"Kinar ...?" sapa Widya yang tersentak kaget melihat Kinar berdiri di depan pintu. Sesaat, keheningan tercipta, kemudian Kinar dan sang ibu sama-sama mengulas senyum."Tumben, Ibu baru buka pintu?" tanya Kinar sembari menggandeng lengan dan bergelayut manja di pundak ibunya itu, saat memasuki rumah.Meskipun Widya telah melihat guratan jejak kesedihan di mata Kinar, wanita paruh baya itu sama sekali belum bertanya."Aku mau tiduran dulu di kamar ya, Bu. Kangen, udah lama," pamit Kinar begitu tiba di ruang keluarga.Widya menatap wajah Kinar dan mengangguk, lantas mengelus lengan anaknya itu dengan lembut. Seolah-olah wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu, merasakan ada sesuatu yang terjadi dengan Kinar.Kinar lantas melangkah menuju kamar, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan berukuran 3×4 meter itu. Kinar tak luput membuka jendela dan kain gorden bermotif kupu-kupu warna-warni. Sejenak ia menghirup udara dari luar kamar, kemudian merebahkan badan di kasur sembari men
Malam beranjak naik, Kinar dan Galang terbaring di kasur saling berhadapan. Kinar berancang-ancang untuk mengeluarkan amunisi pertanyaan yang telah memenuhi rongga dadanya."Kenapa melototin aku kayak gini, Nar?" tanya Galang tanpa merasa bersalah sedikit pun terhadap Kinar."Banyak yang ingin kutanyakan sejak tadi. Tolong jawab yang jujur, jangan ada kebohongan lagi. Aku udah muak selama ini, Mas!" cetus Kinar tanpa basa-basi.Galang tampak mengernyitkan dahi, seolah-olah heran dengan sikap istrinya. Bagaimana tidak heran? Kinar yang selama ini dikenalnya begitu pendiam dan penurut, kini tiba-tiba mengeluarkan tanduk. Tampak marah dan berani melawan."Apa yang pengen kamu tanyakan sama aku, Nar? Apa?!" bentak Galang yang merasa terintimidasi.Plak!Satu tamparan dari Kinar melayang ke sebelah pipi Galang saat keduanya telah sama-sama duduk tegak saling berhadapan. Kinar lantas memutar badan menghadap dinding. Hati istri mana yang tidak terguncang hebat, mendengar sang suami pergi ber
Kinar lantas melirik ke arah satu buku tulis usang milik Galang. Satu-satunya harapan yang masih tertinggal untuk menemukan uang miliknya yang disimpannya beberapa hari yang lalu itu.Halaman pertama dan seterusnya, kosong tak ada tulisan, pun tak ada lembaran uang terselip di sana. Masih penasaran, tangan Kinar sigap membuka lembar selanjutnya. Ia tercengang, ada sejumlah nama wanita yang tertulis di lembaran buku tersebut. Dan nama Kinar Mayangsari ada di urutan nomor 34."Apa maksudnya?" gumam Kinar sambil menatap deretan nama tersebut. "Ada nama Mbak Astuti juga?" lanjutnya.Dari sekian nama wanita tersebut, Kinar hanya mengenal nama Astuti sebagai mantan istrinya Galang, serta Lisa dan Siti sebagai mantan pacar yang pernah diceritakan suaminya tersebut. Sedangkan selain ketiga nama tersebut, Kinar sungguh-sungguh tak mengenalnya.Kinar yang syok dan bertanya-tanya itu, lantas duduk di sisi kasur sembari memegang buku tulis usang itu."Kenapa, sebagian diberi tanda centang, begini
"Dari mana, Nar?" tanya Galang sambil mengunyah makanan, hingga seperti terdengar orang bergumam."Dipanggil Bude depan rumah, tuh!" sahut Kinar kemudian."Pasti, dia cerita tentang aku, ya, Nar?" selidik Galang."Ngapain cerita tentang kamu, Mas? Toh, aku sendiri udah mulai tau siapa, Mas, kok!" sergah Kinar."Gak percaya! Gak mungkin dia gak cerita, mulutnya itu suka nyinyir," sanggah Galang sembari beranjak dari duduk, kemudian melangkah menuju dapur.Kinar melangkah ke kamar, membaringkan tubuhnya sejenak. Seketika terlintas di pikirannya wajah sang ibu, membuat getaran rindu datang menyergap batinnya.Hampir dua bulan Kinar tidak bertemu dengan orangtuanya sendiri, membuat batinnya makin tersiksa. Wajah-wajah keluarganya seolah-olah di pelupuk matanya sedang melambaikan tangan, memanggil Kinar.Ia lantas mengelus pelan perutnya sembari mulutnya komat-kamit berdoa. Kinar menangis, tetesan air matanya tak terasa membasahi bantal. Batinnya ingin sekali mengajak Galang, mengunjungi b
Setelah bersusah payah memasak di dapur akhirnya Kinar benar-benar lega karena masakannya matang juga. Meskipun, ia merasakan matanya berair menahan asap kayu bakar yang menguar.Dia yang terbiasa dengan peralatan modern di rumahnya, dihadapkan pada situasi yang benar-benar berbeda. Kinar ingin sekali mengeluh, akan tetapi dirinya merasa malu karena telah menjadi konsekwensinya menikah dengan Galang yang keadaannya serba kekurangan."Sabar, Kinar! Sabar!" gumam Kinar dalam batin sambil tangannya mengusap dada.Kinar terpaku seakan-akan menajamkan indera pendengarannya. Dengkuran keras dari dalam kamar terdengar hingga ke dapur. Lelaki yang disebutnya suami itu rupanya telah tertidur pulas.***Wajah Kinar tampak segar usai mandi. Ia lantas termenung sendirian di ruang tamu. Maklum, jarak antara rumah tetangga atau pun saudara iparnya lumayan jauh, terpisah oleh kebun-kebun yang lumayan luas.Sang ibu mertua beraktivitas di sawah miliknya. Meskipun lanjut usia, ibu mertuanya itupun m
Kinar menahan geram selama dalam perjalanan pulang. Namun, ia telah mempersiapkan amunisi untuk menyerang suaminya. Dadanya serasa ingin meledak, menyadari sikap Galang yang nyatanya jauh di luar perkiraannya.Dia memilih terdiam di teras untuk melepas lelah, ketimbang menyusul suaminya masuk rumah begitu turun dari kendaraan. Kinar duduk menyandarkan punggung sambil melipat lengan di depan dada.Tak berselang lama, Galang muncul dari dalam rumah. Rupanya, laki-laki itu telah berganti baju dengan mengenakan kaus bergambar tengkorak dan bawahan celana pendek yang sengaja dirobek, khas anak muda. Kinar menatap heran sambil menggeleng pelan."Cepet dikembalikan motor orang, Mas!" seru Kinar dengan menatap jengah. Bola matanya naik turun memerhatikan gelagat suaminya itu."Biarin! Mau aku bawa dulu. Aku mau cari angin!" tukas Galang."Brengsek! Dia malah mau pergi? Aku, kan, mau tanya sejak tadi. Oalah, Setan!" Batin Kinar mengumpat kesal."Oh ya, Mas, mana uang yang dikasih Bapak buat be