Rian mendorong dengan lembut Wina yang sedang melamun sambil menatap gedung-gedung di depannya."Nona Wina, ikut aku."Wina sadar dari lamunannya, mengikuti Rian masuk ke salah satu gedung yang terlihat seperti melayang.Sistem keamanan Grup Lionel sangat ketat. Orang luar harus memverifikasi identitas mereka sebelum masuk, jika tidak, pintu tidak akan terbuka.Saat mereka sedang memverifikasi identitas mereka satu per satu, Winata tiba bersama sekelompok eksekutif.Winata menyapa Rian, lalu melihat ke Wina yang berada di belakang Rian."Pak Rian, apakah kamu keberatan kalau aku minta waktu Wina sebentar?""Nona Wina adalah karyawan perusahaanmu, kenapa aku akan keberatan?"Rian tidak menyukai ucapan Winata yang terkesan sopan, tetapi ada sarkastiknya. Hal ini membuat Rian merasa tidak nyaman.Wina adalah karyawan Grup Nizari, jadi dia tidak punya hak untuk mengatakan apa pun."Aku tunggu kamu di dalam." Setelah mengatakan ini kepada Wina, Rian memimpin karyawan Grup Gerad-nya masuk ke
Awalnya, COO perusahaan, Pak Arlo, yang akan melakukan presentasinya. Namun karena kehadiran Jihan, Rian tidak punya pilihan selain melakukan presentasi.Jihan sangat ketat. Selama presentasi, ada satu kesalahan saja dalam pengucapan sudah mungkin akan kehilangan kesempatan untuk melakukan penawaran.Rian tidak akan membiarkan kesalahan seperti itu terjadi, jadi dia mengambil alih tugas Arlo untuk sementara.Arlo sangat lega, tetapi Rian harus mempersiapkan diri dalam waktu satu jam.Untuk berkonsentrasi penuh, dia perlu minum secangkir kopi yang sangat kental untuk membangunkannya, jadi dia hanya bisa meminta Wina menyeduhkan kopi untuknya.Wina mengangguk dan bertanya dengan lembut, "Apa masih sempat?"Rian berkedip dan berkata, "Grup Gerad ada di urutan kesepuluh, jadi masih sempat."Setelah mengetahui hal itu, Wina tidak bertanya lagi dan langsung berdiri dan berjalan ke pintu belakang.Wina tidak terlalu mengenal kawasan industri Grup Lionel. Ketika keluar, yang dia temui hanyalah
Mata Wina sangat jernih, tidak ada sedikit pun kotoran. Begitu bersih sehingga tidak ada yang tega menyakitinya.Raut wajah Jefri sedikit menegang, lalu memalingkan mukanya. "Ingatlah untuk menutup pintu." Setelah mengatakan ini dia berbalik dan pergi.Ketika Wina melihatnya pergi, dia mengambil kopi dan berjalan ke tempat tersebut.Rapat penawaran sudah dimulai, lampu di venue dimatikan dan hanya layar lebar yang menyala.Ruangannya seperti studio kecil. Dari pintu belakang menuju ke tempat duduk depan harus melewati ratusan anak tangga.Di tengah kegelapan, Wina hanya bisa pelan-pelan menuruni tangga dan meraba-raba ke depan.Wina memegang kopi di satu tangan dan memegang kursi dengan tangan lainnya, perlahan berjalan ke bawah.Dia telah menjadi asisten presiden selama bertahun-tahun, jadi dia masih bisa menangani hal kecil ini.Tidak lama kemudian, Wina tiba sampai tempat Rian berada.Wina membungkuk, menyerahkan cangkir kopi itu untuk Rian dan mengingatkannya dengan berbisik, "Pak
Rian menyesap kopinya. Rasa manis dam pahit menyebar di mulutnya membuatnya merasa menjadi lebih santai.Dia meminumnya sedikit demi sedikit. Saat pewara di atas panggung memanggil Grup Gerad, dia dengan enggan meminum habis kopinya dalam sekali teguk.Ketika Rian menyerahkan cangkir kopi kepada Wina dan hendak naik ke atas panggung, Wina yang merasa sedikit khawatir, bertanya padanya, "Kamu sudah selesai membaca dokumennya?"Wina agak terkejut karena Rian barusan sama sekali tidak membaca dokumen dengan serius. 'Dia berencana langsung naik ke panggung tanpa persiapan penuh?'Rian menunjuk ke kepalanya dan berkata dengan percaya diri, "Aku langsung ingat hanya dengan sekali membacanya. Jangan khawatir."Saat mendengar itu, raut wajah Wina menegang.'Benar. Dia punya ingatan yang begitu kuat, jadi mana mungkin dia bisa kehilangan ingatannya.'Perkataan Rian itu melenyapkan sisa kebaikan Wina terhadapnya.'Rian hanya berpura-pura.''Aku hampir mengira dia adalah Ivan yang sebelumnya.'Me
Wina berpikir jika dia keluar dari ruang istirahat ini, ada kemungkinan akan bertemu dengan Jihan. Wina pun menggelengkan kepalanya dan mengurungkan niatnya.Rian hanya memandangnya tanpa daya."Aku akan ambilkan makanan untukmu."Setelah mengatakan itu, Rian langsung pergi tanpa memedulikan Wina yang mencoba menghentikannya.Rian memiliki status yang berbeda, jadi pihak Grup Lionel pasti akan menjamunya dengan sangat baik.Saat Rian masuk ke restoran, Jihan juga berada di dalamnya.Rian menatap beragam makanan yang lezat dan sedikit bingung harus mengambil yang mana.Rian pun menelepon Wina dan bertanya, "Kamu suka makan apa?"Wina bilang dia tidak ingin makan, tetapi Rian menasihatinya, "Kamu harus makan sedikit, kamu masih harus menemaniku di sore hari.""Makanan yang mudah dicerna," jawab Wina dengan pasrah."Kalau begitu aku ambilkan beberapa ikan, sayuran dan yogurt. Bagaimana dengan makanan pokoknya?" tanya Rian dengan lembut."Nggak usah, itu sudah cukup," jawab Wina."Oke. Tun
Sorot mata Jihan tiba-tiba menjadi dingin dan menyeramkan. Tatapannya itu sangat tajam seperti bisa menembus jantung orang. Siapa pun yang melihatnya akan merinding.Ketika Rian hendak menanyakan sesuatu, Winata masuk ke restoran."Jihan, ternyata kamu memang di sini!"Rian menoleh ke Winata sejenak, lalu kembali ke Jihan dan berkata, "Pak Jihan, aku permisi dulu agar nggak mengganggu makan malam kamu dengan pacarmu."Saat Rian mengatakan itu, ada sedikit maksud menyindir balik Jihan yang barusan menyindirnya membawa pacar ke rapat penawaran.Meskipun Grup Lionel adalah pihak penyelenggara dalam proyek ini, bagi Rian, dia memiliki kemampuan yang cukup untuk memenangkan proyek tersebut, jadi dia tidak perlu khawatir menyinggung Jihan.Setelah mengatakan itu, Rian pun berbalik pergi untuk mengambil makanan.Bertepatan dengan itu, Winata menghampiri Jihan. Dia hendak mengajak Jihan untuk makan bersama, tetapi Jihan terlihat dingin dan berjalan keluar dari restoran.Saat melihat itu, Ekspr
Jantung Wina mulai berdegap kencang ketika melihat kedua mata yang terasa dingin dan jauh.Wina tanpa sadar mengalihkan pandangannya, yang terlihat tangan Jihan sedang memegang pinggangnya.Jihan sebelumnya meraih pinggangnya dan hendak menggendongnya dari sofa.Oleh karena itu, tubuh Wina terangkat setengah dari sofa. Sedangkan Jihan, tubuhnya mencondong ke arah Wina dan meskipun tidak saling menyentuh, postur mereka sedikit ambigu.Wina mengulurkan tangan kecilnya yang lembut itu untuk mendorong Jihan menjauh, tetapi begitu tangannya menyentuh lengan kemeja Jihan, Jihan membentaknya dengan dingin."Jangan sentuh aku!"Wina sangat ketakutan hingga tangannya membeku di udara, dia tidak berani melanjutkan tindakannya.Wina menarik tangannya dengan patuh, lalu melihat ke tangan yang memegang pinggangnya itu dengan sedikit kebingungan.'Dia nggak membiarkanku menyentuhnya, tapi dia malah terus menyentuhku. Sungguh nggak masuk akal!'Wina tidak berani menatapnya, jadi hanya menunduk sambil
"Jawab aku!"Jihan menunduk, mendekatkan wajahnya. Bibirnya yang tipis itu bersentuhan dengan pipi Wina.Wina refleks ingin menghindar, tetapi Jihan menahan bagian belakang kepalanya, mencegahnya bergerak."Aku hanya beri kamu satu kesempatan untuk menjelaskan!"Suara Jihan, yang memikat bercampur dengan amarah yang tertahan, membuat Wina berada dalam dilema.Saat ini, Wina seperti hidup segan, mati tak hendak. Dia terjebak di antara Jihan yang memaksanya menjelaskan dan Rian yang pernah mengancamnya untuk tutup mulut mengenai masa lalunya."Aku nggak perlu menjelaskan apa pun. Kenal atau nggak, nggak ada hubungannya dengan Pak Jihan."Wina mengatakan itu setelah terdiam untuk waktu yang lama dan ketika Jihan hampir kehilangan kesabarannya."Nggak ada hubungannya denganku ...."Jihan mengulangi kata-kata itu dengan suara yang dingin, lalu tiba-tiba mendekatkan wajahnya.Wajah yang tajam dan menawan itu membuat jantung Wina berdetak kencang lagi.Jarak kedua bibir yang semakin mendekat