Rian menyesap kopinya. Rasa manis dam pahit menyebar di mulutnya membuatnya merasa menjadi lebih santai.Dia meminumnya sedikit demi sedikit. Saat pewara di atas panggung memanggil Grup Gerad, dia dengan enggan meminum habis kopinya dalam sekali teguk.Ketika Rian menyerahkan cangkir kopi kepada Wina dan hendak naik ke atas panggung, Wina yang merasa sedikit khawatir, bertanya padanya, "Kamu sudah selesai membaca dokumennya?"Wina agak terkejut karena Rian barusan sama sekali tidak membaca dokumen dengan serius. 'Dia berencana langsung naik ke panggung tanpa persiapan penuh?'Rian menunjuk ke kepalanya dan berkata dengan percaya diri, "Aku langsung ingat hanya dengan sekali membacanya. Jangan khawatir."Saat mendengar itu, raut wajah Wina menegang.'Benar. Dia punya ingatan yang begitu kuat, jadi mana mungkin dia bisa kehilangan ingatannya.'Perkataan Rian itu melenyapkan sisa kebaikan Wina terhadapnya.'Rian hanya berpura-pura.''Aku hampir mengira dia adalah Ivan yang sebelumnya.'Me
Wina berpikir jika dia keluar dari ruang istirahat ini, ada kemungkinan akan bertemu dengan Jihan. Wina pun menggelengkan kepalanya dan mengurungkan niatnya.Rian hanya memandangnya tanpa daya."Aku akan ambilkan makanan untukmu."Setelah mengatakan itu, Rian langsung pergi tanpa memedulikan Wina yang mencoba menghentikannya.Rian memiliki status yang berbeda, jadi pihak Grup Lionel pasti akan menjamunya dengan sangat baik.Saat Rian masuk ke restoran, Jihan juga berada di dalamnya.Rian menatap beragam makanan yang lezat dan sedikit bingung harus mengambil yang mana.Rian pun menelepon Wina dan bertanya, "Kamu suka makan apa?"Wina bilang dia tidak ingin makan, tetapi Rian menasihatinya, "Kamu harus makan sedikit, kamu masih harus menemaniku di sore hari.""Makanan yang mudah dicerna," jawab Wina dengan pasrah."Kalau begitu aku ambilkan beberapa ikan, sayuran dan yogurt. Bagaimana dengan makanan pokoknya?" tanya Rian dengan lembut."Nggak usah, itu sudah cukup," jawab Wina."Oke. Tun
Sorot mata Jihan tiba-tiba menjadi dingin dan menyeramkan. Tatapannya itu sangat tajam seperti bisa menembus jantung orang. Siapa pun yang melihatnya akan merinding.Ketika Rian hendak menanyakan sesuatu, Winata masuk ke restoran."Jihan, ternyata kamu memang di sini!"Rian menoleh ke Winata sejenak, lalu kembali ke Jihan dan berkata, "Pak Jihan, aku permisi dulu agar nggak mengganggu makan malam kamu dengan pacarmu."Saat Rian mengatakan itu, ada sedikit maksud menyindir balik Jihan yang barusan menyindirnya membawa pacar ke rapat penawaran.Meskipun Grup Lionel adalah pihak penyelenggara dalam proyek ini, bagi Rian, dia memiliki kemampuan yang cukup untuk memenangkan proyek tersebut, jadi dia tidak perlu khawatir menyinggung Jihan.Setelah mengatakan itu, Rian pun berbalik pergi untuk mengambil makanan.Bertepatan dengan itu, Winata menghampiri Jihan. Dia hendak mengajak Jihan untuk makan bersama, tetapi Jihan terlihat dingin dan berjalan keluar dari restoran.Saat melihat itu, Ekspr
Jantung Wina mulai berdegap kencang ketika melihat kedua mata yang terasa dingin dan jauh.Wina tanpa sadar mengalihkan pandangannya, yang terlihat tangan Jihan sedang memegang pinggangnya.Jihan sebelumnya meraih pinggangnya dan hendak menggendongnya dari sofa.Oleh karena itu, tubuh Wina terangkat setengah dari sofa. Sedangkan Jihan, tubuhnya mencondong ke arah Wina dan meskipun tidak saling menyentuh, postur mereka sedikit ambigu.Wina mengulurkan tangan kecilnya yang lembut itu untuk mendorong Jihan menjauh, tetapi begitu tangannya menyentuh lengan kemeja Jihan, Jihan membentaknya dengan dingin."Jangan sentuh aku!"Wina sangat ketakutan hingga tangannya membeku di udara, dia tidak berani melanjutkan tindakannya.Wina menarik tangannya dengan patuh, lalu melihat ke tangan yang memegang pinggangnya itu dengan sedikit kebingungan.'Dia nggak membiarkanku menyentuhnya, tapi dia malah terus menyentuhku. Sungguh nggak masuk akal!'Wina tidak berani menatapnya, jadi hanya menunduk sambil
"Jawab aku!"Jihan menunduk, mendekatkan wajahnya. Bibirnya yang tipis itu bersentuhan dengan pipi Wina.Wina refleks ingin menghindar, tetapi Jihan menahan bagian belakang kepalanya, mencegahnya bergerak."Aku hanya beri kamu satu kesempatan untuk menjelaskan!"Suara Jihan, yang memikat bercampur dengan amarah yang tertahan, membuat Wina berada dalam dilema.Saat ini, Wina seperti hidup segan, mati tak hendak. Dia terjebak di antara Jihan yang memaksanya menjelaskan dan Rian yang pernah mengancamnya untuk tutup mulut mengenai masa lalunya."Aku nggak perlu menjelaskan apa pun. Kenal atau nggak, nggak ada hubungannya dengan Pak Jihan."Wina mengatakan itu setelah terdiam untuk waktu yang lama dan ketika Jihan hampir kehilangan kesabarannya."Nggak ada hubungannya denganku ...."Jihan mengulangi kata-kata itu dengan suara yang dingin, lalu tiba-tiba mendekatkan wajahnya.Wajah yang tajam dan menawan itu membuat jantung Wina berdetak kencang lagi.Jarak kedua bibir yang semakin mendekat
Wina merasa sangat kesal, kecewa dan sedih, tetapi tidak tahu bagaimana mengungkapkannya.Ketika Jihan melihat Wina tetap diam, kemarahan di matanya berangsur-angsur berubah menjadi kekecewaan.'Wanita ini memang hebat. Dia bisa membuatku menurunkan harga diriku untuk mendatanginya lagi dan lagi.'Memikirkan tentang apa yang sudah dia lakukan selama ini, Jihan merasa dirinya sungguh konyol dan bodoh.Seolah-olah tersadarkan dari sesuatu, dia pun melepaskan Wina.Sepasang mata yang mengisyaratkan rasa kecewa itu seketika kembali menunjukkan dingin dan jauh."Mulai sekarang, aku nggak akan pernah menemuimu lagi."Setelah mengatakan itu, Jihan berbalik dan pergi.Wina tertegun, hatinya terasa hampa saat melihat sosok itu berjalan pergi dengan cepat.Intuisinya memberitahunya bahwa begitu pintu itu terbuka, Jihan tidak akan pernah kembali lagi.Tidak tahu dari mana Wina mendapat keberaniannya, dia tiba-tiba bergegas maju dan menghentikan Jihan.Dia mencoba menjelaskan, tetapi dia tidak bis
Daris masih melanjutkan laporannya. "Selain itu, Nona Wina dan Ivan tumbuh bersama dan menjadi kekasih setelah beranjak dewasa.""Tapi lima tahu lalu, Ivan mengalami kecelakaan mobil. Saat itu, Nona Wina baru lulus kuliah dan nggak punya uang, jadi dia harus menjual dirinya untuk menyelamatkan Ivan.""Meskipun nyawa Ivan selamat, dia kehilangan ingatannya, jadi nggak mengingat siapa Nona Wina."Apa yang Daris temukan hanyalah ringkasan dari apa yang sebenarnya terjadi, jadi tidak terlalu detail.Daris tidak tahu alasan dua orang itu kemudian tidak berhubungan saling berhubungan lagi, jadi laporannya hanya sampai di situ.Jihan membaca-baca informasi itu, ekspresinya terlihat muram.Ketika menduga Ivan adalah Rian, Jihan sudah tahu bahwa Wina menjual diri untuk menyelamatkan Ivan.Namun, mendengar dengan telinga sendiri dan melihat dengan mata sendiri, Jihan semakin merasa tidak nyaman.Karena yang diinginkannya adalah wanita yang bersih dari luar maupun dalam. Akan tetapi, Wina menyemb
Melihat ekspresi Jihan, Daris tiba-tiba merasa khawatir.'Pak Jihan selalu pandai mengendalikan emosinya, tapi karena Nona Wina, dia sudah beberapa kali kehilangan kendali.'"Pak Jihan, Anda ...."Daris ingin mengatakan bahwa karena sudah berpisah dengan Nona Wina, lebih baik segera lupakan. Hal ini akan baik untuknya dan juga Nona Wina.Namun, kata-kata yang ingin dia sampaikan itu tidak bisa keluar dari mulutnya. Daris merasa kenyataan seperti itu terlalu kejam terhadap Jihan.Wina adalah wanita pertama yang bersama Jihan. Setelah bersama Wina selama bertahun-tahun, Jihan pasti ada perasaan padanya. Oleh karena itu, bagaimana mungkin Jihan bisa melupakannya begitu saja.Jihan melirik Daris yang ragu-ragu untuk berbicara, lalu berusaha untuk mengendalikan emosinya kembali.Setelah emosinya kembali normal, Jihan mengembalikan dokumen di tangannya ke Daris."Hancurkan."Suara Jihan tidak menunjukkan emosi apa pun, seolah-olah dia sudah kembali menjadi CEO yang dingin dan kejam.Daris me
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida